Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 14 No. 1 Tahun 1999 >  MENYIKAPI KEKERASAN YANG DILAKUKAN NEGARA > 
I. PENGERTIAN KEKERASAN 

Kekerasan (Ing. violence, dari Lat. violare "memakai kekuatan") artinya pemakaian kekuatan untuk melukai, membahayakan, merusak harta benda atau orang secara fisik maupun psikis. Dalam definisi ini harap digarisbawahi pengertian pemakaian kekuatan yang membahayakan pihak lain.

Secara filosofis, fenomena kekerasan merupakan sebuah gejala kemunduran hubungan antarpribadi, di mana orang tidak lagi bisa duduk bersama untuk memecahkan masalah.33 Hubungan yang ada hanya diwarnai dengan ketertutupan, kecurigaan, dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan seperti ini, tidak ada dialog, apalagi kasih. Semangat mematikan lebih besar daripada semangat menghidupkan, semangat mencelakakan lebih besar daripada semangat melindungi. Memahami tindak-tindak kekerasan di Indonesia yang dilakukan orang satu sama lain atau golongan satu sama lain dari perspektif ini, terlihat betapa masyarakat kita sekarang semakin jauh dari menghargai dialog dan keterbukaan. Permasalahan sosial biasa bisa meluas kepada penganiayaan dan pembunuhan. Toko, rumah ibadah, kendaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan munculnya masalah, bisa begitu saja menjadi sasaran amuk massa.

Secara teologis, kekerasan di antara sesama manusia merupakan akibat dari dosa dan pemberontakan manusia. Kita tinggal dalam suatu dunia yang bukan saja tidak sempurna, tapi lebih menakutkan, dunia yang berbahaya. Orang bisa menjadi berbahaya bagi sesamanya. Mulai dari tipu muslihat, pemerasan, penyerangan, pemerkosaan, penganiayaan, pengeroyokan, sampai pembunuhan. Menghadapi kenyataan ini, ada dua bentuk perlawanan yang dilakukan sejauh ini dengan bernafaskan ajaran cinta damai.

A. PASIFISME

Golongan pasifis menolak segala bentuk pemakaian kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Dunia mengenal beberapa pejuang anti kekerasan. Dari India ada Mahatma Gandhi dengan ajarannya yang disebut Ahimsa - Satyagraha. Perhatikan cuplikan semangat Ahimsanya.

Silahkan gusur dan bongkar rumah kami!
Silahkan pukuli kami sekeras Anda bisa!
Silahkan giring kami sampai ke parit-parit jalan,
dan kami akan menanggung semua penderitaan yang Anda timpakan!
Kami tidak akan membalas.
Namun dengan cinta dan hati gembira kami tidak patuh dengan
hukum Anda yang tidak adil. Kami siap masuk penjara.

Lewat sikap ini Gandhi mengobarkan perlawanan rakyat kepada pemerintah yang lalim (civil disobedience). Sekalipun banyak korban berjatuhan, namun gerakan Gandhi boleh dikatakan berhasil karena Gandhi menjadikan sikap anti kekerasan bukan sekadar pilihan hidup seperti baju yang dapat dikenakan atau ditanggalkan sesuka hati, melainkan itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hati nurani. Bagi Gandhi, sikap anti kekerasan tidak cuma slogan, tetapi energi hidup yang dahsyat. Begitu yakinnya Gandhi terhadap kekuatan hidup dari sikap anti kekerasan, sehingga ia pernah berkata, "Apabila praktek Ahimsa menjadi universal, maka Tuhan akan memerintah di dunia seperti yang dilakukanNya di Surga."

Pemikiran Gandhi ini memberi inspirasi bagi pencinta damai di seluruh dunia. Salah seorang yang amat dipengaruhinya adalah almarhum Dr. Marthin Luther King, Jr., yang memimpin aksi damai di Amerika Serikat pada tabun 1960-an. Ia memperjuangkan hak-hak warga Amerika kulit hitam dengan jalan damai. Menurutnya, lawan bukan harus dihancurkan, melainkan harus diyakinkan. Melawan tapi tanpa kekerasan, itulah bentuk praktek kasih menurut Martin Luther King, Jr. Suratnya yang ditujukan kepada kaum rasis kulit putih dari sel penjaranya di Georgia mencerminkan keyakinan itu.

Berbuatlah sekehendak hati kalian. Kami akan tetap mengasihi juga. Lemparkanlah bom ke rumah kami ... kami akan tetap mengasihi. Pasti kami mampu mengatasi kalian dengan semangat kami. Pada suatu hari kami pasti bebas.

Mungkin sikap ini sebanding dengan judul buku dari Thomas Merton Non-Violence in Peace and War. Etika non-violence (tanpa kekerasan) ini juga diikuti oleh Uskup Timor Timur Belo.34

Namun dalam kenyataannya, acap kali tidak mudah untuk menerapkan perjuangan tanpa kekerasan. Dalam pidato Uskup Belo ketika menerima hadiah Nobel pada tanggal 10 Desember 1996, ia menyatakan kekagumannya kepada Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr., karena keduanya menggunakan cara-cara tanpa kekerasan. Namun di situ juga ia mengeluh sebab sekalipun dunia mengecam perjuangan dengan kekerasan, pada saat seorang memilih jalan tanpa kekerasan, sedikit sekali orang memberi perhatian.

B. DAMAI DENGAN KEKERASAN

Namun ada juga pandangan lain, yang di mata penulis lebih realistis, yang percaya bahwa mustahil selama dunia masih seperti ini, kekerasan dinafikan sama sekali. Dalam pemahaman ini, pemakaian kekerasan hanya dibenarkan dalam situasi yang ekstrim, dalam keadaan sangat terpaksa.35 Contohnya, ketika orang harus membela diri dari ancaman tindak kekerasan yang berbahaya dari orang lain.

Contoh lain dari pemakaian kekerasan secara massal dan yang paling banyak memakan korban adalah perang. Ada perang yang dibenarkan (just war) dan perang yang tidak dibenarkan (unjust war). Perang tidak bisa dibenarkan, kalau masyarakat sipil dijadikan sasaran sebagai korban eksploitasi kekuatan militer seperti tameng hidup dalam perang Irak melawan Amerika. Perang juga tidak dibenarkan kalau itu demi menundukkan, mengalahkan, dan menjajah pihak lain. Bisa dikatakan bahwa Perang Salib oleh Kristen pada abad 12-13 tidak dibenarkan, karena pasukan dari kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa Barat pergi ke Palestina untuk membebaskan tempat-tempat suci yang dikuasai kaum Muslim dengan tujuan akhir di tempat itu nanti didirikan pemerintahan Kristen. Juga tidak dapat dibenarkan perang yang dilakukan milisi Serbia Bosnia terhadap golongan Muslim Bosnia pada abad ini. Itu sebabnya Mahkamah Internasional di Den Haag pada awal Juli 1996 mengeluarkan perintah penangkapan atas penjahat perang Radovan Karadzic dan Jenderal Ratko Mladic.

Perang dibenarkan kalau kedaulatan dan kehormatan suatu bangsa terancam dan sudah ditempuh segala cara oleh pihak-pihak yang bersengketa, namun menemukan jalan buntu. Kalau begitu, dengan terpaksa orang harus membela negaranya dari penindasan. Mengambil bagian dalam perang seperti ini adalah wujud bakti kepada nusa dan bangsa. Pada umumnya, orang Kristen bisa mentolerir pemakaian kekerasan yang bersifat defensif demi menjaga kelangsungan hidup yang terancam oleh kekerasan lain.



TIP #17: Gunakan Pencarian Universal untuk mencari pasal, ayat, referensi, kata atau nomor strong. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA