SAKRAMEN [browning]
Dari bahasa Latin scramentum, berarti 'sumpah', seperti yang dilakukan anak muda yang bergabung dengan angkatan darat Romawi. Sudah pada zaman gubernur *Plinius (112 M) istilah sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen. Plinius salah mengerti, menganggap sakramen Kristen itu sumpah untuk tidak melakukan kejahatan. Terjemahan Alkitab Latin, *Vulgata, menerjemahkan kata Yunani mysterion dengan sacramentum, yang menyebabkan *baptisan dan *Perjamuan Kudus menjadi sakramen yang dimaksud.
Oleh Gereja Abad Pertengahan ditambahkan upacara keagamaan lain pada pengertian sakramen itu, tetapi Gereja Reformasi membatasinya pada dua sakramen yang jelas disebutkan dalam PB (Mat. 28:19, dan 1Kor. 11:23-25). Petunjuk alkitabiah untuk upacara-upacara lain tidaklah jelas. Biasa dianggap orang bahwa baptisan di gereja itu sejajar dengan upacara penerimaan sebagai anggota umat Allah di PL (*sunat) dan Perjamuan Kudus berhubungan dengan perayaan penebusan dalam PL (*Paskah).
SAKRAMEN [ensiklopedia]
Kata 'sakramen' (Latin sacramentum) dalam arti teknis teologis, bila digunakan untuk melukiskan upacara-upacara tertentu dari iman Kristen, termasuk ke dalam masa perkembangan doktrin pada kurun waktu yg jauh kemudian sesudah zaman PB. Kitab Vulgata di beberapa bagiannya menggunakan kata ini untuk menerjemahkan Yunani musterion (Ef 5:32; Kol 1:27; 1 Tim 3:16; Why 1:20; 17:7), namun yg lebih biasa dipakai ialah musterium. Penggunaannya secara gerejawi pada waktu yg lebih dini, yakni sacramentum, dipakai dalam arti luas untuk sembarang upacara atau hal yg lebih sakral.
Dalam kehidupan sehari-hari kata itu digunakan dalam dua cara: (1) sebagai ikrar atau jaminan yg diserahkan kepada 'orang kepercayaan yg terjamin menjaga kerahasiaan', oleh pihak-pihak yg terlibat dalam masalah tuntutan hukum dan diperuntukkan bagi tujuan suci; (2) sebagai sumpah tentara Romawi kepada kaisar, dan kemudian untuk sumpah apa saja. Gagasan-gagasan ini kemudian digabungkan untuk menghasilkan konsep upacara suci keagamaan yg merupakan janji atau tanda. Penerimaan upacara suci itu mencakup pengikraran sumpah kesetiaan, dan ini dalam perjalanan waktu mengarah ke pembatasan kata 'sakramen' kepada dua upacara lembaga ilahi yg utama, yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Penggunaan yg lebih luas berlangsung terus berabad-abad lamanya. Hugo St. Victor (abad 12) dapat berbicara tentang 30 macam sakramen, tapi Petrus Lombardus pada zaman yg sama memperkirakan 7 saja. Perkiraan yg terakhir secara resmi diterima oleh gereja Roma.
Definisi umum tentang sakramen yg diterima oleh gereja Reformasi dan Roma Katolik, ialah bahwa sakramen merupakan tanda lahiriah yg nampak, ditetapkan oleh Kristus, menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Definisi tersebut banyak dipengaruhi oleh ajaran dan bahasa Agustinus, yg menulis tentang bentuk yg nampak yg mengandung keserupaan dengan hal yg tak nampak. Jika kepada 'unsur' ini, atau bentuk yg nampak itu, perkataan lembaga Kristus ditambahkan, suatu sakramen telah dibuat, sehingga sakramen dapat disebut sebagai 'firman yg nampak' (lih Augustine, Tracts on the Gospel of John. 80, Epis. 98, Con. Faustum 19. 16, Serm. 272).
Apakah PB mengajarkan kewajiban upacara-upacara sakramental bagi semua orang Kristen? Keuntungan spiritual apakah yg terdapat dalam penerimaan mereka, dan bagaimana itu disampaikan?
Kewajiban untuk terus melaksanakan upacara-upacara sakramental tergantung pada: (1) pelembagaannya oleh Kristus; (2) perintah yg dinyatakan-Nya untuk terus melaksanakannya; (3) penggunaannya yg hakiki sebagai lambang tindakan Allah yg integral dengan pernyataan Injil. Hanya ada dua upacara wajib bagi semua orang Kristen dalam cara ini. Tidak ada petunjuk alkitabiah untuk melayankan apa yg disebut upacara-upacara sakramental lainnya (yaitu Konfirmasi, Penahbisan, Pernikahan, Penitentia, Pemberian Minyak Suci Terakhir) kedudukan yg sama dengan Baptisan dan Perjamuan Kudus, yg sejak semula dikaitkan bersama pemberitaan Injil dan kehidupan gereja (Kis 2:41, 42; bnd 1 Kor 10:1-4). Kedua sakramen itu dikaitkan dengan sunat dan paskah, upacara-upacara wajib dalam PL (Kol 2:11; 1 Kor 5:7; 11:26).
Kehidupan Kristen sejak semula dan seterusnya juga dikaitkan dengan peringatan-peringatan sakramental (Kis 2:38; 1 Kor 11:26). Beberapa dari pelajaran yg terdalam tentang kesucian dan kesempurnaan adalah implisit dalam apa yg dikatakan Alkitab tentang kewajiban-kewajiban sakramental Kristen (Rm 6:1-3; 1 Kor 12:13; Ef 4:5). Acuan-acuan tentang sakramen mungkin mendasari banyak bagian Alkitab, walaupun tidak secara eksplisit disebut (mis Yoh 3: 6; Ibr 10:22; Yoh 19:34). Amanat Agung Tuhan yg bangkit kepada para murid, untuk pergi ke segenap bangsa memberitakan Injil, secara khusus memerintahkan pelayanan baptisan dan jelas mengimplikasikan penyelenggaraan perjamuan kudus (Mat 28:19, 20). Kristus berjanji akan menyertai pengikut-Nya hingga kesudahan zaman. Pekerjaan untuk apa para murid dipanggil-Nya, termasuk pelayanan sakramen, tidak akan digenapi sebelum waktu itu. Paulus juga tidak ragu-ragu bahwa perjamuan kudus harus diteruskan, sebagai pemberitaan akan kematian Kristus hingga Dia datang kembali (1 Kor 11:26). Benar bahwa Matius dan Markus tidak mencatat perintah 'lakukan ini untuk mengingat Aku', tapi bukti dari apa yg dilakukan oleh gereja purba (Kis 2:42; 20:7; 1 Kor 10:16; 11:26) cukup kuat.
Dampak sakramen tergantung kepada pelembagaan dan amanat Kristus. Unsur-unsur yg digunakan itu pada dirinya tidaklah mempunyai kekuatan; penggunaannya yg disertai kesetiaan itulah yg menentukan. Karena melalui sakramen manusia dibawa pada persekutuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm 6:3; 1 Kor 10:16). Pengampunan (Kis 2:38), penyucian (Kis 22:16; bnd Ef 5:26), dan gairah spiritual (Kol 2:12) dihubungkan dengan baptisan. Partisipasi dalam tubuh dan darah Kristus terjadi melalui perjamuan kudus (1 Kor 10:16; 11:27). Baptisan dan cawan dihubungkan dalam ajaran Tuhan Yesus ketika Ia berbicara tentang kematian-Nya, dan dalam pikiran gereja ketika menaati secara khidmat kewajiban-kewajiban itu (Mrk 10:38, 39; 1 Kor 10:1-5).
Sakramen merupakan upacara perjanjian: 'Cawan ini adalah perjanjian yg baru' (Luk 22:20; 1 Kor 11:25). Kita dibaptiskan 'ke dalam Nama' (Mat 28:19). Perjanjian yg baru itu dimulai dengan korban kematian Kristus (bnd Kel 24:8; Yer 31:31, 32). Berkatnya disampaikan Allah melalui firman dan janji-Nya di dalam Injil dan sakramen-Nya. Ada bukti yg jelas bahwa pada zaman para rasul banyak orang menerima berkat lewat penyelenggaraan sakramen yg disertai pemberitaan firman (Kis 2:38 dab). Adalah firman dan janji Injil yg menyertai pelayanan itu yg memberikan makna dan dampak kepada upacara. Mereka yg hanya menerima baptisan Yohanes, dibaptis lagi 'dalam Nama Tuhan Yesus' (Kis 19:1-7). Mungkin juga bahwa beberapa orang menerima sakramen tanpa memperoleh keuntungan spiritual (Kis 8:12, 21; 1 Kor 11:27; 10:5-12). Dalam kasus Kornelius dan seisi rumahnya (Kis 10:44-48), kita mendapat contoh tentang orang-orang yg memperoleh karunia yg dimeteraikan dengan baptisan sebelum mereka menerima sakramen. Namun demikian mereka masih tetap menerima sakramen sebagai memberi keuntungan dan sebagai kewajiban.
Dalam PB tidak terdapat kesan adanya pertentangan antara penerapan sakramen dan spiritualitas. Jika diterima dengan benar, maka sakramen itu memberikan berkat kepada orang percaya. Tapi berkat ini tidak terbatas kepada penerapan sakramen. Dan bila berkat disampaikan melalui sakramen, itu juga tidak berarti bahwa pemberian berkat itu bertentangan dengan penekanan Alkitab yg kuat akan iman dan kesalehan. Jika dilakukan sesuai prinsip-prinsip yg ditetapkan dalam Alkitab, sakramen itu secara terus-menerus mengingatkan kita kepada dasar agung dari penyelamatan kita, yaitu kematian dan kebangkitan Kristus. Dan mengingatkan kita akan kewajiban-kewajiban kita untuk berjalan sebaik-baiknya pada panggilan kita. *BAPTISAN; *PERJAMUAN KUDUS.
KEPUSTAKAAN. O. C Quick, The Christian Sacraments, 1932; G Bornkamm, TDNT 4, hlm 826 dst; J Jeremias, The Eucharistic Words of Jesus, 1955; W. F Flemington, The New Testament Doctrine of Baptism, 1957; AN Stibbs, Sacrament, Sacrifice and Eucharist, 1961; G. R Beasley Murray, Baptism in the New Testament, 1962; J. I Packer (red.), Eucharistic Sacrifice, 1962; D Cairns, In Remembrance of Me, 1967. RJC/S/HAO