Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 80 ayat untuk Pada hari itu juga AND book:18 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 3 4 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Ayb 24:1) (jerusalem: Yang Mahakuasa) Bdk Ayu 5:17+
(0.83) (Ayb 4:1) (sh: Ia memukul, namun juga menyembuhkan (Sabtu, 20 Juli 2002))
Ia memukul, namun juga menyembuhkan

Ia memukul, namun juga menyembuhkan. Teman-teman Ayub mempunyai keyakinan yang sama tentang kekuasaan Tuhan. Itu sebabnya Elifas, teman Ayub, beranggapan bahwa musibah yang menimpa Ayub memang merupakan rancangan Tuhan dan bukan sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya. Namun, kali ini rancangan Tuhan untuk Ayub ialah menghukumnya dan penyebabnya jelas: Ayub telah berdosa (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4:17). Elifas terus berusaha menasihati Ayub untuk tetap bersabar (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:2-6), memasrahkan diri ke dalam tangan Allah, sebab Dia berkuasa mengubah segala sesuatu (ayat 8). Asal saja Ayub sabar, penderitaan ini dapat juga merupakan disiplin (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:17). Bahkan Elifas mengatakan bahwa "Dia yang melukai ... juga yang membebat" (ayat 18).

Semua nasihat Elifas ini benar. Tetapi, hal itu tidak menjawab pergumulan Ayub. Pada akhir kitab ini, kita dapat membaca bahwa kesimpulan Elifas keliru. Menurut Elifas penderitaan Ayub merupakan ganjaran Allah atas kejahatan yang Ayub lakukan. Elifas memutlakkan hukum sebab-akibat. Akibatnya, ia tidak berhasil meringankan derita Ayub, tetapi justru tambah membebaninya.

Dari kisah ini, kita belajar beberapa hal penting mengenai pemahaman Kristen tentang penderitaan. Pertama, Kristen harus belajar untuk tidak melihat penderitaan dari satu sudut pandang saja. Misalnya, walaupun fakta di sekeliling kita menunjukkan bahwa penderitaan mengganggu keserasian ciptaan Allah, namun Allah mengizinkan penderitaan itu terjadi untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Kedua, selama Kristen berada di dunia, maka kemungkinan kita akan mengalami penderitaan. Itu bukan karena dosa atau salah kita. Misalnya, bencana alam dan sakit. Ketiga, Kristen harus menentukan sikap yang tepat ketika mengalami penderitaan, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan, mohon kekuatan untuk mengerti makna yang terkandung di dalamnya.

Renungkan: Kekuatan serta penghiburan diberikan Tuhan padaku. Tiap hari aku dibimbing-Nya; tiap jam dihibur hatiku. Dan sesuai dengan hikmat Tuhan 'ku dib'rikan apa yang perlu. Suka dan derita bergantian memperkuat imanku (KJ. 332). Ketika Anda berada dalam penderitaan, hayati syair lagu ini.

(0.82) (Ayb 25:1) (sh: Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan (Senin, 20 Desember 2004))
Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan

Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan. Seberapa sering Anda menyadari bahwa di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas? Hari-hari Anda ditandai kesadaran demikiankah?

Bildad menjawab keputusasaan Ayub yang mencari pembelaan Allah, dengan menjabarkan siapakah manusia di hadapan Allah. Menurut Bildad, di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas (ayat 6). Bagi Bildad, kecil dan terbatas berarti tidak berdaya di hadapan Allah (ayat 4). Padahal pernyataan ini tidak perlu mengandung makna negatif karena keberadaan manusia yang terbatas dan kecil inilah yang membuat Allah memberikan kasih-Nya pada kita. Hendaklah di dalam curahan kasih Allah itu manusia semakin menyadari kebergantungan mutlak dirinya kepada Allah. Juga menemukan arti diri dan hidupnya dalam persekutuan dengan Allah.

Jika kita sudah memahami dan telah meletakkan makna teologis tersebut dalam pemikiran kita maka kita dapat menerima setiap rencana Allah baik suka maupun duka dengan lapang dada dan hati yang terbuka. Sebaliknya, jika kita berpihak pada pandangan Bildad pada nas ini, maka kita tidak akan pernah menemukan arti positif dari kata "kecil" dan "terbatasnya" manusia di hadapan Allah (ayat 4). Tanpa pemahaman teologis itu, kita akan terbentuk menjadi orang yang apatis dan tak berpengharapan. Menjadikan diri sendiri apatis dan tak berpengharapan akan menghalangi kita mengalami persekutuan yang indah dengan Allah. Akibatnya, kita cenderung melarikan diri untuk menghindar dari kasih Allah.

Selama manusia hidup, pasti mengalami banyak pergumulan. Semua pergumulan, termasuk penderitaan yang kita alami jika dipahami dalam proporsi teologis dan realitas hidup yang benar, akan memunculkan harapan bagi hidup kita sendiri, bahkan menjadikan kita sanggup menularkan pengharapan itu kepada orang lain. Inilah yang diharapkan berproses dalam diri anak Tuhan.

Renungkan: Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Baik penderitaan, peperangan, kemiskinan, bahkan kematian sekalipun. Justru, kasih Allahlah yang menjadikan keselamatan dinyatakan melalui Yesus Kristus.

(0.80) (Ayb 14:1) (sh: Kerapuhan manusia (Kamis, 9 Desember 2004))
Kerapuhan manusia

Kerapuhan manusia. Pada nas ini Ayub menguraikan keberadaan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Siapakah manusia itu sehingga Allah mau menghadapinya? Ayub melukiskan kerapuhan manusia yang terbatas dalam hitungan waktu (ayat 5). Itu sebabnya, Ayub tidak mengerti jika Allah menambahkan penderitaan dalam hidup manusia yang singkat. Dan jika hidup manusia memang ada dalam penetapan Tuhan, hendaklah Tuhan mengalihkan pandangan-Nya dari menekan manusia (ayat 6). Maka Ayub mengajukan argumennya di hadapan Tuhan "Masakan Tuhan hendak mengadili manusia yang rapuh dan fana?" (ayat 3). Di sini Ayub sulit untuk menerima Allah mengadili orang yang tertindas. Ayub juga menyadari bahwa tidak mungkin dari manusia (yang najis) dapat menghasilkan kekudusan.

Ayub secara tidak langsung mengakui bahwa dia pun manusia yang bercela. Akibatnya Ayub melihat Allah sebagai hakim dan jenis murka yang dinyatakan-Nya bukan sebagai berkat dan rahmat. Karena itu, Ayub membandingkan hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang tak lebih berpengharapan daripada ciptaan-Nya yang lain (ayat 7-9). Perbandingan ini didasarkan fakta bahwa setelah manusia mati maka ia tidak diingat lagi (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">10-12, 18-22). Meskipun demikian, Ayub yakin bahwa Tuhan akan mengingat dirinya dalam dunia orang mati. Hal ini karena Ayub berharap kepada Tuhan selama dia hidup, dan menyebut hari kematian sebagai panggilan rindu Tuhan akan ciptaan-Nya (ayat 15).

Penderitaan dapat menyadarkan seseorang tentang betapa rapuhnya manusia. Penderitaan mampu meningkatkan kesadaran kita bahwa waktu manusia terbatas. Akan tetapi, dalam kasus Ayub, benarkah Allah memang sedang menghakimi Ayub kala dia menderita, atau itu hanyalah anggapan seseorang yang dalam penderitaannya mengaitkan pengalaman hidup tersebut dengan penghakiman Allah? Sekali lagi, dalam penderitaan cara kita melihat Tuhan bisa berubah!

Renungkan: Apakah yang terjadi pada kerohanian Anda ketika hidup Anda menderita? Menambah harapan kepada Allah? Atau putus asa dan berpikiran negatif tentang Allah?

(0.76) (Ayb 26:1) (sh: Hati nurani yang bersih (Selasa, 6 Agustus 2002))
Hati nurani yang bersih

Hati nurani yang bersih. Bacaan hari ini terdiri dari tiga bagian, pertama respons keras Ayub terhadap Bildad (ayat 1-4), kedua perenungan menakjubkan dari Ayub tentang kuasa Allah atas semua ciptaan (ayat 5-15), dan ketiga pernyataan Ayub bahwa dengan hati nurani bersih ia tidak seperti yang dituduhkan (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:1-10).

Dalam perenungan Ayub, yang dalam dan mencengangkan ini, kita melihat pengakuan Ayub bahwa kekuasaan Allah mengatasi semua unsur dan zat dan makhluk. Bumi, air, awan, angkasa, seluruhnya tunduk ke bawah pengaturan Allah. Kedaulatan dan pemerintahan Allah tidak saja mencakup makhluk-makhluk surgawi yang bersifat terang, tetapi juga "roh-roh" di bawah (maksudnya dunia kegelapan) dan dunia orang mati tempat kebinasaan. Demikian pun penyebutan nama-nama seperti utara (Sapon - ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7), tiang-tiang langit (ayat 11), Rahab (ayat 12), dan ular (ayat 13) menunjuk pada dongeng-dongeng purba tentang anasir-anasir dalam alam yang dilihat menyebabkan kekacauan di bumi. Semua itu bukan saja ada di bawah kendali Allah, tetapi hanya merupakan sisi tampak dari misteri tak terselami kedalaman diri Allah, demikian tegas Ayub (ayat 14).

Dalam bagian ketiga, kembali Ayub membuat pernyataan mengejutkan. Di hadapan tuduhan para sahabatnya kini Ayub mengajukan banding kepada Allah sendiri. Namun, Allah disebutnya sebagai "Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku," dan "yang memedihkan hatiku" (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:2). Kalimat ini bukan merupakan acungan tinju menantang Tuhan, melainkan teriakan iman yang bertanya dari dalam pergumulan untuk memahami mengapa penderitaan harus terjadi menimpa dirinya. Ucapan ini adalah suatu klaim menuntut keadilan dari kenyataan hidup yang dirasakan tidak adil. Klaim ini serasi terus dengan klaim satunya lagi bahwa ia benar di hadapan Allah dan dalam hati nurani yang murni akan terus hidup dalam kebenaran tersebut (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:4-6).

Renungkan: Beda orang yang sungguh benar dari yang merasa benar adalah yang satu berseru kepada Allah dalam segala keadaan, yang lain berceloteh tentang Allah tanpa hubungan doa yang hidup dengan Allah.

(0.70) (Ayb 1:13) (sh: Juru kunci yang baik (Selasa, 19 Agustus 2003))
Juru kunci yang baik

Juru kunci yang baik. Banyak orang tidak dapat melepas harta kekayaannya karena itulah satu-satunya yang berharga yang dihasilkan dengan susah payah atau warisan peninggalan orang tua. Satu hal penting yang mereka lupakan bahwa semua itu adalah titipan Allah. Tugas mereka untuk kekayaan tersebut adalah mengelola dan bertanggung jawab kepada Allah, Sang Pemilik.

Sesuai dengan kesepakatan atau izin yang Allah berikan kepada Iblis, maka hal pertama yang Iblis jamah adalah harta benda dan anak- anak Ayub hanya dalam waktu satu hari. Bila orang lain atau Anda sendiri yang mengalami hal ini, hal pertama yang mungkin kita lakukan adalah marah, entah kepada orang lain, atau kepada Tuhan. Namun, tidak demikian halnya dengan Ayub. Ayub berbeda dengan kita, karena Ayub -- seperti yang Allah tahu -- memiliki iman yang tangguh, sehingga dia mampu bertahan.

Apa respons Ayub terhadap penderitaannya? "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (ayat 21). Mengapa Ayub bisa bersikap demikian? Pertama, Ayub memiliki persepsi yang berbeda tentang harta. Ia meyakini bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah kepunyaan Allah, datangnya dari Allah. Ayub menyikapi harta miliknya sebagai titipan Allah yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan Kedua, persepsinya tentang harta membuat Ayub harus bertanggung jawab terhadap kepunyaan Allah tersebut. Itu sebabnya Ayub tidak merasa terikat dengan hartanya, juga oleh anak- anaknya. Ayub menempatkan anak-anak sebagai titipan Allah yang harus diasuh dan dididik dalam iman. Ketiga, Ayub menyadari bila tiba saatnya Allah akan mengambil kembali milik-Nya.

Renungkan: Jarang ada orang bersungut jika dianugerahi harta milik Allah. Jarang ada orang bersyukur jika kehilangan harta milik Allah. Bagaimana sikap Anda terhadap harta milik Allah?

(0.62) (Ayb 29:2) (full: HARI-HARI, KETIKA ALLAH MELINDUNGI AKU. )

Nas : Ayub 29:2

Ayub bertekun dalam kerinduannya untuk bersekutu erat dengan Allah seperti yang pernah dialaminya

(lihat cat. --> Ayub 23:3).

[atau ref. Ayub 23:3]

Ia mendambakan

  1. (1) perhatian dan perlindungan Allah yang khusus (bd. Bil 6:24-26; Mazm 91:11; 121:7-8);
  2. (2) terang Allah untuk menuntun jalannya dalam keadaan gelap dan sukar (ayat Ayub 29:3);
  3. (3) persekutuan dan kasih Allah yang intim (ayat Ayub 29:4-5; bd. Ams 3:32);
  4. (4) kasih karunia Allah untuk membantunya berbuat baik (ayat Ayub 29:12-17); dan
  5. (5) hikmat Allah untuk dibagikan dengan orang lain (ayat Ayub 29:21-25). Persekutuan Allah dengan Ayub ini, juga ditawarkan-Nya kepada semua orang yang percaya pada Tuhan Yesus Kristus (lih. Yoh 15:15; Rom 8:1,31,33; 2Tes 3:3; 1Pet 3:13).
(0.61) (Ayb 3:14) (jerusalem: yang mendirikan kembali....) Mengingat Yes 58:12 dan Yes 61:4 ungkapan itu dapat diartikan secara biasa: yang mendirikan kembali reruntuhan. raja-raja Babel dan Asyur sering berbangga bahwa mereka mendirikan kembali kota dan kuil yang sudah menjadi puing. Tetapi sebaik-baiknya ungkapan Ayu 3:14 ini diartikan demikian: mendirikan makan di tempat sunyi dan sepi sebelum penguasa itu meninggal dunia. Hal yang sedemikian terutama terjadi di negeri Mesir. Kata Ibrani harabot (reruntuhan) pada orang Ibrani barangkali berarti juga: piramide.
(0.60) (Ayb 1:20) (full: SUJUDLAH IA DAN MENYEMBAH. )

Nas : Ayub 1:20

Ayub menanggapi semua musibah yang menimpa dirinya dengan kesedihan yang sangat, tetapi juga dengan kerendahan hati yang tunduk kepada Allah dan terus menyembah Dia di tengah-tengah kesukaran yang hebat (ayat Ayub 1:21; 2:10).

  1. 1) Reaksi Ayub kemudian hari terhadap musibah selanjutnya terdiri atas keragu-raguan, kemarahan, dan perasaan diasingkan dari Allah (Ayub 7:11). Namun pada saat-saat yang suram ini dan iman yang goyah, ia tidak berbalik melawan Allah, tetapi dengan terus terang mengungkapkan protes dan perasaannya kepada-Nya.
  2. 2) Kitab Ayub menunjukkan bagaimana orang percaya yang setia hendaknya menghadapi musibah di dalam hidup ini. Sekalipun kita mengalami penderitaan hebat dan kesengsaraan yang tidak dapat dipahami, kita harus berdoa memohon kasih karunia untuk menerima apa yang Allah izinkan menimpa kita dan memohon penyataan dan pemahaman mengenai maknanya. Allah akan menangani perasaan dan keluhan kita yang kacau jikalau diarahkan kepada-Nya -- bukan dengan sikap memberontak, melainkan dengan kepercayaan sungguh-sungguh kepada-Nya sebagai Allah yang pengasih.
  3. 3) Kitab ini menyatakan bahwa Allah menerima pertanyaan Ayub (pasal Ayub 38:1-41:34) dan pada akhirnya memuji dia karena mengatakan yang "benar tentang Aku" (Ayub 42:7).
(0.60) (Ayb 28:1) (jerusalem: Memang...) Seluruh bab 28 membawa kesulitan. Dalam Pengantar sudah dibahas bagian ini yang agaknya berupa sisipan ke dalam karya aseli dan dibahas pula makna aseli sajak ini. Bagian ini ada kesamaannya dengan Ams 8:22 dst. Tetapi dalam Ams 8 hikmat pada awal mula mendampingi Allah dalam menciptakan dunia dan kemudian iapun mendampingi manusia. Sebaliknya, menurut Ayu 28 ini hikmat tidak terhampiri oleh manusia. Pikiran ini diuraikan dalam Bar 3:9-4:4. Hanya menurut Baruk hikmat itu dinyatakan kepada Israel berupa hukum Taurat, sebuah anugerah belaka. Hikmat itu ternyata melampaui jangkauan manusia. Hikmat, dalam Ayu 28, dll, pada pokoknya menjelmakan rencana dan karya Allah yang rahasia dan disamakan dengan sifat Allah yang rahasia dan disamakan dengan sifat Allah, yaitu hikmatNya. Hikmat Allah itu dengan cara yang aneh sedikit diperorangkan. Gagasan ini yaitu mengenai hikmat gaib yang mempunyai kediamannya sendiri dan akhirnya ditemukan oleh Allah, barang kali sisa sebuah kepercayaan (mitologi). Tetapi dalam Ayu 28 hal itu menjadi lambang saja: Hikmat yang pernah mengilhamkan semua rencana Allah dapat juga menerangkan dan menjelaskan karya Allah semua. Ia mempribadikan penyelenggaraan ilahi, yang tidak tertangkap oleh manusia. Meskipun sudah banyak berusaha dan menemukan banyak hal yang ajaib, namun manusia terus terbentur pada rahasia hikmat (penyelenggaraan) Allah yang melampaui daya tangkap manusia.
(0.60) (Ayb 23:10) (full: SEANDAINYA IA MENGUJI AKU )

Nas : Ayub 23:10-12

(versi Inggris NIV -- apabila Ia telah menguji aku). Ayub yakin bahwa Allah masih memperdulikan hidupnya dan tahu bahwa tidak ada kesengsaraan yang dapat membuat Ayub berbalik dari kesetiaan kepada-Nya.

  1. 1) Ayub melihat penderitaannya sebagai ujian iman dan kasihnya kepada Tuhan. Ujiannya mirip dengan ujian Abraham ketika ia diminta mempersembahkan putranya Ishak (Kej 22:1-24).
  2. 2) Yesus sendiri diuji oleh semua penderitaan yang dialami-Nya (Ibr 5:8), dan hasilnya ialah bahwa Dia kini menjadi pola dan teladan kita (1Pet 2:21); selaku pengikutnya kita diminta mengikuti jejak-Nya (Ibr 13:12-13).
  3. 3) Keyakinan Ayub yang kokoh bahwa dia akan lulus ujian dan tidak akan meninggalkan Tuhannya berlandaskan
    1. (a) ketaatannya yang setia pada masa lalu (ayat Ayub 23:11-12),
    2. (b) kasihnya akan firman Allah (ayat Ayub 23:12), dan
    3. (c) hormat dan takutnya akan Allah (ayat Ayub 23:13-15). Demikian juga, orang percaya PB harus menetapkan untuk tidak pernah menyimpang dari ketaatannya kepada Allah, tetapi sebaliknya takut akan berbagai akibat ketidakbenaran dan untuk lebih mengasihi firman Allah daripada makanan sehari-hari (bd. Mazm 40:9; 119:11;

      lihat cat. --> Yak 1:21).

      [atau ref. Yak 1:21]

(0.60) (Ayb 3:1) (sh: Memahami penderitaan (Selasa, 6 November 2012))
Memahami penderitaan

Judul: Memahami penderitaan
Berandai-andai adalah sesuatu yang sering dilakukan ketika orang mengalami masalah. "Seandainya saja kemarin saya tidak lupa menelpon tentu hal itu tidak akan terjadi." atau "Seandainya saja waktu itu saya mau mendengarkan nasihatnya, pasti masalahnya tidak akan separah ini." Ya, orang seakan berharap bisa memutar ulang waktu agar mereka bisa menghindarkan diri dari masalah yang saat itu membentur mereka.

Dibelit penderitaan yang sangat berat, Ayub jadi menyesali keberadaannya di dunia. Penderitaan berat yang tak tertanggungkan membuat Ayub berandai-andai tidak pernah dilahirkan, supaya ia tidak perlu menanggung himpitan rasa sakit yang begitu menekan (3-7). Bahkan Ayub berharap mati waktu ia masih bayi atau saat ia dilahirkan, supaya ia tidak merasakan sakit dan kepahitan yang tak tertahankan itu (11-19). Ia tidak tahu kenapa ia harus terus hidup bila menanggung derita yang sedemikian berat? Maka kematian jadi tampak berharga bagi dirinya yang terjerat derita (20-24). Dan penderitaan itu tak sebanding dengan kesukaan yang dia alami di masa silam.

Ayub, orang yang saleh itu, tidak mampu memahami situasi yang dia hadapi saat itu, ia tidak tahu penyebabnya dan ia juga tidak tahu jalan keluarnya. Namun Ayub yang merasakan kepahitan, tidak lepas kendali. Tersirat rasa marah kepada Tuhan, tetapi ia tidak mengutuki Tuhan. Ia putus asa, tetapi tidak melawan Tuhan. Ia merasakan pedih, tetapi tidak menuduh bahwa Tuhan tidak adil. Dalam rasa sakit dan kepahitan, Ayub tidak berbuat dosa.

Memahami penderitaan dan penyebabnya memang bukan perkara mudah. Kita pun mungkin sering mempertanyakan alasan terjadinya suatu peristiwa buruk yang menimpa kita, atau kita merasa bahwa tidak sepatutnya kita menerima masalah itu. Tentu Tuhan punya maksud tersendiri bagi kita, mungkin dengan tujuan untuk membentuk iman atau melatih kita untuk tergantung pada Dia. Maka apa pun gelombang hidup yang berusaha menggulung kita, jangan berbuat dosa dengan ucapan atau sikap negatif terhadap Allah.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/06/

(0.60) (Ayb 2:11) (sh: Teman yang menghibur (Kamis, 18 Juli 2002))
Teman yang menghibur

Teman yang menghibur. "Yesus kawan yang sejati, bagi kita yang lemah. Tiap hal boleh dibawa dalam doa pada-Nya" Syair lagu ini ditulis oleh Joseph Scriven ketika penderitaan yang sangat berat dialaminya. Mungkin Joseph Scriven adalah salah satu dari sekian banyak Kristen yang memilih untuk tetap bersandar pada Tuhan ketika mengalami penderitaan. Ini berarti masih banyak juga Kristen yang memilih untuk menyalahkan bahkan meninggalkan Allah. Dari fakta tersebut, kita tahu bahwa Tuhan Yesus adalah sobat yang paling setia.

Dalam peristiwa Ayub, ia sungguh beruntung karena dalam penderitaannya yang sangat menyiksa, tubuh dipenuhi luka, bahkan sulit untuk dikenali wajah aslinya, ada teman-teman dekatnya yang datang mengunjunginya. Maksud kunjungan tersebut adalah untuk menghibur dan berharap dapat mengurangi penderitaan Ayub. Selama 7 hari dan 7 malam, mereka hanya duduk menemaninya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Sikap teman-teman Ayub ini tampaknya berhasil memberikan penghiburan dan pengharapan bagi Ayub, yaitu bahwa ternyata ia tidak ditinggalkan oleh teman-temannya. Namun, dalam perikop selanjutnya, kita akan mempelajari tentang ketidakkonsistenan teman-teman Ayub terhadap penderitaan Ayub. Mereka bukannya menghibur, tetapi malah semakin membuat Ayub menderita.

Melalui perikop ini, kita belajar banyak tentang arti persahabatan. Pertama, sahabat sejati peka akan penderitaan yang dialami sahabat yang lain. Kedua, sahabat sejati memiliki pengertian yang dalam dan memberikan penghiburan. Ketiga, sahabat sejati saling mengasihi dalam keadaan apa pun. Ketiga unsur penting dalam persahabatan ini hanya ada dalam Tuhan Yesus Kristus. Datanglah kepada-Nya karena beban penderitaan kita akan diangkat-Nya (lih. Mat. 11:28).

Renungkan: Ketika kita berada dalam penderitaan, Tuhan tidak akan meninggalkan kita sendirian. Renungkan dalam syair lagu ini: "Adakah hatimu sarat, jiwa-ragamu lelah? Yesuslah Penolong kita, naikkan doa pada-Nya. Biar kawan lain menghilang, Yesus kawan yang baka. Ia mau menghibur kita atas doa pada-Nya" (KJ. 453).

(0.60) (Ayb 16:9) (full: MURKA-NYA MENERKAM DAN MEMUSUHI AKU. )

Nas : Ayub 16:9

Penderitaan hebat yang dialami Ayub membuatnya merasa bahwa Allah seorang penguasa kejam dan bukan Tuhan yang pemurah. Keyakinannya bahwa kehidupannya benar dan bersih (ayat Ayub 16:17) membuatnya meragukan keadilan Allah (bd. Ayub 19:6). Namun, Ayub juga berpegang teguh pada kepercayaannya bahwa Allah itu memang adil; karena itu, seandainya dia dapat berhubungan langsung dengan Allah (Ayub 13:13-27; 23:1-7) atau menjumpai seorang untuk membela perkaranya

(lihat cat. --> Ayub 9:33),

[atau ref. Ayub 9:33]

maka Allah selaku saksinya akan membenarkan ketidaksalahannya (ayat Ayub 16:19-21;

lihat cat. --> Ayub 16:19 selanjutnya).

[atau ref. Ayub 16:19]

(0.59) (Ayb 19:1) (sh: Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa (Rabu, 31 Juli 2002))
Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa

Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa. Ayub tidak hanya kehilangan harta benda, anak-anak, dan kesehatannya. Ia juga kehilangan teman dan respek. Ayub meratap bahwa ia sekarang dikucilkan oleh saudara, kenalan, kaum kerabat, dan kawan-kawannya. Tidak berhenti di situ, ia pun diasingkan oleh anak semang dan budaknya (ayat 13-16) dan bahkan oleh istrinya sendiri (ayat 17). Ejekan tidak saja diterimanya dari teman karibnya, tetapi juga dari anak-anak kecil (ayat 18-19). Tidak heran pada akhirnya dengan memelas Ayub memohon kepada ketiga sahabatnya itu, "Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku."

Dalam penderitaan, kita membutuhkan dukungan dari orang-orang yang mengasihi kita. Seberat apa pun permasalahan yang kita hadapi, kalau kita masih mendapatkan kepercayaan dan kekuatan dari mereka, kita akan lebih sanggup menghadapinya. Namun, ironisnya, dalam kesusahan kita cenderung memilih untuk sendirian, mengucilkan diri dari keramaian. Kita menangis sendirian dan kita menderita sendirian, sepi dari sapaan teman dan kerabat.

Namun, meskipun Ayub bergumul sendirian, ia menghampiri Tuhan. Itu sebabnya ia tetap berkata dengan yakin, "Tetapi aku tahu: Penebusku hidup dan Ia akan bangkit di atas debu." (ayat 25). Ayub datang kepada Pribadi yang tepat: Tuhan sendiri. Ia membawa ketidakmengertian dan kekecewaannya kepada Tuhan. Sekarang Ayub tidak sendirian lagi. Meski sahabat-sahabatnya tidak memahami keadaannya, Tuhan mengerti.

Ada masalah yang dapat kita bagikan dan ceritakan kepada teman. Namun, ada juga masalah yang tidak bisa kita ceritakan kepada siapa pun. Akhirnya kita hanya dapat datang kepada Tuhan yang mengerti kepedihan kita bahkan sebelum kita mengucapkan sepatah kata pun.

Renungkan: Teman mengerti sebagian tentang diri kita, tetapi Tuhan mengerti seluruhnya. Teman mengasihi, memperhatikan kita, tetapi Tuhan mengurbankan nyawa-Nya buat kita. Dialah satu-satunya tempat kita mendapatkan kasih sayang dan pertolongan.

(0.59) (Ayb 25:1) (sh: Kesimpulan keliru (Senin, 5 Agustus 2002))
Kesimpulan keliru

Kesimpulan keliru. Ucapan Bildad memperlihatkan bahwa mereka telah kehabisan ide untuk membantah perenungan-perenungan Ayub yang sedemikian dalam dan menantang. Bildad kini tidak lagi mengulang pokok tentang penghukuman Allah atas orang jahat. Juga sesudah pernyataan, di ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">2, Bildad melanjutkan bukan dengan pernyataan tetapi dengan pertanyaan. Semua ini makin mengokohkan kesimpulan bahwa para sahabat Ayub telah tidak mampu lagi memojokkan Ayub dengan teori-teori mereka.

Kini Bildad mengutarakan pemikiran yang sebenarnya juga telah ditegaskan Ayub sebelumnya dan yang kelak akan dinyatakan Allah sendiri kepada Ayub secara luas dan dalam. Dalam susunan puitis yang indah, Bildad memaparkan tentang kebesaran Allah dan keterbatasan manusia. Kebesaran Allah ditekankan dalam dua bagian paralel (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">2,3 dan 5). Lalu keterbatasan dan ketidak-berartian manusia diparalelkan juga di ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4 dan 6. Dengan kata lain, di hadapan Allah yang mahabesar, manusia kecil dan tidak berarti, karena itu tidak dapat membenarkan diri sendiri.

Argumen Bildad adalah dengan mengkontraskan manusia dengan makhluk-makhluk surgawi. Apabila terang makhluk-makhluk surgawi menjadi suram dibandingkan dengan terang kemuliaan Allah, maka siapakah dari isi bumi ini yang dapat menyatakan dirinya benar. Menurut Bildad, manusia hanya seperti cacing yang hina dan tak berarti. Kesimpulan ini bertentangan dengan yang dipahami Ayub dan didengungkan pemazmur (ps. 8) dan yang ditegaskan Allah kelak di akhir kitab ini. Justru karena Allah mahabesar dan manusia terbatas, maka Allah dapat memberikan perhatian tanpa batas pada manusia. Di dalam perhatian serta kasih sayang Allah itulah, manusia menemukan arti bagi dirinya dan makna bagi hidupnya. Manusia memang terbatas dan telah jatuh ke dalam dosa, namun itu tidak berarti bahwa manusia turun status menjadi binatang.

Renungkan: Pemahaman teologis yang sempit dan kepalang tanggung tidak dapat memahami realitas hidup dengan benar dan tidak mungkin memberikan harapan bagi orang yang sedang menderita.

(0.59) (Ayb 4:1) (sh: Hati-hati dalam berkata-kata (Rabu, 7 November 2012))
Hati-hati dalam berkata-kata

Judul: Hati-hati dalam berkata-kata
Sahabat yang baik adalah yang setia menemani kita dalam suka dan duka. Maka betapa menyakitkan bila seorang sahabat tidak memberikan dukungan justru ketika kita sedang berbeban berat.

Elifas adalah salah seorang sahabat yang mengunjungi Ayub (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4:1). Mulanya ia merespons keluh kesah Ayub dengan pujian. Ia memuji kebaikan dan kearifan Ayub dalam kaitan dengan orang-orang yang membutuhkan bantuannya (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4:3-4). Namun pujian Elifas kemudian berubah menjadi kritik. Bukannya memberikan penguatan dan dorongan, Elifas malah menegur Ayub atas keluh kesahnya. Ia juga mengemukakan pandangannya tentang penyebab penderitaan manusia (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4:7). Berdasarkan pengalamannya, Elifas telah melihat bahwa orang baik pasti berhasil dan orang jahat pasti menderita. Elifas meyakini bahwa penderitaan Ayub merupakan teguran dan didikan Tuhan atas dosa-dosa yang telah Ayub perbuat (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:17). Oleh karena itu Ayub harus berbahagia mengalami semua itu dan memberi respons yang tepat, yaitu bertobat. Dengan demikian Allah kemudian akan memberkati dia (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:18-27).

Coba tempatkan diri Anda pada posisi Ayub, yang sedang duduk di tengah abu karena penyakit dan bersedih karena penderitaan. Lalu mendengar komentar sahabat yang bukan menguatkan, tetapi malah cenderung menghakimi. Pengalaman Ayub memang bisa membuat dia bertumbuh dalam pemahamannya akan Allah, tetapi bukan itu tujuan utama Allah membiarkan Iblis mengganggu dia (Ayb. 1:6-2:10). Maka nasihat Elifas adalah nasihat yang tidak efektif. Perkataan yang mungkin ia anggap baik, sesungguhnya malah bisa menyakiti hati Ayub.

Dari Elifas, kita harus belajar untuk tidak menghakimi orang lain dalam hubungannya dengan Tuhan, terutama dalam masalah yang sedang mereka hadapi. Kita juga perlu berhati-hati dalam menasihati dan menghibur orang yang sedang bermasalah atau berduka, jangan sampai kata-kata kita malah menjadi sembilu tajam yang menambah perih di hati. Mintalah hikmat Tuhan sehingga kata-kata yang kita ucapkan jadi berkat yang membangun.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/07/

(0.59) (Ayb 1:6) (sh: Iblis tidak tahu yang Allah tahu (Senin, 18 Agustus 2003))
Iblis tidak tahu yang Allah tahu

Iblis tidak tahu yang Allah tahu. Orang Kristen masa kini terlalu cepat menyerah dan kalah. Juga terlalu cepat menyalahkan pihak lain (orang lain, Iblis bahkan Allah) atas kegagalan mereka. Sebenarnya setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, termasuk kegagalannya.

Iblis memang dasarnya adalah provokator. Apa yang dipuji baik oleh Allah pun digugat oleh Iblis. Bagi Iblis, sesuai dengan pikirannya, semua kesalehan itu ada pamrihnya. Dalam setiap perbuatan baik pasti ada motivasi tertentu di belakangnya. Takut kepada Tuhan juga pasti untuk maksud-maksud tertentu. Agar supaya motivasi tidak murni itu terungkap, Iblis bermaksud untuk mengambil seluruh kekayaan Ayub.

Boleh saja Iblis berpikiran demikian terhadap Ayub. Tetapi Allah tahu siapa Ayub luar dan dalamnya. Maka, Allah memberi Iblis kebebasan untuk membuktikan kesalehan Ayub. Namun, dalam kebebasan yang Allah berikan, Allah memberikan batasan-batasan kepada Iblis dalam menjalankan rencananya. Tindakan Allah mempersilakan Iblis mencobai Ayub menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya Iblis tunduk pada kekuasaan Allah.

Mengenai kebebasan untuk Iblis, kita belajar dua hal: pertama, jangan berpikir bahwa Allah terlibat persekongkolan atau bekerja sama dengan Iblis. Ketika Iblis mencobai Ayub untuk membuktikan kesalehannya, ketika itu Allah pun menguji Ayub tentang hal yang sama. Kedua, Iblis berharap bahwa usahanya untuk menghancurkan Ayub pasti berhasil, dan ini akan membuktikan kebenaran persepsinya tentang Ayub kepada Allah. Tetapi Iblis tidak tahu yang Allah tahu, yaitu bahwa Ayub memiliki iman yang tangguh. Bahkan dengan ujian ini, iman Ayub akan semakin murni.

Renungkan: Seperti Allah tahu siapa Ayub, Allah pun tahu siapa kita di hadapan-Nya. Tetapi tetaplah waspada karena kita pun tidak akan terlepas dari pencobaan Iblis.

(0.59) (Ayb 23:1) (sh: Bukan "Allah" yang Kukenal (Jumat, 23 Oktober 2015))
Bukan "Allah" yang Kukenal

Judul: Bukan "Allah" yang Kukenal
Dua pasal ini menggambarkan iman, kejujuran, integritas, dan kegamangan Ayub. Dalam pasal Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">23 kita menjumpai bahwa Ayub percaya Tuhan berdaulat, bahkan atas kondisinya yang tak menyenangkan; Tuhan adil dan tidak berubah dan Ia akan mendengar perkaranya. Melalui berbagai pencobaan berat, Ayub tetap memiliki iman yang kokoh kepada Tuhan yang disembahnya.

Dalam baris yang sama kita melihat bahwa iman Ayub ternyata bukan iman gampangan yang keluar dari buku teks. Kita jumpai juga bahwa Ayub bergumul dengan misteri Tuhan, sementara ia berpegang pada Firman Tuhan (Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">23:6-12). Di tengah kesulitan yang tak bisa ia pahami, Ayub tetap berintegritas di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan yang dia kira dikenalnya mengizinkan kejutan-kejutan besar dan kepahitan hidup, dia tetap percaya pada karakter Tuhan. Namun di sisi lain, penderitaannya membawa kegamangan hatinya kepada Tuhan (16-17).

Sikap Ayub berbeda sekali dengan ketiga temannya yang secara membabi buta berpegang pada iman mereka yang mungkin canggih tetapi lugu. Mereka tak kuasa berhadapan dengan kenyataan hidup, sehingga penilaian dan sikap hidup mereka menjadi tidak sinkron dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beda dengan Ayub yang sadar bahwa iman, pengetahuan, pengalaman hidupnya, tidaklah seberapa. Karena itu, ia izinkan Tuhan membentuknya, walaupun ia sendiri tidak mengerti apa dan dimana letak kesalahannya.

Dalam pasal Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">24, Ayub memaparkan serangkaian peristiwa yang tak ia pahami. Entah kenapa, Tuhan membiarkan kejahatan terjadi atas hidupnya. Kendati pun ia tetap beriman, dalam kematangan perjalanan imannya ia menemukan semakin lama semakin banyak pertanyaan yang muncul dan semakin sedikit jawaban yang ia punyai.

Terkadang Tuhan membawa kita melalui puncak, lembah, dan kelokan yang tak terduga dan sama sekali asing. Itulah saatnya iman bertumbuh akan pengenalan terhadap Tuhan. [AKI]

(0.59) (Ayb 11:1) (sh: Zofar berusaha 'membela' Allah (Senin, 6 Desember 2004))
Zofar berusaha 'membela' Allah

Zofar berusaha `membela' Allah. Zofar menyatakan penyebab penderitaan Ayub adalah kesalahan dan dosanya. Menurut Anda benarkah demikian?

"Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?"(ayat 7). Zofar menyatakan pertanyaan teologis yang sulit dijawab, bukan hanya oleh Ayub, melainkan oleh siapa pun juga. Allah memang tidak terpahami dalam hakekat-Nya, siapakah yang dapat mengerti Allah? Zofar mengatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan kehebatan alam ciptaan mana pun, sebab Allah jauh melampaui semua buatan tangan-Nya (ayat 8-9). Zofar juga menyatakan bahwa kedaulatan Allah yang dikaitkan dengan ke-Mahatahuan-Nya tidak dapat dibantah oleh manusia (ayat 10-11). Oleh karena itu, Zofar menganjurkan agar dalam hatinya Ayub bersedia berbalik kepada Allah serta menjauhkan diri dari semua kejahatannya (ayat Pada+hari+itu+juga+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">13-15). Dengan berlaku demikian, Ayub hidup sebagai orang benar dengan memperoleh ganjarannya yaitu bahwa orang benar akan merasa aman, tenteram, dan berpengharapan (ayat 18).

Pada masa kini, ujaran Zofar ini mewakili orang Kristen yang "main hakim" sendiri dengan menyatakan hal yang sama. Yaitu langsung memvonis bahwa penyebab anak Tuhan menderita adalah dosa yang dibuatnya. Benarkah demikian adanya? Melalui ucapan Zofar, terlihat bahwa ia menyepelekan penderitaan yang sedang Ayub alami. Zofar tidak peka untuk menempatkan dirinya pada posisi sahabatnya. Alangkah berat tanggungan derita Ayub di tambah oleh tekanan `penghakiman' Zofar ini. Zofar, sahabat yang seharusnya mengerti dan bersimpati terhadap penderitaan Ayub, kini malah tampil menjadi seorang hakim yang menambah dan memperberat pencobaan Ayub. Memang sulit bagi kita untuk sungguh bersimpati kepada orang-orang yang menderita jika kita sendiri tidak berada dalam keadaan itu. Terlebih lagi jika kita belum pernah mengalami penderitaan serupa.

Camkankanlah: Jangan menjadi "Zofar masa kini". Bersikaplah kaya anugerah terhadap sesama yang sedang menderita. Itulah tanda dari orang yang hidup dalam anugerah Tuhan.



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA