Daftar Isi
ENSIKLOPEDIA: NASKAH DAN TERJEMAHAN

NASKAH DAN TERJEMAHAN

NASKAH DAN TERJEMAHAN [ensiklopedia]

Naskah-naskah dan terjemahannya merupakan bahan-bahan mentah bagi mata pelajaran yg disebut textual criticism (penelitian naskah). Tujuannya yg terakhir ialah menentukan wujud suatu naskah dalam bentuknya seperti dimaksudkan oleh penulisnya. Pada umumnya makin tua umur suatu naskah makin dekat ketepatannya kepada aslinya dan makin lebih dapat diterima. Tapi dalil ini tidak selamanya berlaku; ump dari dua naskah, misalkan naskah A, yg lebih tua, mungkin disalin dari suatu naskah yg belum berapa lama umurnya dan yg bobot nilainya tidak begitu besar; sedangkan naskah B berasal dari suatu naskah yg jauh lebih tua, lebih baik dan lebih berbobot. Sejarah dari suatu naskah harus lebih dulu dipertimbangkan sebelum membuat keputusan mengenai kesahihan isinya.

Naskah-naskah tidak terlepas dari 'kerusakan' akibat perjalanan waktu dan kelemahan kodrat manusia. Yg terakhir inilah yg menimbulkan masalah terbanyak. Tapi kesalahan-kesalahan penyalin dan penulis kelihatannya terjadi dalam alur yg dapat ditentukan dengan jelas. Di antara kesalahan umum itu terdapat: haplografi (yaitu alpa mengulangi suatu huruf atau kata); ditografi (yaitu mengulangi apa yg sebetulnya hanya satu kali saja); ingatan yg salah (akan suatu bg yg serupa atau akan naskah yg lain); homoeoteleuton (yaitu hilangnya suatu kalimat di antara kata-kata yg sama); hilangnya suatu baris (kadang-kadang karena homoeoteleuton); tercampur-aduknya huruf-huruf yg serupa bentuknya; tersisipkannya catatan samping ke dalam tubuh naskah. Penelitian berupa perbandingan naskah dapat membantu menghilangkan kesilapan itu. Keunggulan jumlah di sini tidaklah menentukan: beberapa contoh dari pola dasar yg sama bobotnya bisa sama dengan hanya satu contoh. Bentuk penerusan naskah dari generasi yg satu ke generasi yg lain dilukiskan secara paling baik seperti silsilah, dan kenyataan dari hubungan-hubungan tradisi itu dapat dikenakan kepada penelitian dan penilaian akan bukti bagi setiap bacaan tertentu.

I. PERJANJIAN LAMA IBRANI

Dokumen yg menjadi sumber naskah PL terdiri dari naskah-naskah Ibrani abad 3 sM sampai abad 12 M, dan terjemahan-terjemahan kuno dalam bh Aram, Yunani, Siria dan Latin.

Sejak zaman paling dini ada tersedia bagi orang Yahudi sarana-sarana penunjang untuk menghasilkan catatan-catatan tertulis. Aksara Semit Utara (yg mempunyai alifbata) sudah lama ada sebelum zaman Musa. Contoh yg paling tua yg kita ketahui ialah dari zaman Hyksos (kr 1700 sM -- lih Gressmann, Altorientalische Bilder zum Alten Testament, 1926, gbr 259). Musa harus sudah mengetahui tulisan Mesir dengan metode-metode sastranya. Mungkin juga sudah dia tahu tulisan paku, sebab bahasa dan tulisan Akadia sudah dipakai sejak abad 15 sM dan seterusnya sebagai bahasa diplomatik di Mesir, seperti yg ditunjukkan oleh Surat-surat El-Amarna. Sekiranya Alkitab tidak menyatakan secara tegas bahwa Musa melek huruf (Bil 33:2 dll), terpaksa kita menyimpulkan demikian berdasarkan keterangan-keterangan bantu. Maka tak perlu kita pradalilkan adanya suatu masa tradisi lisan. Persamaan yg diambil dari bangsa-bangsa yg berlainan kebudayaannya, sekalipun pada kurun waktu yg sama, tidak relevan. Kenyataan ialah, bahwa bangsa-bangsa dengan latar belakang budaya yg sama dengan bangsa Ibrani, sudah melek huruf sejak milenium 4 sM dan seterusnya, dan sejak milenium 3 orang sudah dilatih tidak hanya sebagai penulis, tapi bahkan ahli penyalin khusus. Nampaknya tidak benar bahwa bangsa Ibrani pada zaman Musa terbelakang dari bangsa-bangsa sezamannya, atau bahwa mereka lebih kurang teliti dalam penerusan naskah-naskah dibandingkan orang Mesir dan orang Asyur (bnd W. J Martin, Dead Sea Scroll of Isaiah, 1954, hlm 18 dst).

Sebelum menyelidiki sumber-sumber yg tersedia untuk memulihkan naskah asli PL, ada pentingnya mengenang sikap bangsa Yahudi terhadap Kitab Suci mereka.

Ringkasannya yg terbaik jelas dalam ungkapan Yosefus, 'Kami telah memberikan bukti praktis tentang rasa hormat kami terhadap Kitab Suci kami sendiri. Sebab, walaupun sekarang sudah lewat berabad-abad, tak seorang pun yg berani menambah, atau membuang, atau mengubah satu kata (harfiah, satu suku kata) pun; dan hal itu merupakan naluri pada setiap orang Yahudi sejak hari kelahirannya, untuk memandang Kitab Suci itu sebagai ketetapan Allah, supaya berpaut kepadanya, dan, jika perlu, rela mati untuknya. Berulang kali sejarah mencatat peristiwa-peristiwa orang tahanan yg lebih suka menanggung penyiksaan dan kematian dalam segala bentuknya, daripada mengungkapkan sepatah kata pun melawan hukum Taurat dan kitab-kitab yg terkait' (Against Apion, 1. 42).

Bahwa Yosefus di sini hanya mengungkapkan sikap para penulis Alkitab sendiri, itu jelas dari ay-ay Alkitab seperti Ul 4:2 ('Janganlah kamu menambahi apa yg kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allah-mu, yg kusampaikan kepadamu') atau Yer 26:2 ('...segala firman yg Ku-perintahkan untuk kaukatakan kepada mereka. Janganlah kaukurangi sepatah kata pun!'). Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa orang Yahudi pernah membuang prinsip asasi ini. Banyak perbedaan dalam naskah bisa saja terjadi akibat pengerahan penyalin-penyalin yg sama untuk menyalin baik naskah-naskah Alkitab maupun Targum. Karena pada ihwal yg terakhir ini kerap kali bersifat mengulas dalam mengolah naskah, maka secara tak sadar kelemahan ini bisa dengan mudah mempengaruhi para penyalin.

1. Penerusan naskah

Upaya-upaya untuk memelihara naskah Alkitab pastilah sudah pernah dilakukan pada zaman pra-Kristen, sebab dalam gulungan Yesaya yg dari Laut Mati terdapat bintik-bintik yg ditaruh di atas kata-kata yg diragukan, seperti yg di kemudian hari dilakukan oleh ahli-ahli Masora. Pada zaman PB golongan ahli Taurat sudah terlalu kokoh dalam masyarakat, sehingga pekerjaan mereka tak dapat lagi disebut suatu pembaruan yg baru mulai. Hidupnya istilah-istilah seperti iota dan titik (Mat 5:18) tanpa diragukan adalah hasil kegiatan mereka.

Talmud menerangkan bahwa para ahli Taurat ini disebut sofe rim, karena mereka menghitung huruf-huruf dalam kitab Taurat (Qiddushin 30a); sofe rim berasal dari kata kerja spr, artinya 'menghitung', 'menjumlah', ump Kej 15:5. Karena mereka sangat dalam memikirkan dan merenungkan naskah Kitab Suci, kesibukan ini menjadikan mereka layak menjadi ahli tafsir dan pendidik, sehingga tugas penerusan naskah Kitab Suci dianggap tuntas sebagai tanggung jawab utama mereka.

2. Ahli-ahli Masora

Menulis bh Ibrani dengan hanya huruf matinya memang memadai selama bh Ibrani tetap merupakan bahasa percakapan. Jika suatu kata mengandung anti ganda maka dapat dipakai 'huruf hidup', supaya bacaan itu terang. 'Tanda-tanda huruf hidup' ini sebetulnya merupakan sisa-sisa: tanda-tanda ini timbul melalui pembauran 'waw' dan 'yod' dengan huruf hidup yg mendahuluinya dan identitasnya sebagai huruf mati menjadi hilang, tapi kedua huruf mati itu tetap dituliskan, dan lama kelamaan diperlakukan sebagai memantulkan huruf hidup. Lalu pemakaiannya diperluas sampai pada kata-kata lain, walaupun tempatnya di sana agak bersifat menyusup. Disisipkan atau dibuang umumnya bergantung dari pertimbangan penulis sendiri. Variasi-variasi yg kemudian tak mempunyai arti. Barulah kr thn 7 M ahli-ahli Masora memperkenalkan susunan tanda-tanda huruf hidup yg lengkap.

Ahli Masora (harfiah 'para penerus') mengganti ahli Taurat lama (sofe rim) sebagai pengawas dari naskah kudus. Mereka aktif dari kr thn 500-1000 M. Alat naskah yg mereka perkenalkan barangkali adalah yg paling lengkap dari jenis ini yg pernah dipakai. Lama sebelum zaman mereka tentu ada orang-orang lain, yg telah banyak memikirkan, bagaimana memelihara kemurnian naskah Kitab Suci itu. Rabi Akiba, yg meninggal kr thn 135 M, disebut sebagai mengucapkan, 'Penerusan (naskah Kitab Suci) (yg teliti) merupakan pagar untuk kitab Taurat'. Dia menekankan bagaimana pentingnya memelihara huruf yg terkecil sekalipun. Dalam hal ini sama sekali bukanlah dia yg pertama, seperti jelas dari ucapan Mat 5:18, 'Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi'.

Para ahli Masora mulai membubuhkan tanda-tanda huruf hidup dan tanda-tanda tekanan kepada naskah huruf mati. Ada tiga sistem tanda huruf hidup yg diperkembangkan: dua sistem di atas baris (yaitu sistem Babel dan sistem Palestina) dan satu sistem di bawah baris, kecuali untuk satu tanda. Sistem ini, yg disebut sistem Tiberias, menggantikan kedua sistem lain, dan itulah sekarang yg dipakai dalam naskah Ibrani.

Karena tujuan yg tegas dari ahli Masora ialah untuk meneruskan naskah Kitab Suci seperti yg mereka terima, maka naskah huruf mati itu mereka biarkan tak berubah. Jika mereka merasa perlu melakukan pembetulan atau perbaikan, semuanya itu ditaruh di lajur tepi. Di lajur tepi inilah dibubuhi kata yg lebih disukai dan yg mereka maksudkan untuk dibaca (yg disebut Qere', artinya 'yg harus dibaca'), tapi huruf-huruf hidupnya ditaruh di bawah huruf-huruf mati dari kata naskah yg tak terganggu gugat itu (yg disebut Ketiv, artinya 'yg tertulis'). Mungkin bentuk yg tertera di lajur samping itu (Qere') ialah suatu ragam bacaan. Pandangan yg dianut di berbagai tempat, bahwa ahli-ahli Taurat atau ahli Masora sebetulnya ragu-ragu dalam memberi ragam bacaan, bahkan dengan sadar menghapuskannya, bertentangan dengan apa yg kita ketahui tentang praktik yg sebenarnya dari para penyalin.

Ahli Masora mempertahankan, umpamanya, tanda-tanda tertentu dari para ahli Taurat terdahulu, yg ada hubungannya dengan kata-kata yg diragukan dan mencatat beberapa dari dugaan-dugaan mereka (sevirin). Setiap upaya perlindungan yg dapat mereka pikirkan digunakan, tidak soal betapapun itu menyusahkan atau menyulitkan, untuk menjamin penerusan yg teliti dari naskah Kitab Suci.

Jumlah huruf dalam suatu kitab dihitung dan huruf yg di tengah-tengah dicatat. Begitu juga halnya dengan kata-kata, dan sekali lagi kata yg di tengah-tengah kitab itu dicatat. Mereka mengumpulkan setiap keganjilan khas dalam ejaan atau dalam bentuk atau dalam letaknya huruf-huruf. Mereka mencatat berapa kali muncul suatu kata atau ungkapan tertentu. Di tengah-tengah daftar yg banyak yg mereka susun itu ada sebuah yg memuat kata-kata, yg terdapat hanya dua kali dalam PL. Akhirnya dalam daftar-daftar mereka tergenggam juga semua keganjilan ejaan naskah.

Catatan-catatan mengenai naskah-naskah yg dibubuhkan oleh para ahli Masora disebut Masora. Catatan-catatan yg lebih pendek yg ditaruh pada lajur tepi dari naskah-naskah disebut Masora Parva (Masora Kecil). Catatan-catatan ini di kemudian hari ditambah dan disusun dalam daftar, ditaruh di atas atau di bagian bawah halaman. Dalam bentuk ini catatan-catatan itu disebut Masora Magna (Masora Besar). Bentuk yg lebih lengkap ini umpamanya bisa menunjuk kepada bagian-bagian, yg di situ terdapat bentuk tertentu, sedang catatan-catatan yg lebih pendek hanya menjelaskan berapa kali bentuk itu terdapat. Catatan-catatan itu menunjukkan hasil uraian mereka akan keganjilan-keganjilan naskah. Mereka cantumkan berbagai bacaan yg dirampai dari naskah-naskah yg diakui, seperti naskah Muga dan Hilel (keduanya sekarang hilang).

Dari nama-nama para ahli Masora yg kita kenal ialah Harun bin Asyer, yg aktif pada bagian pertama abad 10 M. Lima generasi dari keluarganya agaknya turut mengerjakan naskah Alkitab Ibrani, dan pada zaman Harun pekerjaan itu mencapai tahap penyelesaiannya. Naskah yg dianggap terbaik dari aliran ini ialah naskah yg dulu di Alepo, kini di Israel. Keluarga ahli Masora lain yg terkenal ialah keluarga bin Naftali, seorang yg boleh jadi sebaya dengan Harun bin Asyer. Perbedaan mereka dalam mengolah naskah kebanyakan terbatas pada soal-soal pemberian tanda huruf hidup. Naskah 'Reuchlin' yg ada di Karlsruhe merupakan suatu contoh dari pendekatan bin Naftali.

Naskah yg disunting oleh Yakub bin Khayyim untuk Alkitab Rabi kedua, yg diterbitkan oleh Daniel Bomberg di Venetia pada thn 1524-1525 secara praktis diterima sebagai naskah patokan. Naskah ini bersifat memilih-milih, dan para ahli sadar selama kr 250 thn bahwa naskah ini masih dapat diperbaiki. Tapi M. D Cassuto, ahli yg barangkali mempunyai perasaan bh Ibrani yg lebih halus dari setiap ahli dalam lapangan ini, dan pengetahuannya yg langsung tentang naskah Bin Asyer dari Alepo tak ada tandingannya, jelas tidak melihat alasan untuk lebih menyukai naskah Bin Asyer daripada naskah Bin Khayyim, dan yg terakhir inilah yg tetap dipertahankannya untuk Alkitab Ibrani suntingannya yg sangat bagus itu (Jerusalem, 1953).

Orang yg bukan ahli, mungkin saja mudah terjebak oleh bahasa yg agak berlebih-lebihan, yg dipakai untuk mengungkapkan tangga perbedaan-perbedaan yg terdapat dalam naskah-naskah yg beraneka ragam itu. Kebanyakan perbedaan itu berkaitan dengan soal-soal tanda huruf hidup, dan hal ini dapat alpa dalam bh-bh Semit. Dipandang dari sudut ilmu bahasa, kebanyakan perbedaan itu termasuk soal-soal kecil yg tak berpengaruh, paling banter hanya untuk perhatian terhadap segi sejarah. Pemberian tanda huruf hidup dalam suatu bh Semit, terutama termasuk ejaan dan tata bahasa, dan ilmu tafsir, dan hanya sedikit sekali termasuk penelitian naskah. Tak pernah ada naskah asli yg sudah diberi tanda huruf hidup yg perlu diperbaiki.

3. Naskah Laut Mati

Penemuan naskah-naskah Alkitab yg menggemparkan pada thn 1947, di dalam gua-gua sekitar Wadi Qumran sebelah barat laut Laut Mati, telah menimbulkan revolusi dalam pendekatan naskah PL, yg membawa kita ke kurun waktu kr 800 thn sebelum alat naskah Masora. Hal ini merupakan upaya penyehatan yg bermanfaat, karena tujuan dari kebijakan ini ialah membetulkan naskah yg terdiri dari huruf-huruf mati.

Penemuan naskah-naskah itu secara kebetulan oleh seorang gembala Arab di dalam salah satu gua di antara sekian gua di daerah Wadi Qumran ini, mendorong penyelidikan atas gua-gua lainnya secara sistematis, dan usaha ini menghasilkan ditemukannya amat banyak bahan yg bersifat Alkitab dan non-Alkitab. Penemuan pertama meliputi naskah Yesaya yg lengkap, dan pada penemuan lainnya termasuk kira-kira sepertiga dari kitab itu. Penemuan-penemuan berikutnya meliputi serpihan-serpihan dari setiap kitab dari Alkitab, kecuali Kitab Est, juga ulasan-ulasan Alkitab dan karya-karya tulis yg bersifat agamawi.

Naskah-naskah Alkitab dari Laut Mati memberikan kepada kita untuk pertama kalinya contoh-contoh naskah Ibrani dari zaman pra-Kristen, yaitu kr 1000 thn lebih dini dari naskah-naskah tertua yg telah dimiliki; dengan demikian naskah-naskah itu membawa kita ke suatu masa sebelum masa yg dikatakan menolak semua naskah yg berlainan dari naskah resmi, yaitu thn 100 M. Menurut Talmud, sudah ada usaha untuk menyediakan naskah patokan berdasarkan tiga buah Gulungan, yg dulu menjadi milik Bait Suci, dengan mengambil -- jika ada hal-hal yg berbeda -- bacaan yg ditopang oleh dua gulungan (TJ, Ta'anith 4.2; Soferim 6.4; Sifre 356). Penemuan dari Laut Mati ini membantu untuk meredakan masalah-masalah pemberitaan tanda huruf hidup seperti telah disinggung, sampai ke tingkatnya yg sebenarnya, yaitu tingkat ejaan dan tata bahasa, dan membuang banyak pekerjaan yg dilakukan dalam lapangan penelitian Masora, dengan tersedianya bagi kita naskah-naskah yg jauh lebih tua dari setiap naskah yg sampai kini tersedia bagi kita.

Naskah Yesaya dari Qumran mengandung kesalahan-kesalahan penyalinan yg banyak ragamnya, tapi semuanya termasuk yg diketahui biasa dalam ilmu penelitian naskah. Kita dapati di situ contoh-contoh haplografi, ditografi, penyelarasan (artinya pengubahan menjadi sesuatu yg lebih umum), kekacauan huruf, homoeoteleuton, hilangnya suatu baris, dan catatan samping yg dimasukkan ke dalam naskah.

Makna terbesar dari naskah-naskah ini ialah, bahwa semua naskah ini merupakan kesaksian yg murni berdiri sendiri demi terpercayanya penerusan naskah seperti yg kita terima sekarang. Tak ada alasan apa pun untuk mempercayai bahwa persekutuan Qumran bersepakat dengan para pemimpin di Yerusalem untuk berpegang pada suatu perbaikan naskah yg tertentu. Naskah-naskah Qumran ini membawa kita kembali ke titik awal paling dini pada garis penerusan, yaitu ke induk bersama dari gulungan-gulungan raya Bait Suci dan gulungan-gulungan Qumran yg tak berbelit-belit itu.

4. Geniza Kairo

Naskah-naskah yg dijumpai sejak thn 1890 dan seterusnya di Geniza dari Sinagoge Tua di Kairo, mempunyai nilai yg cukup besar untuk naskah yg sudah dibubuhi tanda huruf hidup. (Geniza adalah tempat penyimpanan gulungan-gulungan yg dianggap tidak layak lagi dipakai untuk masa selanjutnya.) Alpanya keseragaman dalam pembubuhan tanda huruf hidup dan kealpaan yg nyata dari ragam-ragam naskah huruf mati, membuktikan bahwa pembubuhan tanda-tanda huruf hidup itu dianggap nomor dua. Di antara serpihan naskah-naskah Alkitab dari Geniza ini, ada beberapa yg mempunyai tanda-tanda huruf hidup yg dibubuhi di atas baris. Dalam tumpukan itu banyak juga terdapat serpihan Targum dari serpihan sastra rabi. Beberapa dari naskah-naskah itu mungkin bertarikh sebelum abad 9.

5. Pentateukh Ibrani dari orang Samaria

Pentateukh Ibrani yg dimiliki dan dipelihara oleh orang Samaria pasti diturunkan dari naskah yg sangat tua. Orang Samaria, barangkali adalah keturunan dari campuran penduduk Samaria, akibat terbuangnya sebagian orang Yahudi dan diganti dengan penempatan orang-orang asing oleh raja Sargon pada thn 721 sM (bnd 2 Raj 17:24; 24:15-16). Karena itu mereka ditolak turut dalam pembangunan kembali Bait Suci oleh orang Yahudi yg pulang bersama Ezra dan Nehemia. Perpecahan yg menyusul (barangkali pada zaman Nehemia, kr thn 445 sM) mengakibatkan didirikannya pusat peribadatan Samaria yg tersendiri di Bukit *Gerizim, dekat Sikhem (sekarang Nablus). Dengan demikian semua hubungan resmi dan hubungan keagamaan kedua bangsa itu secara nyatanya hapus, dan naskah Ibrani dari Pentateukh, yg ada pada mereka waktu perpecahan itu terjadi, diteruskan tanpa campur tangan dari atau kerja sama dengan ahli Taurat orang Yahudi. Justru salinan-salinan dari Pentateukh ini diturunkan dari suatu pola dasar yg tidak lebih kemudian dari abad 2 sM, dan dengan demikian menjadi tolok ukur yg berdiri sendiri akan sifat terpercayanya naskah Ibrani (NM).

Naskah tertua yg sangat boleh jadi ialah naskah yg disebut sebagai naskah karya Abisua cicit Harun (1 Taw 6:4 dab). Sudah tentu, tuntutan ini tidak mempunyai bukti. Naskah itu sendiri, yg tertulis pada kulit lembu yg tipis, tidak seragam tuanya; bagian yg tertua agaknya berasal dari masa akhir Kitab Bil dan seterusnya. Pendapat para ahli mengatakan bahwa gulungan ini berasal dari abad 13 M, atau tidak jauh lebih dini dari saat naskah itu ditemukan oleh Imam Besar Pinehas, yg menurut tradisi terjadi pada thn 1355.

Salinan pertama dari Pentateukh Samaria sampai di Eropa pada thn 1616 melalui Pietro della Valle, dan pada thn 1628 berita mengenai ini disiarkan oleh J Morinus, yg menyatakannya jauh lebih unggul dari naskah Masora. Beginilah halnya dengan setiap penemuan naskah-naskah baru, yg didorong atau oleh rasa lebih menyukai LXX, atau oleh permusuhan bawaan terhadap naskah tradisi Yahudi. Dalam hal ini ada motif lain yg bekerja: keinginan di pihak para ahli tertentu untuk melemahkan kedudukan para Reformator Gereja dalam sikap mereka terhadap otoritas Alkitab. Gesenius, mungkin orang Jerman ahli bahasa Ibrani terbesar, mengakhiri pertentangan yg gersang ini dan membuktikan keunggulan naskah Masora. Pada zaman kita sekarang, kita saksikan adanya usaha untuk mengunggulkan Pentateukh Samaria lagi. Ada dari para penganjurnya yg menunjukkan keyakinan mereka akan sifat terpercayanya penerusan naskah Samaria itu, dengan keluguan hati yg belum pernah diterapkan bahkan sekalipun oleh orang-orang yg paling teguh memegang tradisi. Memang benar bahwa kr 1.600 kali Pentateukh Samaria cocok dengan LXX, tapi perbedaannya pun bertumpuk. Tidak mudah menerangkan kecocokan-kecocokan itu; satu kemungkinan ialah, tatkala diperlukan pembetulan-pembetulan atas Pentateukh Ibrani asal orang Samaria, maka dipakailah *Targum Aram (dialek Samaria dan dialek Aram praktis sama, dan terjemahan Samaria itu, yaitu terjemahan Pentateukh dlm bh Samaria, di tempat-tempat tertentu cocok secara verbatim dgn Targum Onkelos). Banyak sekali tanda-tanda pengaruh targum-targum Aram dalam LXX.

Mengenai banyaknya ragam Pentateukh Samaria dapat diberikan keterangan sederhana: usaha untuk membuktikan bahwa Allah telah memilih Gerizim. Sesudah Kesepuluh Firman dalam Kel 20 dan dalam UI 5, Pentateukh Samaria menyisipkan bagian Ul 27:2-7 dengan 'Bukit Ebal' digantikan oleh 'Bukit Gerizim', dan Ul 11:30 diubah dari 'di tentangan Gilgal' menjadi 'di tentangan Sikhem'.

Terjadinya ragam-ragam yg banyak itu adalah sebagai akibat dari salah paham mengenai bentuk-bentuk tata bahasa atau susunan kalimat. Yg lain karena tambahan-tambahan yg tak beralasan dari bagian-bagian yg sejajar. Ada yg berasal dari pengaruh dialek. Banyak disebabkan oleh usaha mereka untuk membuang segala ungkapan antropomorfisme.

Tak ada bukti bahwa orang Samaria pernah mempunyai kelompok penulis naskah yg terlatih, dan alpanya pembandingan naskah-naskah yg sebenarnya seperti yg disaksikan oleh ragam-ragam yg banyak itu, menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan yg dalam tentang naskah. Begitu juga pengubahan-pengubahan yg disengaja, atau tambahan-tambahan yg berlebih-lebihan tidak mengistimewakan mereka sebagai pengawas yg teliti atas naskah-naskah suci. Malah sebaliknya, justru ragam-ragam dari Pentateukh Samaria itu harus diperlakukan dengan sangat hati-hati.

II. TERJEMAHAN DALAM BAHASA-BAHASA LAIN

Terjemahan-terjemahan PL lainnya dalam bh Kopt adalah didasarkan pada LXX. Barangkali terjemahan ini dibuat pada abad 3 M. Ada dua naskah: satu dalam bh Bohair, yaitu dialek di Mesir Hilir; yg satu lagi dan yg lebih tua dalam bh Sahid, dialek di daerah Tebes.

Terjemahan Etiopia, yg nampaknya diterjemahkan dari LXX, terlalu muda usianya sehingga tidak mempunyai nilai nyata apa pun.

Terjemahan Arab yg paling terkenal ialah terjemahan Saadia ha-Gaon (892-942). Agak mengherankan jika inilah terjemahan pertama ke dalam bahasa yg begitu penting seperti bh Arab. Suatu acuan akan terjemahan Arab dari Kitab Taurat yg terdapat dalam sebuah midrasy mungkin timbul dan terkait oleh adanya terjemahan itu. Terjemahan-terjemahan Arab yg kita kenal semuanya terlalu muda usianya untuk memberi bahan bagi penelitian naskah PL.

KEPUSTAKAAN. C. D Ginsburg, Hebrew Bible, 1926-; R Kittel, Biblia Hebraica, 1952; C. D Ginsburg, Introduction to the Massoretico-Critical Edition of the Hebrew Bible, 1897; F Buhl, Kanon and Text, 1891; F Delitzsch, Die Leseund Schreibfehler im Alten Testament, 1920; 0 Eissfeldt, Einleitung in das Alte Testament, 1956; RE Kahle, The Cairo Geniza2, 1959; F. G Kenyon, Our Bible and the Ancient Manuscripts, 1939 (edisi baru, 1958); B. J Roberts, The Old Testament Text and Versions, 1951; E Wurthwein, The Text of the Old Testament, 1979; M Burrows, Dead Sea Scrolls of St. Mark's Monastery, 1950; W. J Martin, Dead Sea Scrolls of Isaiah, 1954; FM Cross, The Ancient Library of Qumran and Modern Biblical Studies, 1958; P. E Kahle, Der hebraische Bibeltext seit Franz Delitzsch, 1958; F. M Cross, S Talmon, Qumran and the History of the Biblical Text, 1975. WJM/ARM/MHS/HAO

III. SEPTUAGINTA

Tanda umum bagi Septuaginta ialah 'LXX'. Inilah terjemahan Yunani yg paling utama dari PL, dan terjemahan tertua yg kita kenal dalam bahasa mana pun, dan yg paling berpengaruh.

1. Asal mulanya

Asal mulanya yg sebenarnya masih dalam penelitian. Memang ada satu surat, yg berlagak ditulis oleh seorang bernama Aristeas kepada saudaranya, bernama Filokrates, waktu pemerintahan Ptolemeus Filadelfus (285-246 sM). Surat ini menceritakan bagaimana Filadelfus, yg dibujuk oleh petugas perpustakaannya mencari terjemahan Kitab Suci Ibrani untuk perpustakaan kerajaan, mengajukan permintaan akan hal itu kepada Imam Besar di Yerusalem. Dan Imam Besar ini mengutus 72 orang penatua ke Aleksandria sambil membawa sebuah salinan resmi dari hukum Taurat. Di sana mereka membuat terjemahannya dalam tempo 72 hari, yg dibacakan di hadapan masyarakat Yahudi, yg disambut dengan tepuk tangan meriah, lalu terjemahan itu diserahkan kepada raja Mesir. Dari jumlah penterjemahnya, terjemahan ini menjadi terkenal (tentu sedikit kurang tepat) dengan nama Septuaginta (= 70).

Cerita yg sama diceritakan oleh Yosefus juga dengan sedikit kelainan, tapi para penulis kemudian menghiasinya dengan bunga-bunga keajaiban. Menurut Klement dari Aleksandria dan Eusebius, seorang imam Yahudi bernama Aristobulus -- yg hidup pada abad 2 sM -- berkata, bahwa setelah bagian-bagian yg berhubungan dengan sejarah orang Ibrani sudah lebih dulu diterjemahkan ke dalam bh Yunani, barulah seluruh hukum Taurat diterjemahkan dalam pemerintahan Ptolemeus Filadelfus; tapi Aristobulus bergantung pada Aristeas dan terdorong oleh keinginan untuk membuktikan, bahwa Plato, dan bahkan Homerus, meminjam pikiran-pikiran dari Alkitab!

Kenyataan surat Aristeas termasuk bertarikh abad 2 sM. Banyak rinciannya agak dilebih-lebihkan, dan bahkan bersifat legenda, tapi nampaknya agak pasti bahwa hanya terjemahan hukum Taurat saja dibuat di Mesir (pada zaman Ptolemeus Filadelfus), terutama sekali demi kepentingan orang-orang Yahudi yg berbahasa Yunani di sana. Inilah Septuaginta asli. Kitab-kitab lainnya diterjemahkan kemudian satu demi satu: kitab-kitab kanon pada suatu waktu sebelum 117 sM (kitab-kitab ini disinggung oleh cucu Sira dlm kata pendahuluannya), dan Kitab-kitab Apokrifa yg diterjemahkan pada permulaan zaman Kristen. Barulah kemudian nama Septuaginta diperluas untuk melingkupi semua terjemahan ini. Kitab-kitab Apokrifa ditebarkan di antara kitab-kitab kanon selaras dengan isinya; ada bagian-bagiannya yg disisipkan ke dalam kitab-kitab kanon, yg bahan pokoknya mengacu kepada kitab kanon itu.

2. Bahasanya

Bahasa Yunani LXX bukanlah bh Yunani koine yg murni. Ungkapan-ungkapan Ibrani bertaburan di dalamnya; kadang-kadang bahasanya hanya sedikit lain dari bh Ibrani yg tidak taat asas. Tapi dengan keberatan-keberatan ini maka Pentateukh LXX termasuk terjemahan yg cukup bersifat langgam Yunani dan konsekuen, walau ada tanda-tandanya yg menunjukkan bahwa Pentateukh adalah hasil pekerjaan lebih dari satu orang penterjemah. Di luar Pentateukh nampaknya ada sejumlah kitab, beberapa di antaranya dibagikan kepada dua penterjemah, yg bekerja serentak, tapi kitab-kitab lainnya diterjemahkan satu demi satu pada waktu yg berlainan oleh berbagai penterjemah, yg menggunakan metode dan kosa kata yg berbeda-beda. Justru gaya bahasanya beragam mulai dari Yunani koine yg cukup baik, seperti dalam Kitab Yes, sebagian Yos, dan 1 Makabe, sampai Yunani serampangan, seperti dalam Kitab-kitab Taw, Mzm, Yesus Sirakh, Yudit, Nabi-nabi Kecil, Yer, Yeh, dan bagian Kitab Raj, sampai terjemahan-terjemahan harfiah, yg kadang-kadang tak dapat dimengerti maksudnya, seperti dalam Kitab Hak, Rut, Kid, Rat dan bagian-bagian lain dari Kitab Raj.

\\==> Image 00200\\

Kualitas terjemahannya ditimbang dari kualitas terjemahan bh Ibraninya, tidak selalu cocok dengan kualitas gaya bahasa Yunaninya. Kembali, tingkat Pentateukh sangat tinggi. Umumnya terjemahannya layak dan searti dengan aslinya, walaupun kadang-kadang memberi keterangan-keterangan tentang antropomorfisme yg merupakan kendala bagi masyarakat Yahudi Aleksandria. Lagi pula tidak senantiasa persis dalam istilah-istilah teknis keagamaan, juga tidak sepenuhnya tertarik akan keterangan-keterangan bangunan yg diulang-ulangi dalam Keluaran yg di dalamnya ada kesalahan-kesalahan, kependekan-kependekan, dan ada yg sama sekali dibuang. Hanya sedikit kitab yg mencapai tingkat Pentateukh. Kebanyakannya hanya sampai ke tingkat pertengahan, ada yg sangat jelek; Est, Ayb, Ams dan 1 Esdras merupakan terjemahan yg bersifat ulasan bebas. Naskah asli dari Ayb jauh lebih pendek dari naskah Ayub Ibrani; di kemudian hari naskah itu beberapa kali ditambahi dengan sisipan dari Teodotion (abad 2 sM). Kitab Ams bh Yunani mengandung hal-hal yg sama sekali tak terdapat dalam Naskah Masora, dan perasaan-perasaan Ibrani diubah secara bebas supaya cocok dengan pandangan Yunani. Terjemahan Dan dalam LXX terlalu bersifat ulasan, sehingga segera diganti, barangkali pada abad 1 M, oleh terjemahan yg kemudian (umumnya dikaitkan kepada Teodotion, tapi berlainan dari dasar-dasarnya dan memberi tarikh yg lebih dini dari zaman Teodotion), dan terjemahan Dan dari LXX itu sekarang terdapat hanya dalam dua dari kelompok naskah temuan Siria. Salah seorang penterjemah Yer kadang-kadang menerjemahkan kata-kata Ibrani dengan kata-kata Yunani, yg memberi bunyi suara yg serupa, tapi artinya tidak sama. Kitab-kitab lain menyerupai Teodotion dalam gaya bahasa, baik dalam hal keterlalu-harfiahannya maupun kadang-kadang dalam pemakaian cara tulis lintas untuk mengganti terjemahan. Mengenai Kitab-kitab Apokrifa, ada yg sama sekali bukan terjemahan, tapi karangan bebas dalam bh Yunani.

3. Terjemahan-terjemahan dan revisi terjemahan-terjemahan LXX

Sepanjang PL, naskah-naskah sendiri berbeda-beda dalam anti dengan naskah Ibrani. Yg menyebabkan hal ini sebagian besar ialah: terjemahan-terjemahan ini berisikan hasil perbaikan-perbaikan yg ditujukan untuk lebih mencocokkan LXX kepada bh Ibrani pada zaman mereka. Tapi ada yg mempercayai bahwa banyak perbedaan seperti itu tidaklah bermula dari perbaikan-perbaikan suatu terjemahan asli, melainkan akibat dari pencampuran terjemahan-terjemahan tandingan yg dari mulanya berdiri sendiri.

Teori ini, yg dikemukakan dan sebagian besar dikembangkan oleh Paul Kahle, mengatakan bahwa asli LXX adalah sekian banyak terjemahan, mula-mula lisan dan kemudian tertulis, untuk dipakai dalam kebaktian-kebaktian sesudah naskah Ibrani asli dibacakan. Di kemudian hari dibuatlah terjemahan yg dijadikan tolok ukur resmi dari hukum Taurat, tapi tidak menggeser seluruh terjemahan yg lebih tua, sedang mengenai sisa Kitab-kitab PL tak pernah ada suatu terjemahan Yahudi yg menjadi tolok ukur, yg ada hanyalah aneka ragam terjemahan. Akhirnya, gereja Kristen mengambil alih Pentateukh yg diakui sah itu dan menerima satu dua terjemahan dari kitab-kitab lain dan memperluas nama Septuaginta itu untuk melingkupi seluruhnya, yg kemudian dipandang sebagai naskah kanon.

Dr. Kahle ingin menyatakan tulisan-tulisan yg di bawah ini sebagai sisa-sisa yg tersimpan dari terjemahan-terjemahan asli yg berdiri sendiri itu: (1) jalur 5 dan 6 dari Heksapla Origenes (lih di bawah); (2) Teodotion mula-mula, yaitu suatu terjemahan yg dikatakan pernah satu atau dua kali dikutip dalam PB dan di kemudian hari dikaitkan kepada Teodotius, hanya karena dia memperbaikinya; (3) terjemahan Lukian mula-mula, yaitu terjemahan kuno yg lain yg dikatakan pernah terdapat dalam tulisan-tulisan sebelum zaman Lukian, dan memakai namanya karena dibuat menjadi dasar untuk perbaikannya; (4) kutipan-kutipan tertentu dalam PB yg berlainan dari LXX; (5) naskah-naskah tandingan dari naskah yg ditulis dengan huruf besar terdiri dari beberapa kitab, umpamanya Hakim-hakim. Dr. Kahle cenderung menganggap sia-sia setiap usaha untuk menelusuri terus ke belakang sambil memeriksa tumpukan ragam bacaan naskah yg ada, untuk mencari LXX 'asli'. Apa yg dapat diharapkan akan dijumpai adalah melulu tanda-tanda dari naskah-naskah tandingan, yg pada dirinya banyak serpihannya, walaupun itu berguna sebagai kesaksian-kesaksian bagi berbagai tingkat dan keadaan naskah Ibrani.

Tapi teori ini, yg sebagian besar didasarkan pada kesamaan dengan terjemahan-terjemahan lain, seperti Targum Aram, Vulgata, dan AV Inggris, belum diterima secara umum oleh para ahli, yg giat bekerja menyelidiki naskah nyata yg sesungguhnya dari LXX. Mereka mempertahankan, bahwa perbedaan-perbedaan yg penting dalam naskah-naskah LXX hanya sedikit; bagian-bagian yg naskah-naskahnya sama, sangat berlimpah-limpah; ragam-ragam yg dipakai Dr. Kahle sebagai dasar, lebih boleh jadi dapat diterangkan sebagai perbaikan-perbaikan dari naskah dasar LXX ketimbang sebagai sisa-sisa dari terjemahan tandingan, atau sebagai bacaan balik dari PB; kutipan-kutipan PB pun sama saja dapat diterangkan sebagai yg berasal dari sumber-sumber Aram atau sebagai terjemahan pribadi dari para penulis; terjemahan-terjemahan non-LXX yg terdapat dalam tulisan para penulis kuno seperti Filo, sering disebabkan oleh tergantinya naskah itu oleh naskah yg sudah diperbaiki di kemudian hari; dan memang tidak ada bukti bahwa orang-orang Kristen kuno pernah 'mengkanonkan' (atau: 'mengakui sebagai kanon') suatu naskah Yunani khusus yg mana pun dari PL.

Dari perbaikan-perbaikan PL Yunani yg ada, perbaikan Origenes adalah yg paling terkenal dan yg paling mudah ditelusuri. Pada kr thn 245 M diselesaikanlah dengan lengkap suatu terbitan yg besar dalam enam jalur yg sejalan (dari situlah asalnya nama Heksapla): (1) naskah Ibrani; (2) naskah Ibrani ditulis lintas ke dalam huruf Yunani; (3) terjemahan PL yg dibuat Akwila; (4) terjemahan PL yg dibuat Simakhus; (5) LXX yg diperbaiki oleh Origenes sendiri; (6) terjemahan PL yg dibuat Teodotion. Dalam Kitab-kitab Mzm Origenes memberikan juga naskah-naskah yg disebut kelima (Quinta), keenam (Sexta) dan ketujuh (Septima), dan dalam kitab-kitab lainnya kedua naskah pertama, yaitu kelima (Quinta) dan keenam (Sexta).

Cara Origenes memperbaiki naskah adalah dengan memilih dari naskah Yunani yg tersedia padanya, bacaan yg paling dekat ke naskah bh Ibrani, yg dipakai pada zamannya itu. Jika pada naskah tersebut ada sesuatu yg kurang dibandingkan dengan naskah bh Ibrani, maka disisipkannyalah kata-kata yg tepat sesuai, lalu dibubuhi tanda-tanda perbaikan, yg terbanyak dari terjemahan Teodotion; dan jika naskah itu mengandung bacaan-bacaan yg alpa dalam bh Ibrani, ia mempertahankannya, tapi dibubuhinya tanda-tanda yg lain. Akhirnya, urutan naskah-naskah Yunani dia ubah, di mana perlu, supaya cocok dengan bh Ibrani. Palimpesestas, yg berisikan Mazmur dan yg ditemukan thn 1896 di Milan, mengandung salinan dari lima lajur Heksapla (Psalterii Hexapli Reliquiae. Cura et Studio lohannis Card. Mercati editae. Pars Prima. Codex Rescriptus Bybliothecae Ambrosianae 0 39 SVP. Phototypice Expressus et Transcriptus. In Bybliothecae Vaticana MCMLVIII). Mengenai sisa PL, karya besar Origenes itu sudah binasa kecuali jalur 5, yg diterbitkan secara tersendiri oleh ahli sejarah Eusebius dan Pamfilus; beberapa naskah jalur V ini masih cocok dengan naskah yg besar atau kecil.

Redaksional yg diusahakan oleh Lukian Samosata (mati martir 311 M) dikatakan berciri sbb: gabungan dari ragam-ragam bacaan menjadi bacaan yg berbaur, penggantian kata-kata yg searti dengan kata-kata yg ada dalam LXX, gaya bahasa yg sangat jelas, dan pemakaian banyak ungkapan Yunani Atika (Yunani murni dan indah). Tapi hasilnya sangat tidak seimbang. Dalam Kitab Nabi-nabi, mutu naskah Lukian sangat rendah; dalam Pentateukh ragam-ragamnya umumnya kurang berbobot, tapi dalam kitab-kitab sejarah naskahnya bernilai tinggi, sering berdasarkan naskah Ibrani yg lebih unggul dari naskah Masora. Apakah Lukian sendiri bisa menggunakan naskah Ibrani ini, atau apakah bacaan-bacaannya dirampai dari terjemahan non-LXX yg lebih tua, masih tetap belum ada kesepakatan.

Ada lagi perbaikan ketiga yg disebut oleh Yerome (dlm Prologus galeatus) yg dibuat oleh Hesykhius (mungkin' mati martir juga thn 311 M) orang Aleksandria. Kita mengetahui sedikit saja tentang dia atau tentang asas-asas perbaikannya, yg tak dapat kita jabarkan sebagai kepastian.

Prof. A. Rahlfs menjumpai dua lagi naskah perbaikan (R dan C) mengenai Rut, Para Hakim, dan Kerajaan dan Dr. P Katz menjumpai yg lain, yg menyerupai R dalam kitab-kitab lainnya. Disamping perbaikan-perbaikan naskah ini, yg kurang lebih dapat ditetapkan identitasnya, pada tahun-tahun terakhir ini sudah terkumpul bukti-bukti bahwa jenis perbaikan yg dilakukan oleh Origenes dengan saksama, secara sebagian sudah dilakukan oleh orang-orang lain pada abad-abad sebelum Origenes.

4. Masalah-masalah yg timbul

Walaupun semua usaha perbaikan ini mempunyai maksud-maksud yg baik, tapi usaha itu telah memperkenalkan bertumpuk-tumpuk bacaan yg dengan berat hati terpaksa disingkirkan, supaya dapat disusun kembali tatanan perdana naskah LXX. Sudah tentu naskah-naskah dengan tulisan miring yg lebih kemudian yg lebih banyak diubah daripada naskah-naskah yg paling dini dengan tulisan huruf-huruf besar dan papirus; tapi naskah-naskah bertuliskan huruf besar yg terpenting pun (ump Codex Vatikan (B), Codex Aleksandrinus (A), dan Codex Sinai (N) tidak kebal terhadap perbaikan pra Origenes.

Tambahan lagi, naskah-naskah terdahulu yg berisikan seluruh Alkitab pada mulanya adalah dirampai dari gulungan-gulungan yg memuat hanya satu-satu kitab; sebagai akibatnya, kualitas teks naskah-naskah tangan cenderung menunjukkan ragam perbedaan yg bersumber dari kitab ke kitab. Naskah Vatikan (lih di atas) ump menunjukkan sifat Heksapla dalam naskah Kitab Yes, sedang naskah Hak memantulkan perbaikan dari abad 4 M. Tapi pada umumnya naskah itu adalah suatu salinan (yg agak buruk, seperti ternyata dari banyaknya kata yg terbuang) dari suatu naskah, yg diperbaiki dengan membuat pembetulan-pembetulan berdasarkan bukti yg terbaik yg tersedia pada awal zaman Kristen. Justru suatu naskah kadang-kadang memberikan teks yg lebih murni daripada naskah papirus yg jauh lebih dini tarikhnya, yg secara mencolok menunjukkan banyak kecocokan dengan naskah-naskah berhuruf miring di kemudian hari.

Codex Aleksandrinus (A) adalah yg lebih banyak mengalami perbaikan. Codex Sinai (N) pada umumnya menempati kedudukan antara B dan A. Dari Kitab papirus kuno berukuran tebal, belum ada yg menyajikan naskah yg dasarnya bukan LXX. Betapapun sulitnya kebijakan menyingkirkan bacaan-bacaan karya para revisiwan itu, tapi maknanya secara praktis, tidak kepalang tanggung. Ahli penafsir, yg bermaksud menerangi makna PB, dan yg menyandarkan diri pada suatu kata atau ungkapan LXX, harus tahu pasti, bahwa kata atau ungkapan itu bukanlah yg dimasukkan oleh seorang revisiwan yg berasal dari zaman sesudah zaman PB.

Tapi dalam banyak ay, naskah LXX yg belum diperbaiki tidak cocok dengan naskah Masora (NM) meliputi arti, urutan dan isi; dan ini penting, karena Lxx, sampai saat akhir-akhir ini, merupakan saksi tertua mengenai naskah PL. Tak ada naskah Masora sampai saat ditemukannya Gulungan Laut Mati, yg lebih dini dari abad 9 M. Lagi pula, semua naskah Ibrani ini memuat naskah seperti yg disusun oleh para ahli Masora, sedang Lxx (yaitu sebelum perbaikan-perbaikan utama), merupakan saksi tentang naskah sebelum zaman Masora. Di mana LXX berbeda dari NM, ternyata di situ, di beberapa tempat NM lebih unggul dari LXX, tapi di tempat-tempat lain justru LXX lebih unggul dari NM.

Kadang-kadang LXX ditopang oleh naskah Samaria atau salah satu Gulungan-gulungan Laut Mati. Gulungan-gulungan Laut Mati ini kadang-kadang cocok dengan LXX. Sangkaan yg dulu, yg mengatakan bahwa LXX adalah melulu suatu ulasan bebas, tidak didukung oleh Naskah Ibrani mana pun; dan kembali, kendati bacaan-bacaan dari gulungan kuno tidaklah harus merupakan bacaan-bacaan yg baik; seperti bacaan-bacaan naskah-naskah PB kuno tidak selalu lebih baik dari bacaan-bacaan berhuruf besar yg bertarikh lebih kemudian. Di tempat-tempat yg lain perbedaan-perbedaan NM dari LXX masih tetap merupakan persoalan, tapi sudah semakin terbukti bahwa metode lama, yaitu membandingkan bacaan-bacaan LXX satu demi satu dengan bacaan-bacaan NM satu demi satu, memberi akibat yg melebih-lebihkan nilai naskah LXX.

Kecenderungan sekarang ialah pertama-tama meneliti dengan seksama tiap kitab dari LXX sebagai keseluruhan. Lalu menetapkan sikap penterjemahan terhadap bh Ibraninya dan terhadap teknik penterjemahannya, sebelum menyandarkan diri kepada suatu bagian dari terjemahannya untuk menyelesaikan soal tentang suatu bacaan Ibrani yg dipertengkarkan. Penelitian seperti itu, sebagai keseluruhan, cenderung untuk mengurangi penilaian LXX.

5. Pentingnya LXX

Sebagai monumen bh Yunani Helenis, LXX sangat berharga sekali. Kadang-kadang LXX menyimpan pengertian-pengertian dari kata-kata Ibrani yg hidup tatkala terjemahan LXX sedang dibuat, tapi yg kemudian hilang. LXX berfungsi juga sebagai batu loncatan peri ilmu bahasa dan teologi antara bh Ibrani PL dan bh Yunani PB; sebab LXX merupakan 'Alkitab' yg turun-temurun bagi orang-orang Yahudi yg berbahasa Yunani di sekian banyak negeri, dan sering dikutip dalam PB. (Lukas dan penulis Ibrani memakai bahan LXX paling banyak, Matius paling sedikit.)

Kutipan dalam PB yg tidak cocok dengan LXX dapat dipertanggungkan kepada kutipan berdasarkan ingatan yg kurang tepat, kepada terjemahan penulis sendiri, terjemahan dari sumber-sumber Aram, terjemahan naskah Ibrani yg berlainan dari NM, barangkali kepada terjemahan-terjemahan Yunani lain, dan barangkali kepada penyesuaian bh Ibrani yg disengaja dengan pimpinan Roh Kudus. Sebagai akibatnya istilah-istilah psikologi dan teologi yg penting-penting dalam PB harus dimengerti, tidak melulu (kerapkali sama sekali tidak) dalam pengertian kafirnya, tapi berdasarkan keterangan-keterangan kata-kata Ibrani, yg dipantulkannya dalam LXX.

Lagi pula, LXX diterima di mana-mana oleh penginjil-penginjil Kristen dan dipertahankan oleh gereja-gereja, walaupun ditolak oleh orang Yahudi demi naskah-naskah yg lebih teliti. Akhirnya, LXX berada berdampingan dengan PB Yunani dan merupakan satu Alkitab yg utuh. LXX telah diterjemahkan ke dalam bh Kopt, Etiopia, Goth, Armenia, Arab, Georgia, Slavon dan Latin Kuno, dan menumbuhkan iman orang-orang bertobat melalui penyajian nubuat-nubuat tentang Mesias, sehingga bisa sampai kepada mereka dan dengan mempengaruhi pikiran para ahli teologi kuno. Sampai hari ini LXX tetap menjadi Alkitab resmi dari Gereja Ortodoks Yunani.

KEPUSTAKAAN. P Katz, 'Septuagintal Studies in the Mid-century', dalam the Background of the New Testament and its Eschatology, disusun oleh W. D Davies dan D Daube, 1956; F. G Kenyon, Our Bible and the Ancient Manuscripts (cetakan yg diperbaiki), 1958; J. W Wevers, 'Septuaginta Forschungen', Theologische Rundschau, 22, 1954, hlm 85 dst, 171 dst. Mengenai pikiran-pikiran revolusioner tentang Lukian dan Teodotion, lih D Barthelemy, Les Devanciers d'Aquila, 1963. DWG/MHS/HAO

IV. VERSI SIRIA

Sesudah LXX, maka versi Sirialah terjemahan Kitab Suci Ibrani yg paling tua dan paling penting. Terjemahan ini, yg dipakai oleh gereja Siria, sejak abad 9 disebut Pesyita (bh Siria psyitta), artinya 'terjemahan sederhana'.

1. Asal mulanya

Walaupun sudah diadakan penelitian oleh para ahli mengenai asal mula terjemahan ini, kita tidak memiliki keterangan langsung tentang para penulisnya atau tarikh penerjemahannya. Dan pada zaman Teodor dari Mopsuestia (kr 428 M) pengetahuan tentang asalnya tidak ada lagi. Tapi berdasarkan bukti dari dalam kitab itu sendiri kita dapat menyimpulkan sedikit mengenai asal mulanya.

Telah dicatat persamaan-persamaan bh Targum Aram Palestina dengan terjemahan Pentateukh dalam versi Siria (Pesyita): bh Siria (yaitu nama yg biasa diberikan pada bh Kristen Aram) ialah suatu bh Aram Timur, padahal Targum adalah bh Aram Barat. Suatu keterangan tentang gejala ini, yg diberikan oleh F Kahle, menyoroti asal mula terjemahan ini adalah suatu kemungkinan yg dapat diterima.

Menurut Kahle, hal bahwa tanda-tanda bh Aram Barat ini terdapat pada suatu naskah dalam dialek Aram Timur, mengungkapkan bahwa penulisnya mengenal Targum Palestina tentang Pentateukh. Juga telah ditunjukkan oleh A Baumstark, bahwa Kej 29:17 versi Pesyita cocok langsung dengan ay itu dalam versi-versi Geniza dan Targum Palestina, berlawanan dengan Targum Onkelos dan Pseudo-Yonatan ('Neue orientalische Probleme biblischer Textgeschichte', ZDMG, 14, 1935, hlm 89-118). Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa Pentateukh Pesyita bermula di suatu daerah Aram Timur, yg mempunyai hubungan dengan Yerusalem.

Keluarga raja Adiabene, yaitu kerajaan yg terletak di antara kedua sungai Zab, di sebelah timur S Tigris, telah beralih ke agama Yahudi kr thn 40 M. Anak-anak raja disuruh ke Yerusalem demi pendidikan mereka, dan beberapa anggota keluarga raja dikuburkan di sana. Agama Yahudi tersebar di tengah-tengah penduduk Adiabene, dan mereka membutuhkan Kitab Suci dalam bahasa yg mereka mengerti -- yaitu bh Siria. Jadi mungkin sekali bahwa bagian-bagian PL, dan pertama-tama Pentateukh, diperkenalkan dalam lingkungan itu pada pertengahan abad 1. Targum Palestina yg ditulis dalam dialek Aram Barat, umum dipakai di Yudea pada saat itu, dan kita dapat pradalilkan bahwa inilah yg dialihkan ke dalam dialek Aram yg dipakai di Adiabene.

Tapi ini bukanlah penyelesaian tuntas. Seperti yg ditunjukkan oleh Baumstark, naskah asli dari terjemahan Siria masih jauh lebih dini sebelum Targum Palestina dibuat. Targum itu mengandung tafsiran (Hagada), yg pada umumnya tidak terdapat dalam Alkitab Siria. Di pihak lain, naskah yg paling tua yg menyimpan serpihan Targum ini yg memuat bagian Kel 21 dan 22, tidak memiliki keterangan Hagada apa pun, padahal naskah Siria dalam Kel 22:4-5 mengikuti tafsiran Yahudi yg biasa. Justru dipradalilkan bahwa serpihan ini mencerminkan jenis Targum yg lebih tua dari apa yg mungkin dikirim ke Adiabene.

Penelitian lebih lanjut atas naskah-naskah Pentateukh Pesyita, mengungkapkan bahwa pada suatu kurun waktu terdahulu memang ada dua versi. Pertama, terjemahan dari bh Ibrani yg lebih harfiah; kedua, suatu terjemahan seperti diterangkan di atas, yg sangat dekat dengan Targum Palestina. Banyak ahli berpendapat bahwa terjemahan harfiah itulah yg pertama, dengan alasan bahwa Bapak-bapak gereja Siria, yaitu Afrahat dan Efraim, memakai suatu versi yg lebih dekat mengikuti bh Ibrani daripada yg dilakukan oleh versi yg biasa dipakai pada abad 6.

Masih dipersoalkan bagaimana terjemahan ini diakui sebagai Kitab Suci PL resmi untuk gereja Siria. Jika kita pandang terjemahan harfiah itu sebagai karya penterjemah orang Yahudi, yg dibuat untuk persekutuan orang Yahudi, agaknya terjemahan ini diambil alih oleh gereja Siria, diperbaiki sedikit gaya bahasanya, dan diterima sebagai Kanonik kr abad 5 M. Gereja Siria ini sudah berakar kuat di daerah Arbela, ibukota Adiabene, sebelum akhir abad 1, dan pada abad 2 Edesa yg di sebelah timur Efrat Hulu, menjadi pusat kekristenan Mesopotamia.

Tatkala pada awal abad 4 agama Kristen menjadi agama resmi di Kerajaan Roma, naskah-naskah LXX diterbitkan, dan (seperti ditulis B. J Roberts, The Old Testament Text and Versions, 1951, hlm 222) 'dengan pikiran sehat dapat kita pradalilkan bahwa perkembangan seperti itu juga terjadi dengan naskah Pesyita. Maka ada yg berpendapat bahwa ada usaha untuk memperbaiki naskah Siria guna lebih menyelaraskannya dengan LXX. Hal itu terjadi tidak lama sesudah Ps Pesyita diperbaiki, tapi sudah jelas bahwa perbaikan terjemahan itu tidak diterapkan dengan cara yg sama atas semua kitab. Maka Mzm dan Kitab-kitab para Nabi dicocokkan secara seksama dengan naskah Yunani, karena kitab-kitab itu penting dalam hal mengerti Ps. Tapi Ayb dan Ams hampir tidak dijamah, dan hal yg sama dapat dikatakan juga mengenai Kej, walaupun agak kurang sedikit'.

Di sini harus disinggung pandangan lain tentang asal mula versi Siria. R. H Pfeiffer (Introduction to the OT, 1941, hlm 120) mengutip F Buhl (Kanon and Text des Alten Testaments, 1890, hlm 187) 'bahwa asal mula Pesyita harus dikaitkan kepada usaha orang-orang Kristen: sebagian digunakan terjemahan-terjemahan Yahudi yg lebih tua, sisanya ditugaskan kepada orang-orang Kristen Yahudi untuk diterjemahkan'. Pandangan ini memang mungkin, karena orang Kristen Siria meliputi unsur Yahudi yg besar jumlahnya dan mungkin berasal dari suatu jemaat Yahudi asli.

Mengenai pengaruh LXX terhadap Pesyita, bisa juga dikutip kesimpulan WE Barnes (JTS 2, 1901, hlm 197): 'pengaruh LXX itu hanya di sana sini, di sini mempengaruhi terjemahan suatu kata, di sana juga demikian. Penterjemah-penterjemah Siria memang harus sudah tahu, bahwa pengetahuan mereka akan bh Ibrani jauh lebih maju dari pengetahuan yg dimiliki oleh penterjemah-penterjemah LXX, tapi tekanan dari mode Yunani sekali-sekali kelihatan. Sebaliknya para penulis versi Siria itu tidak tahu-menahu tentang bh Ibrani, dan siap memasukkan bacaan-bacaan yg terdapat dalam suatu naskah Yunani atau yg dianjurkan oleh seseorang dari Bapak-bapak Gereja Yunani. Dengan demikian maka naskah Pesyita dalam bentuknya yg kemudian lebih menyerupai LXX ketimbang dalam bentuknya yg pertama. Hanya dalam Mzm (begitulah nampaknya pada tahap sekarang) terdapat pengaruh Yunani secara umum yg membawa suatu ciri baru, ialah ciri rasa takut terhadap bentuk-bentuk antropomorfis. Para penterjemah Pentateukh dari Siria sudah bebas dari rasa takut itu'.

2. Bahasa dan terjemahan

Jika kita periksa sifat terjemahan Siria dalam Kitab-kitab PL, akan ternyata bahwa terjemahan itu tidak seragam, suatu hal yg mengacu kepada pengertian adanya beberapa penterjemah. Mengenai Kitab Sam dalam Pesyita, S. R Driver menulis: 'Naskah Ibrani yg mendasari naskah Pesyita lebih sedikit penyimpangannya dari naskah Masora ketimbang naskah Ibrani yg mendasari naskah LXX, walaupun naskah Ibrani yg mendasari naskah Masora itu tidak sedekat naskah Ibrani yg mendasari naskah Targum kepada naskah asli yg sebenarnya. Tidak jarang terdapat bagian-bagian yg sama-sama disetujui oleh Pesyita dan naskah Lukian, walaupun berbeda dari naskah Masora. Dalam terjemahan Kitab-kitab Sam unsur Yahudi yg disinggung di atas tidak begitu kentara seperti terdapat dalam terjemahan Pentateukh; namun tetap ada, dan bisa didapati dalam ungkapan-ungkapan khas tertentu, yg hampir tak akan dijumpai di luar jangkauan pengaruh Yahudi' (Notes on the Hebrew Text and the Topography of the Books of Samuel2, 1913, hlm 71).

Tentang sifat terjemahan dalam kitab-kitab yg lain dapat dikutip B. J Roberts (The Old Testament Text and Versions, 1951, hlm 221 dst): 'Kitab Mzm merupakan terjemahan bebas, yg menunjukkan pengaruh LXX yg cukup besar; Ams dan Yeh sangat serupa dengan Targum. Yes dan Nabi-nabi kecil sebagian besar kembali merupakan terjemahan bebas. Ayb walaupun terjemahannya harfiah, dalam beberapa bagian sungguh tak dapat dimengerti, sebagian karena kerusakan naskah dan sebagian karena pengaruh dari terjemahan-terjemahan yg lain. Kid adalah terjemahan harfiah, Rut suatu ulasan. Taw bersifat ulasan paling unggul dari kitab mana pun, yg mengandung unsur-unsur Midrasy dan menunjukkan banyak sifat Targum. Kitab ini semula tidak termasuk Kanon Siria, diduga bahwa terjemahan Sirianya dikerjakan oleh orang Yahudi di Edesa pada abad 3 M.

Kecenderungan yg bersifat Kristen, mungkin yg timbul dari bacaan Kristen terbitan ulang terdahulu, kelihatan dalam terjemahan banyak bagian, mis Kej 47:31; Yes 9:5; 53:8; 57:15; Yer 31:31; Hos 13:14; Za 12:10. Jelas bahwa banyak judul Mzm berasal dari sumber Kristen, walaupun di beberapa tempat judul judul ini juga menunjukkan pengaruh tradisi Yahudi. Tapi betapa jauh hal ini harus dikaitkan kepada kegiatan penyunting di kemudian hari, tak dapat ditentukan'.

3. Sejarah naskah Pesyita di kemudian hari

Pada akhir 25 thn pertama abad ke-5 terjadi suatu perpecahan dalam gereja Siria. Uskup Nestorius diusir dari keuskupan Konstantinopolis pada thn 431, lalu Alkitab Pesyita dia bawa ke arah Timur. Sesudah sekolah mereka dimusnahkan di Edesa thn 489, para pengikut Nestorius lari lagi ke Persia dan mendirikan sekolah baru di Nesibis. Kedua cabang dari gereja Siria itu masing-masing memegang Alkitab versi sendiri, dan sejak zaman Bar-Hebraeus pada abad 13, naskah-naskah Alkitab yg ditulis menjadi istimewa bersifat 'Siria Timur' atau 'Siria Barat'. Naskah-naskah bersifat Timur, yaitu dari gereja Nestorius, mengalami lebih sedikit perbaikan yg berdasar pada naskah-naskah Ibrani dan Yunani, karena tempat letak gereja itu lebih terpencil.

4. Terjemahan-terjemahan lain

Terjemahan-terjemahan Siria lainnya telah ada lebih dini, tapi tak ada tinggal bukti yg lengkap mengenai versi-versi itu. Serpihan-serpihan dari terjemahan Kristen Siria Palestina (Yerusalem), baik PL maupun PB, berasal dari abad 4-6. Naskah itu berdasarkan LXX, tertulis dalam huruf Siria dan bahasanya adalah bh Aram Palestina.

Filoksenus orang Mabug menugaskan supaya seluruh Alkitab diterjemahkan dari bh Yunani (kr thn 508 M); hanya sedikit serpihan yg masih tinggal, yg mengandung bagian-bagian PB dan Mzm. Baumstark berkata bahwa yg masih ada hanyalah serpihan-serpihan saja, yg berdasar pada suatu naskah Yesaya yg diperbaiki oleh Lukian. Serpihan-serpihan Yes itu berasal dari awal abad 6 M.

Versi Siria lainnya dari PL dibuat oleh Paulus, Uskup Tella, di Mesopotamia pada thn 617-618. PL ini mengikuti naskah Yunani dan memelihara juga tanda-tanda Heksapla dalam catatan samping. Tercantum juga bacaan-bacaan yg berasal dari Akwila, Simakhus dan Teodotion. Karena versi ini sebenarnya adalah terjemahan bh Siria jalur LXX dari Heksapla Origenes, maka kitab ini terkenal dengan nama Heksapla Siria dari LXX.

5. Naskah-naskah dan edisi-edisi Pesyita

Naskah Alkitab tertua yg membubuhi tarikhnya dan yg diketahui sekarang, ialah NT British Museum Add. 11425, bertarikh 464 M, berisikan Pentateukh kecuali Im (NT 'D'). Naskah-naskah tua lainnya seperti Yes dan Mzm berasal dari abad 6. Codex (naskah) Ambrosianus dalam bh Siria Barat dari abad 6 atau 7, yg penting itu, sudah diterbitkan secara fotolitografika oleh A. M Ceriani (Translatio Syra Pescitto Veteris Testamenti, 1867). Kitab ini terdiri dari seluruh PL dan terjemahannya dekat sekali mengikuti naskah Masora.

Tulisan-tulisan Bapak-bapak Gereja Siria ump Efraim Sires (meninggal 373 M) dan Afrahat (surat-suratnya bertarikh 337-345) berisikan kutipan dari PL termasuk bacaan-bacaan paling dini. Tafsiran-tafsiran Filoksenus, Uskup Mabug, 485-519, menyajikan bacaan-bacaan Yakub. Sumber yg paling berharga untuk naskah tafsiran Filoksenus adalah 'Autsar Raze, tulisan Bar-Hebraeus yg ditulis pada thn 1278.

Belum ada naskah lengkap PL Siria edisi modern yg diteliti. Editio princeps dari Pesyita diterbitkan oleh seorang Kristen Maro, bernama Gabriel Sionita untuk dimasukkan dalam Polyglot (Alkitab dlm banyak bh) Paris thn 1645. Sebagai sumber utama ia memakai NT Siria b (Codex Syriaque) dalam Perpustakaan Nasional di Paris: sayang naskah ini bertarikh abad 17 dan kurang tepat.

Naskah Pesyita dalam Polyglot Walton yg bertarikh 1657 adalah naskah Sionita tadi; Vetus Testamentum Syriace, 1823, yg diterbitkan oleh S Lee sama halnya, walaupun Lee telah bisa menggunakan Naskah B (yaitu Alkitab Buchanan, abad 12) dan tiga naskah tangan, yaitu p, u dan e, dalam bh Siria Barat bertarikh abad 17.

Terbitan Urmia thn 1852 dalam banyak ay mengikuti bacaan-bacaan NNT Gereja Nestorius. Thn 1887-1891 para rahib Dominikan di Mosul menerbitkan PL dan PB, yg juga berdasarkan tradisi bh Siria Timur. Ada juga terdapat terbitan beberapa kitab tersendiri berdasarkan penelitian.

KEPUSTAKAAN. Lih akhir bg V tentang Bh Aram di bawah.

V. BAHASA ARAM

1. Naskah PL dalam bahasa Aram

Mengenai ini *BAHASA PL, bg II.

2. Bahasa Aram dalam PB

Sejak Zaman Pembuangan bh Aram tersebar di Palestina sebagai bahasa sehari-hari, dan bahasa inilah yg umum dipakai di negeri itu pada zaman PB, barangkali lebih banyak dari bh Yunani, yaitu bahasa yg sudah dimulai sejak Iskandar Agung menaklukkan negeri itu.

Kitab-kitab Injil mencatat kata-kata Yesus dalam bh Aram pada tiga peristiwa, yaitu Mrk 5:41 Talita Kum; Mrk 7:34 Efata, suatu bentuk dialek dari 'itpattakh; dan Mrk 15:34 Eloi, Eloi lama sabakhthani, seruan Yesus di kayu salib (bnd Mat 27:46). Juga dapat kita baca, tatkala Yesus berdoa di Taman Getsemani, Ia menyapa Bapak dengan Abba, yaitu kata Aram untuk 'bapak'.

Dalam Rm 8:15 dan Gal 4:6 Paulus juga memakai bentuk 'Abba, ya Bapak' yg akrab itu, sebagai isyarat bahwa Roh Anak telah diberikan oleh Allah ke dalam hati orang-orang yg percaya dalam Kristus tatkala mereka berdoa, 'Abba, ya Bapak'. Ada juga suatu ungkapan Aram yg lain yg hidup di tengah-tengah gereja kuno, yaitu maranata (artinya 'Ya Tuhan datanglah'), yg dipakai Paulus dalam 1 Kor 16:22. Kata-kata Aram yg lain yg terdapat dalam PB ialah Hakal-Dama (artinya, 'Tanah Darah', Kis 1:19) dan beberapa nama tempat dan nama diri.

Sebagai tambahan, dalam Kis 26:14 dikatakan bahwa Paulus mendengar Kristus yg sudah bangkit itu berbicara kepadanya 'dalam bahasa Ibrani', yg maksudnya pasti bh Aram (lih F. F Bruce, The Book of the Acts, 1954, hlm 491, no. 18). Demikian pula halnya dalam Kis 22:2, tatkala Paulus berbicara kepada kelompok bajingan yg di Yerusalem dalam bh Ibrani, yg memberi isyarat bahwa rakyat umum lebih fasih berbahasa Aram daripada berbahasa Yunani.

KEPUSTAKAAN. F. F Bruce, The Books and the Parchments, 1950, hlm 54 dst, 181 dst dan kepustakaan pada hlm 230; P Kahle, The Cairo Geniza, 1947, hlm 129 dst, 179197; R. H Pfeiffer, Introduction to the Old Testament, 1941, *him 120 dst; B. J Roberts, The Old Testament Text and Versions, 195 1, hlm 214-228 dan kepustakaan pada hlm 309 dst; T. H Robinson, 'The Syriac Bible', dalam Ancient and English Versions of the Bible (red. H. W Robinson), 1940; E. R Rowlands, 'The Targum and the Peshitta Version of the Book of Isaiah', VT 9, 1959, hlm 178 dst; H. H Rowley (red,), OTMS, hlm 257 dst; E Wurthwein, The Text of the Old Testament, 1957, hlm 59 dst dan kepustakaan pada hlm 172; M Black, An Aramaic Approach to the Gospels and Acts 3, 1946; G. H Dalman, The Words of Jesus, 1902; idem, Jesus-Jeshua, 1929; C. C Torrey, Documents of the Primitive Church, 1941; G. M Lamsa (terj.), The Holy Bible from Ancient Eastern Manuscripts, 1957. RAHG/MHS/HAO

VI. PERJANJIAN BARU.

PB diteruskan dari zaman ke zaman melewati banyak kendala dan risiko, yg juga dialami oleh semua sastra kuno. Kesalahan para penyalin dan koreksian para penyusun telah meninggalkan jejak mereka pada semua sumber dari mana kita menggali pengetahuan tentang isi atau kata-kata naskah aslinya. Sebelum dapat kita tentukan kata-kata aslinya, harus kita terapkan dulu sederet ilmu terhadap tumpukan data naskah yg ada, yaitu: (1) Diplomatik -- penelitian atas data-data naskah kuno, yg berhubungan dengan palaeograft, yakni ilmu mengenai karya tulis tangan kuno. (2) Resensi -- penelitian tentang hubungan antar naskah, dengan itu stemmata atau 'silsilah' dapat ditentukan dan, dalam keadaan yg semujur-mujurnya, naskah panduan atau naskah dasar (naskah yg paling dekat kepada naskah asli), dapat ditetapkan. (3) Pemilihan -- pemilihan antara variasi-variasi yg mutlak dalam naskah, dimana variasi-variasi itu tak dapat diterangkan sebagai kesalahan-kesalahan biasa saja. (4) Pembetulan -- keputusan tentang kesukaran-kesukaran yg tersisa, yg tak dapat diselesaikan, dengan menentukan perubahan berdasarkan dugaan.

Mengenai teks PB masih banyak yg harus dilakukan bertalian dengan tahap (1) diplomatik; berdasarkan kerja yg terdahulu, maka pada abad terakhir ini tahap (2) resensi, dan kemungkinan-kemungkinannya telah mendapat perhatian utama; sekarang ini perhatian lebih banyak daripada yg sudah-sudah sedang diberikan pada tahap (3) khususnya mengenai patokan yg bisa dipakai untuk membedakan variasi-variasi dalam naskah-naskah; tapi betapa halus dan sukar pun ketiga tahapan tersebut, nampaknya bisa terhindar dari menduga-duga saja, yaitu tahap (4).

Kesimpulan ini timbul dari berlimpahnya bahan sumber yg tersedia bagi kita. Daftar tolok ukur dari NNT PB Yunani yg dimulai oleh C. R Gregory (Die griechischen Hss. des NTs, 1908), sekarang diganti oleh K Aland, Kurzgefasste Liste der griechischen Hss. des N. T., 1963. Dalam daftar ini terdapat 76 papirus, 250 NT beraksara besar, 2.646 NT beraksara kecil dan 1.997 NT dari kelompok bacaan kebaktian. Di sini memang timbul embarras de richesse -- kesulitan timbul justru karena melimpahnya data. Tambahan lagi, disamping sumber-sumber data dalam bh Yunani asli, kita dapat memakai juga terjemahan-terjemahan kuno ke dalam bahasa-bahasa sastra Kristen kuno, dan kepada kutipan-kutipan dari PB yg dibuat oleh para penulis Kristen. Keduanya ternyata menjadi sumber-sumber kesaksian yg penting sekali untuk menetapkan naskah PB dan sejarahnya.

1. Naskah-naskah tulis tangan (NNT)

Sumber paling utama ialah dalam NNT Yunani, yg dibuat dari sejumlah bahan yg berbeda-beda. Yg pertama adalah papirus, sarana menulis dibuat dari semacam gelagah, yg dapat tahan lama. Papirus ini dipakai di seluruh dunia kuno, tapi yg tersimpan dengan paling baik adalah papirus yg ditemukan di lahan-lahan pasir Mesir. Dari 68 papirus PB yg terkenal itu (yg ditandai dlm daftar Gregory-von Dobschuetz-Aland dgn 'p' dlm bentuk huruf Gotik, dan disusul dgn bilangan) adalah yg berikut.

(i) Papirus Kitab-kitab Injil. P45 (Papirus Chester-Beatty, dgn Kitab-kitab Injil, Dublin) kr 250 M, dalam 17 lembar memuat 30 bagian terbesar dari Luk dan Mrk, sedikit berkurang bagian-bagian Mat dan Yoh; P52 (Perpustakaan John Rylands, Manchester, UK) kr 100-150 M, adalah serpihan PB yg paling tua yg ditemui; P66 (Papirus Bodmer dari Yohanes, Geneva, Swiss), kr 200 M memuat Injil Yoh dengan beberapa tempat kosong dalam ps 14-21.

(ii) Papirus Kisah. P38 (Papirus Michigan 1571, Ann Arbor, AS) yg oleh beberapa ahli ditentukan bertarikh abad 3, oleh ahli lain abad 4, memuat Kis 18:27-19:6; 19:12-16; P45 (Chester Beatty, seperti di atas) 13 halaman memuat bagian-bagian dari Kis 5:30-17:17; P48 (Florence) bertarikh abad 3, hanya satu lembar, memuat Kis 23:11-29.

(iii) Surat-surat Paulus. P46 (Papirus Chester-Beatty dgn Surat-surat, Dublin), kr 250 M dalam 90 lembar memuat bagian-bagian Surat Rm, Ibr, 1 dan 2 Kor, Gal, Ef, Flp, Kol, 1 Tes, dalam urutan tersebut.

(iv) Kitab Wahyu P47 (Papirus Chester-Beatty dgn Why, Dublin) 10 lembar, memuat Why 9:10-17:2.

Semua papirus di atas sangat menolong dalam hal menetapkan teks PB. Perlu diperhatikan secara khusus, bahwa umur NNT inilah -- bukan bahan atau tempat asalnya -- yg membuatnya penting. Suatu papirus dari masa yg kemudian belum tentu harus mempunyai makna yg penting itu.

Bahan kedua yg dipakai untuk membuat NNT Yunani adalah perkamen. Perkamen adalah kulit biri-biri atau kambing yg dikeringkan dan dilicinkan dengan batu apung; kulit ini merupakan sarana menulis yg tahan lama dan tahan terhadap segala macam iklim. Perkamen dipakai sejak zaman kuno sampai akhir Abad Pertengahan Eropa, karena kertas mulai menggantikannya.

Bentuk naskah tulis tangan yg asli ialah gulungan, tapi hanya sedikit tulisan Kristen yg tersimpan dalam bentuk ini. Kitab-kitab Kristen biasanya berbentuk kodeks, yaitu bentuk dijilid dan berhalaman, seperti buku sekarang ini. Banyak kitab perkamen masih ada (ada papirus juga yg tersimpan dlm bentuk ini) dan beberapa di antaranya merupakan karya yg sangat indah. Bahkan ada terbitan luks berwarna ungu muda dan ditulis dengan tinta emas atau tinta perak. Tapi pada suatu kurun waktu tertentu bahan perkamen sukar didapat, sehingga terjadi tulisan NNT tua padaperkamen dihapus dan perkamen yg sama itu dipakai kembali. NNT seperti itu (yg dipakai kembali) disebut palimpesests; sering justru tulisan yg dihapus itulah yg penting bagi keahlian modern, dan dalam hal ini sering perlu digunakan alat-alat kimia, pemotretan, dan cara-cara teknik modern yg lain, sebelum tulisan itu dapat di telaah tuntas.

\\==> Image 00201\\

NNT perkamen PB (bersama dgn NNT kertas dari abad 15-16 yg jumlahnya sedikit sekali) dapat dibagi tiga golongan. Golongan pertama membedakan NNT yg memuat teks bersinambungan, dari NNT yg disusun menurut daftar bacaan untuk kebaktian harian dan kebaktian pada pesta-pesta besar. Bacaan itu disebut evangelistaria; dalam daftar Gregory-von Dobschiietz-Aland naskah-naskah itu ditandai dengan huruf 'l' disusul dengan bilangannya. '1' sendirian menandakan memuat bagian dari Injil saja; 'Ia, menandakan bagian dari baik Injil maupun Surat-surat. Golongan NNT ini terlalu sedikit dipelajari secara sistematis: deret Studies in the Lectionary Text of the Greek New Testament (1933 dst) secara lambat memperbaiki keadaan itu. Golongan pertama (yaitu NNT yg teksnya bersinambungan) dibagi lagi menjadi dua bagian kecil berdasarkan gaya tulisan yg dipakai dalam menulisnya; secara kasar bagian-bagian itu berurutan dalam soal waktu. Bagian pertama yg lebih tua adalah golongan Uncial, artinya ditulis dengan huruf besar; golongan kedua adalah Minuscule atau Cursive, artinya ditulis dengan huruf kecil yg disempurnakan oleh Teodorus dan penulis-penulis lain dari abad 10 dan sekitarnya.

Seperti dalam hal papirus, harus diperhatikan bahwa suatu NT uncial tidaklah ipso facto -- otomatis menyediakan -- teks yg lebih baik daripada NT miniscule. Beberapa NT uncial yg tua secara tepat diberi nilai yg utama oleh ahli-ahli; ada yg lain yg lebih muda yg tidak berbobot. Begitu juga ada NT miniscule yg walaupun bertarikh lebih kemudian, bisa terbukti merupakan salinan yg cocok dari NNT tua; naskah seperti itu sama besar maknanya dengan NNT uncial.

NNT uncial itu dalam daftar Gregory-von Dobschuetz-Aland ditandai dengan huruf-huruf besar dari alifbata Latin dan Yunani, atau dengan suatu bilangan yg didahului oleh angka kosong. NNT uncial yg terpenting adalah: (1) Kodeks Sinai (Codex Sinaiticus) (ts [Ibr. aleph] atau 01) bertarikh abad 4 memuat PL dan PB; naskahnya penting dan sebagai tambahan kitab ini mencantumkan sederet pembetulan yg dibuat pada abad 6 dan barangkali dapat dihubungkan dengan kerja penelitian oleh Pamfilus dari Kaisarea, bersama ahli dan orang martir. (2) Kodeks Vatikan (Codex Vaticanus) (B atau 03), isinya sama, tapi tidak memuat bagian PB mulai dari Ibr 9:14 sampai akhir Why. Baik Kodeks Sinai maupun Kodeks Vatikan mungkin berasal dari Mesir. (3) Kodeks Aleksandrinus (A atau 02) bertarikh abad 5 memuat PL dan PB, barangkali berasal dari Konstantinopel. (4) Kodeks Efraim yg dipakai kembali (Codex Ephraemi Rescriptus) (C atau 04), bertarikh abad 5 memuat PL dan PB, dipakai kembali pada abad 13 untuk pekerjaan Efraim dari Siria dalam terjemahan Yunani. (5) Kodeks Beza (Codex Bezae atau Cantabrigienis) (D atau 05) bertarikh abad 4 atau 5, asal usulnya tidak pasti; kitab ini mempunyai naskah Yunani pada halaman kiri, naskah Latin pada halaman kanan, memuat Kitab-kitab Injil dan Kis yg tidak lengkap, disertai beberapa ay dari I Yoh. (6) Kodeks Washington (Codex Washingtonianus atau Freer) (W atau 032), bertarikh mungkin abad 4, memuat Kitab-kitab Injil, yg jenis teksnya agak tercampur. (7) Kodeks Koridet (Codex Koridethianus) (0 atau 038) tarikhnya tak dapat ditentukan karena nampaknya ditulis oleh seorang penulis yg tak biasa memakai bh Yunani, mungkin seorang Georgia yg mungkin menyalin NT uncial yg agak kemudian dari abad 10. (8) Kodeks Laudian (Codex Laudianus) (Ea atau 08), sebuah NT Yunani-Latin memuat Kis, bertarikh abad 6 atau 7. (9, 10, 11) Kitab-kitab (Codices) Clargmontanus, Boernerianus, Augiensis (Dpaul atau 06; Gpaul atau 012; Fpaul atau 010), kelompok NT Yunani-Latin, yg pertama bertarikh abad 6, kedua yg terakhir bertarikh abad 9, memuat Surat-surat Paulus. (12) Kodeks Eutali (Codex Euthalianus, Hpaul atau 015), bertarikh abad 6, banyak sekali serpihannya dan tersebar, memuat Surat-surat Paulus, yg menurut suatu catatan ada kaitannya dengan satu NT di perpustakaan Pamfilus dari Kaisarea.

NNT di atas menyajikan beragam jenis teks yg bermunculan abad 4. Mengenai dan sekitar jenis-jenis teks inilah sudah terjadi perdebatan pada 100 thn terakhir ini, dan pada NNT inilah didasarkan teks-teks modern. Sebagai upaya penelitian yg mencari kebenaran hal ini dapat dibenarkan; tapi seperti ditunjukkan oleh data-data penemuan akhir-akhir ini, bahan-bahan yg harus diteliti adalah lebih bersifat jalin-menjalin daripada yg dianggap sampai sekarang oleh ahli-ahli.

Dari penelitian-penelitian Lake, Ferrar, Bousset, Rendel Harris, von Soden, Valentine-Richards dan lain-lain, jelas bahwa banyak naskah miniscule berukuran kecil atau besar memuat teks yg tua atau tanda-tanda dari teks itu. Untuk memberikan suatu uraian yg umum, sekalipun tentang semua naskah miniscule sudah tidak mungkin secara praktis. Catatan berikut hanya membayangkan makna dari bahan itu. Dua NT yaitu 33 dan 579, sangat dekat sekali hubungannya dengan teks B; bahkan dikatakan bahwa 579 menyediakan teks yg lebih tua dari B sendiri. Teks 0 yg tidak dikenal dalam kitab-kitab uncial kecuali dalam W, terdapat juga dalam 565,700 dan yg lain-lain; mengingat teks ini dikenal oleh Origenes, maka teks ini mempunyai arti yg besar. Teks yg sangat dekat hubungannya dengan 0 terdapat dalam kelompok miniscule yg terkenal sebagai kelompok 1 dan 13, dan dalam NNT 21, 22, dan 28. Beberapa keganjilan khas dari D dan E mengenai teks Kis terdapat juga dalam beberapa NT miniscule, khususnya 383, 614, dan 2147. Kesaksian NNT miniscule tentang teks Surat-surat Paulus belum diteliti, kecuali dalam karya von Soden yg kurang memuaskan, tapi 1739 memacu begitu banyak penelitian. Bersama dengan 6, 424 dan 1908 dan kelompok NT uncial yg lebih kemudian, yg secara kurang tepat disebut Mpaul, naskah ini ternyata memperlihatkan suatu teks yg sama kunonya dan bermakna dengan p46 dan B. Mengenai teks Why, 2344 merupakan sekutu dari A dan C, yaitu saksi-saksi yg terbaik tentang teks asli dari kitab itu.

2. Terjemahan-terjemahan

Menjelang pertengahan abad 3 setidak-tidaknya bagian-bagian dari Pa sudah diterjemahkan dari bh Yunani asli ke dalam tiga bh lain, yaitu bh Latin, Siria dan Kopt. Selanjutnya terjemahan-terjemahan ini diperbaiki dan diperluas, dan kemudian menjadi dasar bagi terjemahan-terjemahan lain. Terutama di negeri Timur, menerjemahkan Alkitab menjadi bagian yg tak terpisahkan dari pemberitaan Injil oleh orang-orang Kristen, baik mereka yg berbahasa Yunani maupun yg berbahasa Siria. Sementara gereja-gereja bertambah dan teologi berkembang, terjemahan-terjemahan diperbaiki kembali menuruti dasar teks Yunani yg diterima pada waktu-waktu tertentu. Dengan demikian terjemahan-terjemahan itu menyimpan banyak bahan yg berharga untuk ilmu penelitian teks, berdasarkan baik kekunoannya yg sekuno-kunonya maupun hubungannya dengan teks Yunani pada berbagai titik sejarah.

Dari uraian di atas jelas, bahwa tiap terjemahan mempunyai sejarahnya sendiri. Maka setiap terjemahan perlu dahulu mengalami penelitian ke dalam sebelum terjemahan itu dapat dipakai dalam uji coba untuk menentukan teks Yunani. Biasanya kita tidak dapat berkata 'terjemahan sekian', tapi kita harus mengatakan 'NT kesekian atau bentuk kesekian dari terjemahan kesekian'. Hal ini sudah diterapkan atas terjemahan Latin dan Siria, dan harus menjadi aturan umum.

Dalam menelusuri sejarah dari suatu terjemahan kita beruntung mencapai bantuan dari gejala 'menyalin', yg tidak didapati bila menghadapi teks Yunani. Jenis-jenis teks Yunani hanya dapat dibeda-bedakan melalui ragam-ragam bacaan: dalam terjemahan-terjemahan, bacaan yg sama pun bisa diterjemahkan secara berbeda-beda dalam NNT tertentu. Dimana hal ini terdapat, kita dapat menelusuri tahapan-tahapan yg berbeda dalam sejarah terjemahan itu.

Namun kesulitan-kesulitan dihadapi jika suatu terjemahan dipakai dalam usaha menentukan teks Yunani. Hal ini timbul karena tak ada satu bahasa pun yg dapat memantulkan satu bahasa lain dengan tepat secara sempurna. Ini berlaku dalam hal bahasa yg serumpun dengan bh Yunani seperti bh Latin dan bh Armenia; apalagi dalam hal bahasa-bahasa dari rumpun bahasa lain seperti bh Kopt atau bh Georgia. Bagian-bagian bahasa seperti kata-kata depan, yg termasuk inti bagi bahasa yg satu, ternyata tidak mempunyai padanannya dalam bahasa yg satu lagi; kata kerja-kata kerja tidak dipakai dengan cara yg sama; perbedaan halus dan ungkapan khas menjadi hilang. Kadang-kadang seorang penterjemah yg sok tahu akan memperkosa bahasanya sendiri dengan maksud hendak memberi terjemahan harfiah dari bh Yunani itu; dalam hal ini kita dapat memperoleh teks bh Yunani yg dipakainya kata demi kata. Tapi dalam terjemahan-terjemahan tertua tak ada tempat bagi rasa sok tahu, sehingga kita menghadapi gaya bahasa sehari-hari dan kadang-kadang ulasan. Namun demikian, kesaksian dari terjemahan-terjemahan itu harus dikuasai dalam tugas mencari teks Yunani yg asli.

Dalam sejarah dari kebanyakan terjemahan ini suatu hal yg penting ialah Diatessaron, kesesuaian keempat Injil dan suatu sumber apokrifa, yg dibuat kr 180 M oleh Tatian, seorang Kristen Asyur yg bertobat di Roma dan menjadi murid Yustinus Martin Tapi sayang, bagi penelitian, sampai waktu belum lama berselang ini, tak ada sisa dari kitab Diatessaron ini dalam bh Siria, yg mungkin merupakan bahasa aslinya, yg tak dapat diragukan. Kesaksian terpenting mengenai kitab ini ialah ulasan tentangnya oleh Efraim dari Siria, yg tersimpan dalam bh Armenia (bg terbesar dari ulasan ini dlm bh Siria ditemukan thn 1957): suatu terjemahan dalam bh Arab yg berada dalam beberapa NNT, tapi nampaknya sebelum diterjemahkan sangat dipengaruhi oleh teks bh Siria (Pesvita); Kodeks Fuldensis dalam bh Latin, dipengaruhi oleh Vulgata (Alkitab bh Latin); dan sebuah serpihannya dalam bh Yunani ditemukan di Dura-Europos.

Tersebar luasnya Diatessaron ini dan pengaruhnya dapat dilihat dari adanya kesesuaian Injil yg berdasarkan kitab ini, dalam bh Jerman Tinggi Kuno, Jerman Tinggi Menengah, bh Belanda abad pertengahan, bh Inggris Menengah, dialek Tuska dan Venetia dari bh Italia abad pertengahan, bh Persia dan bh Turki. Jelas bahwa Diatessaron mendasari tahap tertua dari terjemahan Siria dan Armenia, dan bahwa kitab ini memainkan peranan yg lumayan besarnya dalam sejarah teks bh Latin. Hal-hal ini masih merupakan lapangan penelitian dan perdebatan.

Ketiga terjemahan utama yg dibuat langsung dari bh Yunani ialah terjemahan ke dalam bh Latin, bh Siria dan bh Kopt. Kita tidak tahu dengan pasti tahap permulaan dari satu pun terjemahan-terjemahan ini. Para pengikut Marsion sudah dini menerjemahkan Injil yg diakui Marsion dan Suratsurat Paulus ke dalam bh Latin; Diatessaron itu barangkali diterjemahkan ke dalam bh Latin juga; dan Tertullianus memakai terjemahan dari semua keempat Injil disamping menerjemahkan langsung dari bh Yunani. Kesaksian yg masih ada mengenai terjemahan Latin pra Vulgata terdiri dari kr 30 NT serpihan. NNT ini menunjukkan kekayaan ragam terjemahan yg membingungkan, yg menerangkan kejenakaan Yerome, 'Jumlah terjemahan sama dengan jumlah kitab-kitab'. Biasanya para ahli membeda-bedakan dua atau tiga jenis utama dari teks bh Latin sebelum Yerome ('teks Afrika', 'teks Eropa', kadang-kadang 'teks Italia').

Dalam teks Injil-injil ada lebih banyak hubungan jenis-jenis teks daripada yg biasa dianggap: dan dalam NT Latin k dan e pun bisa dibedakan lebih dari satu tahapan terjemahan dan perbaikan. Yerome melakukan perbaikan atas Alkitab bh Latin (hasilnya umum dikenal sebagai Vulgata) karena permintaan Paus Damasus kr 382 M. Tak dapat dipastikan berapa jauh dibuat perbaikan itu. Kitab-kitab terakhir dari PB barangkali diperbaiki hanya sedikit sekali. Dalam perjalanan waktu, Vulgata sendiri mengalami kerusakan dan beberapa kali dibuat usaha untuk memperbaikinya, khususnya oleh Cassiodorus, Alcuin dan Teodulf.

Gereja Siria pertama-tama memakai Injil Apokrifa, lalu berkenalan dengan Injil-injil Kanonis dalam bentuk Diatessaron: kitab ini lama digemari, tapi lambat laun didesak oleh Injil-injil yg terpisah dalam suatu bentuk yg kita kenal dalam NNT Curetonia dan Sinai dan dalam kutipan-kutipan. Bentuk ini melestarikan banyak kata dari bh Tatian walaupun diatur sebagai empat Injil bukan satu. Tak ada pada kita NNT terjemahan sejajar dari Kis dan Surat-surat, tapi kutipan-kutipan Efraim mengisyaratkan pernah adanya terjemahan yg sejajar.

Menjelang akhir abad 4 dibuatlah perbaikan terjemahan bh Siria kuno, yg disesuaikan dengan suatu teks Yunani yg hampir serupa dengan teks Kitab (Kodeks) B; inilah Pesyita, yg dalam perjalanan waktu menjadi Alkitab 'Sah' untuk seluruh gereja Siria. Orang yg membuatnya tidak diketahui, kitab ini dikerjakan oleh lebih dari satu orang. Terjemahan ini melingkupi Kitab-kitab Pa yg kanonis kecuali 2 Ptr, 2 dan 3 Yoh, Yud dan Why. Perbaikan di kemudian hari oleh Polikarpus atas perintah Mar Xenaia (Filoxenus) dari Mabug (508 M), dan oleh Tomas dari Harkel (616 M) memperkecil yg alpa. Dari kedua perbaikan ini hanya sedikit NT yg tinggal, dan apakah ada terjemahan Harkel yg tersendiri, atau hanya tambahan-tambahan di lajur samping naskah Filoxenus, masih dipersoalkan. Terjemahan dalam dialek Siria Palestina yg berbeda pada umumnya, dianggap tidak berhubungan dengan aliran terjemahan utama ke dalam bh Siria itu. Tapi asalnya masih gelap sekarang ini. Banyak dari isi PB dalam terjemahan ini masih berada dalam bentuk bacaan kebaktian.

Serpihan-serpihan Alkitab dalam berbagai dialek bh Kopt sudah ditemukan: seluruh PB dalam bh Bohair, yaitu dialek Mesir Hilir dan Delta Nil; hampir seluruhnya dalam bh Sahid, dialek Mesir Hulu; serpihan kecil yg cukup banyak dalam bh Fayum dan bh Akhmim; Injil Yoh dalam suatu dialek Akhmim. Menelusuri secara rinci sejarah terjemahan-terjemahan ini menurut dialek-dialek dan bagian-bagian PB, masih merupakan tugas yg belum tuntas; baik tarikh terjemahan maupun hubungan antara terjemahan-terjemahan ini sendiri jika ada, belum diterangkan atas dasar bahan-bahan yg melimpah. Terjemahan ke dalam bh Sahid biasanya dianggap berasal dari abad 3 atau 4, padahal untuk bh Bohair diusulkan tarikh-tarikh yg jauh berbeda, yaitu dari abad 3 sampai dengan abad 7. Pada umumnya terjemahan-terjemahan ini cocok dengan jenis teks Yunani yg ditemukan di Mesir: unsur Diatessaron yg begitu nyata dalam teks bh Latin dan bh Siria hampir tidak ada, dan dapat disimpulkan bahwa terjemahan bh Kopt sebagai keseluruhan berhubungan langsung dengan teks Yunani, bagaimanapun hubungan-hubungan antara terjemahan-terjemahan dalam berbagai dialek itu.

Terjemahan-terjemahan lainnya sebagian besar tergantung dari terjemahan-terjemahan tersebut di atas. Dari terjemahan Latin timbul terjemahan abad pertengahan dalam beberapa bh Eropa Barat: terjemahan-terjemahan ini terutama memantulkan Vulgata, tapi terdapat juga tanda-tanda dari bacaan-bacaan Latin Kuno. Umpamanya, terjemahan lain, yg paling utama ialah terjemahan bh Armenia (yg merupakan dasar bagi terjemahan bh Georgia) dan terjemahan Etopia. Terjemahan ini mempunyai sejarah internal yg rumit, bentuknya yg terakhir sesuai dengan teks Yunani, tapi tahapan-tahapan terdahulu kurang sesuai. Terjemahan-terjemahan bh Persia dan bh Sogdia berasal dari terjemahan Siria, dan terjemahan-terjemahan bh Arab yg banyak beserta terjemahan bh Nubia (hanya sisa dari terjemahan ini saja yg masih ada pada kita) diturunkan dari terjemahan Siria dan Kopt. Terjemahan Gotik dan Slavia langsung diterjemahkan dari bh Yunani pada abad 4 dan abad 10 secara berurut.

3. Kutipan-kutipan dari Bapak-bapak gereja

Untuk menentukan tarikh berbagai jenis naskah dan tempatnya ditulis, kita mengandalkan kutipan-kutipan dari Alkitab dalam tulisan kuno Kristen. Penelitian yg cermat telah dilakukan dalam bidang ini, dan hasil-hasilnya yg terpenting berkaitan dengan karya Origenes, Kristostomus dan Fotius -- dari penulis-penulis Yunani; Kiprianus, Lucifer dari Kagliari dan Novatian -- dari penulis-penulis Latin; dan Efraim dari Afrahat -- dari penulis-penulis Siria. Tentang pengaruh karya Marsion dan Tatian terhadap naskah PB dan mengenai naskah yg dipakai Irenaeus -- semua ini hal yg penting -- tapi kita masih belum tahu dengan pasti.

Seluruh lapangan ini sangat rumit karena kelemahan ingatan manusia dan kebiasaan mengutip yg berbeda-beda. Kita jumpai juga kasus bahwa seorang penulis yg berpindah tempat tinggal mengganti juga naskah panduannya, atau sebaliknya membawa jenis naskah khusus bersama-sama dengan dia ke tempatnya yg baru. Dengan alasan-alasan ini biasanya ahli-ahli tidak mau menerima suatu bacaan yg terdapat hanya dalam kutipan saja; tapi F Blass dan akhir-akhir ini M-E Boismard telah memberanikan diri berbuat demikian dalam tulisannya mengenai naskah Injil Yoh.

4. Analisa

Mengenai sastra Yunani dan Romawi kuno sering terjadi bahwa naskah-naskah yg tersedia untuk menetapkan teks asli dari suatu karya, dapat diselidiki ke arah satu stemma atau pohon silsilah, yg mulai dari suatu naskah dasar yg bisa disusun kembali secara memadai, sekalipun tidak terdapat salinannya yg teliti di tengah-tengah bahan NNT tersebut. Metode ini tidak dapat dipakai untuk PB, walaupun beberapa ahli telah berusaha menerapkannya. Westcott dan Hort memakai 'bacaan yg berbaur' sebagai pegangan tahap pertama dalam analisa seperti itu. Dengan cara ini mereka tentukan kerendahan mutu dari tumpukan NNT yg ditulis kemudian, suatu kesimpulan yg diperkuat oleh pegangan mereka yg kedua, yaitu bukti dari kutipan-kutipan oleh Bapak-bapak Gereja. Sesudah ini mereka menghadapi dua jenis teks utama, yaitu yg diperlihatkan oleh B X dan yg diperlihatkan oleh D lat. Mereka tidak bisa menentukan di antara kedua teks yg sama kunonya ini melalui dua pegangan yg obyektif tersebut, maka mereka terpaksa memakai pegangan yg ketiga, yg tidak boleh tidak sedikit subyektif, yaitu kemungkinan yg masuk akal. Dengan jalan ini mereka memutuskan untuk lazimnya mengikuti teks B N dan menolak teks D lat.

Analisa atas bahan yg sama yg dilakukan oleh H von Soden menghasilkan suatu sistem tiga teks, yg menurut pandangannya semua berasal dari abad 4. Melalui metode ilmu hitung dia anggap bisa sampai pada suatu teks yg tidak di edit, dengan selalu mengingat unsur penyelarasan yg dianggapnya senantiasa ada (dan dlm teks Kitab-kitab Injil dapat dipertanggungkan kepada pengaruh pengrusakan dari Diatessaron).

Tak satu pun dari kedua kesimpulan ini diterima oleh ahli-ahli belakangan ini. Sistem Hort gagal sebagian karena temuan yg kemudian mengungkapkan bahwa pada abad-abad pertama bukanlah dua teks, satu yg baik, satu yg buruk, tapi tumpukan teks campuran, maksudnya, di dalamnya terdapat gabungan ciri-ciri dan bacaan dari keduanya; dan sebagian lagi, karena prasangkanya yg membuat dia tidak mau menerima bh Yunani yg kasar dari Kodeks Beza dan naskah-naskah terkait. Bagan von Soden gagal, karena kekakuan yg kadang-kadang dibuat-buat dari tri polanya dan karena kesalahan-kesalahannya mengenai Diatessaron.

Untuk menetapkan teks Alkitab dan sejarah kerusakan dan pemeliharaannya, memang kita perlu mengurai cermat jenis jenis teks dan perbaikan-perbaikannya yg ada, paling sedikit pada masa-masa tertentu: tapi metode garis keturunan saja tidak dapat menetapkan teks Alkitab. NNT dan bukti lain yg paling tua yg kita miliki, menyajikan teks yg di dalamnya bercampur-baur bacaan-bacaan yg baik dan yg buruk. Pada setiap bagian PB peneliti naskah harus menjalankan pertimbangan ilmu berdasarkan kemungkinan yg mendasar. Beberapa ukuran yg obyektif bisa ditetapkan untuk maksud ini.

5. Kriteria

Dalam soal kriteria, gaya dan bahasa mempunyai peranan yg besar. Dalam setiap bagian PB ada cukup bahan tanpa perbedaan yg sungguh dalam teksnya, untuk memungkinkan penelitian gaya khas dan pemakaian khas dari setiap penulis. Jika teks diragukan, maka kita dapat menggunakan pengertian seperti itu atas gaya yg biasa dalam kitab yg dipersoalkan. Tambahan lagi, dalam Injil-injil Sinoptik kita akan lebih menyukai teks yg tidak dipengaruhi oleh bagian-bagian yg sejajar, atau teks yg bh Yunaninya mengandung ciri-ciri Aram yg kuat yg mengungkapkan bh asli yg mendasarinya. Di seluruh PB kita singkirkan sebutan-sebutan dalam bh Yunani Atika atau yg meniru-niru bahasa itu, dan akan lebih menyukai sebutan dalam bh Yunani sehari-hari. Di tempat lain kita dapat memakai unsur-unsur dari lingkungan yg lebih luas.

Paleografi (ilmu tulis tangan) dapat menerangkan kelemahan-kelemahan yg berasal dari kesalahan-kesalahan kuno dalam menulis naskah. Sejarah atau ilmu ekonomi tentang abad 1 kadang-kadang dapat menunjukkan jalan untuk memilih antara ragam-ragam bacaan, dengan memberi keterangan tentang istilah teknis, nilai mata uang, dst. Sejarah Gereja dan sejarah doktrin dapat mengungkapkan di mana ragam-ragam bacaan itu telah disesuaikan dengan perkembangan ajaran-ajaran yg kemudian.

Dari kenyataan bahwa kriteria seperti itu dapat diterapkan, sudah jelas bahwa walaupun bahan naskah melimpah ruah, namun teks PB dipelihara secara cukup baik dan cukup teliti, paling sedikit cukup baik sehingga kita dapat membuat pertimbangan, umpamanya, mengenai gaya Paulus atau Yohanes, atau untuk memutuskan dalam hal apa doktrin gereja telah mempengaruhi suatu naskah. Teks tidak pernah sedemikian diragukan sehingga pemberitaan dasar harus diubah. Orang yg mencintai Firman Allah tentu menginginkan teks yg seteliti-telitinya sampai rincian yg terkecil pun, supaya tahu perbedaan-perbedaan arti yg halus-halus, yg dimungkinkan oleh susunan kata, waktu kata kerja, perubahan bagian-bagian tata bahasa yg terkecil, dan sebagainya.

6. Sejarah Teks PB

Dengan mengingat apa yg diuraikan di atas, kita dapat membagankan sejarah teks PB sebagai berikut. Banyak dari unsur paling perdana yg sudah memberikan sumbangannya adalah unsur-unsur yg diterangkan dalam artikel di atas mengenai perkembangan Kanon PB. Sementara penyebaran Injil dalam bagian yg berdiri sendiri-sendiri, Surat-surat Paulus disebarkan sebagai rampaian; sejarah Kis dan Why beraneka ragam; Surat-surat Umum dinomorduakan oleh yg lain; semua keadaan ini dicerminkan dalam naskah-naskah dari masing-masing kitab itu.

Pada masa penetapan Kanon beberapa unsur lain turut memberi andilnya. Pada kurun waktu itu, yg paling dini yg dapat kita telusuri ialah adanya kecenderungan untuk mengubah teks bh Yunani selaras dengan kebiasaan yg mendominasi atau bahkan 'semau' penulis; mengenai Injil-injil, dicarinya penyesuaian kata yg tepat, dan kerapkali Injil Mrk menjadi bulan-bulanan. Dalam beberapa hal, 'tradisi yg mengambang' ditambahkan, atau bahan dikurangi dari teks yg tertulis. Pengajar-pengajar bidat seperti Marsion dan Tatian menyesuaikan teks dengan pendapat-pendapat mereka, dan pasti para lawan mereka bukanlah tanpa cacat juga. Dalam Kis, telah diadakan perubahan-perubahan barangkali demi kepentingan sastra atau pengertian umum. Jadi menjelang awal abad 3 hasilnya ialah campuran teks yg baik dan teks yg buruk yg kita jumpai tertera dalam NNT, terjemahan-terjemahan dan kutipan-kutipan Bapak-bapak Gereja, yg kita punyai.

Sekitar thn 300 agaknya ada usaha untuk memperbaiki teks, tapi aneh sekali bahwa sedikit saja bukti langsung tentang ini yg bisa didapati sekarang. Nama-nama Hesychius dan Lukian disebut Yerome dalam suratnya kepada Paus Damasus, tapi tidak ada lagi keterangan bagi kita mengenai karya mereka, atau mengenai karya Pamfilus, yg menurut dugaan juga mencoba mengerjakan suatu perbaikan teks.

Namun ada ditemukan jenis jenis teks Injil-injil dari Aleksandria, Kaisarea dan Bizantium yg berbeda-beda secara mencolok; ketiga jenis teks itu tidak begitu jelas terdapat dalam Surat-surat Paulus, tapi nada Aleksandria dan Bizantium ada, dan kealpaan nada Kaisarea mungkin bisa dikaitkan kepada kurangnya penelitian saja; sedangkan dalam Why ada pola bersegi empat yg jelas. Bahan dari apa yg disebut 'Teks Barat' lebih dlm dari teks-teks yg baru tersebut, dan tak dapat dipastikan apakah Teks Barat itu merupakan suatu 'perbaikan' dalam arti yg sebenarnya. Prinsip-prinsip mana yg menjadi pembimbing dalam tiap perbaikan ini harus disimpulkan dari teks itu sendiri. Kesederhanaan yg umumnya ada pada teks Aleksandria, kelihatan dengan terang dalam Surat-surat Paulus, tapi (lawan pendapat Hort dan orang-orang lain) tidak seragam di seluruh PB. Ahli-ahli masa kini tidak menerima teks ini dalam keseluruhannya, atau menganggap suatu teks demikian sebagai teks Yunani yg 'asli'.

Pada abad pertengahan teks Aleksandria nampaknya tidak disukai lagi. Berbagai bentuk dari teks Kaisarea dan Bizantium bergumul merebut keunggulan sampai kr abad 10. Sesudah saat itu dapat dikatakan bahwa teks Bizantium menjadi unggul, dalam arti, bahwa banyak NNT yg hampir sama jenisnya, diproduksi dan masih ada pada kita. Tapi variasi-variasi yg terdapat dalam NNT dari masa yg paling kuno pun bermunculan kembali dalam NNT yg kemudian, dan masih ada NNT yg penting yg memuat teks macam lain dan bahkan teks dari jenis yg belum diperbaiki, yg ditulis pada saat-saat yg paling akhir. Ada juga beberapa NNT yg agak kemudian yg memuat teks dari lebih dari satu jenis.

7. Kesimpulan

Jadi tugas penelitian naskah PB masih sangat luas dan belum selesai. Memang, sudah ada kemajuan yg dicapai sejak bahan-bahan mulai dikumpulkan dan diteliti pada abad 17. Baik Hort maupun von Soden menyajikan teks yg lebih baik dari teks yg dicetak pada zaman Renaisans, dan menyediakan dasar yg dapat dipercaya bagi penafsiran yg memuaskan. Jelas kelihatan bahwa kita dapat menganggap sehat beberapa asas yg berada di belakang naskah Aleksandria. Tapi kita harus terus-menerus mengingat, bahwa yg dicapai oleh para ahli adalah suatu bentuk teks yg sudah diperbaiki dan bukanlah teks asli. Jadi ahli-ahli peneliti naskah ialah seumpama ahli-ahli Taurat yg menerima pelajaran dalam hal Kerajaan Sorga, yg mengeluarkan harta yg baru dan yg lama dari perbendaharaannya (Mat 13:52). Proyek-proyek penggarapan naskah dimulai pada tahun-tahun sesudah perang dunia ke-2, akan membawa kita lebih dekat kepada ucapan-ucapan rasuli yg setepat-tepatnya, daripada yg bisa dicapai oleh angkatan-angkatan terdahulu; namun kita hanya dapat membangun di atas dasar-dasar yg diletakkan oleh orang-orang lain.

KEPUSTAKAAN. P Maas, Textkritik2, 1950; G Pasquali, Storia della Tradizione e Critica del Testo2, 1952; C Tischendorf, Novum Testamentum Graece, 8a Editio Maior, 1869-1872; H von Soden, Die Schriften des neuen Testaments in ihrer aeltesten erreichbaren Textgestdlt, 1911-1913; C. R Gregory, Textkritik des neuen Testaments. 1900-1909; Canon and text of the New Testament, 1907; F. H. A Scrivener, Introduction to the Criticism of the New Testament, 1894; A Voobus, Early Versions of the New Testament, 1954; BY Westcott dan F. J. A Hort, The New Testament in the Olinal Greek, 1881; K Lake, The Text of the New Testament, 1928; M-J agrange, Critique T extuelle, 11: La Critique Rationelle, 1935; G. D Kilpatrick, 'Western Text and Original Text in the Gospels and Acts', JTS 44, 1943, hlm 24-36; 'Western Text and Original Text in the Epistles', JTS 45, 1944, hlm 60-65; G Zuntz, The Text of the Epistles, 1953; M. M Parvis dan A. P Wikgren (red.), New Testament Manuscript Studies, 1950; A. J. F Klijn, A Survey of the Researches into the Western Text of the Gospels and Acts, 1949; J Schmid, Studien zur Geschichte des griechischen Apokalypse-Textes, 1955; A Souter, Text and Canon of the New Testament2, 1954; S Ephrem, Commentaire de I 'vangile concordante, Texte syriaque edite et traduite par D Louis Leloir, 1963.

Edisi-edisi dengan alat naskah: Novum Testamentum Graece et Latine... edidit A Merk8, 1958; Novum Testamentum Graece... curavit E Nestle25, 1957; H KAINH OIADHKH (ed. G. D Kilpatrick), British and Foreign Bible Society, 1958. JNB/MHS/HAO




TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.08 detik
dipersembahkan oleh YLSA