Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 16 No. 1 Tahun 2001 >  DEPOLARISASI SIKAP KRISTEN TERHADAP AGAMA-AGAMA LAIN SUATU ANALISIS TERHADAP INKLUSIVISME CLARK H. PINNOCK > 
ANALISIS TERHADAP INKLUSIVISME CLARK H. PINNOCK 

Dari usaha merekonsiliasi universalitas dan partikularitas ini, jelas ada semacam kompromi atau jalan tengah yang telah diusahakan oleh Pinnock, mengambil semua yang baik dari kedua kutub, dan membuang semua yang ekstrim dari keduanya. Di satu sisi, ia berpegang pada sifat universalitas Allah namun di sisi lain ia juga masih berusaha setia kepada partikularitas Kristus.

A. Epistemologi Inklusivisme Clark H. Pinnock

Pendekatan inklusif Pinnock sangat menekankan keobyektifan dan kejujuran dalam melihat masalah. Kenyataan membuktikan bahwa baik partikularitas maupun universalitas adalah isu-isu yang sama-sama valid dan relevan. Argumentasi inklusivistik tidak hanya dibangun berdasarkan informasi alkitabiah, tetapi juga berdasarkan tradisi gereja (Greek Fathers), akal budi dan pengalaman manusia yang nyata, yang bergumul dengan masalah-masalah anugerah dan keselamatan setiap hari. Dengan demikian, masalah ini didekati Pinnock secara komprehensif. Dapat dikatakan pendekatan ini sebagai suatu usaha yang mengacu pada referensi yang bersifat obyektif, artinya jika memang referensi yang dinyatakan memang benar demikian dan sesuai dengan kenyataannya, maka sesungguhnya referensi itu adalah sesuatu yang obyektif.1685

Selain bersifat obyektif, epistemologi Pinnock juga bersifat redemtif dan kreatif. Masalah polarisasi kedua kutub ini hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan Kristologi yang trinitarian. Kristologi Pinnock adalah Kristologi yang dipahami dalam konteks ekonomi Allah, dan ini adalah satu-satunya jalan untuk menghindari Kristomonisme, di satu sisi dan Theosentrisme, di sisi yang lain. Sangat keliru jika salah satu kutub ditekankan, sementara yang lain diabaikan. Ini sejalan dengan pandangan Gavin D'Costa yang mengatakan bahwa pendekatan Kristologi yang trinitarian akan menjaga (guards) eksklusivisme dan pluralisme secara seimbang dengan cara menghubungkan yang partikular dan universal secara dialektis.1686 Dan inilah yang sedang diusahakan secara kreatif oleh Pinnock dalam rangka merekonsiliasi kedua kutub yang terpolarisasi tersebut.

Di sisi lain, epistemologi inklusif Pinnock nampaknya agak bersifat spekulatif. Maksudnya, beberapa argumen banyak dibangun atas dasar spekulasi, sehingga ia telah bergerak terlalu jauh dalam membuat implikasi, contohnya masalah penekanan kepada universalitas yang berimplikasi pada postmortem encounter, apakah memang implikasi logis dari keuniversalan anugerah Allah sampai membuat Allah membuat alternatif keselamatan lain pasca kehidupan di dunia? Dari perspektif injili, implikasi ini sangat spekulatif; sebab, pertama, tidak ada dukungan yang cukup kuat dari firman Tuhan yang menjadi dasar normatif kebenaran Kristen. Kedua, menurut Alister McGrath, akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang serius, yang akan berkembang dari isu tersebut.1687 Dengan kata lain, karena inklusivisme Pinnock terlalu ekstrim menekankan universalitas anugerah Allah, maka implikasi-implikasi yang ditarik menjadi terlalu jauh dan bertentangan dengan prinsip "keseimbangan" antara yang universal dan yang partikular.

Sehubungan dengan hal di atas, epistemologi inklusivisme Pinnock tidak memberikan proporsi yang jelas tentang keseimbangan antara sisi partikularitas dan sisi inklusivitas. Pokok masalahnya adalah bagaimana proporsi yang ideal, yang mengkondisikan keduanya dalam keseimbangan. Sejak anugerah keselamatan itu bergerak dalam dua medium pewahyuan, sejauh mana kedua medium ini berperan dalam proses keselamatan manusia. Modus operandi anugerah keselamatan secara khusus dan jelas ada di dalam Yesus Kristus, dan ini nampaknya tidak menjadi masalah bagi partikularis, namun bagaimana dengan yang secara umum, misalnya di dalam agama-agama lain? Apakah dampak yang sama juga akan dihasilkannya? Ketidakjelasan keseimbangan yang proporsional ini akan menyulitkan untuk memahami keselamatan dalam agama lain yang di luar Kristus.

B. Doktrin Allah dan Kontinuitas Pewahyuan

Pendekatan inklusivistik berusaha memberi gambaran yang lebih seimbang tentang Allah. Pendekatan yang sangat menekankan kuasa dan kedaulatan Allah menjadikan pandangan tentang Allah berat sebelah. Pendekatan yang demikian akan berimplikasi pada penekanan motif dan tindakan Allah yang hanya berorientasi pada kekuasaan dan kedaulatan-Nya, sehingga topik mengenai kemutlakan, ketentuan, dan penghakiman Allah menjadi dominan. Pinnock dengan konsep Allah yang penuh kasih dan anugerah, berusaha menekankan sisi lain dari keilahian Allah. Allah membuka diri seluas-luasnya bagi semua manusia di sepanjang waktu dan di segala tempat. Dengan demikian, dalam hal tertentu, ia setuju dan bersama dengan kelompok pluralis sedang berusaha membangun doktrin Allah yang lebih positif, relasional dan universal.

Keterbukaan Allah yang demikian, menjadikan model inklusivisme sebagai sesuatu yang menjawab masalah peran dan hubungan wahyu umum (general revelation) dan wahyu khusus (special revelation) dalam sejarah keselamatan, atau antara kontinuitas (continuity) atau diskontinuitas (discontinuity) wahyu keselamatan Allah. Pandangan partikularis ekstrim dari garis Barthianisme berpendapat bahwa wahyu tersebut hanya ada dalam wahyu khusus (discontinuity). Sementara itu, pandangan pluralis ekstrim berpendapat bahwa wahyu keselamatan ada juga dalam wahyu urium. Pandangan inklusif, berkenaan dengan isu ini, mengambil sikap yang lebih redemtif, wahyu umum dan khusus berhubungan sedemikian rupa. Ada semacam kontinuitas dari yang satu kepada yang lain, sebab pandangan ini dimulai dari teologi yang berbasis penciptaan (creation based theology), khususnya pengakuan terhadap universalitas wahyu Allah, yang mana wahyu ini dapat memberi akses kepada semua makhluk ciptaan. Dengan kata lain, pengaruh Allah harus nyata (dapat dialami) di seluruh dunia dan dalam semua sistem yang ada di dalamnya secara umum.1687

Namun di sisi lain, pendekatan inklusif Pinnock yang dibangun di atas teologi yang berbasis penciptaan (creation based theology) ini, jika tidak ada pembatasan yang jelas, akan memberi ruang yang cukup kepada agama-agama sebagai respon alamiah terhadap wahyu Allah secara umum. Masalahnya adalah apakah Allah dapat dijumpai di dalam semua agama, misalnya agama samawi, agama etnik, bahkan agama-agama yang bersifat demonik. Walaupun ada kesamaan-kesamaan dalam agama-agama ini, tetapi bagaimana dengan unsur-unsur yang tidak sama dan bertentangan dengan kehendak-Nya, bagaimana hal-hal yang bertentangan dapat direkonsiliasikan? Hal-hal demikianlah yang tidak didiskusikan lebih lanjut oleh Pinnock dalam memaparkan pandangan-pandangannya.

C. Doktrin Keselamatan dan Minimalisasi Dosa Manusia

Pendekatan inklusivis terhadap doktrin keselamatan sangat optimistik. Artinya, karena Allah berkehendak bahwa semua manusia dapat diselamatkan, dan jalan Allah untuk menyelamatkan manusia terbuka lebar dan berganda (melalui karya Roh Kudus secara universal dan melalui karya Kristus secara partikular), maka setiap manusia memiliki aksesibilitas untuk menerima anugerah keselamatan. Optimisme keselamatan ini membawa pengaruh positif bagi semua orang, pengharapan keselamatan yang universal. Pandangan yang integratif terhadap partikularitas dan inklusivitas, di satu sisi berusaha menghindari kesimpulan bahwa hanya ada "sedikit" orang yang mungkin akan diselamatkan (sikap partikularistik), dan di sisi lain ingin menghindari kesimpulan bahwa "semua" orang pasti diselamatkan. Sesuai dengan pengakuannya, Pinnock merasa "mayoritas" orang akan diselamatkan, sebab baginya agama-agama lain mungkin memiliki peranan yang menyiapkan orang-orang menerima Injil Kristus, yang di dalamnya kepenuhan keselamatan didapat, dengan kata lain, tradisi keagamaan lain dapat berfungsi sebagai jalan persiapan bagi kedatangan Injil.1688

Tetapi penekanan kepada optimisme keselamatan yang begitu kuat, jika tidak ada pembatasan yang jelas akan membuat ajaran tentang dosa dan keselamatan menjadi sangat lemah. Dalam doktrin Kristen. keselamatan selalu tidak dapat dilepaskan dari faktor dosa, keselamatan dan iman. Jika universalitas keselamatan diberikan tempat yang sangat luas, maka masalah dosa yang memerlukan penyelesaian secara partikular, melalui karya penebusan Kristus, tidak memiliki tempat yang terlalu banyak. Dengan demikian, persoalan dosa bukan menjadi sesuatu yang serius untuk dijawab, sebab seolah-olah pengaruh dosa manusia terhadap kondisi manusia secara universal tidak begitu penting, tertutup oleh anugerah Allah yang "sangat besar." Persoalan ini akan semakin tidak terselesaikan, jika ditambah dengan masalah faktor atau prinsip iman. Jika ada faktor "iman" yang universal dalam agama-agama lain, keselamatan melalui iman yang partikular kepada Kristus menjadi kurang relevan untuk dibicarakan, sebab sejauh mana "iman" (faith principle) orang-orang yang ada dalam anugerah umum dapat diperhitungkan untuk mendatangkan keselamatan.1689

D. Kristologi Inklusivis dan Agama-agama lain

Klaim partikularitas inklusif Pinnock tidak ada bedanya dengan tradisi kristologi Kristen pada umumnya. Dengan penekanan pada keunikan inkarnasi Kristus. Pinnock tetap mempertahankan "kristologi dari atas." Ia mengembangkan kristologinya sedemikian rupa sehingga, karya penebusan Kristus yang partikular ini tidak hanya bekerja secara sempit dan eksklusif, tetapi jika dihubungkan dengan universalitas anugerah Allah, maka karya yang partikular ini juga berdampak luas dan global. Keselamatan tidak hanya ada di dalam gereja, bagi mereka yang secara implisit beriman kepada Kristus, tetapi juga, dalam kondisi tertentu, ada juga di luar gereja.

Sejauh berhubungan dengan agama-agama lain, universalitas Allah tidak akan menimbulkan masalah, sebab jika terminologi yang berlaku universal ini dipakai, maka ada semacam dasar bersama (commonground). Namun jika ini dihubungkan dengan partikularitas Kristus, maka akan bertentangan dengan agama-agama lain, sebab agama-agama tersebut memiliki partikularitas mereka masing-masing, dan mungkin saja partikularitas ini bertentangan dengan partikularitas Kristus, misalnya beberapa agama seperti Islam, Hindu, Buddha, Yudaisme dan mungkin dalam agama-agama lain tidak akan pernah mengakui jalan keselamatan partikular di dalam Kristus. Dengan demikian, masih ada kesulitan untuk menghubungkan antara partikularitas kristologi inklusif (juga yang eksklusif) dengan klaim partikularitas dari agama-agama lain.

E. Kontribusi Inklusivisme Pinnock dalam Teologi Pluralisme Agama

Di balik semua elemen model inklusivisme Pinnock yang telah didiskusikan ini, ada semacam penghargaan yang layak diberikan atas jasanya memformulasikan model inklusivisme sebagai alternatif pemecahan masalah di atas. Pinnock memberi kontribusi yang berarti, bukan saja bagi dinamika teologi pluralisme agama secara teoritis (kutub pluralis dan kutub eksklusif), tetapi juga bagi sikap gereja terhadap agama-agama lain secara praktis. Pertama, inklusivisme Pinnock mencari jalan alternatif guna mengatasi polarisasi sikap terhadap anugerah keselamatan Allah. Walaupun ada cara lain, seperti peniadaan salah satu kutub, partikular atau universal saja,1690 namun cara yang integratif dan redemtif ini diyakini dapat mengurangi ekstrim dan fanatisme yang berlebihan terhadap suatu pandangan tertentu. Sikap yang terbuka dan obyektif akan sangat menolong mencari titik temu pandangan-pandangan yang kontradiktif.

Kedua, inklusivisme Pinnock membangun sikap yang positif terhadap agama lain. Kebangkitan agama-agama menuntut gereja bersikap pro aktif dan reaktif, sehingga kesaksian gereja di tengah konteks yang demikian menjadi semakin nyata, melalui sarana sosial, dialog, toleransi, dan pewartaan Kabar Baik. Sementara sikap pari kularis (eksklusif) yang ekstrim berpotensi memicu permusuhan dari konflik dengan agama lain, dan sikap universalis (relatif) yang ekstrim berpotensi menimbulkan kebersamaan yang menghilangkan identitas dan mereduksi kepercayaan yang utama, maka model inklusivisme Pinnock berpotensi membangun sikap yang positif terhadap agama lain, dan apresiasi terhadap agama lain ditekankan, karena karya anugerah Allah diyakini ada di dalamnya. Walaupun ada semacam toleransi terhadap agama lain, tetapi koreksi terhadap agama lain melalui sifat partikularistik Kristus, akan terus dipertahankan, sehingga bentuk-bentuk kompromi dan sinkretisasi dapat dihindarkan. Bukan itu saja, optimisme terhadap kuasa Kristus yang mengubah kebudayaan (di mana agama merupakan salah satu bentuknya) akan terus diperkuat.1691



TIP #11: Klik ikon untuk membuka halaman ramah cetak. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA