Untuk mengkaji masalah konflik antar kelompok agama Islam dan Kristen, terlebih dahulu kita perlu memahami sejarah perjumpaan Islam dan Kristen di Indonesia.
A. Sejarah Singkat Masuknya Agama Islam di Indonesia
Para ahli sejarah berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13, yang dibawa oleh para pedagang India yang menganut paham sufisme (mistik Islam).1454
Paham sufisme dalam berbagai bentuknya lebih menekankan pada pengertian agama sebagai urusan pribadi seseorang dalam usahanya untuk mencari hubungan yang intim dengan Allah Hubungan pribadi ini mencari suatu keakraban hidup dengan Allah, dan yang berpusat pada kepuasan dan kehangatan hati atau perasaan.
Menurut para ahli, sufisme pada dasarnya adalah religion of the heart atau agama hati, dan bukan religion of the law atau agama hukum. Atas dasar ini, maka memang berbeda dengan perjumpaan Islam - Kristen di Eropa pada abad-abad pertama Hijriyah, yang ditandai oleh konfrontasi dan kekerasan, maka penyebaran agama; Islam ke dunia timur, termasuk ke Indonesia adalah melalui jalan dagang dan jalan damai. Sebagai kekuatan, Islam pada mulanya mengambil posisi di daerah-daerah pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatera. Dari daerah pantai dan pusat dagang ini, Islam menyebar secara berangsur-angsur dan secara damai ke daerah-daerah pedalaman.
Memang para sufi inilah, menurut para ahli. yang telah berhasil membuat Islam para raja dan menjadikan mereka sultan yang mengepalai pemerintahan dalam suatu daerah Islam. Begitu raja menjadi Islam, maka rakyat pun secara otomatis mengikuti agama sang sultan. Proses pengislaman seperti ini merupakan hal yang lazim pada saat itu, dan merupakan gejala yang sama yang terjadi di Jerman pada zaman reformasi abad ke-16. Jika kita mengamati perkembangan Islam di Indonesia, maka Islam versi sufi ini menyebar ke seluruh nusantara. Dan untuk kurun waktu kira-kira 600 tahun, keadaan Islam versi sufi ini tetap berlangsung tanpa gangguan yang berarti.
Sufisme memiliki keluwesan sebagai agama pribadi, maka dengan mudah berbaur dengan unsur-unsur kepercayaan pribumi, dan pembauran antara unsur inilah yang disebut sebagai abangan dalam keagamaan jawa. Dengan demikian dapat pula kita mengerti bahwa versi abangan seperti ini telah mengambil kedudukan yang sukar digoyahkan di hati sebagian besar umat Islam di Indonesia. Sebab itu, walau di abad ke-19, versi Islam Sunni atau Islam ortodoks yang disebut golongan santri tiba di nusantara ini, kemudian mengadakan gerakan pemurnian (reislamisasi), kelihatannya sampai pada saat inipun belum berhasil untuk mengambil alih kekuatan golongan abangan ini terkecuali di beberapa tempat di luar Jawa dan di Jawa Barat.1455
B. Sejarah Singkat Masuknya Agama Kristen di Indonesia
Pada akhir abad ke-15, orang Portugis telah mendapat jalan laut ke timur: Vasco De Gama tiba di pantai India pada tahun 1498. Beberapa tahun kemudian (1512). kapal-kapal Portugis mengunjungi kepulauan rempah-rempah, Maluku, untuk pertama kali, dan sejak tahun 1522 mereka tinggal tetap di Ternate, Ambon, Banda, dan lain-lain tempat untuk berdagang.
Paus membagi dunia baru antara Spanyol dan Portugis, maka salah satu syaratnya ialah raja-raja harus memajukan misi Katolik Roma di daerah-daerah yang telah diserahkan kepada mereka. Tuntutan ini memang sesuai dengan pertalian rapat antara negara dan gereja pada zaman itu, dan raja-raja dengan rela hati melayani kepentingan gereja.
Misionaris yang pertama-tama menginjakkan kakinya di pulau-pulau Maluku, ialah beberapa rahib Franciskan yang mendarat di Ternate pada tahun 1522, tetapi karena rupa-rupa perselisihan di antara orang Portugis sendiri, mereka segera terpaksa berangkat pulang. Lalu, mereka mulai bekerja di Halmahera pada tahun 1534. Tetapi karena kebengisan pembesar Portugis, rakyat bermufakat untuk mengusir semua orang kulit putih dan memaksa orang yang sudah masuk Kristen untuk murtad. Simon Vaz, seorang pater Franciskan, mati dibunuh selaku syahid pertama di Maluku (1536). Perlawanan ini ditindas, dan kemudian pater lain berusaha lagi untuk menanamkan bibit agama Roma di Halmahera. Di Ambon sebagian rakyat dibaptiskan, karena ingin mendapat pertolongan Portugis terhadap orang Islam.
Usaha misi baru berkembang sesudah kunjungan misionaris Yesuit yang masyhur, yaitu Franciscus Xaverius ke Maluku. Setelah mempersiapkan diri beberapa bulan lama di Maluku dengan mempelajari bahasa Melayu, Xaverius tiba di Ambon pada bulan Februari 1546. Setelah tiga bulan bekerja di sana, ia mengunjungi Ternate, Halmahera, dan Morotai. Setelah 15 bulan bekerja di Maluku, ia membaptiskan beribu-ribu orang.
Pada tahun 1570, misi Katolik Roma di Maluku ditimpa bencana yang hebat. Sultan Hairun dari Ternate dibunuh dalam benteng Portugis dengan pengkhianatan yang keji. Akibatnya ialah banyak kampung Kristen dibakar oleh orang Islam, Bacan dikalahkan oleh Ternate, sehingga hilang bagi misi, dan di mana-mana serangan Islam terhadap jemaat Kristen bertambah berbahaya sehingga banyak orang murtad. Kedudukan misi makin hari makin sukar, orang Portugis dibenci, kehidupan rohani banyak mundur, dan bilangan orang Kristen berkurang. Kebanyakan mereka secara nama saja. Jumlah para misionaris yang tinggal cuma sedikit dan mereka menderita pelbagai sengsara. Makin sukar kuasa Portugis, maka makin lenyaplah pengaruh misi.
Dalam rangka peperangan melawan Spanyol dan Portugis, orang-orang Belanda datang ke Indonesia. Mereka mengambil alih daerah yang dikuasai Portugis. Orang-orang Kristen dijadikan Protestan. Itulah awalnya Gereja Protestan memasuki wilayah nusantara ini.
Para Pendeta Protestan datang bersama-sama dengan kekuasaan Belanda dengan kongsi dagangnya yaitu VOC. Gereja terlalu erat berhubungan dengan negara (VOC) dan dikuasai olehnya.
Karena kepentingan gereja harus mengalah terhadap kepentingan negara (VOC), maka pekabaran Injil kepada orang-orang non Kristen tidak dapat berkembang.
Pada abad ke-19, di Eropa terjadi suatu gerakan yang membawa hidup baru, yaitu revival (kebangunan) yang besar. Hal ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan gereja di Indonesia. Abad ke-19 ini menjadi abad "Pekabaran Injil" bagi Indonesia. Dalam abad ke-19 dan awal abad ke-20, diletakkanlah dasar gereja-gereja yang ada sekarang ini.1456
C. Konflik Islam - Kristen di Indonesia
Awal masuknya kekristenan di Indonesia sebenarnya dalam suasana yang kurang bersahabat, terutama berhubungan dengan kelompok masyarakat beragama, khususnya agama Islam. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, pada abad ke-16, terjadi konflik yang disertai dengan penindasan fisik dan mental dari orang Islam terhadap orang Kristen di Maluku.
Setelah Belanda dikalahkan Jepang, maka keadaan turut berubah dalam hubungan Islam - Kristen di Indonesia. Untuk maksud keuntungan politiknya, Jepang memberikan keleluasaan yang besar kepada Islam untuk turut mendukung berbagai rencana pengukuhan kedudukan penjajahan Jepang di Indonesia.
Pada sisi lain, kelompok Islam beraliran sunni atau santri sejak awal perjuangan untuk merebut kemerdekaan dilihat sebagai jihad untuk melawan kaum kafir dan yang sekaligus merupakan tugas pribadi dan tugas masyarakat dalam umat.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan adalah penampakan ketidakpuasan sebagian santri terhadap gagalnya gagasan negara Islam diberlakukan di Indonesia.
Pada tahun 1985 terjadi pemboman terhadap bank-bank, beberapa gereja, dan Sekolah Teologia. Walaupun pemerintah tidak menyebut dengan jelas pihak yang tersangkut dalam peristiwa itu, namun adalah jelas dalam kejadian yang sebenarnya bahwa beberapa oknum Islam fundamentalis terlibat.
Sudah merupakan gejala umum dalam kerusuhan di Indonesia bahwa bangkitnya oposisi keras Islam mengambil bentuk dalam gerakan anti pemerintah, anti Cia, dan anti Kristen.
Pada tahun 1996 dan awal tahun 1997 diwarnai dengan berbagai kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia. Pada bulan April 1996, Cikampek sebuah kota di sebelah timur ibu kota DKI Jakarta mengalami kerusuhan yang menjurus pada huru-hara SARA, dimana berapa gedung gereja dan SD Kristen dilempari batu oleh massa yang marah. Peristiwa serupa dialami oleh orang-orang Kristen di daerah Cileungsi - Bogor. Pada tanggal 14 April, beberapa Gereja Pantekosta dirusak dan dihancurkan massa, bahkan ada anggota jemaat yang dipukuli oleh massa yang marah dan brutal.
Kasus-kasus yang melanda beberapa kota di Jawa Barat itu ternyata berkembang dan menjalar ke kota Surabaya pada bulan Juni 1996 tidak kurang dari 10 gedung gereja dirusak oleh massa.
Pada tanggal 10 Oktober 1996, kasus yang lebih berat dan lebih luas menimpa kota Situbondo dan sekitarnya. Lebih dari 20 gedung gereja dan beberapa Sekolah Kristen dihancurkan dan ada yang dibakar. Kasus serupa kembali menerpa kota Tasikmalaya. Tanggal 26 Desember 1996, massa mengamuk dan menghancurkan berbagai fasilitas umum, kantor polisi, dan gedung-gedung gereja. Tercatat paling tidak 13 gedung gereja dihancurkan sebagian dibakar, dua sekolah Kristen dan Katolik dibakar.
Pada awal tahun 1997, tepatnya 30 Januari 1997, kembali terjadi kerusuhan di daerah Jawa Barat, yaitu kota Rengasdengklok. Dan, kembali gedung gereja dan Sekolah Kristen dihancurkan dan sebagian dibakar massa.
Masih ada banyak kasus lagi yang berbau SARA. khususnya kental berbau keagamaan yang belum dikemukakan, namun berbagai kasus yang sudah dikemukakan di atas tersirat sentimen keagamaan demikian kuat. Konflik masyarakat beragama Islam dengan orang Kristen tak terhindarkan.