Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 2 Tahun 1998 > 
ETIKA OLAHRAGA: SUATU TINJAUAN SEKILAS 
Penulis: Djeffry Hidajat

"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara apabila ia bertanding menurut peraturan olahraga."

2 Timotius 2:5

 I. PENDAHULUAN

Salah satu bentuk kebudayaan yang banyak dinikmati oleh manusia adalah olahraga. Olahraga dijadikan sebagai salah satu kegiatan manusia sebagai homo ludens (manusia yang bermain). Di berbagai kebudayaan dari bangsa, kita melihat bahwa olahraga ditempatkan sebagai salah satu pilihan utama untuk hiburan dan melepaskan stres. Semua bangsa mengakui olahraga sebagai unsur yang berpengaruh dalam hidup dan menjadi kebutuhan.1435 Pengaruh ini terjadi secara aktif dengan berolahraga, maupun pasif dengan menonton pertandingan olahraga.

Sebagian kecil manusia lainnya bahkan menjadikan olahraga sebagai profesi untuk mencari nafkah hidupnya. Karena itu muncullah istilah atlet amatir dan atlet profesional. Seorang atlet disebut amatir karena ia berolahraga untuk kepuasan dirinya sendiri sedangkan ia disebut profesional bila ia bertanding untuk menghibur para penonton.1436 Mengapa hal ini bila terjadi? Karena manusia ingin melihat orang lain dalam berolahraga menghasilkan prestasi tertentu. Para pemerhati olahraga ingin olahragawan atau tim favoritnya menjadi yang tercepat, terjauh, tertinggi, terkuat dan atau menjadi juara.

Di sini kita melihat bahwa olahraga sudah menjadi salah satu konsumsi sehari-hari, baik menjadi pelaku maupun hanya menjadi penikmat yaitu dengan menonton, mendengar dan membaca berita. Dalam hal ini orang Kristen juga terlibat di dalamnya. Ada atlet-atlet Kristen, ada pelatih olahraga yang Kristen, ada pengurus klub olahraga yang Kristen dan yang terbanyak adalah penikmat olahraga yang Kristen.

Ketika kita terlibat dalam kegiatan olahraga ataupun hanya menjadi penonton, seringkali kita berpikir dan bertanya-tanya tentang suatu kejadian dalam pertandingan: Mengapa hal itu tidak boleh dilakukan? Mengapa hal tertentu oleh wasit dianggap melanggar peraturan? Mengapa wasit memberikan hukuman kepada tim atau orang tertentu ketika mereka melakukan kesalahan? Semua itu terjadi karena dalam setiap pertandingan olahraga ada peraturan yang harus dijalankan. Peraturan inilah yang membedakan secara unik satu jenis olahraga dengan jenis lainnya.1437

Pertanyaan lebih lanjut bagi para atlet, wasit dan pelatih adalah: Apa kaitan antara kesalahan dan pelanggaran itu dengan iman Kristen? Adakah hubungan olahraga dengan iman Kristen? Apakah artinya menjadi seorang atlet Kristen? Kalau ada, bagaimana hal tersebut bisa menambah pengertian kita ketika berolahraga? Dan akhirnya dengan pengertian itu, apakah yang harus kita lakukan sebagai aplikasi dari pernahaman tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan di atas pada akhirnya membawa kita pada pemikiran bahwa diperlukan adanya sebuah etika olahraga atau minimal pembahasan yang cukup komprehensif tentang permasalahan-permasalahan di atas. Untuk itulah tulisan ini dibuat, dan sesuai dengan judulnya, tulisan ini hanya merupakan tinjauan sekilas karena berbagai keterbatasan. Tujuan lain tulisan ini adalah merangsang pembahasan lebih lanjut yang lebih mendalam sekaligus menggelitik para praktisi olahraga untuk memikirkan hal-hal yang lebih jauh tentang etika olahraga serta mengembangkan dan mengaplikasikannya dalam dunia olahraga.

 II. PENTINGNYA SUATU PERATURAN PERTANDINGAN OLAHRAGA

Tujuan olahraga secara umum adalah berguna untuk peningkatan kesehatan badan sekaligus pembinaan watak dan mental.1438 Bagi ahli yang lain esensi olahraga adalah disiplin, melaksanakan fungsi sosial serta pengembangan dan pembangunan kepribadian.1439 Bahkan olahraga yang kelihatannya hanya berkaitan dengan aspek jasmani dari seseorang sebetulnya tidak bisa dipisahkan dengan aspek rohani.1440 Dengan demikian olahraga bukan hanya berkaitan dengan tubuh jasmani saja tetapi lebih jauh dari itu olahraga berkaitan erat dengan kepribadian dan rohani seseorang. Kegiatan olahraga menjadi wujud nyata kepribadian dan sikap rohani seseorang. Kepribadian dan rohani seorang atlet menyatu dalam diri atlet tersebut.1441 Bahkan di Amerika Serikat didirikan National Intramural-Recreation Sports Association yang bertujuan menjadikan olahraga sebagai salah satu bagian pendidikan dan memacu proses kematangan hidup sebagai pribadi yang utuh.1442

Di pihak lain, tujuan dari olahraga adalah prestasi dan menjadi juara. Untuk menjadi juara ini tidak mudah karena seseorang atau suatu tim harus mempunyai kelebihan dibandingkan dengan orang lain atau tim lain. Kelebihan ini diwujudkan dalam hal-hal yang terukur seperti dalam atletik. Bisa juga suatu tim harus mengalahkan lawan-lawannya dalam suatu rangkaian pertandingan jika olahraga itu merupakan olahraga permainan.

Seringkali keinginan untuk menjadi juara dicapai dengan cara-cara yang tidak normal, misalnya Ben Johnson, seorang sprinter dari Kanada, menggunakan anabolic steroid yaitu suatu obat perangsang kerja otot, untuk menambah kecepatan larinya. Hasilnya, Ben Johnson menjadi juara Olimpiade di Seoul pada tahun 1988. Suatu prestasi bergengsi karena Olimpiade adalah wadah pertandingan olahraga yang paling penting di dunia.1443 Tetapi beberapa waktu kemudian, gelar juara ini dicabut karena tes urine menghasilkan tanda positif bahwa Ben Johnson menggunakan obat perangsang. Mengapa gelar juara Ben Johnson dicabut? Hal ini terjadi karena sudah menjadi peraturan IOC dan juga IAAF bahwa atlet-atlet yang bertanding dilarang menggunakan doping atau obat perangsang. Sekali lagi, hal ini terjadi karena ada peraturan.

Peraturan ada supaya pertandingan dapat berjalan dengan baik dan terlaksana dengan adil. Jika suatu pertandingan tanpa peraturan, maka akan terjadi banyak kesulitan dalam pertandingan itu. Misalnya dalam sepak bola1444, jika tidak ada peraturan yang mengharuskan satu tim hanya berjumlah sebelas orang, maka tim tersebut bisa disebut keduabelasan, ketigabelasan dan seterusnya karena jumlah pemain bukan sebelas orang. Bisa jadi suatu kesebelasan berhadapan dengan kelimabelasan; hal ini tentu tidak adil bagi tim yang lebih sedikit jumlah pemainnya. Contoh lain, suatu tim dalam posisi kalah tentu tidak mau waktu bertandingnya habis. Karena itu jika tidak ada peraturan yang mengatur lama waktu bertanding, maka tim yang kalah tentu tidak akan mau berhenti bertanding sebelum timnya menang atau minimal seri. Banyak permasalahan lain yang timbul tanpa adanya peraturan, karena itu perlu sekali adanya seperangkat peraturan yang jelas untuk menjadi pedoman penyelanggara pertandingan, wasit, peserta pertandingan dan bahkan penonton.

Kedua, peraturan ada untuk melindungi pemain. Hal ini terutama bagi cabang-cabang olahraga yang ada kontak fisik. Dalam olahraga semacam ini mau tidak mau akan terjadi agresivitas. Agresivitas dalam pengertian olahraga, merupakan sebuah usaha kekerasan fisik dengan tujuan mengurangi kemampuan dan kondisi fisik lawan.1445 Untuk mencegah agresivitas yang berlebihan, setiap atlet harus mengingat bahwa bertanding tidak sama dengan berperang. Dalam berperang tujuan utama adalah menghancurkan musuh. Dalam bertanding sekalipun ada usaha mengalahkan musuh tetapi tetap harus ada penghormatan kepada lawan tanding.1446 Lagipula peraturan pertandingan akan melindungi atlet dari tindakan yang berlebihan dan mencelakakan.

Di NBA, ada peraturan yang disebut flagrant fault, yaitu seseorang dinyatakan salah karena melakukan hal-hal yang dapat mencederai atau mencelakakan pemain lain. Hukuman yang diberikan adalah dua kali tembakan bebas dan bola masih untuk tim lawan. Hukuman ini cukup berat karena jika hukuman dan bola yang dipegang lawan masuk, maka total nilai yang diperoleh lawan adalah empat poin, suatu jumlah yang cukup besar dalam permainan bola basket. Dalam olahraga tinju yang rawan cedera, ada peraturan yang mengharuskan seorang petinju menghentikan pertandingan dan dianggap kalah jika menderita cedera yang cukup berat seperti misalnya luka yang terus mengucurkan darah. Dalam kondisi seperti ini petinju tersebut dinyatakan kalah RSC. Dalam olahraga lain juga ada peraturan-peraturan sejenis yang tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi keselamatan pemain dari keadaan-keadaan yang membahayakannya.

Dengan demikian peraturan olahraga akan menciptakan seman kompetitif yang proporsional dan tidak merusak semangat olahraga. Gaty Wagner mengingatkan bahwa ada beberapa hal yang bermanfaat dalam sebuah kompetisi, yaitu melatih tanggung jawab, pengendalian diri, daya tahan, menjalin hubungan dan lain-lain. Tetapi jika tidak proporsional, maka semangat kompetisi akan berbahaya, yaitu kesombongan, keinginan tetap muda dan kuat, pengidolaan berlebihan, keserakahan, eksploitasi serta kekerasan. Untuk itu Wagner memberikan dua contoh dari Alkitab sebagai kompetitor yang baik yaitu Yesus dan Paulus. Kedua tokoh ini mempunyai semangat kompetisi yang proporsional karena semangat kompetisi mereka menghasilkan hal-hal positif yang telah disebutkan di atas.1447

Adanya peraturan memberikan patokan sejelas jelasnya tentang bagaimana cara mencapai kemenangan, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan selama pertandingan. Supaya pertandingan berjalan dengan baik, maka peraturan harus dipegang dengan teguh. Untuk pengadaan perangkat peraturan yang diperlukan, maka badan-badan olahraga internasional dan nasional mempunyai wewenang untuk membuatnya. Tugas lanjut bagi institusi-institusi ini adalah terus menyempurnakan peraturan-peraturan yang ada dan mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut. Dengan demikian, FIFA akan menjadi badan yang paling bertanggung jawab untuk peraturan pertandingan sepak bola secara internasional dan PSSI untuk di Indonesia. Termasuk olahraga-olahraga lainnya, masing-masing mempunyai badan internasional atau nasional yang terkait untuk mengadakan peraturannya.

 III. PERATURAN SEBAGAI DASAR BAGI PELAKSANAAN ETIKA OLAHRAGA

Seperti yang sudah disebutkan di atas, olahraga selain mendisiplin tubuh juga sebagai salah satu wujud nyata ekspresi kepribadian dan rohani seseorang. Jika seorang atlet mempunyai kepribadian yang baik maka ia akan menjunjung tinggi peraturan-peraturan olahraga di mana ia bermain dan bertanding. Seseorang yang kepribadiannya kurang baik akan terlihat ketika ia berolahraga. Misalnya, jika ia adalah seorang yang egois maka ketika ia bermain dalam sebuah tim ia akan terlihat sering bermain sendiri dan kurang memperhatikan kerja sama tim. Lebih buruk lagi jika atlet melanggar peraturan dengan sengaja untuk mencapai kemenangan. Tepat sekali jika dikatakan bahwa "atlet yang ideal harus mempunyai kepribadian yang ideal."1448 Untuk itu ukuran kepribadian atlet yang baik adalah sejauh mana atlet tersebut menaati dan melaksanakan peraturan olahraga. Seorang atlet yang baik akan menjadikan ketaatan kepada peraturan sebagai tanda kehormatan diri.1449

Dengan mengandaikan adanya perangkat peraturan yang sudah disepakati bersama, maka pembahasan selanjutnya adalah bagaimana peraturan itu dijalankan. Pertama-tama, pemain sebagai yang berkewajiban untuk melaksanakan peraturan. Para pemain sudah seharusnya memahami dengan sejelas jelasnya berbagai peraturan yang ada. Dengan demikian para pemain akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Jika hal di atas sudah dilakukan, maka sebetulnya tidak diperlukan lagi wasit, sang pengadil di lapangan. Sayang sekali, hal ini tidak mungkin karena semangat ingin menang seringkali membuahkan pandangan yang subyektif dan menindas obyektivitas. Jadi untuk kelancaran pertandingan tetap dibutuhkan wasit.

Tugas wasit adalah pengadil. Wasit harus memberikan keputusan yang seadil-adilnya dalam setiap permasalahan yang timbul dalam pertandingan. Wasitlah pemegang otoritas penegak peraturan di lapangan. Para pemain harus menghormati penilaian dan keputusan wasit. Tentu saja wasit, sebagai manusia biasa, dapat salah memberikan penilaian dan mengambil keputusan. Dalam hal ini tetap keputusan wasit harus diterima. Sebuah contoh klasik adalah "Gol Tangan Tuhan" yang terjadi dalam pertandingan sepak bola antara Argentina dan Inggris dalam Piala Dunia 1986 di Mesiko. Diego Maradona, maha bintang dari Argentina, dalam suatu kesempatan menyerang menerima umpan lambung dan segera dimanfaatkannya untuk menghasilkan gol. Sepertinya ia menghasilkan gol dengan menyundul bola. Dari sudut pandang wasit gol itu sah karena wasit menilai gol tersebut terjadi karena sundulan kepala Maradona. Sebaliknya para pemain Inggris dan sebagian penonton melihat bahwa gol tersebut terjadi karena tepisan tangan Maradona. Sekalipun di protes, wasit yakin pada keputusannya dan tetap mensahkan gol yang terjadi walaupun pada akhirnya dari rekaman ulang memang terlihat bahwa tangan Maradona yang menggolkan bola ke jaring, bukan kepalanya.

Dalam hal semacam ini para atlet harus berbesar hati dan menerima keputusan wasit, sekalipun keputusan itu sebetulnya salah. Itulah aturan mainnya. Itulah mekanismenya. Itulah sistemnya. Tanpa sistem dan peraturan seperti ini akan terjadi banyak kekacauan dalam berbagai pertandingan. Tugas atlet adalah melaksanakan peraturan olahraga sebagai perwujudan kepribadiannya. Ia tidak akan dengan sengaja melanggar peraturan ataupun mencoba mengelabui wasit. Seorang pemain bola yang baik tidak akan mendorong pemain lawan dengan sengaja untuk mendapatkan bola. Ia tidak akan pura-pura di-tackle dengan keras oleh pemain lawan di kotak penalti agar mendapat hadiah tendangan penalti. Ia tidak akan melakukan agresivitas yang membahayakan lawan dengan cara apapun. Semuanya ini adalah bagian dari peraturan yang harus ditegakkan.1450

Sebaliknya, para wasit haruslah menjadi penegak peraturan yang obyektif. Sungguh menyedihkan jika para atlet sudah berusaha bermain sebaik-baiknya dan sudah menaati peraturan tetapi semuanya ini dirusak oleh ketidakobyektifan wasit. Masalah klasik yang bisa merusak obyektivitas wasit adalah uang. Hal ini sepertinya sudah menjadi penyakit kronis dalam dunia persepakbolaan di Indonesia. Dari berita yang kita baca beberapa klub di Indonesia yang bertanding dalam Divisi Utama dan Divisi I sudah menyatakan bahwa ada wasit-wasit yang minta di servis oleh tim tuan rumah dan juga minta uang ekstra jika pihak tuan rumah ingin diuntungkan. Menurut kesaksian Agustomo, ketua Harian Pelita Mastran, kolusi dengan wasit sudah terjadi sejak 1990.1451 Hal ini tentu sangat merusak semangat olahraga dan sama sekali tidak etis. Dalam hal ini wasit telah gagal menjadi penegak peraturan dengan subyektivitasnya.

Satu pihak lain yang harus memperhatikan peraturan pertandingan adalah penonton. Penonton berkewajiban untuk menjaga agar pertandingan berjalan dengan baik. Penonton boleh saja menjadi suporter yang fanatik, tetapi tidak bisa menjadi penonton yang subyektif. Boleh saja ingin timnya menang, tetapi yang lebih utama bukan pada menang atau kalah tetapi pada mutu pertandingan. Penonton harus mempercayakan kemenangan kepada pemain, bukan kepada emosinya sendiri. Penonton bukanlah wasit, karena itu para penonton harus membiarkan wasit yang menjadi pengadil dan menghargai setiap keputusannya. Dengan demikian maka penonton akan menikmati pertandingan yang baik.

 IV. KESIMPULAN

Olahraga merupakan salah satu cara mengekspresikan kepribadian dan rohani seseorang. Dengan berolahraga akan terlihat apakah pribadinya baik atau kurang baik. Perwujudan kepribadian yang baik ini dilakukan dengan cara seorang atlet menaati dan melaksanakan peraturan olahraga. Bagi orang Kristen hal ini juga sekaligus mewujudkan sikap rohaninya yaitu karakter kristiani, Hal ini perlu didukung oleh wasit yang obyektif dalam menegakkan peraturan dan penonton yang suportif secara proporsional. Jika semua ini ada maka setiap pertandingan olahraga akan menjadi sarana pengembangan kepribadian dan rohani yang baik.



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA