Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 261 - 280 dari 370 ayat untuk fasik (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.25) (Mzm 73:24) (jerusalem: kemuliaan) Apa yang dimaksud kurang jelas. Kiranya bukan kemuliaan sorgawi. Sebaik-baiknya diartikan sebagai kemuliaan manusia di dunia ini. Allah tidak membiarkan orang benar meninggal sebelum waktunya dan dengan cara yang hina. Tuhan memulihkan nama baik dan kehormatan orang benar sebelum meninggal, biarpun orang fasik hidup lebih lama. Kadang-kadang, Maz 16:9+, orang benar begitu akrab dengan Tuhan sehingga mengharapkan bersatu dengan Allah untuk selama-lamanya. Maz 73 adalah suatu tahap dalam perkembangan kepercayaan akan kebangkitan di akhir zaman dan hidup kekal. Bdk Maz 16:10+; Maz 49:16+. Tetapi ungkapan Ibrani (kemuliaan) dapat diterjemahkan dan diartikan secara lain juga. SEcara harafiah dapat diterjemahkan sbb: Engkau menarik aku mengikuti kemuliaan. Kalau demikian, maka kemuliaan itu nampaknya sifat ilahi yang dipribadikan. Ini mengingatkan tiang awan yang membimbing umat Israel di gurun. Pemazmur oleh Tuhan sendiri dibimbing untuk mengikuti Allah dan begitu ia dapat mengatasi masalahnya.
(0.25) (Mzm 75:1) (jerusalem: Allah, Hakim yang adil) Ini sebuah nyanyian syukur, Maz 75:2, dan puji-pujian, Maz 75:9-10, yang berupa firman Allah menggambarkan penghakiman ilahi atas orang fasik; tidak ada seorangpun yang terluput dari padanya dan tidak ada sesuatunya yang dapat menghalangi penghakiman itu, Maz 75:3-6. Dan firman Allah itu disetujui pemazmur, Maz 75:7-9. Mungkin mazmur ini terpengaruh oleh 1Sa 2 dan Zak 1:18-21.
(0.25) (Mzm 112:1) (jerusalem: Bahagia orang benar) Mazmur yang disusun menurut abjad Ibrani, bdk Maz 112:9-10, ini sebenarnya meneruskan Maz 111. Ia menggambarkan mana hasil dari "ketakutan akan TUHAN", Maz 111:10+, dan beberapa hal yang dalam Maz 111 dikatakan tentang Allah, di sini dikatakan mengenai orang benar. Ganjaran ketakutan akan Tuhan ialah: keluarga besar dan sejahtera, Maz 112:2-3, karunia Tuhan, Maz 112:4, nama baik, Maz 112:6, ketenteraman hati, Maz 112:7-8. Orang benar bermurah hati, hal mana membawa kehormatan dan nama baik, Maz 112:9. Sebaliknya, orang fasik iri hati atas kesejahteraan orang benar, Maz 112:10.
(0.25) (Mzm 139:1) (jerusalem: Doa di hadapan Allah yang maha tahu) Mazmur ini berupa semacam renungan teologis mengenai Allah dan boleh dibandingkan dengan Ayu 7:17-20+ Tuhan tahu segala sesuatunya, Maz 139:1-6, dan hadir di mana-mana, Maz 139:7-12. Secara rahasia dan ajaib Ia menjadikan manusia dan tetap mengawasinya, Maz 139:13-16. allah itu tentu saja tidak dapat dipahami oleh manusia, Maz 139:17-18. Tiba-tiba nada renungan saleh itu berubah menjadi kutukan kejam atas orang fasik dan berdosa yang dibenci pemazmur oleh karena mereka memusuhi Tuhan, Maz 139:19-22; bdk Maz 5:11+ Mazmur berakhir dengan permohonan semoga Tuhan yang menyelami hati pendoa melindungi pemazmur terhadap yang jahat, Maz 139:23-24.
(0.25) (Hab 1:2) (jerusalem: Berapa lama lagi) Atas nama umat, bdk Yer 10:23-25; 14:2-9,19-22; Yes 59:9-14, nabi mengeluh pada Tuhan, Hab 1:2-4,12-17, oleh karena kemalangan yang melanda umat. Keluhuran itu agak serupa dengan mazmur-mazmur ratapan dan beberapa bagian kitab Yeremia. Kalau diambil dari konteksnya keluhan pertama dapat berhubungan dengan pergolakan dalam masyarakat Yahudi sendiri. Tetapi mengingat Hab 1:12-17 jelaslah nabi berpikir kepada penindasan umat Allah oleh orang Kasdim (Babel). Soal nabi ialah: Bagaimana Allah yang adil dan baik hati (serta kudus, Hab 1:13) dapat membiarkan orang fasik menjadi jaya/ Sebab seorang kafirlah yang berkuasa sedangkan bangsa Yehuda, kalaupun berdosa, tetap "benar' oleh karena mengenal Allah sejati. Masalah itu hendaklah dipecahkan oleh Tuhan sendiri, bdk Hab 2:1.
(0.25) (Pkh 7:8) (jerusalem) Bagian ini berbicara tentang pembalasan. Hukum Taurat sudah merumuskan prinsip pembalasan kolektip: kalau umat Israel setia pada Allah, maka ia menjadi bahagia; kalau tidak setia, umat didatangi kemalangan, bdk Ula 7:12 dst; Ula 11:26-28; 28:1-68; Ima 26. Prinsip kolektip itu oleh para berhikmat dialihkan kepada nasib masing-masing orang secara perorangan. Allah membalas setiap orang sesuai dengan perbuatan-perbuatannya, Maz 62:12+. Mereka menyimpulkan bahwa nasib manusia di dunia sini sesuai dengan kelakuannya, baik atau buruk. Kalau dikatakan bahwa kesimpulan itu tidak sesuai dengan pengalaman, maka para berhikmat menjawab: Kebahagiaan dan kesejahteraan orang fasik hanya semu saja, sedangkan kemalangan orang benar hanya sebentar. Penderitaan ini a.l. terungkap dalam Maz 37 dan dianut oleh ketiga sahabat Ayub. Pengkhotbah tidak menyetujui ajaran itu. Jawaban tradisionil atas masalah kesejahteraan orang fasik, Pengk 7:8, ditanggapi dengan keraguan, Pengk 7:9-12. Sebaik-baiknya orang menerima saja nasib seada-adanya tanpa mau menjelaskannya Pengk 7:13-15. Kalau bahkan hidup dan mati terbagi-bagi dengan kurang tepat, Pengk 7:15, maka tidak ada gunanya berdaya-upaya melampaui batas, Pengk 7:16-18. Nama baikpun tidak berdasar, Pengk 7:19-22. Kenyataan tidak dapat dipahami dan merupakan sebuah rahasia tak terselami, Pengk 7:23 dst (Pengk 7:26-28 adalah sebuah sisipan yang mengungkapkan rasa curiga terhadap perempuan). Orang tidak dapat meluputkan diri dari nasibnya (raja juga tidak terluput)Pengk 8:1-9. Dan mini membuat manusia merasa jemu, Pengk 8:10-14. Maka kesimpulannya: nikmatilah hidup sedapat-dapatnya, Pengk 8:15; bdk Pengk 2:24+.
(0.25) (Mzm 119:49) (sh: Taurat Tuhan adalah kekuatan dan penghiburan (Rabu, 29 Mei 2002))
Taurat Tuhan adalah kekuatan dan penghiburan

Dalam perikop ini, pemazmur mengajak kita untuk melihat beberapa hal yang juga penting dalam keyakinan tentang Taurat Tuhan. Pertama, Taurat Tuhan itu mengumandangkan tentang janji keselamatan. Hal ini membuatnya makin mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatan, pengharapan, dan penghiburan, lebih-lebih ketika ia harus berada dalam kesengsaraan (ayat 50,52). Penderitaan yang mendatangkan kesengsaraan sering kali membuat seseorang tidak mengandalkan Allah. Akibatnya ia berjalan pada jalan kebinasaan. Itulah yang dialami bangsa Israel ketika mereka dibuang ke Babel. Kedua, Taurat Tuhan menghidupkan dan membuat pemazmur tidak tergoyahkan ketika diguncang cemoohan orang-orang fasik (ayat 51,53). Sebutan orang fasik ditujukan kepada mereka yang hidup di luar persekutuan umat Allah, orang-orang yang tidak setia dan tidak taat terhadap Taurat. Ketiga, Taurat Tuhan memasukkan pemazmur pada suatu komunitas orang yang takut akan Tuhan.

Untuk ketiga hal ini, pemazmur meresponinya dengan mengucapkan janji tetap setia kepada Taurat Tuhan dengan segenap hati (ayat 57). Namun, seperti tampak pada ayat-ayat sebelumnya, pemazmur tetap menyadari bahwa untuk mempertahankan janji setianya, ia membutuhkan pertolongan dan pengasihan Allah, sesuai dengan janji Allah (ayat 58). Janji setia terhadap Taurat Tuhan ini sejajar dengan tuntutan dalam Ul. 6:5, “kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”.

Hal terindah yang kita lihat dari kedekatan pemazmur dengan Taurat Tuhan adalah kehidupan yang dipenuhi rasa bakti dan syukur kepada Tuhan. Bahkan dia juga memperhatikan segala tingkah laku, jalan-jalannya, untuk tetap berada dalam koridor kebenaran Taurat Tuhan. Inilah hidup yang sungguh-sungguh indah karena sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan dan bergantung mutlak kepada-Nya.

Renungkan: Ambil keputusan sekarang juga untuk meninggalkan dosa, hidup dalam ketaatan firman-Nya, dan menikmati keindahan penuh syukur bersama Allah.

(0.25) (Ams 21:1) (sh: Kejernihan hati (Senin, 23 Oktober 2000))
Kejernihan hati

Siapa dapat menduga hati seseorang? Orang yang terdekat dengannya atau dirinya sendiri? Harus diakui betapa misteriusnya hati seseorang, diri sendiri pun kadang-kadang tidak mengerti hatinya. Oleh karena itu perlu ada yang mengontrol hati manusia, yang benar-benar dapat menguji hati manusia, tiada lain adalah Sang Pencipta yang Maha Tahu, Dialah yang menguji hati manusia.

Penulis Amsal mengatakan bahwa hati raja seperti batang air di dalam tangan Tuhan yang gerakan mengalirnya air senantiasa dikontrol oleh Tuhan (1). Raja yang berkuasa memiliki kesempatan melakukan apa saja yang dianggapnya baik dan benar. Tetapi raja yang hatinya condong kepada Tuhan tidak seperti hati orang fasik yang sombong (4) dan mengingini kejahatan (10), tidak akan melakukan tindakan dan mengambil keputusan yang merugikan rakyat dan kerajaannya. Bila Tuhan yang mengontrol hatinya maka ia hanya melakukan sesuai dengan kehendak-Nya. Bila Tuhan memegang pusat hidup seorang pemimpin, maka pikirannya, perilakunya, perasaannya, keputusannya, tindakannya tertuju kepada-Nya. Betapa sejahteranya kehidupan rakyatnya yang hati pemimpinnya ada di dalam tangan Tuhan.

Melakukan kebenaran dan keadilan berkenan kepada Tuhan dan merupakan kesukaan bagi orang benar (15). Persembahan sebesar apa pun tak berarti bila tidak didasari kehidupan yang penuh dengan kebenaran dan keadilan (3). Orang fasik akan mengalami penganiayaannya sendiri karena mereka tidak mau melakukan keadilan (7). Mereka tidak menaruh belas kasihan kepada sesamanya karena hatinya tertutup terhadap jeritan orang lain (10). Apakah melakukan kebenaran dan keadilan sama dengan memeratakan penghasilan atau membagikan kepada semua orang jumlah yang sama? Tentu saja bukan demikian pengertiannya. Melakukan kebenaran dan keadilan adalah menyatakan benar kepada orang benar dan salah kepada yang bersalah, membagikan sesuai kebutuhan masing-masing, dan tidak menindas hak orang lain.

Renungkan: Suara kebenaran dan keadilan semakin lemah di tengah merebaknya realita ketidakbenaran dan ketidakadilan. Bagaimana Anda memegang peran sebagai pelaku kebenaran dan keadilan dalam profesi Anda masing-masing? Adakah hal-hal konkrit yang dapat Anda lakukan, agar keduanya bukan sekadar slogan semu?

(0.25) (Yes 36:22) (sh: Prinsip menghadapi masalah (Sabtu, 25 September 2004))
Prinsip menghadapi masalah

Cara Allah menolong anak-anak-Nya keluar dari berbagai masalah pasti unik dan berbeda-beda. Meski berbeda, dari berbagai kesaksian itu kita dapat menarik prinsip-prinsip penting. Demikian juga dari kesaksian Hizkia ini.

Pertama, gumuli masalah itu secara wajar di hadapan Allah (ayat 1). Perasaan takut, tertekan, marah, adalah wajar pada orang-orang yang mengalami masalah berat. Hanya, jangan biarkan emosi-emosi tersebut menguras tenaga Anda atau menyita iman Anda. Bersikaplah seperti Hizkia. Ungkapkan secara jujur keadaan Anda kepada Tuhan. Kedua, kita semua memerlukan orang lain. Kita memerlukan bahu yang menyambut kita bersandar, tangan terulur menolong, nasihat bijak sesuai kebenaran firman Allah. Tubuh yang dingin karena kecut hati memerlukan tubuh sesama untuk mendukung dan mendekap menghangatkan kita kembali. Hizkia memiliki beberapa orang kepercayaan termasuk Yesaya, hamba Allah yang mampu mengingatkannya tentang kebenaran Tuhan. Kita pun perlu memiliki teman-teman rohani seperti itu. Ketiga, kata-kata Hizkia kepada Yesaya dan doa Hizkia kepada Allah pada dasarnya sama. Fokusnya bukan pada keselamatan dirinya atau Israel tetapi pada kemuliaan Allah (ayat 20).

Reaksi Hizkia ini menyatakan perbedaan tajam antara sikap orang yang beriman kepada Allah sejati dari Sanherib, yaitu orang yang percaya kepada ilah yang sia-sia. Sebelum pertolongan nyata Tuhan menelanjangi kebodohan dan kesalahan iman orang fasik, respons orang beriman terhadap kefasikan sudah membongkar kesalahan tersebut. Cara kita memperlakukan kejahatan, fokus isi doa dan objek kepada siapa kita berdoa, mempermalukan kesesatan, kejahatan dan kedegilan orang fasik. Karena itu bertumbuhlah dalam pengenalan akan Tuhan, supaya tiap doa dan tindakan kita merespons kejahatan justru menjadi sarana untuk kebenaran iman dinyatakan.

Renungkan: Penderitaan dalam iman bagaikan proses melahirkan. Itulah krisis yang dalam pertolongan tangan Tuhan akan melahirkan keajaiban hidup.

(0.25) (Yer 12:1) (sh: Mengeluh namun tidak menyalahkan (Minggu, 17 September 2000))
Mengeluh namun tidak menyalahkan

Yeremia mengakui siapa dirinya di hadapan Allah, maka dengan penuh kerendahan hati ia datang kepada Allah yang benar. Ia tahu kepada siapa mengadukan keluhannya tentang keadilan Tuhan, dan ia pun menyadari siapa dirinya yang tidak layak sedikit pun untuk mempertanyakan keadilan Tuhan (1). Namun keluhan Yeremia ini tidak bermaksud menyalahkan Tuhan tetapi karena ia membutuhkan jawaban dan penjelasan dari Tuhan, sumber keadilan.

Yeremia membandingkan hidupnya dengan orang fasik yang hidupnya jauh lebih baik dari dirinya. Mereka berakar, bertumbuh, dan menghasilkan buah (2), lalu apa bedanya dengan orang benar? Pertanyaan Yeremia ini mungkin juga mewakili pertanyaan Kristen lainnya, yang menyaksikan betapa makmurnya hidup orang fasik di tengah penderitaan orang benar. Kemudian Yeremia meminta Tuhan memberlakukan keadilan-Nya dengan menarik mereka ke luar dari bilangan orang benar, sebagai domba sembelihan yang akan dikorbankan (3), karena Yeremia tak tahan melihat negeri yang hampa dan segala ciptaan Tuhan musnah karena kejahatan mereka (4). Bagaimana Tuhan menanggapinya?

Tuhan mengatakan bahwa Yeremia seperti seorang pelari yang sedang bertanding dengan seorang pejalan kaki (5a). Dengan demikian ia seharusnya menjadi pemenang. Bila dengan seorang pejalan kaki saja ia sudah menyerah kalah, bagaimana dengan pertandingan selanjutnya yakni melawan kuda (5b)? Tuhan tidak bermaksud meremehkan Yeremia, tetapi Ia menyadarkannya bahwa apa yang dialaminya belum seberapa, karena kekuatan Tuhan tersedia baginya, bahkan dalam pergumulan yang lebih berat sekalipun.

Renungkan: Tuhan tidak pernah mengecewakan hamba-Nya yang datang kepada-Nya dengan kemurnian hati, tetapi pertimbangkanlah sebelum mengeluh: 'Apakah ada maksud menyalahkan Tuhan?' Bila ya, tidak selayaknya kita melakukannya.

(0.21) (Yeh 14:12) (jerusalem: firman TUHAN) bagian kitab Yehezkiel yang berikut, Yeh 14:1-23, bersama dengan bab 18 mengutarakan sesuatu yang merupakan suatu langkah maju yang amat penting dalam ajaran akhlak yang tercantum dalam Perjanjian Lama.Nas-nas yang lebih tua terutama memandang manusia sebagai sebagian suatu keluarga atau suku dan kemudian sebagai anggota suatu bangsa, Nuh, Kej 6:18 diselamatkan bersama dengan seluruh keluarganya: Abraham dipanggil Tuhan, Kej 12 dan ia membawa segenap sukunya ke negeri Kanaan. Pikiran kolektip itupun diterapkan dalam hal tanggungjawab dan pembalasan. Abraham meminta doa bagi kota Sodom, Kej 18:22-33. Bukan maksudnya supaya orang benar dipisahkan dari yang fasik, lalu diselamatkan, tetapi maksudnya supaya melalui kesetiakawanan terbalik orang benar menyelamatkan orang jahat dari hukum yang sewajarnya menimpa mereka. Dianggap wajar sekali bahwa sebuah kota atau negeri secara menyeluruh dihukum, orang benar bersama-sama dengan orang fasik; wajar pulalah bahwa anak-anak diperlakukan sesuai dengan kelakuan orang tuanya, Kel 20:5; Ula 5:9; 7:9; bdk Yer 31:29; Yeh 18:2. Tetapi pemberitaan para nabi tidak dapat tidak meletakkan tekanan pada masing-masing orang secara perorangan. Begitu mereka membetulkan prinsip-prinsip lama itu. Nabi Yeremia, Yer 31:29-30, hanya mengharapkan bahwa di masa mendatang kesetiakawanan keturunan-keturunan dalam hal kesalahan dan pembalasan dilampaui. Tetapi kitab Ula 24:16; bdk 2Ra 14:6, sudah menentang kebiasaan bahwa anak dihukum oleh karena dosa orang tuanya. Melalui penglihatan-penglihatan yang tercantum dalam Yeh 14:8-10 nabi Yehezkiel menjadi yakin bahwa hukuman yang dijatuhkan pada Yerusalem dikarenakan dosa-dosa penduduknya sekarang. Lalu nabi Yehezkiel menjadi pendekar dan pengajar dalam hal pertanggungjawaban perorangan. Keselamatan dan kebinasaan manusia tidak bergantung pada nenek moyangnya, bahkan tidak ditentukan oleh kelakuan orang sendiri dahulu. Hanya sikap hatinya sekarang saja diperhitungkan Tuhan. Pandangan Yehezkiel yang terlalu perorangan itu pada gilirannya dibetulkan oleh prinsip kesetiakawanan yang terungkap dalam Nyanyian Hamba Tuhan yang keempat. Yes 52:13-53:12; bdk Yes 42:1+. Selebihnya kalau dianggap hanya berlaku dalam rangka dunia ini prinsip pertanggungjawab dan rangka dunia ini prinsip pertanggunganjawab dan pembalasan perorangan yang diajarkan Yehezkiel ternyata berlawanan dengan pengalaman sehari-hari (karena itu ajaran itu dibantah oleh penulis kitab Ayub). Pertentangan antara ajaran dan pengalaman tsb pada gilirannya menghasilkan suatu kemajuan baru lagi, yaitu kemajuan yang dibawa oleh pewahyu mengenai pembalasan di dunia akhirat (bdk Pengantar bagi kitab-kitab Kebijaksanaan). Perjanjian Baru, khususnya Paulus, melandaskan pengharapan Kristen pada kesetiakawanan manusia dengan Kristen yang dibangkitkan, yang terjalin melalui kepercayaan. Begitu dipertahankan dan dipersatukan pertanggungjawaban dan pembalasan perorangan yang diperjuangkan nabi Yehezkiel dan kesetiakawanan umat manusia (yang diciptakan dan diselamatkan Tuhan) dalam dosa dan dalam penebusan.
(0.21) (2Raj 19:14) (sh: Membayar atau dibayar mahal? (Rabu, 12 Juli 2000))
Membayar atau dibayar mahal?

Pemazmur mengatakan bahwa orang fasik bagaikan sekam yang ditiup angin (Mzm. 1:4). Sekam yang biasanya    ditumpuk menjulang tinggi di tepi sawah kelihatan megah, kokoh,    dan kuat. Namun ketika angin datang, maka hancurlah kekokohan dan    kemegahannya dalam sekejap.

Itulah gambaran kehidupan Sanherib raja Asyur dan apa yang terjadi    atasnya. Dalam satu malam 185.000 tentaranya menjadi bangkai.    Siapa yang melakukan? Allah sengaja tidak membunuhnya agar ia    sempat melihat bahwa kekuatan dan kejayaan yang dulu ia    agung-agungkan sesungguhnya tidak ada artinya di hadapan Allah.    Cara kematian yang ditimpakan kepadanya pun memperlihatkan satu    hal yang sangat ironis. Dulu ia memperolok Hizkia bahwa Allah    yang Hizkia sembah tidak mungkin menyelamatkannya. Tapi apa yang    terjadi? Dapatkah allah yang ia sembah menyelamatkannya dari    musuh yang sangat sepele (37). Itulah akhir kehidupan sang raja    'agung' yang menentang batas-batas manusia yang sudah ditetapkan    oleh Allah (27-28). Ia membayar dengan harga yang mahal,    kehancuran kerajaan dan hidupnya, agar dapat  belajar dan    akhirnya mengakui kedaulatan Allah, namun terlambat.

Berbeda sekali dengan Hizkia yang selalu belajar dan mengakui    kedaulatan Allah sampai kondisi dimana seolah-olah tidak ada lagi    pengharapan (15-18). Seperti yang kita lihat setelah ia membaca    surat ancaman dari Sanherib, ia meletakkan permasalahannya di    hadapan Allah, sebab hanya pada Dia yang berdaulat ada    pengharapan sejati (14, 19).  Motivasi yang mendorong dia untuk    terlepas dari segala ancaman bukan semata-mata untuk kebahagiaan    dirinya dan rakyatnya, melainkan agar kedaulatan Allah yang sudah    ia akui, diakui juga oleh bangsa-bangsa lain (19). Berkat yang ia    terima akan menjadi saluran berkat bagi orang lain. Karena ia    telah dan selalu mengakui kedaulatan Allah dalam setiap    kehidupannya, maka Allah berkenan `membayar' dia dengan harga    yang sangat mahal yaitu keselamatan bagi dirinya dan kerajaannya    (35-37).

Renungkan:    Anda tidak akan pernah dapat mengatur apa yang akan  Allah    lakukan untuk menolong Anda ketika Anda mengakui kedaulatan-Nya    dan mempercayakan diri Anda kepada-Nya. Yang hanya dapat Anda    lakukan adalah tetaplah yakin bahwa Allah akan membayar Anda    dengan mahal yaitu Ia dapat dan akan menolong Anda.

(0.21) (Mzm 36:1) (sh: Kasih setia Tuhan melampaui kekuatan dosa (Sabtu, 4 Agustus 2001))
Kasih setia Tuhan melampaui kekuatan dosa

Kebanyakan dari kita bertumbuh melewati masa kanak-kanak dengan penuh keriangan dan keceriaan, tanpa ketakutan dan beban hidup yang menindih kita. Namun ketika kita melangkah bertumbuh menjadi dewasa dan harus berhadapan dengan realita kehidupan, maka kita akan menyadari bahwa dunia tempat kita hidup ini bukanlah tempat yang aman. Berita tentang berbagai kemerosotan moral, ketidakadilan, kejahatan, dan kesewenangan mengiringi hari-hari kita. Faktor yang sangat berperan bagi terciptanya situasi seperti ini tidak lain terletak jauh di dalam lubuk hati manusia, yang menggantikan rasa takut kepada Allah dengan kepatuhan kepada tutur dosa yang terus berbicara di lubuk hatinya.

Konteks pergumulan seperti inilah yang melatarbelakangi perenungan Daud dalam Mazmur 36. Mazmur ini dimulai dengan sorotan terhadap isi hati orang fasik (ayat 2-5) yang terus mendengarkan tutur dosa (ayat 2a) dengan tidak takut kepada Allah (ayat 2b), menjadi buta, sesat, terjerat dalam kefasikannya sendiri dan tidak lagi memiliki daya untuk mengenali ataupun membenci kesalahannya sendiri (ayat 3). Mereka mengabdikan diri kepada kejahatan dalam setiap aspek kehidupannya (ayat 4, 5), terputus dari kasih setia Tuhan serta menghasilkan dampak-dampak yang menjadi ancaman bagi mereka yang mencintai Tuhan dan hidup dalam ketulusan hati (ayat 12-13).

Gambaran gelap dari dunia yang nampaknya tidak berpengharapan ini, tidaklah membawa Daud ke dalam lingkaran keputusasaan yang menjadikannya apatis. Ia menemukan pengharapan di dalam daya yang mampu mengatasi kuasa dosa: "kasih setia Tuhan yang melingkupi bumi" (ayat 6). Di dalam kasih setia Tuhan inilah anak-anak manusia mendapatkan tempat yang aman untuk berlindung, memenuhi kebutuhan serta mendapatkan kesenangannya (ayat 8, 9, 11). Dasar dari keyakinannya ini terletak di dalam Diri Sang Pemberi yang adalah sumber kehidupan yang menopang dan menerangi hidup manusia (ayat 10). Berdasarkan kasih setia Tuhan inilah Daud menemukan pengharapan untuk berdoa memohon perlindungan terhadap orang-orang fasik (ayat 12-13).

Renungkan: Di balik realitas keberdosaan manusia terdapat realitas kasih setia Tuhan yang mampu melampauinya, adakah Anda memiliki pengharapan di dalam-Nya?

(0.21) (Mzm 39:1) (sh: Perspektif kefanaan (Kamis, 9 Agustus 2001))
Perspektif kefanaan

Dunia ini bukanlah rumah kita untuk selama-lamanya. Kehadiran kita di dalamnya tidak lain hanyalah sebagai pendatang yang sedang numpang lewat dan kemudian pergi. Namun demikian kita seringkali dininabobokan oleh berbagai aktivitas yang sedemikian menyita waktu dan konsentrasi kita, sehingga tidak menyadari betapa singkatnya hidup ini. Ada begitu banyak kesia-siaan yang terus kita ributkan, tanpa pernah menyadari dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya yang memberikan makna dari kehidupan dan segala aktivitas kita. Melalui Mazmur ini kita ditantang untuk merenungkan betapa singkat dan fananya hidup ini, sehingga melaluinya kita ditolong untuk dapat melihat fokus hidup dengan tepat.

Melalui Mazmur ini Daud menghanyutkan kita ke dalam pergeseran fokus hidupnya. Mula-mula ia membawa kita masuk ke dalam pergumulannya tentang orang fasik yang ada di dekatnya (ayat 2-4); kemudian ia menuntun kita ke dalam kesadaran bahwa hidup manusia itu singkat, hampa, diliputi kekosongan, dan hanya berorientasi serta meributkan hal-hal yang sia-sia (ayat 5-7); dan pada akhirnya memperhadapkan diri kita pada berbagai kesalahan yang menyebabkan kita menjadi bahan ejekan orang fasik, dan berada di bawah disiplin serta murka Tuhan (ayat 8-14). Melalui pergeseran fokus ini ia mengajak kita menyadari kefanaan hidup manusia, sehingga kita pun tidak perlu lagi meributkan berbagai hal yang sia-sia, sebaliknya berkonsentrasi menghadapi permasalahan kita yang sebenarnya, yakni pelanggaran yang kita lakukan (ayat 9). Diagnosanya yang tepat ini mengarahkan kita pada penanganan yang tepat, yakni dengan menanti-nantikan dan hanya berharap kepada Tuhan (ayat 8), memohon agar Tuhan melepaskan diri kita dari pelanggaran (ayat 9), menghindarkan kita dari pukulan-Nya (ayat 11) dan memohon pertolongan Tuhan dengan cucuran air mata (ayat 13, 14).

Renungkan: Seringkali kita meributkan hal yang sia-sia di tengah rentang waktu hidup yang singkat ini. Apakah sebenarnya fokus hidup kita? Apakah semuanya ini disebabkan karena adanya dosa yang menghambat hubungan pribadi kita dengan Tuhan yang mengakibatkan adanya kekosongan jiwa dan pergeseran fokus hidup kita? Biarlah perspektif kefanaan menuntun kita menemukan kembali fokus hidup yang benar.

(0.21) (Mzm 71:1) (sh: Tempat perlindungan yang teduh (Jumat, 19 Oktober 2001))
Tempat perlindungan yang teduh

Kesusahan dan malapetaka tidaklah akan menghancurkan kehidupan umat Tuhan, karena di balik semuanya itu, Tuhan sedang berkarya dan membalikkan keadaan umat-Nya. Demikianlah kesaksian dari mazmur ini.

Mazmur ini secara umum merupakan doa permohonan yang menegaskan bahwa mereka yang berlindung kepada Tuhan tidak akan mendapat malu, karena mereka akan senantiasa mengalami penyertaan Tuhan di sepanjang umur hidupnya (ayat 1, 13, 24). Allah ada dekat mereka sejak dalam kandungan ibunya hingga keluar dari perut ibunya (ayat 6), sejak masa kanak-kanak hingga bertumbuh menjadi seorang pemuda (ayat 5, 17). Dan kasih setia-Nya akan terus berlangsung hingga masa tuanya, ketika kekuatan mereka telah memudar dan rambutnya memutih (ayat 9, 18).

Tuhan tidak akan membiarkan mereka yang berlindung pada-Nya terus tenggelam ke dalam berbagai kesulitan yang mereka hadapi. Tuhan akan menjadi pengharapan dan kepercayaan mereka (ayat 5) di tengah berbagai ancaman, cengkeraman, dan rancangan jahat orang-orang fasik yang mengikhtiarkan kecelakaan mereka, mengincar nyawa, serta memusuhi jiwa mereka (ayat 4, 10, 13). Tuhan adalah gunung batu yang menjadi tempat perlindungan dan pertahanan yang teduh dan kuat bagi mereka (ayat 3, 4, 7). Hal seperti ini tidaklah dialami oleh orang fasik. Tuhan akan membuat mereka malu, tersipu- sipu, berselubung cela dan noda, hingga akhirnya habis lenyap (ayat 13, 24). Sebab Tuhanlah sumber keadilan (ayat 2, 19).

Respons mereka atas perlindungan dan keadilan Tuhan adalah: [1] memuji-Nya dengan sorak-sorai dan nyanyian syukur (ayat 6, 8, 22- 23); [2] menceritakan dan memberitakan keadilan, keselamatan, kuasa, keperkasaan, dan perbuatan Tuhan yang ajaib sepanjang kehidupan mereka (ayat 15-18, 24).

Renungkan: Tuhan tidak akan membiarkan kita terus tenggelam dalam problematika kehidupan. Ia akan mengangkat kita dari sana. Ia akan menghiburkan, memberikan keadilan, dan membuat kita menjadi semakin besar dan kuat melalui semuanya itu. Ia adalah tempat perlindungan yang teduh. Dasar rasa aman kita yang sejati tidaklah dibangun di atas harta, pendidikan, prestasi, relasi atau segala upaya kita, melainkan pada Tuhan yang melindungi dan memberikan keadilan.

(0.21) (Mzm 125:1) (sh: Perjanjian Allah dengan umat-Nya (Minggu, 5 September 1999))
Perjanjian Allah dengan umat-Nya

Nyanyian ziarah dalam mazmur 125 ini kembali menegaskan hubungan TUHAN dan umat-Nya dalam ikatan perjanjian. TUHAN sebagai Yahweh bagi umat-Nya. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari bacaan ini: Pertama, tanda ikatan perjanjian antara TUHAN dan umat-Nya adalah kepercayaan umat kepada-Nya (ayat 1). Percaya artinya menyerahkan seluruh totalitas hidup hanya kepada TUHAN dalam segala keadaan dan sama sekali tidak menggantungkan hidup kepada diri sendiri, orang lain atau allah lain. Percaya penuh kepada Tuhan sebagai Allah Yahweh yang seharusnya dimiliki oleh umat-Nya (Israel dan Kristen). Kedua, dalam ikatan perjanjian ini TUHAN menjamin keselamatan umat-Nya selama-lamanya karena Ia berada di sekeliling umat-Nya (ayat 1-2). Tak ada musuh yang dapat menembus pertahanan-Nya dan mewujudkan rencana penghancuran bagi umat-Nya, karena Ia Maha Kuasa. Jaminan ini bersifat kekal. Ketiga, perbuatan TUHAN kepada orang baik dan tulus hati dibedakan dari orang fasik (ayat 4-5). TUHAN Maha Tahu dan bersikap adil terhadap umat-Nya. Ia akan melakukan kebaikan bagi orang yang baik dan orang fasik akan dienyahkan. Inilah perbuatan yang Allah nyatakan kepada umat perjanjian-Nya. Keempat, damai sejahtera diberikan bagi umat-Nya (ayat 5). Hanya TUHAN yang dapat memberikan damai sejahtera sejati kepada umat-Nya. Damai yang diberikan dunia adalah semu. Damai-Nya mengalahkan situasi dan kondisi apa pun yang terjadi, karena damai sejahtera-Nya lebih besar dari masalah apa pun yang dihadapi umat-Nya.

Digenapi dalam Yesus Kristus. Ikatan Perjanjian TUHAN dengan umat-Nya tergenapi di dalam diri Yesus Kristus, Sang Penebus. Kita percaya kepada-Nya sebagai Allah perjanjian yang akan memberikan keamanan dan damai sejahtera selama-lamanya.

Doa: Kami bersyukur menjadi umat-Mu di dalam Yesus Kristus. Engkaulah Allah Perjanjian yang setia. Peliharalah kesetiaan kami sebagai umat-Mu, agar kami berkenan kepada-Mu.

(0.21) (Yeh 21:18) (sh: Peta dua jalan (Jumat, 7 September 2001))
Peta dua jalan

Ibarat sebuah medan pertempuran yang tak terhindarkan, Yehezkiel harus menggambar dua jalan yang berpangkal dari satu titik, yakni Babel. Kedua jalan ini semakin menjauh, yang satu menuju Yerusalem dan satunya lagi menuju Raba, ibukota Amon (ayat 19-20). Raja Babel yakni Nebukadnezar berada di persimpangan jalan. Ia mengocok panah, meminta petunjuk dari terafim, dan menilik hati binatang untuk meramal situasi. Walaupun panah tenungan itu jatuh menunjuk ke Yerusalem namun itu adalah tenungan yang menipu (ayat 21-23). Tanpa spekulasi manusia, Allah sudah menyediakan penghakiman yang terakhir bagi raja Israel, orang fasik yang durhaka (ayat 24-25). Sama sekali tidak ada gunanya mengenakan serban dan mahkota, karena hari kemalangannya sudah tiba. Yang rendah harus ditinggikan, yang tinggi harus direndahkan (Yer. 13:18). Keturunan raja dan negeri Israel harus dijadikan puing sampai kedatangan Sang Mesias (ayat 26-27). Gaung perjanjian ini sudah digemakan sejak Kej. 49:10, "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda atau pun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa- bangsa".

Bani Amon juga mendapatkan bagian babatan pedang kilat Allah. Paranormal yang bertenung dusta akan mendapatkan sasaran pedang di leher mereka yang fasik dan durhaka (ayat 28-29). Allah akan mencurahkan api murka-Nya kepada manusia yang menyerahkan diri ke dalam tangan orang-orang yang dungu, yang menimbulkan kemusnahan (ayat 31). Mereka akan menjadi makanan api, dan darahnya akan tertumpah ke atas tanah (ayat 32). Suatu keadaan tanpa prospek pembaharuan, tidak ada generasi penerus, dan tanpa kenangan. Semuanya terlupakan.

Gambaran peta Allah atas keputusan-Nya ini menjadi peringatan bagi kita semua. Bila murka Allah sudah menyala, tiada satu kuasa pun yang dapat menyurutkan-Nya. Tiada satu benteng atau pun menara kekuatan manusia yang dapat menangkis kegeraman-Nya. Allah selalu menepati apa yang dikatakan-Nya. Penghakiman Allah atas manusia selalu mempunyai alasan yang tepat.

Renungkan: Tiada jalan lain untuk mencegah murka Allah menimpa kita, kecuali bertobat dan berbalik kepada-Nya. Tinggalkan dosa dan hidup dengan benar.

(0.21) (Mat 13:44) (sh: Mencari sebuah nilai (Kamis, 8 Februari 2001))
Mencari sebuah nilai

Nilai suatu benda dapat terletak pada benda itu sendiri atau ada faktor lain di luar benda tersebut yang membuatnya berarti. Sebagai contoh: sebuah cincin emas sangat berarti karena nilai dirinya sendiri; berbeda halnya dengan sebuah cincin imitasi, akan berarti bagi seorang gadis karena cincin tersebut adalah pemberian sang kekasih hati. Cincin emas murni tidak akan luntur nilainya ditelan zaman, namun cincin imitasi mungkin akan berubah tidak bernilai karena kekasih hati sang gadis telah pergi meninggalkannya.

Yesus menekankan betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga melalui 2 gambaran: (ayat 1) harta yang terpendam di ladang. Ketika orang menemukan harta terpendam ini, ia sangat bersukacita karena menemukan sesuatu yang sangat bernilai. Maka segala miliknya yang lain menjadi tidak berarti dibandingkan harta tersebut. Ia rela menjual segala miliknya demi mendapatkan harta yang terpendam itu. (ayat 2) seorang pedagang sengaja mencari mutiara karena ia tahu betapa berharganya mutiara itu. Maka setelah ia menemukan mutiara yang dicarinya, ia segera menjual segala miliknya untuk membeli mutiara tersebut. Kedua perumpamaan ini menggambarkan betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga, namun tidak setiap orang yang mendengarnya mengerti hal ini. Seorang yang menyadari betapa bernilainya hal Kerajaan Sorga, dengan sukacita akan meninggalkan apa pun dalam dunia ini asalkan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Sorga. Adakah sesuatu yang lebih bernilai dalam hidup Anda sehingga menghalangi untuk mendapatkan Kerajaan Sorga? Sebagai penutup, Yesus kembali mengingatkan tentang kesudahan zaman dimana akan terjadi pemisahan antara orang benar dan orang fasik. Bila tiba akhir zaman maka tidak ada lagi kesempatan bagi orang fasik untuk menyesali keadaannya, karena semuanya sudah terlambat. Ini pun menjadi peringatan bagi kita bahwa kesempatan ini sangat terbatas.

Renungkan: Nilai apakah yang sedang kita cari? Seperti orang yang menemukan harta terpendam dan seperti seorang yang mencari mutiara, ataukah seperti orang-orang yang menolak Yesus karena mencari kebenaran berdasarkan hikmat manusia? Hikmat manusia tidak dapat menembus nilai kekekalan yang dimiliki Yesus. Seorang yang mau membuka hatinya bagi kebenaran-Nya, akan menggali nilai kekekalan di dalam Diri-Nya.

(0.20) (Im 11:44) (full: MENGUDUSKAN DIRIMU. )

Nas : Im 11:44

Pengarahan mengenai makanan yang haram dan halal (pasal Im 11:1-47) rupanya diberikan untuk alasan-alasan kesehatan, tetapi juga sebagai patokan untuk menolong Israel agar tetap terpisah dari masyarakat fasik di sekitar mereka (bd. Ul 14:1-2). Pengarahan mengenai makanan ini tidak lagi mengikat orang percaya PB, karena Kristus telah menggenapi makna dan tujuannya (bd. Mat 5:17; 15:1-20; Kis 10:14-15; Kol 2:16; 1Tim 4:3). Akan tetapi, prinsip-prinsip yang terwujud dalam peraturan ini masih berlaku sekarang.

  1. 1) Orang Kristen dewasa ini harus dapat dibedakan dari masyarakat sekitarnya dengan cara makan, minum, dan berpakaian supaya memuliakan Allah dengan tubuh mereka (bd. 1Kor 6:20; 10:31), dan menolak semua kebiasaan sosial yang buruk dari orang tidak percaya. Orang Kristen harus "kudus di dalam seluruh hidup" (1Pet 1:15).
  2. 2) Penekanan terinci pada kesucian seremonial menggarisbawahi perlunya pemisahan moral umat Allah dalam pikiran dan kelakuan dari dunia di sekitarnya (Kel 19:6; 2Kor 7:1;

    lihat art. PEMISAHAN ROHANI ORANG PERCAYA).

    Semua aspek kehidupan harus diatur oleh kehendak Allah (1Kor 10:31).
(0.20) (Ul 11:26) (full: BERKAT DAN KUTUK. )

Nas : Ul 11:26

Allah memberikan pilihan menerima berkat atau kutuk kepada umat-Nya. Jikalau mereka taat kepada firman Allah dan tetap terpisah dari dosa bangsa-bangsa di sekitar mereka, maka berkat Allah akan turun atas mereka dan menyertai mereka (lih. Ul 28:1-14). Pada pihak lain, jikalau mereka menyesuaikan diri dengan jalan-jalan orang fasik, kutukan Allah akan menimpa mereka (lih. Ul 28:15-68).

  1. 1) Sayang sekali sebagian besar Israel tidak sungguh-sungguh menanggapi peringatan Allah ini. Terlalu sering mereka menerima cara hidup orang tidak percaya dan oleh karena itu terkena kutuk-Nya.
  2. 2) Allah memperhadapkan pilihan yang sama (berkat atau kutuk) kepada orang percaya PB. Jikalau kita membenci dosa, mengikut Kristus dan berusaha untuk senantiasa melayani Dia, maka berkat dan kuasa-Nya akan menjadi milik kita. Apabila kita meninggalkan Allah dan jalan-jalan-Nya yang benar, kita akan kehilangan kehadiran, pertolongan, dan perlindungan perjanjian Allah.


TIP #19: Centang "Pencarian Tepat" pada Pencarian Universal untuk pencarian teks alkitab tanpa keluarga katanya. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA