Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 16 No. 2 Tahun 2001 > 
TINJAUAN BUKU 

Judul Buku: The Church and Culture: New Perspective in Missiological Anthropology. American Society of Missiological Series, No. 12. Penulis: Louis J. Luzbetak, S.V.D. with a foreword by Eugene Nida. Maryknoll, Penerbit: New York: Orbis Books, 1988. Jumlah Hal.: xx + 464.

 ISI BUKU

Misiologi Kristen sedang berkembang dengan cepat menjadi sebuah bidang ilmu yang bersifat multi disiplin (14 ff.). Dalam dunia global masa kini yang ditandai dengan berbagai problem dan tantangan yang begitu kompleks; baik secara ekonomi, kultural, sosial, dan religius, kita tidak akan mampu mewujudkan misi Kristen yang efektif dengan mengandalkan pendekatan-pendekatan, metode-metode, dan konsep-konsep yang konvensional. Di dalam dunia yang pluralis dan yang kompleks ini, misi Kristen ditantang untuk mampu mengembangkan konsep-konsep dan perangkat-perangkat misiologia yang canggih (203 ff.) Hal ini membutuhkan inklusi aspek-aspek positif berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, statistik, antropologi, dan lain-lain. Kontekstualisasi Injil sebagai isu misi Kristen terkemuka pada masa kini pada hakekatnya bersifat multi disiplin.

Selama kurang lebih empat dekade para pakar dan praktisi misi telah memperoleh keuntungan yang besar dalam usaha-usaha misi mereka dengan memanfaatkan konsep-konsep dan metode-metode antropologi. Salah satu cabang antropologi yang seringkali digunakan dalam bidang misi adalah antropologi budaya (cultural anthropology). Beberapa pakar Kristen telah memanfaatkan banyak konsep dan metode antropologi budaya ini. Mereka berusaha mengintegrasikannya ke dalam misi Kristen. Buku Louis Luzbetak ini merupakan produk usaha integrasi ini.

Louis Luzbetak adalah seorang pakar antropologi misi (missiologica/ anthropologist) terkemuka di dunia. Beliau sangat berpengalaman di bidang ini baik sebagai akademikus maupun praktisioner. Maka tidaklah terlalu mengherankan apabila beliau mampu menulis sebuah buku tentang antropologi misi Kristen yang ekselen, yang menggabungkan aspek-aspek misiologi dan antropologi dengan contoh-contoh kongkrit yang sangat gamblang dan applicable. Buku ini adalah sebuah magnum opus atau "mahakarya", baik dalam kedalaman maupun kekomprehensifannya.

Buku ini terdiri dari delapan bab yang panjang (rata-rata 50 halaman) dan merupakan perpaduan dari informasi (data dan fakta), diskusi atau analisis kritikal serta berbagai contoh kongkret yang hidup dan menarik. Salah satu keunikan yang ditemukan pada setiap bab adalah pembahasan signifikansi misi dari materi yang baru saja diuraikan; yang nampaknya dimaksudkan sebagai kulminasinya.

Pada bab I, Luzbetak meletakkan dasar-dasar teologis dari bukunya. Dalam bab II, penulis mendiskusikan dua aspek antropologi misi baik dari perspektif misiologi maupun antropologi. Di sini penulis berusaha keras mengintegrasikan kedua bidang ilmu ini. Bab ketiga berisi pembahasan beberapa model misi, seperti: ethnocentric model, accomodation model, dan contextual model, secara teoretikal dan historikal. Dalam bab keempat, penulis membicarakan "tanda-tanda zaman," yang meliputi berbagai diskusi tentang topik-topik seperti moratorium, gerakan-gerakan independensi gereja, teologia-teologia lokal, komitmen terhadap kaum miskin, komunitas-komunitas dasar, agama-agama populer, pelayanan-pelayanan gaya baru, dan konsili Vatikan II. Tiga bab berikutnya, yaitu bab V-VII, merupakan bagian terpenting buku ini (penulis menyebutnya sebagai the heart of inculturation theory, xix) Bab-bab ini secara brilian mengupas budaya dengan berbagai dimensinya, yaitu: natur, integrasi, dan dinamikanya. Buku ini diakhiri dengan sebuah epilog yang mengekspos lima model gereja yang diusulkan Avery Dulles (gereja sebagai komunitas, sakramen, pemberita, hamba, dan institusi) yang merupakan konteks di mana antropologi diterapkan dalam usaha-usaha misi. Bagian akhir yang berupa bibliografi yang panjang, tuntas, dan kritis yang mampu meyakinkan pembacanya tentang adanya banyak aspek antropologi yang dapat diadopsi dan digunakan sebagai alat bantu untuk mengembangkan misi Kristen yang efektif.

 KELEBIHAN

Riset Luzbetak yang menyeluruh ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: pertama, buku ini mendiskusikan antropologi misi bukan hanya di dalam lingkup kerangka referensi antropologi umum, tetapi juga di dalam antropologi budaya yang bersifat komprehensif, detail, solid, dan sangat berbobot akademis.

Kedua, penulis menganalisis segala aspek antropologi secara menyeluruh, sebanyak 42 halaman merupakan sumber-sumber acuan karya akademik yang sangat bernilai untuk melakukan studi di bidang antropologi dan misiologi lebih lanjut.

Ketiga, penulis tidak hanya mampu meringkas dan memaparkan berbagai model atau teori antropologi secara akurat, namun juga mampu menganalisisnya secara kritis, tajam, dan obyektif. Sebagai seorang akademikus, beliau mampu menunjukkan dan menemukan kekuatan-kekuatan serta kelemahan-kelemahan berbagai model atau teori yang dibahasnya itu. Sebagai misiolog budaya, Luzbetak mampu mengaplikasikan konsep-konsep atau teori-teori antropologi dalam misi Kristen modern. Pada akhirnya ia mampu merancang suatu model atau definisi budaya integral komprehensif yang ditindaklanjuti dengan eksplanasi yang amat brilian tentang budaya. Dalam hal ini budaya dipahami sebagai "a socially shared design for living."

Keempat, bagian terpenting buku ini adalah bab V-VII yang membahas tentang budaya dan berbagai implikasinya secara rinci dan mendalam. Hal ini mampu memberikan insight dan sumbangsih yang sangat berharga bagi misi Kristen, terutama dalam menanggulangi tantangan-tantangan kultural dalam berbagai konteks yang berbeda. Penjelasan Luzbetak tentang tiga level budaya termasuk integrasi dan dinamikanya, misalnya, telah memberikan kontribusi bagi perancangan kontekstualisasi Injil yang lebih efektif. Begitu juga diskusi integral berkenaan dengan topik-topik agama, ideologi, mitos, ritual, dan worldview sulit ditandingi oleh buku-buku yang membahas topik serupa.

Kelima, buku ini harus dimiliki dan dibaca oleh para pakar misi Kristen, praktisi misi (misionari), mahasiswa sekolah teologia, maupun kaum awam yang punya minat pada misi Kristen untuk memperluas wawasan dan juga memberikan insight bagi inovasi misi Kristen di era globalisasi masa kini. Namun demikian jangan berharap buku ini menyediakan formula-formula ajaib yang secara instant memberikan solusi bagi berbagai problem misi Kristen. Buku ini hanya memberikan bahan-bahan mentah dan prinsip-prinsip dasar sebagai tuntunan sehingga pembacanya mampu berpikir dalam kerangka pikir (frame of reference) antropologi misi berkaitan dengan usaha menghadapi bermacam-macam problem dan tantangan misi lintas budaya. Kekristenan harus mengapresiasi budaya secara kritis dalam setiap dimensinya. Kita juga harus bergumul secara kreatif untuk mengembangkan suatu model misi lintas budaya yang memiliki kesensitifan terhadap tiga jenis budaya yang terlibat di dalam pelayanan ini, yaitu budaya lokal, budaya sang misionari, dan budaya kekristenan universal.

 KEKURANGAN

Setiap karya tulis sebagus apapun juga tentu memiliki beberapa kekurangan. Buku Luzbetak yang ekselen ini juga tidak luput dari hal ini, meskipun harus diakui bahwa cukup sulit untuk menemukannya dan itupun saya pikir hanya berkenaan dengan hal-hal minor atau kecil.

Pertama, ambisi penulis untuk menghadirkan sebuah buku di bidang antropologi misi dengan kualitas akademik tinggi dan mengikutsertakan berbagai aspeknya secara rinci dan komprehensif telah menghasilkan buku yang sangat tebal (464 halaman) dan juga relatif sulit di cerna untuk ukuran buku yang dikatakan sebagai suatu introduksi.

Kedua, dalam membahas topik "Worldview" penulis terlalu berfokus pada konteks Amerika. Untuk menjadikan buku ini mampu dibaca secara optimal oleh pembaca di segala tempat, saya kira perlu ditambahkan juga pembahasan tentang beberapa worldview utama yang berpengaruh di dunia seperti worldview Islam dan Tiongkok, yang akan sangat relevan dan berpengaruh dalam dunia menurut prediksi Samuel Huntington bahwa konflik yang terjadi dalam milenium ketiga pada akhirnya antara dua budaya atau peradaban utama, yaitu antara kekristenan dan Barat dengan Islam dan Tiongkok.

 SUMBANGSIH BAGI TEOLOGI MISI LINTAS BUDAYA

Pada bagian akhir resensi ini kita akan membicarakan beberapa sumbangsih atau signifikansi tulisan Luzbetak ini bagi teologia misi lintas budaya, khususnya berkaitan dengan usaha merancang usaha kontekstualisasi Injil dalam dunia ketiga. Teori Opler tentang "theme and contra theme" dan implikasi-implikasinya (276-279, 286-291); penekanan pendekatan emic (emic approach) dalam praktek misi lintas budaya (225); presentasi ekselen tentang tiga level natur budaya telah memberikan manfaat yang sangat berharga bagi dunia misi Kristen, khususnya dalam memperbaiki mode, metode, dan strateginya. Proposal-proposal Luzbetak di atas mampu meningkatkan usaha-usaha misi lintas budaya yang lebih kritis serta memiliki kesensitifan dan apresiasi terhadap budaya lokal tanpa mengkompromikan esensi dan inti berita Injil. Akhirnya, pemaparan secara integral berbagai subjek, seperti agama, ideologi, worldview, mitos, dan ritual yang diletakkan dalam kerangka pikir misi Kristen memberikan banyak insight dan konsepsi untuk memahami para pemeluk agama lain, seperti para pemeluk agama Islam beserta dengan budayanya, dalam rangka merancang suatu strategi (pendekatan) kontekstualisasi Injil yang lebih tepat dan kompatibel.

- ROBBYANTO NOTOMIHARDJO



TIP #05: Coba klik dua kali sembarang kata untuk melakukan pencarian instan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA