(sh: Dosa dan respons terhadap kebenaran (Senin, 25 September 2000)) Dosa dan respons terhadap kebenaran
Melalui Yeremia, Allah menegaskan kepada bangsa Yehuda 3 dosa
mereka yang mendatangkan bencana dan malapetaka. Pertama, dosa
sudah terukir dalam hati bangsa Yehuda (1-4). Ini menggambarkan
dan menunjukkan apa yang terjadi di dalam kehidupan batiniah yang
menjadi pusat kepribadian mereka. Tidak ada tanda atau goresan
sedikit pun pada hati mereka yang menandakan suatu respons yang
baik terhadap firman-Nya. Apa yang tergores sangat dalam di dalam
hati mereka hanyalah dosa (1). Kedua, mereka lebih mengandalkan
manusia daripada Allah (5-8). Ketiga, hati bangsa Yehuda sudah
sedemikian bobrok dan korup sehingga tidak mungkin diperbaharui
lagi (9-13). Hati mereka secara terus-menerus berpaling kepada
dosa. Karena itu Allah tidak dapat dipersalahkan jika Ia
mendatangkan malapetaka dan bencana besar atas bangsa Yehuda yang
hidup moral, sosial, dan spiritualnya sudah bobrok dan amburadul.
Namun bangsa Yehuda bukannya segera menangisi dan menyesali
dosa-dosanya serta memohon belas kasihan-Nya, sebaliknya mereka
mengolok-olok Yeremia dan firman-Nya yang ia beritakan. Tindakan
ini menunjukkan bahwa mereka sudah tidak takut lagi terhadap
penghukuman Allah, bahkan cenderung menantangnya (15). Mereka juga
menuduh Yeremia mengada-ada dan senang jika bangsanya ditimpa
bencana dan malapetaka (16). Bahkan mereka mengancam keselamatan
Yeremia sehingga menyebabkan Yeremia berteriak minta tolong kepada
Allah agar membela dan melindunginya (14, 17-18).
Respons bangsa Yehuda terhadap Yeremia adalah buah yang pasti dari
hati manusia yang sudah dikuasai dan dibutakan oleh dosa. Bukankah
ini juga yang terjadi dan yang kita lihat di sekeliling kita saat
ini? Mereka yang secara terang-terangan terlibat dalam tindak
kejahatan korupsi tingkat tinggi dan kejahatan terhadap hak azasi
manusia justru dapat berbalik mengancam dan menyerang
pembela-pembela kebenaran, bahkan menimbulkan gejolak politik dan
sosial di negara ini.
Renungkan:
Akankah kita takut dan berdiam diri menghadapi respons yang justru
mengancam dan menyerang? Kita mungkin takut, berteriak-teriak
kesakitan, dan meratap kepada Allah mohon perlindungan, namun itu
bukan alasan berdiam diri dan membiarkan dosa terus menguasai
seluruh anak bangsa.
|