Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 16 No. 1 Tahun 2001 >  GAGASAN PLURALISME AGAMA: TINJAUAN SEJARAH DARI INDONESIA MERDEKA SAMPAI KINI DAN TAWARAN DIALOG KEBENARAN AGAPHE > 
TEOLOGIA RELIGIONUM 

A. Th. Sumartana

Agaknya proses yang selama ini terjadi masih jauh dan keadaan ideal, di mana agama-agama memberikan perhatian yang serius terhadap kebutuhan untuk saling menyayangi dan menyantuni satu dengan yang lain. Kita baru dalam fase yang sangat awal untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang bersifat inklusif. Di mana pemeluk agama yang satu menerima pemeluk agama yang lain selaku bagian dad kehidupan masyarakat yang sama-sama beriman kepada Tuhan yang Maha Esa. Selama ini agaknya belum terbentuk forum di mana terjadi perundingan-perundingan antara pemimpin agama untuk melakukan langkah bersama guna mengatasi persoalan-persoalan bersama di masyarakat. Belum terbentuk sebuah "konsensus minimal" yang menjadi basis bagi hubungan antara agama sebagai sebuah forum guna melangkah bersama sebagai kekuatan nyata agama-agama guna melakukan pembaruan di masyarakat.1610

Begitu yang dipikirkan oleh Th. Sumartana. Maka, pada 1999 melalui Tim Balitbang PGI muncul pemikir pluralisme yang cukup mengagetkan dalam perkembangan pluralisme itu sendiri. Th. Sumartana mempopulerkan konsep "Theologia Religionum"1611 di Indonesia. Theologia Religionum bertolak dengan sadar dan iman Kristen. Ini membedakan Theologia Religionum dari ilmu agama yang hanya mengumpulkan fakta; sekalipun melalui pembedaan ini ilmu agama hendak diselidiki secara kritis mengenai perspektifnya. Jadi, yang dimaksud "Theologia Religionum" adalah penilaian dan interpretasi tentang gejala agama dan agama-agama bukan Kristen.1612 Di sini Th. Sumartana mengambil posisi sebagai seorang pluralis, berbeda dengan teolog-teolog sebelumnya yang hanya berbicara pluralisme agama tetapi mereka mempunyai kaki partikular. Jadi, boleh dikatakan bahwa Th. Sumartana adalah pluralis pertama yang muncul dalam dunia pluralisme agama-agama di Indonesia.

Dalam menyambut hal ini. Eka Darmaputera berpendapat bahwa sesungguhnyalah, pemikiran baru mengenai Theologia Religionum ini akan mempunyai konsekuensi terhadap seluruh bangunan teologi kita: antropologi, kosmologi, soteriologi, kristologi, misiologi, ekklesiologi, ya semuanya!1613 Dan itu memang dibuktikan oleh Th. Sumartana sebagai berikut:

Sekarang ini dibutuhkan teologia agama-agama (Theologia Religionum) adalah upaya refleksi teologis untuk menempatkan pluralisme sebagai pusat perhatian dan pusat persoalan. Kenapa? Ada empat jawabnya: pertama, apresiasi Aktif: kita perlu memulai dengan kesadaran tentang kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri kita dalam seluruh tradisi yang kita kenal selama ini guna merumuskan makna teologis dari agama-agama dan agama kita sendiri. Kedua, titik tolak Trinitas: didasarkan pada totalitas ajaran keimanan Kristen. Meletakkan tekanan yang besar pada aspek universal, tanpa melupakan segi-segi keunikannya. Kata lain, keunikan agama tidak disanggah, akan tetapi ia dilihat dalam perspektif universalnya - ajaran mengenai universal agamanya. Trinitas - Tuhan Bapa, Anak, dan Tuhan Roh Kudus. Dalam teologi agama-agama, sementara kita sisihkan dulu Roh Kudus. Kristologi tidak dirumuskan dalam konteks pluralisme. Di sini kita butuh teologi pluralisme bukan kristologi. Ketiga, soteorologi: keselamatan ada pada agama-agama. Kita tidak berbicara tentang teologi atau kristologi agama-agama, tetapi pneumatologi agama-agama, di mana di dalamnya dan melalui pengakuan itu kita menerima agama-agama selaku kehadiran. Roh yang menyelamatkan.1614 Keempat, self understanding, teologi agama-agama terbuka untuk semua agama. Semua agama perlu membuat versi theologia religionum sendiri yang terbuka dan positif.1615

Sumartana1616 lahir 15 Oktober 1944 di desa Karangkobar. Banjar Negara, Jawa Tengah. S-1 STT Jakarta (1972), dan Studi Dialog Agama-agama di Geneva (1972-1973). S-3 (Ph.D) Misiologi dan Perbandingan Agama di Vrije Universiteit Amsterdam dengan disertasi Mission at the Cross Road.

Sumartana mengatakan bahwa pluralisme bukan sekadar multiplikasi kepelbagian, bukan hanya ekstensif kualitatif. Pluralisme masa sekarang, jenis, bentuk, dan isinya berbeda dengan pluralisme yang kita alami di masa lampau. Pluralisme masa lampau menuntut suatu respons kerukunan, koeksistensi, dan keserasian hidup dari kelompok-kelompok agama di masyarakat. Pluralisme sekarang bersifat sangat aktif. Kalau kita tidak mempedulikannya, maka kita akan digilasnya. Pluralisme di masa sekarang terjadi karena tiap-tiap kelompok itu sudah mengalami proses emansipasi sedemikian rupa sehingga setiap bagian itu sudah melakukan emansipasi bersama, dan tampil bersama secara setara. Tidak orang bisa bilang bahwa suatu pihak tak punya hak untuk tampil.

B. Ioanes Rakhmat

Ioanes Rakhmat lahir 13 Mei 1959, pendeta Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, dosen bidang PB dan Bahasa Yunani di STT Jakarta. Mulai tahun 1992 menempuh S-2 di STT Jakarta. Anggota Komisi Teologi BPK Gunung Mulia. Kini, ia sedang studi S-3 di Kampen, Belanda.

Tidak berlebihan bila disebut Ioanes banyak terpengaruh oleh konsep Knitter. Ia banyak mengembangkan dasar pemikiran Knitter. Contohnya Ioanes setuju dengan pendapat Knitter bahwa pluralistik - yang disebut model teosentris atau liberal:

Semua agama mempunyai nilai yang sama. Tidak ada satu agama pun yang memuat seluruh pernyataan Allah atau Ilahi. Semua agama ambil bagian dalam keterbatasan manusiawi. Ada banyak jalan menuju keselamatan. Kita semestinya membuka diri dalam dialog untuk sesama manusia. Tidak mungkin mencari kebenaran dan tidak mungkin mengenal diri atau agama diri sendiri, kecuali jika mengenal agama sesama manusia juga. Bisa berbicara tentang keunikan Yesus Kristus, tetapi keunikan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang relatif: sama seperti isteri bersifat unik buat suami, sama seperti Buddha bersifat unik buat seorang Budhist, begitu juga Kristus bersifat unik buat mereka yang percaya kepada-Nya.1617

Tidak hanya berpikir jalan keselamatan ada dalam agama-agama, tetapi Ioanes juga berpendapat firman Allah di luar Alkitab. Di sini jelas, Ioanes mengambil posisi sebagai seorang pluralis. Lebih-lebih ketika berpendapat mengenai Firman Allah. Ioanes mengatakan bahwa ada firman Allah dan kasih karunia-Nya di luar tradisi dan sejarah Yahudi - Kristen dan di luar Alkitab. Kasih karuniaNya inilah yang menggerakkan setiap orang yang mau mengenal-Nya untuk melakukan kehendak-Nya, untuk berbuat baik. Firman dan kasih karunia-Nya yang menjangkau semesta alam inilah yang mendorong manusia untuk memberi tanggapan historis kepada Allah. Wujud sosial historis tanggapan manusia ini berupa agama-agama dan kitab-kitab suci. Lebih lanjut dikatakan:

Apa bentuk sarana penerimaan dan penyampaian firman Allah di luar Alkitab ini? Bisa bermacam-macam. Selain sarana tulisan yang berupa kitab-kitab suci keagamaan, bisa juga sarana-sarana lainnya. Bisa berupa alam ciptaan dan segala sesuatu yang berlangsung di dalamnya. Bisa berupa hati nurani. Bisa berupa tradisi-tradisi suci keagamaan lain. Dan, taat asas dengan itu, bisa melalui nabi-nabi dan tokoh-tokoh keagamaan lain yang pernah dan akan lahir di dunia ini, yang memulai tradisi-tradisi keagamaan dunia ini dengan memberitakan keakbaran dan rahmat Allah. Dan, jangan dilupakan, bisa melalui ilmu pengetahuan yang juga merupakan bentuk kasih karunia dan kiprah penyelenggaraan Allah kepada manusia untuk memelihara dan mempertahankan ciptaan-Nya, manusia dan alam semesta.1618

Bagi Ioanes bahwa apapun jenis tulisan dalam Alkitab, semua kitab di dalamnya hanya punya satu kebenaran, yaitu kebenaran pewahyuan dari Allah sendiri, sebagai kitab yang "dinafasi oleh Allah" sendiri adalah sesuatu yang menyesatkan. Karena, meskipun diakui bahwa yang menulis Alkitab itu manusia di dalam dunia dan kebudayaannya, tetapi sama sekali manusia, dunia dan kebudayaannya itu tidak mempengaruhi isi wahyu Allah yang diterimanya.1619

Ioanes sependapat dengan Panikkar bahwa kalau kita mempertahankan Kristus Yesus sebagai "Kebenaran akhir" dan tidaklah dapat digantikan dengan totalitas kebenaran atau pendapat-pendapat yang menjiwai agama-agama lain, timbul persoalan, maka dialog diperlukan sekali. Tanpa dialog, kekristenan hanya akan menjadi semacam "ideologi" bagi sekelompok eksklusif orang-orang yang menamakan dirinya sebagai orang Kristen.1620

Jadi, bagi Ioanes, berteologi adalah tidak bisa dilakukan oleh gereja sendiri. Karena krisis keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan dewasa ini adalah masalah, tantangan dan ancaman sejagat, maka dalam rangka gereja berteologi, ia harus berteologi secara oikumenis dan dalam dialog dengan segenap orang yang mencari dan melaksanakan kehendak Allah, dan yang menaruh keprihatinan yang sama atas permasalahan, penderitaan dan keterhilangan dunia ini. Memikul panggilan ini membuat gereja harus memahami ulang siapa dirinya di tengah pluralitas keagamaan dalam dunia masa kini. Parokhialisme dan institusionalisme gereja sebagai yang Allah harus digantikan oleh oikumenisme dan universalisme.1621 "Umat Perjanjian yang membawa terang bagi bangsa-bangsa" harus sudah dipahami dengan lebih terbuka dan inklusif. "Umat Perjanjian" di sini tidak monolitik.1622

C. Weinata Sairin

Weinata lahir tanggal 23 Agustus 1948 di Jakarta. S-1 STT Jakarta (1973), M.Th. STT Jakarta (1989) dengan tesis "Muhammadiyah dan Asas Pancasila: Pemahaman mengenai Gerakan Islam yang Besar di Indonesia dan Upaya Pengkajian Analitis Sekitar Respons Muhammadiyah terhadap Undang-undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan". Ia pendeta GKI. Pasundan di Jemaat Cimahi, Bandung, Sekretaris Umum Sinode Gereja Kristus Pasundan (1978), dan Wakil Sekretaris Umum PGI (1989-1994, 1994-1999).

Melihat dari beberapa pemikirannya. Weinata menempatkan diri sebagai seorang inklusif tapi masih "meragukan". Ia berpendapat:

Kerukunan antara umat beragama adalah satu-satunya pilihan, maka gereja-gereja beserta dengan seluruh warganya harus teras bertekad untuk mengusahakan, memelihara dan mengembangkan kerukunan antara umat beragama di negeri kita. Kerukunan kita cita-citakan bukanlah sekadar rukun, asal rukun, rukun sesaat dan temporer, melainkan suatu kerukunan yang benar-benar otentik dan dinamis. Dengan kerukunan yang otentik, dimaksudkan bukanlah kerukunan yang diusahakan hanya oleh karena alasan-alasan praktis, pragmatis dan situasional, tetapi semangat kerukunan yang benar-benar keluar dari hati yang tulus dan murni, yang didorong dan merupakan refleksi dari keimanan yang dalam, sebagai wujud serta aktualisasi dari ajaran agama yang kita yakini. Dengan kerukunan yang dinamis, dimaksudkan bukan sekadar kerukunan yang berdasarkan kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama tetapi tanpa saling menyapa, melainkan kerukunan yang didorong oleh kesadaran bahwa walaupun berdoa semua kelompok agama mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama yang satu: mengusahakan kesejahteraan lahir batin sebesar-besarnya bagi semua orang (bukan hanya umatnya sendiri), dan oleh karena itu mesti bekerja sama, bukan hanya sama-sama bekerja.1623

Weinata melihat agama yang menganut doktrin eksklusif perlu membuka diri untuk menjadi inklusif, alasannya sebagai berikut:

[Pertama], agama-agama dibebaskan dari belenggu kesendiriannya, dari sikapnya yang eksklusif yang selama ini mungkin lekat dengan kesendiriannya. Agama-agama tidak boleh berhenti pada pementingan diri sendiri, pada egoisme kelompok. Ada permasalahan yang jauh lebih penting dan mengasarkan dari sekadar pementingan diri, dan eksklusivisme itu. Masalah yang penting dan mendasar itu adalah bagaimana pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa kita, yaitu pembangunan yang merupakan penjabaran semua sila dari Pancasila tetap memiliki landasan moral, etik dan spiritual, sehingga pembangunan tersebut tidak mengerdilkan kepribadian dan identitas bangsa.1624 [Kedua], dialog tidak berarti merelatifkan kebenaran Injil atau menuju ke sinkretisme. Dialog bukanlah pengganti atau identik dari misi, namun melalui dialog kesaksian Kristiani bisa diungkapkan.1625 [Ketiga], paskah, kebangkitan Yesus dari kematian adalah tanda yang menunjuk akan kepedulian Yesus terhadap ratapan manusia yang terkapar tanpa harapan dalam keterbelengguan dosa. Paskah, sebab itu tidak boleh hanya dikurung dalam kekristenan yang eksklusif. Paskah harus menjadi perayaan yang inklusif, yang punya bias terhadap kehidupan masyarakat luas. Kedalaman penghayatan akan makna Paskah harus bisa dikonfirmasikan dalam kepedulian kita terhadap mereka yang menderita, mereka yang miskin, mereka yang tercecer dan tersingkir. Paskah adalah juga berita pembebasan yang Allah gelar dalam keterbelengguan manusia oleh rantai dosa.1625

D. Kesimpulan

Bila dilihat perkembangan konsep pluralisme T.B. Simatupang sampai ke Weinata Sairin, maka bisa disimpulkan ada tiga konsep pluralisme sebagai berikut: Pertama, konsep pluralisme dengan posisi doktrin partikular yang berlatar belakang Calvinis adalah T.B. Simatung dan W.B. Sidjabat, sedangkan Eka Darmaputera partikular mendekati inklusif1626 yang berlatar Calvinis dan ada pengaruh dan Karl Barth. Inti ajaran adalah perlu dialog antara umat beragama, tetapi dialog Kristen adalah bersaksi mengenai kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus.

Kedua, posisi pluralis adalah Th. Sumartana dan Ioanes Rakhmat. Inti ajaran adalah Alkitab bukan satu-satunya firman Allah dan keselamatan bukan satu-satunya Yesus Kristus tetapi agama-agama lain mempunyai keselamatan masing-masing.

Ketiga, posisi inklusif tetapi masih "meragukan". Weinata Sairin mengajarkan pentingnya dialog antara umat beragama. Dialog terbuka, tetapi Injil yang diberitakan tidak terjerumus dalam sinkritisme. Justru Injil membantu mereka yang menderita, miskin, dan tersingkir.

Keempat, posisi yang "tidak jelas", adalah Victor I. Tanja. Dia hanya mengajarkan Alkitab adalah sumber iman Kristen itu dan nyata. Alkitab tersebut berbicara tentang Allah dalam hubungan-Nya dengan sejarah. Allah menciptakan langit dan bumi sekaligus juga berarti bukan hanya Allah sebagai pembuat sejarah, tetapi juga Allah mau dikenal dalam hubungan sejarah, dalam hubungan dengan ciptaan-Nya atau dalam hubungan hidup.



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA