Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 60 ayat untuk Mencari Tuhan dengan Segenap Hati AND book:18 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 3 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Ayb 33:9) (full: AKU BERSIH, AKU TIDAK MELAKUKAN PELANGGARAN. )

Nas : Ayub 33:9

Elihu secara tidak benar menyatakan bahwa Ayub mengakui memiliki kesempurnaan moral, yaitu bahwa dia "tanpa dosa" sepanjang hidupnya. Ayub tidak pernah mengatakan bahwa dirinya tanpa dosa (lih. Ayub 13:26), tetapi hanya bahwa dirinya telah mengikuti jalan-jalan Allah dengan segenap hati dan tidak pernah mengingat berbuat dosa yang serius sehingga pantas dihukum seberat itu (Ayub 27:5-6; 31:1-40).

(1.00) (Ayb 37:1) (sh: Memuji dalam kegelapan (Jumat, 16 Agustus 2002))
Memuji dalam kegelapan

Setelah berbicara tentang pengendalian Allah terhadap alam, pasal ini ditutup dengan peringatan bahwa Allah harus ditakuti dan dihampiri dengan kerendahan hati (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">23-24).

Elihu mulai dengan mengakui ketakutannya mendengarkan guntur kemarahan Tuhan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1-2, 36:33). Hal ini harus dikaitkan dengan kenyataan bahwa Allah melakukan hal-hal ajaib melampaui pengertian manusia (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5). Guruh bukan sekadar fenomena alam, tetapi merupakan alat Allah untuk memperingatkan manusia. Allah, misalnya, juga ingin menunjukkan kuasa-Nya kepada makhluk bumi dengan mengirimkan salju dan hujan deras (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6-8). Binatang-binatang pun terpaksa mencari tempat perteduhannya. Elihu juga mendaftarkan hal-hal yang menunjukkan kendali Allah atas cuaca (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">9-12), semuanya mengikuti petunjuk Allah.

Kemudian kembali Elihu berbicara hanya untuk Ayub (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">14-18). Ia mengundang Ayub untuk kembali mengingat kendali Allah terhadap langit dan bertanya dengan ironis apakah Ayub mampu melakukan hal-hal itu. Elihu menuduh bahwa dengan Ayub memajukan kasusnya, ia menganggap dirinya sama dengan Allah. Ayub dipaksa mengakui keterbatasannya. Perlu dicatat bahwa pertanyaan-pertanyaan ironis ini pun akhirnya nanti diajukan Allah sendiri (pasal Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">38-41).

Ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">19-24 berisi ringkasan dari perkataan-perkataan Elihu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa Ayub begitu tak berakal budi ketika menetapkan diri untuk berkonfrontasi melawan Allah. Allah begitu mulia dan dengan demikian tuduhan Ayub sia-sia. Allah hanya boleh ditakuti dan disembah. Topik utama dalam ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">19-22 adalah kontras antara terang dan gelap. Allah begitu terang, dan manusia yang hidup dalam kegelapan bahkan tidak mampu memandang Allah -- Ia tak terhampiri. Bagaimana mungkin manusia yang ada dalam kekelaman, tak berpengetahuan, bisa memajukan kasusnya di hadapan Allah yang memiliki terang hikmat sempurna? Tak mungkin manusia menemukan Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">23).

Renungkan: Kala Anda tidak memahami Allah, pujilah Dia dan sembahlah keagungan-Nya. Biarlah hikmat-Nya turun atas kita.

(0.97) (Ayb 25:1) (sh: Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan (Senin, 20 Desember 2004))
Kasih sayang Allah yang tak berkesudahan

Seberapa sering Anda menyadari bahwa di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas? Hari-hari Anda ditandai kesadaran demikiankah?

Bildad menjawab keputusasaan Ayub yang mencari pembelaan Allah, dengan menjabarkan siapakah manusia di hadapan Allah. Menurut Bildad, di hadapan Allah, manusia kecil dan terbatas (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6). Bagi Bildad, kecil dan terbatas berarti tidak berdaya di hadapan Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4). Padahal pernyataan ini tidak perlu mengandung makna negatif karena keberadaan manusia yang terbatas dan kecil inilah yang membuat Allah memberikan kasih-Nya pada kita. Hendaklah di dalam curahan kasih Allah itu manusia semakin menyadari kebergantungan mutlak dirinya kepada Allah. Juga menemukan arti diri dan hidupnya dalam persekutuan dengan Allah.

Jika kita sudah memahami dan telah meletakkan makna teologis tersebut dalam pemikiran kita maka kita dapat menerima setiap rencana Allah baik suka maupun duka dengan lapang dada dan hati yang terbuka. Sebaliknya, jika kita berpihak pada pandangan Bildad pada nas ini, maka kita tidak akan pernah menemukan arti positif dari kata "kecil" dan "terbatasnya" manusia di hadapan Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4). Tanpa pemahaman teologis itu, kita akan terbentuk menjadi orang yang apatis dan tak berpengharapan. Menjadikan diri sendiri apatis dan tak berpengharapan akan menghalangi kita mengalami persekutuan yang indah dengan Allah. Akibatnya, kita cenderung melarikan diri untuk menghindar dari kasih Allah.

Selama manusia hidup, pasti mengalami banyak pergumulan. Semua pergumulan, termasuk penderitaan yang kita alami jika dipahami dalam proporsi teologis dan realitas hidup yang benar, akan memunculkan harapan bagi hidup kita sendiri, bahkan menjadikan kita sanggup menularkan pengharapan itu kepada orang lain. Inilah yang diharapkan berproses dalam diri anak Tuhan.

Renungkan: Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Baik penderitaan, peperangan, kemiskinan, bahkan kematian sekalipun. Justru, kasih Allahlah yang menjadikan keselamatan dinyatakan melalui Yesus Kristus.

(0.96) (Ayb 3:1) (sh: Penderitaan sementara (Jumat, 22 Agustus 2003))
Penderitaan sementara

Penderitaan adalah fakta kehidupan. Tidak seorang pun dapat terhindar darinya. Karena itulah maka setiap orang harus bisa menerima kenyataan tersebut dan mencari jalan untuk menghadapi dan melaluinya. Persoalannya, apa yang membuat manusia dapat bertahan menghadapi penderitaan?

Ayub mengalami penderitaan yang mungkin paling dahsyat, yang pernah dirasakan oleh manusia. Penderitaan itu ia pikul dengan penuh kerelaan, tanpa sedikitpun mempersalahkan pihak lain, baik situasi, teman-temannya ataupun Tuhan. Namun ia membutuhkan kelepasan dari perasaan derita yang dialaminya.

Ayub 3 adalah seruan terdalam hati Ayub dalam meresponi penderitaan yang maha dahsyat. Apa yang diungkapkan Ayub bukanlah pemberontakan terhadap kehendak Allah, melainkan perasaan sakit yang tak tertahankan akan penderitaan yang melanda hidupnya. Ayub memunculkan pertanyaan "mengapa" sebanyak empat kali. Ayub mempertanyakan hal ini kepada Allah. Ayub mulai menunjukkan kekecewaannya kepada Allah. Namun, Allah belum meresponsnya. Bagi Ayub hanya ada dua kemungkinan menghadapi penderitaan yang sedemikian pahitnya. Pertama, berharap untuk tidak pernah lahir di dunia ini sehingga tidak merasakan penderitaan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">3-10). Kedua, meninggalkan dunia ini sehingga melepaskan diri dari tubuh yang menderita (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">11-26). Penderitaan dalam dunia ini sering membawa manusia kepada keputusasaan sehingga berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Sikap Ayub sebenarnya merupakan representasi dari sikap kita, orang-orang Kristen masa kini: [1] merespons penderitaan dengan kemarahan; [2] menggugat dan menuduh Allah karena tidak mengasihi kita; [3] mulai memperhitungkan kebaikan- kebaikan yang pernah kita lakukan bagi-Nya.

Renungkan: Penderitaan tidak otomatis membuahkan kemantapan dan keteguhan iman. Proses pergumulan wajar harus kita lalui menuju kemenangan tersebut.

(0.96) (Ayb 36:1) (sh: Bercermin kepada Allah (Kamis, 15 Agustus 2002))
Bercermin kepada Allah

Pasal ini berfokus khusus pada sifat Allah yang adil, tetapi berbelas kasih dan sukar dipahami. Elihu memulai dengan menyatakan bahwa ia belum selesai bicara demi Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">2). Ironisnya, ungkapan Elihu bahwa dirinya memiliki pengetahuan adalah yang diucapkannya tentang Allah yang pengetahuan-Nya sempurna (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">37:16). Hal ini mengakibatkan perkataan Elihu pun mendekati penghujatan.

Dalam ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5-12, Allah digambarkan sebagai mahakuasa dan adil. Ia menghukum kejahatan dan membela orang tak bersalah, dan berbelas kasih kepada mereka yang memperhatikan peringatan-Nya. Ia menempatkan orang-orang benar seperti raja-raja di takhta-Nya (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7). Orang-orang jahat akan dihukum, namun mereka akan diselamatkan bila bertobat (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">8-12). Ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">11-12 mengingatkan kita akan Ulangan 28 yang berbicara tentang kutuk dan berkat. Orang-orang yang tak bertuhan sangat tak berpengharapan karena keras kepala dan tidak berseru kepada Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">13-15). Ini sangat bertolak belakang dengan mereka yang mencari Tuhan. Ayub pun harus berseru kepada Allah dan tidak boleh keras hati dengan bersikeras pada kasusnya (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">16-21).

Elihu kemudian melanjutkan peringatannya dengan mengingatkan sifat Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">22-33). Allah adalah Allah yang tak terbatas kuasanya dan tak terpahami. Karena itu, Ia pasti adil. Allah yang begitu ditinggikan adalah guru yang tak terbandingkan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">22), meski tak terpahami. Ia tak perlu diajar siapa pun. Jika manusia tidak dapat mengajar Allah tentang bagaimana mengatur alam semesta, manusia pun tak berhak menuduh Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">23). Itu sebabnya Ayub diperintahkan untuk memuji Allah bersama dengan ciptaan yang lainnya (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">24-26). Bukankah Allah adalah Allah yang bekerja dengan cara misterius seperti memberi hujan ke bumi (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27-28) dan memberikan guntur yang menakutkan orang-orang zaman itu (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">29-33)? Elihu mendorong Ayub agar mengetahui sifat Allah yang maha-kuasa dan melampaui akal.

Renungkan: Sebelum memberikan orang lain nasihat, atau petunjuk, bercermin dirilah di hadapan sifat Allah yang mahakuasa dan tak terpahami.

(0.93) (Ayb 8:1) (sh: Terlalu luas untuk dipahami (Senin, 22 Juli 2002))
Terlalu luas untuk dipahami

Ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan meminta agar manusia mematuhi-Nya, dan bahkan Ia menjanjikan berkat bagi kita yang menaati-Nya. Sebaliknya, hukuman akan diberikan bagi kita yang tidak menaati kehendak-Nya (Mzm. 1). Inilah pemahaman Bildad dan kebanyakan kita, tentang Tuhan - sebuah pemahaman yang benar, namun tidak menyeluruh. Itu sebabnya Bildad terus mendesak Ayub untuk mengakui dosanya. Alasan Bildad sederhana saja, yaitu bahwa Tuhan memberkati orang yang benar dan menghukum orang yang fasik. Tuhan tidak mungkin keliru menjatuhkan vonis-Nya dan Ayub memang layak menerima hukuman ini. Ini adalah sebuah hukum sebab-akibat yang universal dan mudah dicerna.

Namun, ada segi-segi lain dalam hukum ini yang perlu kita pertimbangkan. Kemakmuran bukan pertanda bahwa Tuhan memberkati kita dan kesusahan bukan pertanda bahwa Tuhan menghukum kita. Rencana dan karya-Nya terlalu luas untuk dikotakkan dalam hukum ini. Sebagai Allah, Ia memiliki kebebasan untuk berbuat sekehendak hati-Nya dan kadang tindakan-Nya melenceng dari pemahaman kita tentang Allah yang terlalu sederhana ini. Tetapi, jangan mengira bahwa kebebasan Allah identik dengan kejahatan. Kebebasan Allah tidak sama dengan kesewenang-wenangan. Ia adalah Allah yang kudus. Jadi, segala tindakan-Nya tidak akan tercemari oleh dosa dan tidak akan termuati oleh maksud jahat.

Sewaktu kesusahan menimpa kita, janganlah kita tergesa-gesa memvonis bahwa Tuhan sedang menghukum kita. Periksalah diri kita, apakah ada dosa tersembunyi yang perlu kita bereskan dengan Tuhan. Jika tidak ada, terimalah kesusahan itu sebagai kehendak Tuhan yang tidak kita pahami. Tuhan tidak berjanji bahwa kita akan senantiasa mengerti tujuan akhir dari tindakan-Nya karena Ia terlalu luas untuk dicerna oleh otak kita yang terlalu kecil ini.

Renungkan: Charles Haddon Spurgeon, pengkhotbah terkenal, berkata,"Kemurahan Tuhan kerap kali datang ke pintu hati kita mengendarai seekor kuda hitam yang bernama Penderitaan." Kesusahan tidak senantiasa berarti kemarahan Tuhan; ada kalanya kesusahan adalah baju kemurahan Tuhan.

(0.92) (Ayb 14:1) (sh: Jangan takut datang kepada-Nya (Sabtu, 27 Juli 2002))
Jangan takut datang kepada-Nya

Dalam sebuah percakapan konseling dengan seseorang yang sedang menderita, kadang percakapan menjadi meluas hingga akhirnya terlontar pertanyaan seperti ini, "Mengapa Tuhan begitu kejam?" Sudah tentu pertanyaan ini keluar dari hati yang penuh kepedihan, kekecewaan dan kebingungan, bukan dari hati yang ingin menghujat Allah. Ada kalanya pertanyaan ini keluar karena cawan yang kita harus minum itu terlalu pahit dan kita merasa tidak sanggup lagi untuk meminumnya.

Nama Ayub pun mungkin lebih cocok dipanggil Mara, karena hidupnya sekarang menjadi sangat pahit. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, ia mengetahui bahwa Tuhan mempunyai kuasa absolut atas hidupnya, dan bahwa penderitaannya tidak dapat dilepaskan dari tangan Tuhan. Bagi Ayub, tangan Tuhanlah yang sedang memukulnya dengan murka. Itu sebabnya ia datang kembali kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk "menyembunyikanku di dalam dunia orang mati … sampai murkaMu surut."(ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">14:13). Di dalam kesedihan dan kekalutan, akhirnya Ayub berpikir bahwa musibah yang dialaminya merupakan ungkapan kemarahan Tuhan terhadapnya. Ayub keliru dan kita pun sering kali keliru sewaktu menghubung-hubungkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan.

Benar bahwa kita adalah makhluk yang rasional dan kita ingin menemukan jawaban untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi, itu bukanlah alasan untuk mulai mereka-reka alasan mengapa musibah menimpa karena jawaban yang paling logis dan paling mudah untuk meredam kemarahan dan kekecewaan ialah, Tuhan marah kepada kita.

Penderitaan acap kali merupakan bagian dari rencana Tuhan yang tidak kita mengerti. Tetapi, ada hal yang terpenting untuk kita pahami dan imani dalam kehidupan kita, yaitu bahwa penderitaan tidak dapat memisahkan kita dari kasih sayang Tuhan.

Renungkan: Dalam menghadapi penderitaan, datanglah kepada-Nya bukan dengan ketakutan terhadap kemarahan-Nya. Datanglah kepada-Nya sebagai Bapa yang menyayangi anak-anak-Nya.

(0.92) (Ayb 15:1) (sh: Ada penghakiman bagi orang yang fasik (Minggu, 28 Juli 2002))
Ada penghakiman bagi orang yang fasik

Untuk kedua kalinya Elifas berbicara kepada Ayub. Isi pembicaraannya sedikit lebih pendek dari nasihat pertamanya, namun tetap dengan keyakinan yang sama: Ayub telah berdosa dan Tuhan sedang menghukumnya! Elifas malah menegur Ayub dengan keras. Sayangnya, teguran yang keras ini tidak mengenai sasaran dan malah makin memperdalam luka pada hati Ayub.

Ayub bukanlah orang yang sempurna, namun ia bukanlah orang yang tidak takut kepada Allah. Sewaktu ia berseru pada Allah bahwa ia tidak bersalah, ia bukannya sedang mengklaim dirinya suci, bersih tanpa dosa. Ayub hanya ingin mengatakan bahwa penderitaan yang sedang dialaminya tidak sebanding dengan perbuatan dosanya. Ayub telah berusaha untuk hidup takut kepada Tuhan dan tidak bermulut licik.

Walau salah sasaran, teguran Elifas mengandung kebenaran yang harus dipahami oleh orang percaya, yaitu bahwa orang yang tidak takut akan Tuhan "tidak akan luput dari kegelapan" (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">15:30). Mungkin, kita yang selalu berusaha dan mencoba agar hidup benar di hadapan Tuhan sering kali merasa terganggu oleh orang yang hidup tidak takut kepada Tuhan. Kita marah kepada mereka yang berhati jahat dan bermulut licik. Kita berharap agar keadilan ditegakkan dan hukuman dijatuhkan kepada mereka sesuai dengan perbuatannya.

Renungkan: Tuhan tidak buta dan tidak tuli; Ia melihat dan mendengar segalanya. Orang yang tidak takut akan Tuhan sesungguhnya sedang menantikan gilirannya untuk menerima ganjaran Tuhan. Ada dua hal yang patut kita ingat: Tuhan itu adil dan Ia tidak salah menghakimi kita!

(0.90) (Ayb 18:1) (sh: Hati-hati menuduh sesama sebagai orang fasik (Senin, 13 Desember 2004))
Hati-hati menuduh sesama sebagai orang fasik

Keadilan Tuhan pasti menghukum orang fasik. Hanya ada satu cara menghindarkan diri dari hukuman yaitu: bertobat, mengaku dosa, dan memohon pengampunan-Nya.

Itulah yang diungkapkan Bildad menjawab sikap tegar Ayub bahwa dirinya tidak berdosa (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">2-4). Masalahnya, apa bukti Ayub berdosa? Bildad mulai dengan mengecam sikap Ayub yang dianggapnya sombong, seakan-akan dirinya dan teman-temannya bersikap bodoh dalam menuduh Ayub berdosa (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1-4). Lalu Bildad meneruskan perkataannya dengan menguraikan nasib orang fasik (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5-21). Pertama, orang fasik yang tampaknya bernasib terang, akan mengalami kegelapan yang menyebabkan ia akan terhambat dalam jalan kejahatannya (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5-7). Kedua, orang fasik akan mengalami nasib buruk terjebak oleh perangkap yang dipasangnya sendiri, seperti seorang pemburu terkena umpannya sendiri (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">8-10). Ketiga, segala "nasib sial" akan mengejarnya ke mana pun ia pergi, yakni: kelaparan, penyakit, dan bahkan kematian. (kata "kemah" di sini menunjukkan tubuhnya) (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">11-15). Keempat, orang fasik akan binasa dalam keadaan miskin, kesepian, dan menderita (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">16-21).

Terdapat dua kesalahan dalam paparan Bildad tentang orang fasik ini. Kesalahan pertama adalah Bildad hanya menguraikan nasib `lahiriah' dari orang fasik. Kenyataannya justru banyak orang fasik yang secara lahiriah hidup menyenangkan. Sesungguhnya kesusahan orang fasik lebih bersifat psikis dan hati nurani. Kesalahan kedua adalah Bildad `salah alamat' dengan mengidentikkan Ayub sebagai orang fasik, padahal tak satu pun tuduhan para sahabat Ayub bahwa Ayub berdosa terbukti.

Alkitab menyatakan orang fasik dimurkai Tuhan. Bildad tak berhak meyakini bahwa Ayub adalah orang fasik. Kekeliruan Bildad ini disebabkan hanya melihat penderitaan fisik Ayub saja. Sebenarnya bukan tugas kita untuk menilai bahkan menghakimi orang lain. Hanya firman Tuhan yang boleh dijadikan ukuran fasik tidaknya seseorang.

Camkan: Ukuran yang Anda pakaikan kepada orang lain akan dipakai untuk mengukur Anda.

(0.90) (Ayb 9:2) (full: BENAR DI HADAPAN ALLAH. )

Nas : Ayub 9:2

Dalam pasal Ayub 9:1-35 Ayub mengakui bahwa dia tidak mungkin benar secara sempurna di hadapan Allah. Ia mengerti bahwa pada dasarnya ia cenderung kepada keakuan dan dosa sehingga tidak tanpa cacat di hadapan Allah (bd. Ayub 7:21). Namun, dengan segenap hati dan jiwanya ia telah melawan kejahatan dan berbalik daripadanya (Ayub 1:1,8; 2:3); ia yakin bahwa dirinya tidak melakukan dosa besar sehingga tidak patut menderita sehebat itu (Ayub 6:24; 7:20). Jadi, Ayub mengeluh bahwa Allah telah menghukum dirinya tanpa alasan (ayat Ayub 9:16-20). Sekalipun demikian, imannya tetap kokoh, karena ia terus berseru kepada-Nya (lih. Ayub 10:2,8-12; bd. Yak 5:11). Ia tidak mengutuk Allah sebagaimana diperkirakan Iblis (Ayub 1:11; 2:5), sekalipun ia mengeluarkan kata-kata yang kemudian disesalinya (ayat Ayub 9:17,20,22-23,30-31; 42:3-6).

(0.90) (Ayb 7:16) (full: BIARKANLAH AKU. )

Nas : Ayub 7:16

Ayub dengan jujur berbicara kepada Allah tentang rasa ketidakadilan, penolakan, dan keragu-raguan yang dialaminya. Ia bahkan berharap Allah akan membiarkannya (ayat Ayub 7:16-19), sekalipun pada saat lainnya ia mendambakan Allah berbicara kepadanya (Ayub 14:15; 23:3,5). Orang percaya yang sedang mengalami pencobaan dan penderitaan berat hendaknya mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka kepada Allah di dalam doa. Berbicara kepada Allah dari hati mengenai kepedihan dan kesedihan dengan sikap pasrah tidaklah salah. Hana mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan karena kesusahan dan sakit hati yang berat (1Sam 1:13-16). Yesus sendiri mempersembahkan "doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia" (Ibr 5:7), dan ketika hendak mati Ia mengalami kegelapan yang tak terlukiskan karena dipisahkan dari Allah (Mat 27:46).

(0.90) (Ayb 13:1) (sh: Hidup benar (Jumat, 26 Juli 2002))
Hidup benar

Berapa banyak di antara kita yang berani berkata seperti Ayub, "Berapa besar (atau dalam terjemahan lain, berapa banyak) kesalahan dan dosaku?" (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">13:23). Kita hanya berani mengatakan hal seperti ini kepada sesama kita manusia. Namun, kepada Tuhan? Tidak ada di antara kita yang berani menantang Tuhan untuk menunjukkan berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Kita tidak berani sebab kita menyadari bahwa kita memang telah melakukan banyak dosa.

Ayub berani mengatakan hal seperti itu kepada Tuhan karena memang Ayub telah hidup benar dan saleh di hadapan-Nya. Ia tidak sedang membanggakan diri atau membual sebab itulah yang Alkitab katakan tentang kehidupan Ayub (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1:1). Tidak heran Ayub akhirnya menjadi marah kepada ketiga temannya yang terus memojokkannya dan menuduhnya telah melakukan dosa yang tersembunyi. Ayub berani mempertanggungjawabkan hidupnya secara terbuka di hadapan Allah. Bagaimana dengan kita? Kehidupan yang bersih diawali dengan hati yang bersih. Kita mesti menjaga hati kita agar tetap bersih dari dosa. Kita bisa memperlihatkan perilaku yang bersih, namun itu sendiri bukan jaminan bahwa kita memiliki hati yang bersih (bdk. Ams. 16:2).

Kadang, demi kepentingan pribadi, kita membersih-bersihkan atau membenarkan tindakan kita. Sebaliknya, jika orang lain yang melakukannya, kita menuduhnya berdosa. Betapa mudahnya kita terjebak dalam standar ganda dan mengabaikan standar Tuhan. Ada dua pertanyaan yang dapat kita ajukan untuk menjaga agar hidup kita tetap bersih. Pertama, apakah saya berani mengakui perbuatan saya di hadapan orang lain? Dengan kata lain, apa pun yang kita lakukan, beranikah kita mengakuinya kepada orang lain? Kedua, beranikah kita mengundang kehadiran Tuhan pada saat kita melakukan perbuatan itu? Kita harus percaya bahwa kedua pertanyaan ini dapat mengingatkan dan menolong kita untuk hidup terbuka di hadapan Allah.

Renungkan: Terang membawa dua dampak pada ruangan kehidupan kita: memalukan dan membanggakan. Memalukan, jika ruangan itu kotor; membanggakan, bila ruangan itu bersih.

(0.90) (Ayb 38:1) (full: TUHAN MENJAWAB AYUB. )

Nas : Ayub 38:1

Allah sendirilah yang menyapa Ayub. Ia menyatakan ketidaktahuan Ayub akan peranan ilahi di dalam segala kejadian itu. Ia merendahkan Ayub dengan mengungkapkan betapa sedikitnya pemahaman dan pengetahuan manusia tentang Yang Mahakuasa. Akan tetapi, melalui tanggapan Allah Ayub menerima penyataan langsung dari Allah mengenai kehadiran, kemurahan, dan kasih-Nya.

  1. 1) Doa Ayub yang terus-menerus dan kerinduannya yang mendalam untuk mendapatkan Allah akhirnya terjawab

    (lihat cat. --> Ayub 23:3;

    lihat cat. --> Ayub 29:2),

    [atau ref. Ayub 23:3; 29:2]

    yang menegaskan bahwa segala sesuatu di antara Tuhan dengan Ayub masih beres.
  2. 2) Tanggapan Tuhan kepada hamba-Nya Ayub melukiskan bahwa pada akhirnya Allah akan mendatangi semua orang yang dengan sungguh-sungguh dan tabah berseru kepada-Nya; bahkan jikalau doa kita bersumber dari hati yang bingung, ragu-ragu, kecewa, atau marah, Allah akhirnya akan menanggapi dengan kehadiran, hiburan, dan firman-Nya.
  3. 3) Aspek terpenting dalam hubungan kita dengan Allah bukanlah pemahaman intelektual mengenai semua jalan Allah, tetapi pengalaman dan realitas kehadiran-Nya ilahi serta keyakinan bahwa segala sesuatu beres di antara kita dengan Allah. Dalam persekutuan dengan Allah kita dapat menanggung pencobaan apa saja yang harus kita alami.
(0.88) (Ayb 11:1) (sh: Jangan cepat-cepat menghakimi (Rabu, 24 Juli 2002))
Jangan cepat-cepat menghakimi

Bagaimanakah kita bersikap terhadap orang yang sedang marah kepada Tuhan? Apakah seperti Zofar yang meminta Ayub untuk langsung mengakui dosanya dan tidak lagi mengumbar gugatan kepada Tuhan?

Sebetulnya di balik kemarahan Ayub tersembunyi kesedihan yang dalam. Ayub sudah berjalan begitu akrabnya dengan Tuhan, namun Tuhan "tega" menimpakan musibah ini kepadanya, seakan-akan sahabat baiknya itu telah berbalik dan mengkhianatinya. Itu sebabnya Ayub meradang kesakitan. Malangnya, hal inilah yang luput dilihat oleh Zofar - dan mungkin oleh kita semua - karena terlalu sibuk "membela" Tuhan. Dapat kita bayangkan perasaan Ayub mendengarkan tuduhan teman-temannya; ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Bukannya pembelaan dan pengertian yang didapatnya, melainkan tudingan dan penghakiman!

Secara teologis ucapan-ucapan Zofar memaparkan hal-hal yang tepat yang harus dilakukan oleh Ayub. Namun, ucapan-ucapannya tersebut tidak disertai dengan hal-hal yang aplikatif yang sesuai dengan tanda-tanda kehidupan. Penderitaan yang dialami seseorang tidak dapat hanya disentuh oleh penjelasan-penjelasan teologis. Penjelasan teologis harus disertai bahkan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang menyentuh dan dalam. Orang yang menderita tidak membutuhkan konsep-konsep teologis yang muluk. Yang mereka butuhkan adalah tindakan nyata dari konsep tersebut.

Dari bacaan ini dapat disimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memahami berapa beratnya keberdosaan kita, sampai kita berusaha hidup kudus. Dengan kata lain, kita baru dapat menyadari betapa berdosanya kita, setelah kita mencoba untuk hidup benar. Kesadaran inilah yang seharusnya membuat kita berhati-hati menilai orang dan tidak sembarangan menuding orang. Pada faktanya, kebanyakan kita menyadari kesalahan yang kita perbuat; masalahnya adalah, kita sulit melawan hasrat untuk berdosa itu.

Renungkan: Tuhan membenci dosa, tetapi Ia mengasihi orang yang berdosa. Sebaliknya dengan kita: mengasihi dosa tetapi membenci orang yang berdosa.

(0.88) (Ayb 7:1) (full: AYUB BERBICARA KEPADA ALLAH. )

Nas : Ayub 7:1

Ayub kini berpaling dari teman-temannya, yang rupanya tidak mengerti, dan berdoa kepada Tuhan. Perhatian Ayub yang terbesar selama semua percakapan adalah tentang Allah. Bahkan ketika ia berbicara tentang Allah dengan bentuk orang ketiga, Ayub senantiasa sadar akan kehadiran-Nya. Hati Ayub tidak pernah berpaling dari Allah yang dikasihinya.

(0.86) (Ayb 1:6) (jerusalem: menghadap TUHAN) Bagaikan seorang raja Allah memberi "audiensi" pada hari-hari tertentu. Mengenai istilah "anak-anak Allah" bdk Ayu 2:1; 38:7; Kej 6:1+; Maz 29:1+; Maz 89:7. "Anak-anak Allah" itu ialah makhluk-makhluk sorgawi, lebih tinggi derajatnya dari pada derajat manusia. Mereka menjadi iringan Allah dan dewan penasehatNya. Kemudian hari makhluk-makhluk itu disamakan dengan malaikat-malaikat (begitu misalnya dalam Alkitab Yunani), bdk Tob 5:4+
(0.86) (Ayb 2:11) (sh: Penghibur sejati (Kamis, 21 Agustus 2003))
Penghibur sejati

Ketika penderitaan mencapai puncaknya, siapakah dapat menghibur? Siapakah yang mampu melegakan hati yang sedang tertekan hebat? Adakah kata-kata yang dapat meredakan kegalauan hati?

Pergumulan dahsyat yang dihadapi Ayub tidak dapat dikurangi bebannya hanya dengan nasihat atau kata-kata penghiburan. Ketiga teman Ayub, Elifas, Bildad dan Zofar, mengetahui hal itu. Sebagai rasa simpati atas penderitaan tersebut, mereka memilih untuk berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam. Dalam kediaman itu mereka menangis bersama Ayub, mengoyak jubah dan menabur abu di kepala sebagai tanda berkabung bersama Ayub (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1:20; 2:12). Apakah dengan berdiam diri ketiga teman Ayub itu dapat menghibur Ayub?

Penderitaan seperti itu ternyata tidak dapat dihibur oleh upaya apapun. Namun paling tidak ketiga teman itu telah menempatkan diri dengan tepat, yaitu ikut merasakan penderitaan temannya. Sikap teman-teman Ayub ini tampaknya berhasil, untuk sementara waktu, memberikan penghiburan dan pengharapan bagi Ayub, bahwa ternyata teman-temannya tidak meninggalkannya. Siapa yang dapat memberikan penghiburan kepada Ayub? Jika teman-teman Ayub hanya mampu menunjukkan kepekaan akan penderitaan yang dialami Ayub, siapa mampu memberikan penghiburan seperti mereka?

Hanya satu yang dapat memberikan penghiburan secara tuntas yaitu Roh Kudus. Dia adalah sumber penghiburan. Dia mampu menyentuh hati yang luka dan menyembuhkannya. Inilah janji dari Tuhan Yesus sendiri. Roh Kudus yang hadir adalah Roh Penghibur (Yoh. 14:26). Dia akan membantu orang percaya dalam kelemahannya, membantunya berdoa (Rom. 8:26) sehingga orang percaya sanggup menanggung pergumulan sedahsyat apapun.

Renungkan: Hanya ada satu penghibur sejati yang sanggup mengatasi penderitaan seberat apapun. Sudahkah Anda mengenal-Nya?

(0.85) (Ayb 26:1) (sh: Hati nurani yang bersih (Selasa, 6 Agustus 2002))
Hati nurani yang bersih

Bacaan hari ini terdiri dari tiga bagian, pertama respons keras Ayub terhadap Bildad (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1-4), kedua perenungan menakjubkan dari Ayub tentang kuasa Allah atas semua ciptaan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5-15), dan ketiga pernyataan Ayub bahwa dengan hati nurani bersih ia tidak seperti yang dituduhkan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:1-10).

Dalam perenungan Ayub, yang dalam dan mencengangkan ini, kita melihat pengakuan Ayub bahwa kekuasaan Allah mengatasi semua unsur dan zat dan makhluk. Bumi, air, awan, angkasa, seluruhnya tunduk ke bawah pengaturan Allah. Kedaulatan dan pemerintahan Allah tidak saja mencakup makhluk-makhluk surgawi yang bersifat terang, tetapi juga "roh-roh" di bawah (maksudnya dunia kegelapan) dan dunia orang mati tempat kebinasaan. Demikian pun penyebutan nama-nama seperti utara (Sapon - ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7), tiang-tiang langit (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">11), Rahab (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">12), dan ular (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">13) menunjuk pada dongeng-dongeng purba tentang anasir-anasir dalam alam yang dilihat menyebabkan kekacauan di bumi. Semua itu bukan saja ada di bawah kendali Allah, tetapi hanya merupakan sisi tampak dari misteri tak terselami kedalaman diri Allah, demikian tegas Ayub (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">14).

Dalam bagian ketiga, kembali Ayub membuat pernyataan mengejutkan. Di hadapan tuduhan para sahabatnya kini Ayub mengajukan banding kepada Allah sendiri. Namun, Allah disebutnya sebagai "Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku," dan "yang memedihkan hatiku" (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:2). Kalimat ini bukan merupakan acungan tinju menantang Tuhan, melainkan teriakan iman yang bertanya dari dalam pergumulan untuk memahami mengapa penderitaan harus terjadi menimpa dirinya. Ucapan ini adalah suatu klaim menuntut keadilan dari kenyataan hidup yang dirasakan tidak adil. Klaim ini serasi terus dengan klaim satunya lagi bahwa ia benar di hadapan Allah dan dalam hati nurani yang murni akan terus hidup dalam kebenaran tersebut (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:4-6).

Renungkan: Beda orang yang sungguh benar dari yang merasa benar adalah yang satu berseru kepada Allah dalam segala keadaan, yang lain berceloteh tentang Allah tanpa hubungan doa yang hidup dengan Allah.

(0.85) (Ayb 28:28) (full: TAKUT AKAN TUHAN, ITULAH HIKMAT. )

Nas : Ayub 28:28

Takut akan dan hormat terhadap Allah merupakan landasan hubungan seorang percaya dengan Allah (Mazm 61:6; Ams 1:7).

  1. 1) Takut akan Allah membuat kita prihatin dan waspada supaya tidak menyakiti hati Allah yang kudus. Tanpa landasan ini, tidak ada hikmat yang sejati dan tidak ada pengalaman penebusan yang akan bertahan terhadap ujian waktu dan pencobaan.
  2. 2) Takut akan Allah dan hikmat alkitabiah sejati menyebabkan kita menjauhi kejahatan dan menghasilkan dorongan dari Roh Kudus

    (lihat cat. --> Kis 9:31).

    [atau ref. Kis 9:31]

  3. 3) Takut akan Allah dan terus berbuat dosa adalah suatu kemustahilan moral. Orang yang mengakui keagungan Allah dan menyadari bahwa Ia menentang kejahatan akan diketahui dengan usahanya yang gigih, tegas, dan terus terang untuk memisahkan diri dari dosa (Mazm 4:5; Ams 3:7; Ams 8:13; 16:6; Yes 1:16) dan mengikuti firman Allah (Mazm 112:1; Mazm 119:63; Ams 14:2,16; 2Kor 7:1; Ef 5:21; 1Pet 1:17;

    lihat art. TAKUT AKAN TUHAN).

(0.85) (Ayb 38:1) (sh: Manusia vs Allah (Sabtu, 23 Agustus 2003))
Manusia vs Allah

Ketika pada akhirnya Ayub melayangkan gugatan kepada Allah (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">31:35), Ayub telah bertindak seolah ia mengerti masalah penderitaannya adalah masalah dengan Tuhan. Ayub menuntut Allah agar bertanggung jawab atas penderitaannya. Namun, Allah tidak menjawab gugatan Ayub. Sebaliknya, Allah mempertanyakan hak Ayub menggugat Dia. Siapakah Ayub, ciptaan dibandingkan dengan Allah, Pencipta?

Karena Ayub menantang Allah maka Allah balik menantang Ayub. Allah mulai dengan pertanyaan pertama: di manakah Ayub ketika alam semesta dan segala isinya diciptakan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">38:4-21)? Adakah Ayub hadir ketika Allah berkarya? Di mana Ayub waktu TUHAN menciptakan bumi, (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4-7); laut (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">8-11); pagi hari (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">12-15); dunia dalam (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">16-18); terang (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">19-21); salju (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">22-23); badai (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">24-27); hujan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">28-30); bintang-bintang (ayat 31- 33); awan (ayat Mencari+Tuhan+dengan+Segenap+Hati+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">34-38). Pertanyaan kedua: apakah Ayub bisa mengatur alam semesta yang telah diciptakan Allah secara dahsyat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak dapat dijawab oleh Ayub, tetapi sebaliknya menggugah hati Ayub. Respons Ayub ini sekaligus menunjukkan suatu pengakuan bahwa ada perbedaan kualitas antara dirinya dengan diri Allah. Perbedaan kualitas yang tidak terjembatani, sehingga tidak layak Ayub berbantahan dengan Allah.

Pertanyaan-pertanyaan Allah yang tak dapat dijawab menyadarkan Ayub untuk belajar dua hal: [1] Ayub mengakui bahwa bukan ia yang mampu atau berhak mengatur dan menentukan jalan kehidupan di alam ciptaan Allah ini; [2] Ayub mengakui sepenuhnya bahwa Allah Pencipta berdaulat penuh atas seluruh alam ciptaan termasuk dirinya. Jika demikian pantaskah Ayub menggugat Allah karena penderitaannya?

Renungkan: Jangan pernah menuduh Allah sebagai penyebab penderitaan Anda. Sepatutnya pergunakan hak Anda untuk menyembah Dia dan mohon pimpinan serta pertolongan-Nya.



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA