(1.00) | (Pkh 2:1) |
(sh: Kesenangan adalah sia-sia. (Selasa, 26 Mei 1998)) Kesenangan adalah sia-sia.Pengkhotbah mencoba mencari makna hidup dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan. Semua kesenangan fisik yang tersedia dicobanya: makan, minum, rumah dan taman dengan segala isinya yang mewah. Juga para budak, dan berbagai jenis harta kekayaan. Ia juga menyediakan berbagai hiburan seni dalam rumah mewahnya itu. Bahkan banyak istri dan gundik untuk memberikannya kepuasan dari kenikmatan seks pun sudah dicobanya. Akhirnya ia hanya berdesah "segala sesuatu kesia-siaan seperti menjaring angin tak ada keuntungan di bawah matahari" (ayat 11). Hikmat dan kebebalan sama sia-sia. Dari hal-hal badani, ia kini berusaha menemukan makna hidup dalam lingkup pikiran manusia (ayat 12). Sudah pasti orang berhikmat lebih dari orang bodoh. Kesimpulannya pasti kita setujui: orang berhikmat seperti orang yang berjalan dengan mata celik, orang bodoh seperti orang berjalan dalam kegelapan (ayat 13,14). Disadarinya bahwa dirinya berhikmat (ayat 15) bukan orang bodoh. Namun nasibnya dan semua orang berhikmat akan sama sama dengan nasib semua orang bodoh. Semua sama akan mati (ayat 16-17)! Dan sesudah orang mati, apa yang tadinya miliknya menjadi milik orang lain. Renungkan: Tak ada apa pun dalam hidup ini yang berarti dalam dirinya sendiri. Arti sejati hanya didapat bila di dalam konteks keserasian dengan maksud ilahi. |
(0.78) | (Pkh 7:23) |
(sh: Jujur menghasilkan keuntungan (Rabu, 6 Oktober 2004)) Jujur menghasilkan keuntunganUntuk membuat suatu garis lurus kita memakai penggaris sebaliknya, untuk membuat garis yang bengkok kita tidak membutuhkan alat. Hal ini menunjukkan lebih mudah membengkokkan sesuatu daripada meluruskannya. Hal yang sama juga berlaku pada manusia. Untuk "membengkokkan manusia" tidak diperlukan banyak usaha, sedangkan untuk "meluruskan manusia" dibutuhkan usaha.
Judul renungan ini terkesan tidak mungkin bagi situasi dunia saat
ini. Orang dunia menganggap remeh soal kejujuran, bahkan jika
ada kesempatan untuk melakukan kecurangan maka mereka akan
mengambilnya. Firman Tuhan dalam nas ini menegaskan bahwa Tuhan
menjadikan manusia dengan dilengkapi kemampuan untuk bersikap
jujur, tetapi manusia melakukan kebalikannya yaitu "mencari
banyak dalih" (ayat 29). Mencari banyak dalih dapat diartikan
melemparkan kesalahan pada orang lain; dan membuat rancangan
tipu daya untuk mencari keuntungan diri sendiri. Orang-orang
yang berlaku demikian akan mendapatkan balasannya (Lih. Bagi anak Tuhan menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, merupakan bukti bahwa ia adalah seorang yang takut akan Tuhan. Orang jujur menghormati Tuhan dengan melakukan firman-Nya dan tidak melanggar perintah-Nya dan percaya bahwa keuntungan anak Tuhan akan berasal dari pada-Nya. Kita mampu berlaku jujur karena kita ingin menyukakan Tuhan. Kita akan mendapat keuntungan berkelanjutan dalam pekerjaan atau keluarga justru bila kita jujur. Ingat: Berapa pun "kerugian" yang harus kita bayar karena kita berlaku jujur, Tuhan tetap akan memelihara kita. |
(0.72) | (Pkh 2:12) |
(full: HIKMAT ... DAN KEBEBALAN.
) Nas : Pengkh 2:12-17 Salomo menemukan keuntungan sementara dengan hidup bijaksana di bumi ini karena kesukaran orang berhikmat tidak sebanyak orang bebal. Tetapi semua keuntungan itu menjadi sirna pada saat kematian. Jadi, hikmat duniawi tidak mempunyai nilai yang kekal. |
(0.70) | (Pkh 8:2) |
(sh: Terhadap pemimpin dan masa depan (Kamis, 7 Oktober 2004)) Terhadap pemimpin dan masa depanHikmat diperlukan khususnya menyangkut penentuan sikap terhadap pemimpin dan sikap terhadap masa depan. Kepatuhan kepada pemimpin akan membuat seseorang disukai oleh pemimpinnya. Untuk orang beriman kepatuhan itu tidak didorong oleh sikap "menjilat" atasan demi mencari keuntungan diri sendiri, tetapi oleh dorongan takluk kepada Tuhan (ayat 2). Ingatlah juga bahwa perbedaan pendapat adalah wajar sejauh prinsip kebenaran tidak dilanggar. Pemimpin seharusnya memiliki wawasan lebih luas dan pertimbangan lebih jauh daripada orang yang dipimpinnya. Inilah alasan untuk menaati pemimpin. Tuhan menetapkan manusia hanya dapat mengetahui apa yang terjadi hari ini, mengingat apa yang dialami pada hari kemarin dan tidak berkuasa "membuka" masa depan (ayat 8). Penyebab manusia ingin mencari tahu tentang masa depannya bermacam-macam, a.l.: khawatir anaknya mengalami nasib sial/kecelakaan, takut pasangannya berselingkuh, tidak berani mengalami kemiskinan, dll. Selain itu, tidak sedikit orang-orang yang berkecukupan materinya dan memiliki segalanya juga melakukan hal yang sama. Sikap seperti ini menunjukkan ketidakpercayaannya pada Tuhan yang berkuasa "memegang masa depan". Sebaliknya mereka menciptakan "tuhan" mereka sendiri dan menggantikan-Nya dengan takhayul, ajaran sesat, ilah lain, dsb. Sebenarnya, jika hal ini yang dilakukan, tanpa disadari mereka justru mendatangkan pengadilan Tuhan terhadap dirinya (ayat 6). Bagaimana dengan masa depan anak-anak Tuhan? Masa depan anak-anak Tuhan adalah ibarat berjalan bersama gembala yang baik yang mengasihi kita sampai Ia rela menyerahkan nyawa-Nya bagi kita dan memberikan perlindungan dari bahaya (Mzm. 23:1-6). Kita tidak perlu mencari-cari sumber tertentu untuk memberitahukan bagaimana masa depan kita. Kesetiaan Tuhan menjaga anak-anak-Nya adalah jaminan tepercaya dalam menghadapi masa depan. Renungkan: Tuhan ingin kita memercayakan masa depan kita kepada-Nya. |
(0.45) | (Pkh 7:7) | (jerusalem) Maksud ayat ini tidak jelas. Adakah pengkhotbah berpikir kepada orang berhikmat yang lemah, sama seperti orang lain, sehingga juga tidak sanggup menanggung sengsara (penindasan) dan keuntungan luar biasa (hadiah), sehingga hikmatnya jelas tidak berguna? |
(0.44) | (Pkh 5:9) | (jerusalem: Suatu keuntungan...) Secara harafiah naskah Ibrani dapat diterjemahkan begini: Tetapi untung dari sebuah negeri (tanah) bagi (dalam) semuanya: raja dilayani wilayah. Maksud pepatah ini tidak jelas dan banyaklah tafsiran yang diberikan. Tafsiran yang dianut terjemahan Indonesia ini mungkin juga. Menurut tafsiran itu maka ayat ini membicarakan ketidakadilan yang dilakukan alat negara, Pengk 3:7, tetapi masih ada keuntungan sejauh alat negara yang korup mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Menurut tafsiran (dan terjemahan) lain ayat ini mengatakan bahwa perolehan orang miskin dari tanahnya dirampas orang dengan pura-pura taat kepada atasan. Tetapi ketidakadilan itu akhirnya bahkan merugikan para pembesar (raja) |