Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 221 - 240 dari 372 ayat untuk lainnya (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.13) (Neh 5:14) (sh: Menolak budaya 'aji mumpung' (Sabtu, 18 November 2000))
Menolak budaya 'aji mumpung'

Nehemia mendapat kedudukan sebagai bupati tanah Yehuda selama 12 tahun. Meskipun berkuasa cukup lama, ia tidak menyalahgunakan kekuasaan. Bahkan ia pun tidak menuntut haknya. Bupati-bupati sebelumnya telah memanfaatkan kesempatan dan membebani rakyat. Meskipun Nehemia harus menjamu paling sedikit 150 orang setiap hari, ia memilih untuk menanggung sendiri biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan perjamuan itu. Bagaimana dengan sepak terjang saudara-saudara dan anak buah sang penguasa? Tidak semua pemimpin yang jujur dapat mengendalikan keluarga dan anak buahnya. Nehemia menegaskan bahwa bukan hanya dirinya tetapi juga saudara-saudaranya dan anak buahnya tidak mengambil bagian yang menjadi hak bupati (14). Anak buah para bupati sebelumnya memakai koneksi, kedudukan, dan kuasa untuk kepentingan pribadi. Tetapi anak buah Nehemia dikerahkan untuk turut mengambil bagian dalam pembangunan.

Apa yang membuat Nehemia begitu berbeda dengan pemimpin lainnya? Apakah Nehemia seorang yang tidak normal sehingga tidak menyukai harta benda? Motivasi apa yang mengikis sikap serakah yang begitu sering menyebabkan seorang pemimpin mendahulukan kepentingan pribadinya? Kuncinya tidak lain dan tidak bukan adalah 'ia takut akan Allah' (15) dan ia mau mengidentifikasikan dirinya dengan penderitaan rakyat. Kesimpulan singkat yang dapat dikatakan tentang kehidupan Nehemia sebagai gubernur adalah ia tidak bercacat. Inilah yang dibutuhkan seorang pemimpin di bidang apa pun baik pemerintahan, perusahaan, gereja, lembaga pelayanan, maupun rumah tangga. Seorang pemimpin harus tidak bercacat dalam kehidupannya baik secara moral, sosial, dan spiritual agar ia mampu menggerakkan dan mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai misinya. Sebagai orang tua, kita pun harus memberikan contoh kehidupan yang baik sebelum kita mengoreksi kesalahan anak-anak kita.

Renungkan: Biarlah kita meneladani Nehemia, yang mampu menyelesaikan seluruh misi yang dipercayakan kepadanya, bukan karena memiliki kekuasaan sebagai seorang gubernur tetapi karena memiliki kekuatan moral dan komitmen penuh terhadap firman Allah.

(0.13) (Ayb 5:1) (sh: Belajar menerima hajaran Tuhan (Selasa, 30 November 2004))
Belajar menerima hajaran Tuhan

Tuhan seumpama bapak atau guru yang baik. Ia membimbing anak-anak-Nya ke sasaran-sasaran yang mulia melalui proses belajar yang panjang dan berat. Pelajaran yang ingin Ia tanamkan dalam kehidupan anak-anak-Nya ialah bahwa tidak ada sumber andal lain di luar Allah yang darinya orang boleh mendapatkan pertolongan (ayat 1). Ia menginginkan agar anak-anak-Nya berhikmat dan bukan bertindak bodoh (ayat 3). Ia ingin anak-anak-Nya belajar memilih Dia dan merangkul jalan serta kehendak-Nya menjadi harta berharga hidup mereka (ayat 8-16). Ajaran Tuhan itu sewaktu-waktu bisa berbentuk hajaran yang melukai dan berbagai kesukaran hidup lainnya. Namun, Ia baik adanya. Ia menghajar bukan untuk meremukkan tetapi untuk memulihkan dan menyempurnakan (ayat 18).

Kira-kira demikianlah wejangan Elifas untuk Ayub. Tentu saja semua wejangan itu benar dan bukan barang baru bagi Ayub. Lebih lagi, kebenaran isi wejangan itu pun bukan teori lagi bagi Ayub, sebab ia saat itu justru sedang mengalaminya. Tidak salah bahwa Elifas mengingatkan orang seperti Ayub, kebenaran dan prinsip-prinsip hidup yang sudah diketahuinya bahkan sedang dijalaninya. Juga tidak salah mengingatkan kembali kepada orang yang sedang menanggung penderitaan, janji-janji pemulihan dari Tuhan. Orang yang hampir sempurna seperti Ayub pun, memang tidak sempurna, masih perlu diingatkan, ditegur, diteguhkan.

Ironis bahwa Elifas kini seolah mengambil posisi Sang Guru sejati. Ia terlalu cepat ingin mengajar orang lain padahal diri sendiri belum tentu sepenuhnya sudah menerima ajaran itu dan memahami secara mendalam. Hanya orang yang sepenuhnya menyatu dengan kebenaran yang berhak mengajarkan kebenaran. Kesalahan kedua adalah memutarbalikkan yang umum dengan yang khusus. Prinsip umum harus juga memperhitungkan konteks dan kekecualian seperti yang firman sendiri ajarkan. Demikian pun pengalaman khusus tidak dapat begitu saja boleh diangkat menjadi prinsip umum.

Camkan: Dengar dan terimalah dulu hajaran Tuhan buat diri sendiri sebelum bicara mengajar orang lain!

(0.13) (Ayb 18:1) (sh: Memori adalah warisan yang tak ternilai (Selasa, 30 Juli 2002))
Memori adalah warisan yang tak ternilai

Paul Johnson mengingatkan kita akan fakta sejarah bahwa pada 1882 seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Nietzsche, memproklamasikan bahwa Tuhan sudah mati! Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa yang mati adalah Nietzsche, bukan Tuhan. Paul Johnson menunjukkan bahwa kekristenan terus berkembang dan tidak pernah berhenti berkembang di bekas negara-negara komunis, di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan tempat lainnya.

Sekali lagi Bildad berbicara dan menegur Ayub, namun sayangnya, tegurannya - bahwa Ayub sesungguhnya orang yang fasik salah alamat. Namun, di dalam teguran yang salah alamat itu terkandung satu kebenaran abadi, yakni, "Ingatan kepadanya (orang fasik) lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong." (ayat 18:17). Orang fasik hanya dikenang untuk sementara dan kalau pun dikenang untuk kurun yang panjang - seperti Hitler - itu pun hanyalah untuk mengingatkan kita akan kejahatannya. Kita lebih suka tidak mengingat-ingat orang yang jahat.

Sebaliknya, orang yang benar akan dikenang dan kenangan akan orang yang benar memberi kita kekuatan dan dorongan untuk hidup benar pula. Kita hidup hanya sekali dan kita hanya memiliki satu kesempatan untuk meninggalkan kenangan kepada penerus kita. Jika hidup kita bengkok, dalam arti banyak melakukan kejahatan di mata Tuhan, maka menyebut nama kita saja anak cucu kita akan malu, apalagi mengingat apa yang telah kita lakukan. Sebaliknya, bila hidup kita benar dan menjadi berkat bagi banyak orang, mereka akan bangga mengingat kita dan bahkan termotivasi untuk hidup benar seperti kita pula.

Janganlah sampai kita berpikiran pendek dan mementingkan kepuasan sesaat saja; sadarilah bahwa hidup kita sekarang akan membawa dampak kepada anak cucu kita di kemudian hari. Tinggalkanlah kenangan yang akan memotivasi mereka untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Itulah warisan yang paling berharga yang dapat kita tinggalkan untuk mereka.

Renungkan: Memori seperti apakah yang akan kita tinggalkan kepada anak cucu kita?

(0.13) (Ayb 21:1) (sh: Kenyataan hidup ini rumit adanya (Jumat, 2 Agustus 2002))
Kenyataan hidup ini rumit adanya

Sebenarnya yang dapat menolong orang yang sedang dalam penderitaan adalah sahabat yang sedia sama menanggung dan mendengarkan, bukan mengecam dan menghakimi (ayat 2).

Dengan terus terang Ayub menyatakan bahwa hatinya "terhenyak" oleh ketiadaan empati para sahabatnya itu (ayat 5). Karena inti kecaman para sahabatnya berkisar di dua hal: bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dosa dan bahwa penderitaan itu berasal dari Tuhan yang menghukum, kini Ayub mengajukan gigih bantahannya di sekitar dua hal itu pula. Pertanyaan Ayub adalah kebalikan dari argumen-argumen Zofar, dan dua sahabatnya lainnya, Bildad dan Elifas. Sebaliknya dari mendukung kesimpulan bahwa Allah menghukum orang berdosa, Ayub kini mengajukan fakta-fakta tentang orang berdosa yang justru tidak sedikit pun memperlihatkan adanya hukuman Tuhan atas hidup mereka (ayat 9b). Berlawanan dari pendapat Zofar yang mengatakan bahwa orang berdosa akan mati muda (ayat 20:11), ternyata mereka panjang umur bahkan semakin uzur semakin bertambah kuat (ayat 7). Keturunan mereka bukannya menderita (ayat 20:10), tetapi bertambah-tambah dan berhasil (ayat 8). Mereka tidak merana miskin, tetapi ternak mereka berkembang biak dan membuat mereka semakin kaya (ayat 10-11). Bahkan sebaliknya dari mengalami penderitaan dan ketidakbahagiaan, hidup mereka penuh dengan keceriaan perayaan (ayat 12-13). Tuhan bahkan tidak berbuat apa pun dalam kenyataan dunia sementara ini, bahkan terhadap orang-orang yang membuang Dia (ayat 14-16).

Ayub mengajukan fakta-fakta ini tidak untuk meragukan keadilan Tuhan, tetapi ia berpendapat bahwa tidak selalu Tuhan langsung menghukum di dunia ini secara langsung (ayat 17-21). Keadilan Allah atas orang fasik dan atas orang benar mungkin sekali baru terjadi pada penghakiman kekal di akhir zaman nanti (ayat 30).

Renungkan: Banyak masalah dan pergumulan iman kita tidak dapat dijawab dengan pikiran dan ide yang sempit dan pendek. Masalah pelik harus disoroti dari perspektif kekal dan lingkup kebenaran menyeluruh. Bila tidak, bukan hiburan, tetapi ocehan hampa makna yang orang akan dapatkan.

(0.13) (Mzm 4:1) (sh: Tahu berbicara dan berdiam diri (Rabu, 8 Januari 2003))
Tahu berbicara dan berdiam diri

Mazmur ini adalah mazmur ratapan yang lebih tepat disebut mazmur keyakinan iman di dalam kesesakan. Beberapa bagian dari mazmur ini menunjukkan ungkapan bersifat pribadi (ayat 2-4), beberapa lagi seolah menunjukkan ungkapan ajaran imam kepada umat tentang pokok kesesakan (ayat 5-6). Sebagian besar mazmur ini adalah ungkapan orang beriman kepada Allah, sementara bagian lainnya adalah ungkapan yang ditujukan kepada pihak yang menjadi sumber kesesakan itu (ayat 3-4). Di bagian akhir barulah keyakinan iman itu terungkap dari pengalaman kesesakan (ayat 7-9).

Pihak pertama kepada siapa kita harus berbicara adalah Tuhan. Allah saja satu-satunya yang benar yang pasti akan membenarkan dan yang mampu memberikan kelegaan orang yang tersesak demi kebenaran (ayat 2b). Secara teoretis kita tahu ini, sebab Allah saja pertolongan terpercaya. Namun, mazmur ini mengejutkan kita sebab ungkapan di dalamnya terasa sangat mendesak, memakai bentuk perintah kepada Allah. "Tuhan, jawablah aku, benarkan aku, kasihani aku, dengarkan doaku!" Ini bukan sikap kurang ajar, tetapi justru sikap wajar orang yang sungguh serius tentang realitas Tuhan dalam segala pengalaman hidupnya.

Pihak kedua kepada siapa kita harus berbicara adalah orang-orang yang menyebabkan kesesakan. Ungkapan "berapa lama lagi" kini tidak ditujukan kepada Allah, tetapi kepada orang yang menyebabkan penderitaan orang beriman. Ucapan ini diikuti oleh klaim bahwa orang beriman dipilih, dikasihi, dan pasti akan dibela oleh Allah (ayat 4). Dengan demikian, "berapa lama lagi" ini merupakan peringatan keras agar mereka tidak berlama-lama berdosa melawan Allah dan umat-Nya.

Renungkan: Di dalam kesesakan, orang beriman tidak harus merasa terpojok, melainkan sanggup bersikap pemenang di dalam Tuhan.

(0.13) (Mzm 8:1) (sh: Mengapa gereja terus bertengkar? (Sabtu, 6 Januari 2001))
Mengapa gereja terus bertengkar?

Apa penyebab utama perselisihan dan perpecahan gereja sampai saat ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah kesombongan yang masih menguasai hati Kristen. Pada hakikatnya kesombongan adalah salah satu bentuk manifestasi mempertuhankan diri sendiri. Karena itu kesombongan harus dihancurkan. Bagaimana caranya? Kita dapat meneladani pemazmur.

Melalui ayat pertama dan ayat terakhir dari Mazmur ini, pemazmur melantunkan nyanyian kekagumannya yang indah kepada Tuhan dimana di dalamnya nama Allah yang mulia ditinggikan. Kekaguman kepada Allah ini sulit diekspresikan sehingga pemazmur hanya dapat mengungkapkan dengan kata-kata 'Ya TUHAN, Tuhan kami`. Kita tidak perlu kaget karena memang tidak ada akal yang dapat mengukur dan tidak ada lidah yang dapat menyatakan, walaupun hanya setengah dari kebesaran Tuhan.

Mengapa pemazmur begitu terkagum-kagum akan kebesaran Allah? Sebab kebesaran Allah tidak hanya dapat dilihat dari apa yang di langit di atas namun juga yang di bumi di bawah, khususnya dari makhluk yang dianggap paling lemah yaitu bayi-bayi dan anak- anak yang menyusu. Pemeliharaan Allah yang luar biasa kepada mereka terlihat ketika Allah mengubah darah seorang ibu menjadi air susu dan memberikan kemampuan bayi-bayi untuk menyusu. Melalui itu semua Allah memelihara dan menumbuhkan.

Pengenalan yang benar akan kebesaran Allah, menuntun manusia kepada kesadaran akan ketidakberdayaan dan ketidaklayakan dirinya (ayat 4-5). Pengenalan akan kebesaran Allah akan menuntun manusia untuk menemukan jati diri yang sebenarnya di hadapan Allah dan di antara makhluk ciptaan lainnya. Jika sekarang manusia mempunyai kemampuan, otoritas, dan kedudukan yang tinggi di dunia, semua itu semata-mata anugerah Allah (ayat 6-9).

Renungkan: Berdasarkan pemahaman di atas, adakah alasan yang membenarkan manusia untuk menjadi sombong, sehingga merendahkan dan melecehkan orang lain? Jika pemazmur membuka dan menutup mazmur ini dengan pujian kekaguman sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan dirinya, hal-hal lain apakah yang dapat Anda lakukan sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan kita dihadapan-Nya?

(0.13) (Mzm 8:1) (sh: Anugerah kemuliaan (Kamis, 2 Januari 2003))
Anugerah kemuliaan

Banyak orang mencari kemuliaan dengan mengandalkan harta atau kuasa. Justru yang didapatkan adalah kehinaan, ketika harta membawanya kepada perbudakan materialisme, dan kuasa membawanya kepada tirani yang dibenci orang banyak.

Mazmur 8 menolong kita meletakkan kemuliaan pada perspektif yang tepat. Kemuliaan adalah milik Tuhan (ayat 1,10). Seluruh alam menyaksikan kemuliaan-Nya (ayat 4). Namun, manusialah yang dianugerahkan Allah kemampuan untuk memuji dan memuliakan Allah. Bahkan, suara-suara sederhana dari mulut bayi dan anak-anak sudah mencerminkan kapasitas memuliakan Allah itu (ayat 3), sebab manusia adalah mahkota ciptaan-Nya (ayat 5-6). Berarti letak kemuliaan manusia ada di dalam anugerah Allah. Pertama di dalam pujian dan kehidupan yang memuji Allah. Kemudian di dalam karyanya manusia mendapatkan kehormatan dan tanggung jawab mengurusi makhluk-makhluk ciptaan lainnya (ayat 7), kambing domba, lembu sapi, binatang padang, burung-burung dan ikan-ikan (ayat 8-9).

Di hari kedua tahun baru ini kita kembali disadarkan akan besarnya kemuliaan yang telah Allah pertaruhkan di dalam hidup dan di atas bahu kita. Hidup yang Tuhan inginkan ada pada kita pun adalah hidup yang penuh kehormatan dan kemuliaan. Tetapi, hidup terhormat dan mulia itu tidak kita alami dengan menjadikan diri kita seolah pusat dunia ini. Keserakahan, hawa nafsu, kesombongan, keduniawian justru akan menghempaskan kita ke jurang kehinaan. Hanya dalam penyangkalan diri, kerendahan hati, kesalehan, ketaatan kepada firman Allah, kita menghayati kemuliaan Allah sejati yang bertambah-tambah jelas. Semua manusia adalah mahkota penciptaan yang dianugerahi kemuliaan Allah.

Renungkan: Hidup yang mulia adalah yang mencerminkan sifat-sifat mulia Allah. Kristus saja sanggup menciptakan kesanggupan hidup dalam kemuliaan Ilahi di dalam diri kita.

(0.13) (Mzm 16:1) (sh: Iman dan kesehatan manusia (Minggu, 14 Januari 2001))
Iman dan kesehatan manusia

Berbicara tentang iman seringkali membawa kita kepada konsep-konsep yang abstrak, seakan tak ada hubungannya dengan realita kehidupan sehari-hari. Mazmur 16 mengajarkan kepada kita realita iman, manifestasi iman, dan peran iman bagi kebahagiaan manusia.

Doa pemazmur (ayat 1) mengungkapkan imannya terhadap Allah. Imannya senantiasa menyadarkannya akan realita kehidupan yang sering tidak bersahabat. Iman yang ia miliki juga terungkap di dalam kepuasannya terhadap Allah (ayat 2, 5). Apa pun yang ia alami, ia tetap yakin bahwa Allah yang terbaik dan akan selalu menjadi yang terbaik. Pemazmur mengungkapkan bahwa orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang selalu rindu untuk bersekutu dengan saudara lainnya yang seiman, dan berbuat kebaikan kepada mereka (ayat 3). Perbedaan antara orang beriman dan yang tidak, dapat diidentifikasikan dengan melihat perbuatan dan perkataan mereka (ayat 4).

Di samping membuat orang puas dengan Allah, iman juga membuat orang puas dengan kehidupannya (ayat 6). Ini tidak berarti bahwa iman membuat orang menjadi cepat puas sehingga tidak ada niat dan kerja keras untuk terus memperbaiki taraf hidupnya. Namun kepuasan ini yang memampukan orang beriman untuk mensyukuri setiap yang dimiliki dan tidak iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Iman juga akan menjauhkan Kristen dari rasa kuatir dan gentar menghadapi masa depan, sebab masa depan terletak dalam genggaman tangan Tuhan dan Ia senantiasa menyertainya (ayat 8, 11). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iman berhubungan erat dengan kesehatan jiwa dan fisik seseorang (ayat 9).

Renungkan: Seorang yang merasa puas, hatinya akan bersukacita dan tentram. Jika Anda mengalami stress, depresi, tekanan darah tinggi, sakit maag, jantung, dll., evaluasilah kehidupan iman Anda.

Bacaan untuk Minggu Epifania 2

I Samuel 3:1-10

I Korintus 6:12-20

Yohanes 1:35-42

Mazmur 67

Lagu: Kidung Jemaat 379

PA 2 Mazmur 14

Melihat apa yang terjadi di masyarakat, kita seringkali bertanya mengapa ada orang yang begitu tega dan jahat menyakiti bahkan menghabisi orang lain. Dan bila kita amati lebih jauh, nampaknya kekejaman dan kejahatan yang terjadi cenderung meningkat. Bagaimana kita memandang hal ini? Bagaimana respons kita? Apa yang dapat kita lakukan? Itulah yang akan kita pelajari dari Mazmur ratapan ini.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Keyakinan apa yang dimiliki oleh orang bebal (ayat 1)? Seberapa parahkah keyakinannya itu? Bagaimanakah hubungan antara keyakinan dengan perbuatannya? Apa pun pasti membutuhkan proses untuk menjadi busuk dan menjijikkan. Apakah kebenaran ini berlaku juga bagi perbuatan seseorang? Lalu apa yang mempercepat pembusukan dari perbuatan seseorang? Apakah proses ini dapat dicegah dan dihentikan?

2. Keyakinan yang tercela (ayat 1) dimanifestasikan oleh tindakan dan pikiran yang tercela. Temukan itu satu-persatu dan beri penjelasan (ayat 3,4)! Bila dihubungkan dengan keyakinan orang bebal, menurut Anda mengapa umat Allah digambarkan sebagai korban kejahatan yang paling mengenaskan? Jelaskan!

3. Ratapan pemazmur diselingi dengan ungkapan keyakinannya akan tindakan Allah (ayat 1-3). Teladan apa yang Anda dapatkan? Keyakinan apa lagi yang dimiliki oleh pemazmur dalam kondisi masyarakat yang demikian (ayat 5-6)? Apa yang memampukan pemazmur untuk tetap dapat mempunyai keyakinan kepada Allah walaupun ancaman dan serangan siap melumatnya?

4. Usaha apa yang dilakukan pemazmur untuk memperbaiki masyarakat yang sudah tercela keyakinan dan perbuatannya (ayat 7)? Katakan kembali ayat ini dengan kata-kata Anda sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi masa kini di Indonesia!

5. Berdasarkan kebenaran-kebenaran di atas, bagaimana Anda menilai masyarakat kita sekarang? Bagaimana Anda memandang pembakaran gereja dan penganiayaan yang dialami oleh Kristen di Indonesia? Apa yang harus kita lakukan secara konkrit untuk memperlambat proses pembusukan dalam masyarakat?

(0.13) (Mzm 30:1) (sh: Sukacita juga menderita (Sabtu, 24 Maret 2001))
Sukacita juga menderita

Dalam tradisi Yahudi, mazmur ini digunakan pada hari raya Pentahbisan Bait Allah (1 bdk. Yoh. 10:22) dimana pada hari itu orang Yahudi memperingati pentahbisan ulang Bait Allah setelah dihancurkan oleh musuh-musuh mereka pada abad ke-2 s.M. Berarti mazmur ini penting bagi Kristen secara komunitas. Namun yang harus diperhatikan adalah walaupun mazmur ucapan syukur ini dinyanyikan secara bersama oleh umat Allah, mazmur ini bersumber dari pengalaman pribadi Daud. Karena itu untuk mendapatkan makna yang dalam dari mazmur ini bagi kehidupan Kristen secara komunitas, kita perlu merenungkannya.

Mazmur ini ditulis oleh Daud pada masa tuanya, ketika ia selesai menghitung seluruh pasukannya dan kemudian Allah menghukumnya (2Sam. 24). Dalam mazmur ini memang ada indikasi bahwa Daud telah mengalami penderitaan yang berat baik secara pribadi maupun bersama seluruh rakyatnya (2-6) justru setelah menikmati keamanan dan kesenangan dalam kehidupannya (7). Berkat yang ia nikmati menghasilkan rasa aman dan percaya diri yang terlalu besar. Ia mulai menyombongkan dirinya maka Allah menghukumnya sehingga membuatnya tersadar. Peristiwa ini menyatakan bahwa ketika seseorang mengalami kelimpahan berkat Tuhan di satu bidang kehidupannya, biasanya ia diuji di bidang lainnya. Kesukacitaan dalam pengharapan perlu dibarengi dengan pengalaman akan penderitaan agar tidak menyebabkan dosa dalam kehidupan seseorang. Ketika menyadari kesalahannya (8b), Daud segera bertobat, maka pengampunan dan pemulihan dari Allah segera dialaminya (6, 12). Pertobatan sejati yang diikuti pemulihan akan membuahkan puji-pujian kepada Allah (5-6, 13).

Renungkan: Kehidupan gereja Tuhan di Indonesia di satu sisi memang mengalami berkat yang berkelimpahan secara luar biasa, namun di saat yang sama gereja juga mengalami beberapa penderitaan seperti pengrusakan dan pengeboman gereja-gereja akhir-akhir ini. Kita perlu merenungkan dan merefleksikan peristiwa-peristiwa itu dalam terang mazmur kita hari ini. Ini perlu dilakukan agar kita dapat mengambil tindakan yang tepat, agar pada akhirnya kita dapat tetap memuji dan memuliakan Allah, bahkan mengajak semua orang untuk memuji-Nya.

(0.13) (Mzm 30:1) (sh: Dibebaskan dari keangkuhan diri (Jumat, 23 Mei 2003))
Dibebaskan dari keangkuhan diri

Manusia adalah makhluk sosial, butuh berinteraksi dengan pihak lain dalam hubungan berarti dan saling membutuhkan. Lebih dari itu, Alkitab memperlihatkan bahwa manusia adalah makhluk rohani. Manusia membutuhkan Allah lebih dari segala kebutuhan lainnya.

Nas ini tidak hanya menunjukkan bahwa manusia sepantasnya membutuhkan dan merindukan kehadiran dan hubungan dengan Allah, pencipta-Nya. Manusia, dalam hal ini sang pemazmur, butuh untuk diselamatkan dari akibat maut keyakinan dan kepuasan akan diri tanpa mengandalkan Allah. "Aku OK-OK saja sendirian dari dulu sampai sekarang", demikian seru pemazmur (ayat 6). Kakinya memijak gunung yang kokoh. Seruan ini keluar dari mulut pemazmur tanpa pikir panjang, karena pemazmur bersaksi bagaimana kemudian ia menemukan dirinya dalam bahaya. Kehadiran Allah menjadi tersembunyi karena pemazmur lupa bahwa Allahlah yang menempatkan dirinya di gunung kokoh tersebut (ayat 7). Perkenan Allah sajalah yang membuatnya selamat. Pada akhirnya, Allah tetap menyelamatkan pemazmur, dan pemazmur dengan sepantasnya memuliakan nama Allah karena perbuatan-Nya. Keyakinan diri pemazmur yang takabur membawanya kepada bahaya, dan Allah berinisiatif menyelamatkannya dari bahaya tersebut.

Pengantar mazmur ini menyatakan bahwa mazmur ini dipakai untuk penahbisan Bait Allah (ayat 1). Pemakaian ini memberikan kesimpulan kepada kita, bahwa ibadah kepada Allah adalah tempat di mana pemazmur dan umat Israel dapat berseru dalam doa permohonan (ayat 3,9-11) dan pujian kepada Allah (ayat 2,13). Kedua hal ini adalah kunci agar umat tidak bersandar kepada diri, dan terus bergantung pada Allah.

Renungkan: Doa dan puji-pujian sejati hanya akan keluar dari mulut setiap orang yang sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya untuk bersandar kepada Tuhan.

(0.13) (Mzm 35:1) (sh: Orang baik selalu kalah? (Selasa, 27 Mei 2003))
Orang baik selalu kalah?

Kadang, tindakan kita menjawab pertanyaan ini dengan seruan "ya" yang menggema. Apalagi, kata "mengalah" tidak jauh bedanya dengan kata "kalah". Bersikap dan bertindak baik adalah suatu ketidakpraktisan yang naif, terutama ketika semua orang lain bersikap gesit, tegas, sigap menjaga diri, dan agresif. Ini Indonesia, Bung! Di sini, baik berarti naif dan lemah, dan lemah berarti terpinggirkan.

Dari kacamata di atas, pemazmur mungkin termasuk sosok orang naif: ia berbuat baik, sangat baik bahkan, kepada orang yang berbuat jahat kepadanya (ayat 11-14). Bahkan, berbuat baik kepada orang- orang yang dengan agresif menjahati dirinya. Seperti manusia lainnya, kondisi ini memedihkan hatinya dan membuatnya geram. Pemazmur bereaksi, bukan membalas, tetapi mengadu kepada Tuhan. Dalam pemahamannya, bukan tangannya yang akan membalas kejahatan para musuhnya, bukan tangannya sendiri. Mazmur seruannya ini ditutup dengan suatu keyakinan, bahwa dirinya tetap akan bertahan dan memuji-muji Allah dalam ucapan syukur karena keadilan-Nya (ayat 28).

Keyakinan ini patut kita teladani. Sering kali Kristen menyerah dan berkompromi karena tidak yakin, apakah dengan berlaku benar dirinya masih dapat bertahan di dalam kerasnya persaingan hidup dalam dunia nyata ini. Mungkin banyak Kristen yang berseru dalam kata-kata yang sama dengan seruan pemazmur, "sampai berapa lama, Tuhan?" (ayat 17, bdk. 22). Jika demikian, ada baiknya kita meneladani kepercayaan yang menjadi dasar dari mazmur ini. Pemazmur percaya kepada keadilan, kemahakuasaan, dan kepedulian Allah, betapapun suramnya hidup. Iman inilah yang menjadi kekuatan untuk tetap berserah, dan bertahan dalam mengikuti jalan Tuhan.

Renungkan: Percayalah kepada Allah karena Allah itu adil. Menyerah dan mengikuti dunia berarti percaya kepada ketidakadilan.

(0.13) (Mzm 36:1) (sh: Lanjutkanlah kasih setia-Mu (Sabtu, 31 Mei 2003))
Lanjutkanlah kasih setia-Mu

Orang Fasik adalah jawara dari tentara kerajaan kegelapan. Catatan tentang kejahatannya sangat menggetarkan: rasa takut kepada Allah tidak ada dalam hatinya (ayat 2). Ia meninggikan dirinya sedemikian rupa sehingga, jangankan membenci kesalahannya, mengenalinya pun ia tidak lagi mampu (ayat 3). Perkataan dan perbuatannya sepenuhnya jahat (ayat 4,5a bdk. Ul. 6:5, Mat. 22:37).

Pendekar yang lainnya adalah Yahweh -- TUHAN! Kasih-Nya sampai ke langit, setia-Nya sampai ke awan (ayat 6). Keadilan-Nya seperti gunung-gunung yang gagah perkasa. Hukum-Nya seperti samudera raya yang hebat. Penjagaan-Nya menjangkau manusia dan hewan (ayat 7). Sayap-Nya adalah perlindungan bagi anak manusia (ayat 8b). Rumah-Nya adalah sumber makanan dan sungai kesenangan-Nya sumber minuman bagi mereka (ayat 9). Dari dalam diri-Nya terpancar kehidupan dan terang yang menjadi sumber hidup bagi mereka yang bernaung pada-Nya (ayat 10).

Namun, ketika tentara kerajaan terang menjadi sangat cemas dan ketakutan melihat 'kesaktian' pendekar dari kerajaan kegelapan, pemazmur justru tidak menampilkan sosok Allah sebagai pendekar gagah perkasa yang bersenjata lengkap dan siap untuk membinasakan orang fasik. Pemazmur justru menampilkan sosok Allah yang melindungi umat-Nya dengan "kasih setia" -- hesed (ayat 6, 8) -- dan "keadilan" -- tsedaqah (ayat 6).

Dua kata ini jugalah yang dipakai oleh pemazmur ketika ia memohon perlindungan Allah atas orang benar dari kejahatan orang fasik. Kasih setia dan keadilan Allah inilah yang pada akhirnya membinasakan orang fasik. Mereka "jatuh", "dibanting" dan "tidak dapat bangun lagi".

Renungkan: Selama di dunia ini kita masih harus hidup di antara dua suara berpengaruh: kejahatan atau kebenaran. Suara manakah yang dengannya kita berdialog?

(0.13) (Mzm 37:1) (sh: Kebahagiaan orang benar (ayat 1) (Minggu, 1 Juni 2003))
Kebahagiaan orang benar (ayat 1)

Apa yang kelihatannya merupakan kesuksesan dan kehebatan dalam kehidupan orang fasik tidak perlu membuat orang benar marah karena kesudahan mereka adalah kekalahan dan kehancuran (ayat 2,9,10). Frasa negatif "jangan marah" tiga kali muncul dalam bagian ini (ayat 1,7,8) dan diterjemahkan secara positif dalam ayat-ayat lainnya. Ini berarti bahwa "jangan marah" pada dasarnya adalah panggilan untuk bersandar dan berlindung kepada Tuhan! Di tengah-tengah apa yang kelihatannya merupakan kebahagiaan orang fasik dan kebinasaan orang benar, pemazmur mengundang pembacanya untuk bertekun di dalam Tuhan karena kebinasaan orang fasik, dan kebahagiaan orang benar sudah dekat (ayat 10-11).

Kebenaran ini diuraikan lebih lanjut dalam bagian kedua (ayat 12-22) lewat serangkaian ilustrasi tentang kesia-siaan usaha orang fasik dan kepastian tentang kebinasaan mereka. Bahkan Tuhan menertawakan setiap usaha yang mereka rencanakan terhadap orang benar (ayat 12-13). Akibatnya, setiap usaha kejahatan yang mereka rencanakan untuk orang benar berbalik menimpa mereka (ayat 14-17a). Sebaliknya, Tuhan menopang orang benar (ayat 17b), hari-hari mereka diketahui dan milik pusaka mereka dijaga oleh Tuhan (ayat 18). Mereka pengasih dan pemurah, tetapi mereka akan mewarisi negeri (ayat 21,22). Kalau begitu, siapa yang berbahagia?

Renungkan: ... ketekunan menimbulkan tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan, dan pengharapan tidak mengecewakan.

Bacaan Untuk Minggu Paskah 7

Kisah Para Rasul 1:15-17,21-26; Efesus 1:15-23; Lukas 24:44-53; Mazmur 1

Lagu: Kidung Jemaat 62

(0.13) (Mzm 47:1) (sh: Allah adalah Raja! (Rabu, 11 Februari 2004))
Allah adalah Raja!

Raja adalah gelar politis, sama seperti presiden, kaisar dan yang sejenisnya. Oleh karena itu, menyebut Allah sebagai raja membawa kepada implikasi politis. Penyebutan Allah Israel sebagai raja bukan dimulai oleh Israel sendiri, melainkan oleh Allah sendiri. Allah berkenan memakai gelar politis itu untuk menyatakan kehadiran dan kedaulatan-Nya atas Israel di tengah-tengah percaturan politik dunia pada masa Perjanjian Lama.

Pemazmur di sini mengajak semua bangsa di dunia ini mengakui kerajaan Allah atas Israel, tetapi juga melalui Israel atas bangsa-bangsa lain. Pada saat Israel diinaugurasikan sebagai sebuah bangsa, TUHAN, raja Israel sendiri telah menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah Israel (ayat 4). Israel sendiri mendapatkan tanah pusaka sebagai milik yang patut dibanggakan (ayat 5). Pada saat itulah Allah memproklamasikan diri sebagai Raja mereka.

Mazmur ini tidak berhenti hanya pada pujian bagi Raja Israel, tetapi meneruskannya dengan memanggil semua bangsa lainnya untuk me-Raja-kan Dia, karena sesungguhnya Tuhan adalah Raja atas seluruh bumi (ayat 3, 8, 9). Sekarang ini, pengakuan itu belum datang dari mulut bangsa-bangsa di luar Israel. Akan tetapi, sesuai dengan janji Allah kepada Abraham, semua bangsa akan diberkati melalui Israel. Berkat itu yang paling terutama adalah Allah sebagai Raja mereka.

Implikasi politis bagi pengakuan bahwa Allah sebagai Raja adalah pertama, semua bangsa harus membuang ibadah kepada dewa-dewi mereka karena hanya Dia saja Allah mereka. Kedua, semua bangsa harus tunduk kepada Allah sebagai Raja mereka. Ketiga, semua raja bangsa-bangsa harus tunduk kepada Raja diraja mereka (ayat 10).

Renungkan: Beritakan kepada semua orang bahwa Tuhan Yesus adalah Raja atas hidup mereka.

(0.13) (Mzm 48:1) (sh: Ciri khas kota-kota dunia (Minggu, 21 Desember 1997))
Ciri khas kota-kota dunia

Tiap kota memiliki ciri khas dan sifat utama kegiatan yang menonjol di dalamnya. Ada kota yang dianggap sebagai pusat kebudayaan. Katakanlah Yogyakarta, San Francisco, Paris sebagai kota-kota yang merupakan kota kebudayaan. Ada kota yang dianggap sebagai pusat pendidikan. Kita bisa kembali menyebutkan Yogyakarta, selain Salatiga, Bogor, Oxford, Cambridge, dlsb. Ada pula kota yang dikenal sebagai kota perdagangan, seperti Jakarta, Medan, New York, Hong Kong, dlsb. Apabila kita pergi ke kota-kota tersebut, segera kita akan merasakan suasana yang menjadi ciri kota tersebut. Bersamaan dengan itu, boleh dikatakan semua kota besar dunia ini tidak ada yang luput dari kekerasan, kejahatan, pengangguran, sekularisasi, dlsb.

Ciri Kota Allah. Di dalamnya Tuhan dibesarkan dan dipuji (ayat 1). Kekudusan akan merupakan hal tertanam kokoh teguh bagaikan gunung menjulang tinggi (ayat 48:2" context="true" vsf="TB">3). Kota itu akan dipenuhi oleh suasana kehadiran, pemeliharaan dan perlindungan Allah sendiri (ayat 48:3" context="true" vsf="TB">4). Karena Allah hadir, memerintah, ditinggikan, mewujudkan kekudusan-Nya itulah, kota itu akan berdaya tarik, berpengaruh baik dalam bidang politis maupun aspek-aspek kebudayaan lainnya. Apa yang mazmur ini isyaratkan dengan kota sebenarnya menunjuk pada kondisi umat Allah. Yerusalem, kota Allah Perjanjian Lama gagal mencitrakan keinginan Allah tersebut. Kini tidak ada satu pun kota di dunia ini yang dapat kita sebut kota Kristen. Adalah tugas umat Allah, gereja untuk menggarami kota-kota yang di dalamnya kita hidup agar kehadiran dan kemuliaan Allah dikenal dan ditinggikan.

Renungkan: Strategi tepat untuk mencapai kota-kota dunia dengan terang Injil bukanlah menjadikannya kota gereja (kota yang di tiap sudutnya banyak gedung gereja berdiri) tetapi gereja (umat) yang menggarami kota.

Doa: Banyak hal yang tak berkenan di hatiMu terjadi dalam kota kami. Bangunkan kami untuk bersikap sebagai garam dunia

(0.13) (Mzm 54:1) (sh: Persembahkanlah korban kepada TUHAN! (Selasa, 8 Juni 2004))
Persembahkanlah korban kepada TUHAN!

Dalam Mazmur 51 dikatakan, "bukan korban sembelihan atau korban bakaran, tetapi korban syukur dan hati yang hancur". Akan tetapi Mazmur 54 ternyata tidak berhenti di situ saja melainkan maju selangkah lagi. Korban syukur dan hati hancur semestinya diikuti oleh korban sembelihan dan korban bakaran. Artinya, setelah melakukan yang satu (pertobatan kepada TUHAN), maka yang lainnya harus menyusul (korban). Dan korban di sini bukan lagi sebagai kewajiban kepada Allah tetapi sebagai ungkapan syukur yang dilakukan dengan kerelaan (ayat 8).

Dengan demikian akan menjadi nyata bahwa hubungan kita dengan TUHAN tidak seperti tuan dan hamba, tetapi seorang bapak dan anak. Hubungan bapak dengan anak pada dasarnya diwujudkan dalam sikap yang akrab dan mesra. Seorang bapak yang baik pastilah selalu merindukan anak-anaknya. Demikian sebaliknya anak-anak terhadap bapaknya. Dapatkah seorang bapak dikatakan baik jika ia hanya menuntut dari anak-anaknya? Atau seorang anak, jika ia hanya menuntut dari bapaknya?

Allah Bapa kita sudah demikian baik terhadap kita. Bahkan kebaikan-Nya ditunjukkan dengan mempersembahkan Anak-Nya yang tunggal untuk keselamatan kita. Apakah kita masih berani mengatakan kita mengasihi Allah sementara persembahan yang kita berikan adalah sisa-sisa uang kita. Mungkin seseorang sudah merasa memberi banyak dengan persembahan uang puluhan juta. Namun, jumlah itu masih terlalu kecil dibanding dengan puluhan kali lipat yang sudah kita terima. Bukan jumlah yang Tuhan lihat, tetapi kerelaan hati kita memberikan yang terbaik kepada-Nya itu yang menyenangkan-Nya.

Tekadku: Aku tidak akan lagi bersikap sebagai orang yang berjasa apalagi penguasa di gereja Tuhan. Sebab dengan demikian saya telah menghina Tuhan.

(0.13) (Mzm 55:1) (sh: Hai Kristen lompatlah seperti Daud (Minggu, 26 Agustus 2001))
Hai Kristen lompatlah seperti Daud

Daud mengawali mazmur ini dengan ratapan yang sangat emosional. Ia mengembara, menangis, cemas, gelisah, ngeri, takut, gentar, merasa seram (ayat 3-6). Keadaan jiwa yang muncul ketika mengalami ancaman memotivasi seseorang untuk menyelamatkan diri seperti Daud yang ingin lari dari kehidupan sosialnya dan mencari perlindungan.

Apa yang dialami oleh Daud? Ia mengalami serangan fisik (ayat 4) dan serangan psikis baik yang disebabkan karena hinaan maupun fitnahan. Semua itu tidak datang dari musuh ataupun pembenci Daud namun justru datang dari orang yang sangat dekat dengannya baik secara sosial maupun rohani. Hal ini merupakan pukulan yang sangat telak bagi jiwanya. Serangan yang datang dari kawan-kawan dekat lebih mematikan sebab mereka tahu kelemahan Daud dengan benar. Karena itu tidak heran jika cara ia memohon kepada Allah nampak seperti mendesak dan memaksa Allah (ayat 2-3).

Secara psikologis, keadaan jiwa ini akan terus bertahan sebelum ancaman itu ditiadakan. Namun Daud tidak mengalami itu. Sebelum Allah bertindak, Daud sudah mengakhiri doanya dengan keyakinan bahkan anjuran kepada orang percaya lainnya (ayat 23). Ia melakukan lompatan besar dari tertekan menjadi terbebas. Mengapa ia mampu? Ia berpijak pada pemahaman tentang relasi yang ia miliki dengan Allah dan relasi yang dimiliki oleh orang fasik dengan Allah (ayat 16-20).

Renungkan: Kristen masa kini pun mampu melakukan lompatan besar seperti Daud ketika mengalami berbagai kesulitan, tekanan, maupun ancaman sebab relasi kita kepada Allah dibangun berlandaskan darah Kristus. Allah sudah memberikan yang terbaik untuk membangun relasi itu. Karena itu jangan takut dan siaplah untuk melompat.

Bacaan untuk Minggu Ke-12 sesudah Pentakosta

I Raja-raja 19:4-8

Efesus 4:30-5:2

Yohanes 6:41-51

Mazmur 34:1-8

Lagu: Kidung Jemaat 366

Pa 8 Mazmur 51

Perzinahan dengan Batsyeba pasti bukan satu-satunya dosa yang dilakukan Daud dalam hidupnya. Namun dapat dipastikan bahwa setelah ditegur oleh Natan, Daud tidak pernah mengulanginya. Ini berarti bahwa telah terjadi pertobatan sejati dalam kehidupan Daud yaitu dosa dinyatakan -- dosa diakui -- mohon ampun – dosa ditinggalkan. Apa yang terjadi dalam kehidupan Kristen seringkali tidak demikian. Dosa tidak ditinggalkan tapi justru ditingkatkan. Apa rahasia Daud? PA hari ini akan menuntun kita untuk menemukannya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Setelah ditegur Allah melalui nabi Natan, daftarkanlah permohonan Daud kepada Allah (ayat 3-4, 9)! Apa yang mendasari permohonannya (ayat 5-6)? Berdasarkan penggunaan berbagai kata kerja, apa yang kita lihat tentang penilaian Daud atas perzinahannya? Bagaimanakah pemahaman Daud akan dosa (ayat 5b-7)?

2. Apakah dampak dosa bagi kondisi kejiwaan Daud (ayat 10, 14), relasinya dengan Allah (ayat 13), relasinya dengan sesama khususnya dengan saudara dan kerabat Uria (ayat 16), negara dan rakyat yang ia pimpin (ayat 20)? Apa yang Daud harapkan dari Allah sehubungan dengan dampak dosa tersebut di atas? Pemahaman apa yang Anda dapatkan tentang dosa berdasarkan dampak yang ditimbulkan?

3. Bagaimanakah pemahaman Daud tentang penyesalan yang sejati (ayat 8, 18-19)? Apakah ini sekadar pemahaman Daud secara pengetahuan atau penyesalan sejati? Jelaskan! Seberapa pentingkah penyesalan sejati dalam proses pertobatan yang berkenan di hadapan Allah? Jelaskan!

4. Apa permohonan Daud dalam ayat 12b, 14? Apa arti permohonan tersebut? Mengapa ini penting? Apa janji Daud kepada Allah (ayat 15)? Apa yang kita pelajari tentang Daud dari janji tersebut?

5. Ringkaskanlah proses pertobatan sejati Daud? Bagaimanakah keterkaitan setiap tahap bagi keseluruhan proses tersebut? Bagian manakah dari proses tersebut yang paling sering diremehkan? Apa dampaknya bagi proses pertobatan sejati? Bagaimanakah pertobatan yang Anda lakukan selama ini? Adakah yang akan Anda perbaiki?

(0.13) (Mzm 87:1) (sh: "Warna-warni" dalam Gereja (Jumat, 30 September 2005))
"Warna-warni" dalam Gereja

Saya bersyukur dan bangga terhadap gereja saya. Bukan karena gedungnya megah, bukan juga karena warganya terdiri dari orang-orang berpengaruh, berekonomi mapan, dsb. Justru saya bersyukur kepada Tuhan karena gedung gereja saya biasa-biasa saja, dan warganya terdiri dari berbagai tingkat pendidikan, jenjang ekonomi, suku yang berbeda.

Dalam mazmur yang termasuk salah satu mazmur Sion ini, pemazmur memaparkan bagaimana cara pandang Allah terhadap kota Sion, tempat Ia berkenan hadir dan menyatakan kemuliaan-Nya. Cara pandang Allah itu juga sama dengan penilaian pemazmur tentang kondisi kota Sion pada zamannya. Kota Sion dicintai Tuhan lebih dari kota-kota lainnya di Israel sebab Allah sendiri telah memilih kota itu menjadi tempat Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Kehadiran dan kemuliaan Allah sendirilah yang membuat kota itu penuh pesona. Ia memilih Sion bukan agar Sion menghisap segala kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi agar Sion menarik bangsa-bangsa berziarah mencari Tuhan ke kota itu (ayat 4). Pancaran cahaya kemuliaan Allah yang kuat itu me-narik berbagai bangsa yang tidak mengenal Allah untuk beroleh pengenalan akan Dia dan mensyukuri fakta kemurahan-Nya itu (ayat 5-7).

Apabila kita merasa betah dan bangga akan gereja kita sebab adanya kesamaan golongan, tingkat sosial, dan hal lain yang seperti itu, kita justru sedang salah mengartikan jati diri dan panggilan Gereja. Apabila kita menjadikan pengalaman rohani kita sebagai alasan untuk memfokuskan acara-acara gerejawi kita bagi kelompok kita sendiri saja, berarti kita sudah membelokkan maksud Kristus menempatkan kita dalam dunia ini. Banggalah, dan berjuanglah agar gereja Anda penuh warna-warni golongan dan kelas dalam masyarakat sebab Injil keselamatan dalam Yesus Kristus yang tak pandang bulu itu menjadi daya tarik kuat gereja Anda.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.13) (Mzm 117:1) (sh: Kasih setia Allah kekal (Senin, 6 Mei 2002))
Kasih setia Allah kekal

Mazmur yang paling pendek dari keseluruhan Mazmur ini mengajak seluruh bangsa untuk memegahkan Tuhan dalam gema sorak: “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” “Segala bangsa” di sini adalah seluruh bangsa, termasuk orang-orang dari bangsa bukan Yahudi. Segala bangsa diajak karena pujian ini merupakan jawaban atas keyakinan bahwa Tuhan memerintah seluruh dunia. Ajakan pemazmur ini dapat disejajarkan dengan gema pemberitaan nabi Yesaya, yaitu bahwa sebelum kedatangan orang Israel, Allah telah dipuji di Yerusalem sebagai Allah yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi (Yes. 11). Pada pemberitaan Yesaya selanjutnya, orang-orang dari seluruh bangsa diundang untuk datang kepada Tuhan, Allah Israel (Yes. 55). Mazmur ini mempunyai tempatnya dalam kebaktian di Yerusalem sesudah masa pembuangan.

Susunan mazmur pujian ini dapat dilihat dengan sangat jelas. Bagian pembukaan, bukan umat Israel saja yang diundang memuji Tuhan, melainkan segala bangsa dan segala suku bangsa. Ini memperlihatkan adanya unsur universal, seperti yang terdapat dalam mazmur lain: demikian bangsa-bangsa, bahkan semua yang bernafas diajak memuji Tuhan (Mzm. 47:2; 66:8). Di seluruh bumi, keselamatan yang dikerjakan Allah akan dikenal (Mzm. 22:28-30; 66:4) karena Dialah yang menghakimi bumi dengan menolong orang yang lemah, sengsara, dan miskin (Mzm. 82:8).

Bagian pokok, yang dibuka dengan kata penghubung “sebab”, mengungkapkan mengapa Tuhan harus dipuji, yaitu karena keagungan, kehebatan kasih-Nya kepada umat-Nya, yang menjadi nyata dalam segala tindakan dan karya-Nya, serta kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berkurang kualitasnya. Di bagian lainnya, pemazmur menekankan tentang kasih setia Tuhan yang hebat atas kita. Ini mengungkapkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah terhadap Israel sungguh hebat dan dapat diandalkan.

Renungkan: Kasih Allah kepada umat-Nya lebih dari sekadar perasaan saja, karena kasih yang bernilai kekal itu juga telah diwujudkan-Nya dalam diri Anak-Nya, Yesus Kristus.

(0.13) (Ams 3:27) (sh: Wujudkanlah kebaikan dan keadilan! (Minggu, 25 Juli 1999))
Wujudkanlah kebaikan dan keadilan!

Kebaikan dan keadilan merupakan hak yang didambakan umat manusia. Namun, hal itu sering menjadi sesuatu yang sulit diraih. Nampaknya, hak ini hanya dimiliki oleh golongan orang atau sistem tertentu. Dalam zaman yang serba modern ini, kerinduan orang untuk diperlakukan baik dan adil semakin jauh jangkauannya. Zaman sekarang ini lebih sering kita jumpai sikap tidak peduli terhadap orang lain. Orang sudah terpola hidup demi kepentingan dan keuntungan diri sendiri. Sikap demikian inilah yang menghancurkan kesempatan bagi sesama untuk menikmati sentuhan kebaikan dan keadilan. Bagaimana mengubahnya? Yaitu dengan jalan menyadari bahwa manusia akan menjadi manusia sejati bila selalu memperhitungkan fakta bahwa ia adalah bagian dari sesamanya, sehingga tidak semena-mena.

Sikap terhadap ketidakadilan. Perlakuan tidak adil, merugikan sesama, dan menguntungkan diri sendiri, tidak pernah dilakukan secara tidak sadar. Bila ada yang mengatakan: "tanpa sadar telah merugikan Anda ..." itu sekadar alasan membenarkan diri sendiri. Kita masih hidup di dunia, belum di sorga. Kita adalah manusia biasa, bukan malaikat, yang rentan dengan keinginan melakukan perbuatan dosa, yang melakukan dosa karena telah berlaku tidak adil terhadap sesama, atau melakukan dosa karena diperlakukan tidak adil. Strategi busuk seperti ini sudah sering dilakukan oleh komunitas yang berusaha merugikan pihak tertentu dan menguntungkan pihak lainnya.

Berkat Allah selalu menyertai orang benar. Tuhan Allah mengutuk mereka yang melakukan praktek "penyimpangan", karena segala sesuatu yang dihasilkan adalah hasil duniawi yang sifatnya semu dan hanya akan dinikmati sesaat. Sebaliknya, Allah memberkati mereka yang benar, jujur, dan bijaksana. Serahkanlah segala kekuatiran dan kecemasan kita, karena Allah pasti menuntun kita dengan kesabaran agar jangan jatuh dalam godaan itu. Tetaplah setia kepada-Nya, Ia akan memberkati kita!

Renungkan: Ketidakbenaran hanya dapat dikalahkan oleh integritas dalam ketaatan pada firman Tuhan.



TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA