Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 81 - 100 dari 373 ayat untuk greek:2001 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.44) (Mzm 43:1) (sh: Pengharapan akan keadilan Allah (Sabtu, 7 Februari 2004))
Pengharapan akan keadilan Allah

Ada saatnya bagi kita untuk menerima semua tekanan dari lingkungan yang tidak seiman dengan sepenuhnya bersandar kepada Allah yang akan menolong dan memberikan kekuatan. Ada pula saatnya bagi kita untuk mendobrak keluar dari tekanan itu dengan meminta Allah bertindak.

Mazmur 43 sebenarnya menyambung Mazmur 42. Pemazmur yang mulai berhasil mengatasi perasaan tertekannya sekarang meminta Allah bertindak demi keadilan-Nya. Ia adalah orang saleh yang mengalami penindasan dari orang-orang yang jahat, yaitu kaum tidak saleh, penipu, dan orang curang (ayat 1).

Tidak jelas apa yang pemazmur minta untuk Allah lakukan terhadap para musuhnya demi keadilan-Nya. Namun, pemazmur tahu apa yang ia dan bangsanya butuhkan. Pemazmur meminta agar Tuhan yang selama ini diyakininya sebagai tempat pengungsiannya bersegera menuntunnya kembali ke tempat di mana mereka boleh menikmati hadirat Allah (ayat 2,3).

Permintaan si pemazmur agar Tuhan bersegera melepaskan dia dari lingkungan orang-orang yang tidak percaya Tuhan sebenarnya mewakili kerinduan umat Israel untuk lepas dari penjajahan Babel dan kembali ke tanah mereka sendiri. Bagi mereka tempat ibadah yang sejati hanyalah di Yerusalem, kota kudus Allah, dan secara lebih spesifik lagi Bait Allah yang berdiri di Gunung Sion (ayat 3). Selama mereka masih dibuang di Babel, mereka tidak dapat dengan bebas beribadah kepada-Nya. Selama itu pula mereka tidak dapat menikmati Allah maupun Allah menikmati korban-korban persembahan dan puji-pujian mereka (ayat 4).

Sekali lagi pemazmur menasihati jiwanya agar menaruh harapan pada Allah saja.

Renungkan: Katakan pada jiwa Anda: “Allah akan menolong saya.” Lalu, bersyukurlah kepada-Nya.

(0.44) (Mzm 45:1) (sh: Pernikahan yang diberkati (Senin, 9 Februari 2004))
Pernikahan yang diberkati

Pernikahan yang diberkati adalah pernikahan yang didasarkan atas kehendak Allah, dilaksanakan oleh pasangan yang mengasihi Allah dan kebenaran-Nya, serta tentu saling mengasihi. Apabila yang menikah adalah seorang pemimpin, maka tentu pernikahan itu akan menunjang dan meningkatkan peranannya itu bagi banyak orang.

Mazmur 45 adalah mazmur yang menyatakan keindahan pernikahan raja Israel. Pemazmur memuji raja, sang pengantin pria sebagai terganteng di antara semua manusia, gagah dan perkasa, serta perbuatan-perbuatannya besar (ayat 3-6). Pemazmur memuji sang raja sebagai pilihan Allah bagi takhta Israel. Allah telah memilihnya sebagai raja untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (ayat 7). Memang, sang raja itu kesukaannya adalah menegakkan keadilan dan kebenaran (ayat 8).

Oleh karena pilihan Allah itulah sang raja sekarang diberikan lengkapi kebahagiaannya dengan permaisuri. Permaisuri akan melengkapi rumah tangga raja dengan kasih dan kesetiaan. Oleh sebab itu, pemazmur sekarang menujukan puisinya untuk menasihati permaisuri agar ia menjadi isteri dan abdi bagi sang raja.

Si permaisuri dihimbau agar fokus hidupnya tidak lagi kepada keluarga orang tuanya maupun sahabat masa lampaunya, melainkan kepada raja, suami tercintanya (ayat 11-12). Ini sesuai dengan prinsip pernikahan Kristen, yaitu meninggalkan orang tua dan membentuk keluarga baru.

Pengharapan pemazmur adalah kebahagiaan bagi keluarga kerajaan yang baru ini. Mereka akan menurunkan putra-putra mahkota yang akan memahsyurkan Israel (ayat 17-18), yang akan semakin memuliakan Allah Israel yang adalah Raja di atas segala raja.

Renungkan: Pernikahan yang diberkati akan menghasilkan rumah tangga Kristen yang menjadi berkat bagi dunia ini.

(0.44) (Mzm 46:1) (sh: Aman dalam perlindungan Allah (Selasa, 10 Februari 2004))
Aman dalam perlindungan Allah

Bulan-bulan ini dan ke depan, situasi macam apakah yang kita hadapi? Apakah banjir kembali melanda sejumlah daerah di Indonesia? Apakah justru kemarau panjang terus menerus terjadi? Apakah kampanye partai-partai dan segala hal yang berkaitan dengan persiapan Pemilu 2004 akan menimbulkan gelombang kerusuhan? Apakah ekonomi Indonesia semakin terpuruk? Apakah anak-anak Tuhan akan semakin terpojokkan oleh fanatisme kelompok agama lain?

Semua kesulitan dan tantangan yang sedang atau akan kita hadapi itu bagaikan laut yang bergelora, “ribut dan berbuih airnya.” (ayat 4). Pada masa Perjanjian Lama, lautan yang bergelora melambangkan kuasa kejahatan yang mengganggu dan merusak umat manusia. Kuasa kejahatan dipersonifikasi dengan dewa penguasa lautan, yang berkuasa menimbulkan kekacauan dan malapetaka bagi umat manusia. Namun, bersama si pemazmur, kita diajak untuk meneguhkan iman kita kepada Allah (ayat 2). Allah mengendalikan semua kejadian di muka bumi ini, bahkan mengontrol air bah kekacauan yang melanda dunia ini (ayat 3-4).

Orang yang berlindung di dalam naungan Allah Yang Mahatinggi, akan mengalami rasa aman yang luar biasa (ayat 5-6). Lautan air yang melambangkan kuasa kekacauan, di dalam kendali Allah tidak lebih dari aliran air sungai yang mengalir tenang dan memenuhi kebutuhan kota milik Allah (ayat 5). Orang yang tinggal di dalamnya tidak akan takut (ayat 6), karena mereka akan menyaksikan demonstrasi kedaulatan dan kekuasaan Allah atas dunia ini (ayat 7,9-10).

Janji-Nya kepada orang yang takut akan Tuhan adalah penyertaan dan perlindungan-Nya (ayat 8,12). Oleh karena itu, jangan takut dan panik, sebaliknya “Diam dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” (ayat 11).

Renungkan: Situasi boleh menjadi semakin parah dan menakutkan, tetapi selama kita berlindung pada Allah kita tidak perlu takut.

(0.44) (Mzm 47:1) (sh: Allah adalah Raja! (Rabu, 11 Februari 2004))
Allah adalah Raja!

Raja adalah gelar politis, sama seperti presiden, kaisar dan yang sejenisnya. Oleh karena itu, menyebut Allah sebagai raja membawa kepada implikasi politis. Penyebutan Allah Israel sebagai raja bukan dimulai oleh Israel sendiri, melainkan oleh Allah sendiri. Allah berkenan memakai gelar politis itu untuk menyatakan kehadiran dan kedaulatan-Nya atas Israel di tengah-tengah percaturan politik dunia pada masa Perjanjian Lama.

Pemazmur di sini mengajak semua bangsa di dunia ini mengakui kerajaan Allah atas Israel, tetapi juga melalui Israel atas bangsa-bangsa lain. Pada saat Israel diinaugurasikan sebagai sebuah bangsa, TUHAN, raja Israel sendiri telah menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah Israel (ayat 4). Israel sendiri mendapatkan tanah pusaka sebagai milik yang patut dibanggakan (ayat 5). Pada saat itulah Allah memproklamasikan diri sebagai Raja mereka.

Mazmur ini tidak berhenti hanya pada pujian bagi Raja Israel, tetapi meneruskannya dengan memanggil semua bangsa lainnya untuk me-Raja-kan Dia, karena sesungguhnya Tuhan adalah Raja atas seluruh bumi (ayat 3, 8, 9). Sekarang ini, pengakuan itu belum datang dari mulut bangsa-bangsa di luar Israel. Akan tetapi, sesuai dengan janji Allah kepada Abraham, semua bangsa akan diberkati melalui Israel. Berkat itu yang paling terutama adalah Allah sebagai Raja mereka.

Implikasi politis bagi pengakuan bahwa Allah sebagai Raja adalah pertama, semua bangsa harus membuang ibadah kepada dewa-dewi mereka karena hanya Dia saja Allah mereka. Kedua, semua bangsa harus tunduk kepada Allah sebagai Raja mereka. Ketiga, semua raja bangsa-bangsa harus tunduk kepada Raja diraja mereka (ayat 10).

Renungkan: Beritakan kepada semua orang bahwa Tuhan Yesus adalah Raja atas hidup mereka.

(0.44) (Mzm 48:1) (sh: Allah, Kota Bentengku (Kamis, 12 Februari 2004))
Allah, Kota Bentengku

Kebanggaan Israel adalah Yerusalem, ibu kota negara mereka, dan Bait Allah yang berdiri di Bukit Sion, di Yerusalem tersebut. Yerusalem dengan Bait Allahnya adalah lambang kehadiran Allah sebagai Raja mereka. Selama Yerusalem dan Bait Allahnya ada, maka mereka meyakini bahwa Allah juga hadir menyertai dan memberkati mereka (ayat 2-4).

Pemazmur menggubah puisinya itu melalui pengalaman menyaksikan bagaimana bangsa-bangsa lain yang jauh lebih kuat daripada Israel tidak mampu mengalahkannya dalam peperangan demi peperangan karena Allah hadir di tengah-tengah Israel (ayat 5-9). Sebagai akibatnya kehadiran Allah di tengah-tengah Israel juga telah menimbulkan kemashyuran-Nya sampai ke seluruh bumi (ayat 11).

Maka sekarang, pemazmur mengajak umat Tuhan untuk memuji dan membesarkan Allah yang senantiasa hadir di tengah-tengah mereka. Biarlah pengalaman di masa lampau akan kehadiran dan kesetiaan Allah menjadi pengharapan bagi generasi-generasi kemudian, yaitu bahwa Allah akan tetap hadir di tengah-tengah mereka sepasti kota yang berbenteng teguh itu berdiri (ayat 13-15).

Memang, sekarang kita sebagai umat Perjanjian Baru tidak lagi melihat kehadiran kota Yerusalem dan Bait Allahnya sebagai kehadiran Allah atas umat-Nya masa kini. Kita diajak oleh Tuhan Yesus untuk mengimani Allah yang hadir tidak dibatasi ruang dan waktu (Yoh. 4:21), tetapi Allah yang menyatakan kehadiran-Nya sebagai Roh (ayat 24). Yang dibutuhkan untuk menyembah Allah sedemikian adalah roh kita sendiri dan hidup kita yang melakukan kebenaran. Dengan kata lain, Allah hadir dan memberkati setiap orang yang rohnya menyembah Dia, dan hidupnya mengamalkan kebenaran-Nya.

Renungkan: Di mana saja, kapan saja, pada saat kita mengakui Allah dan melaksanakan kehendak-Nya, Dia hadir menyatakan perkenan dan pemeliharaan-Nya atas kita.

(0.44) (Mzm 49:1) (sh: Kebahagiaan yang sia-sia (Jumat, 13 Februari 2004))
Kebahagiaan yang sia-sia

Seringkali kita sebagai orang Kristen merasa rendah diri di hadapan orang yang kaya, atau yang memiliki kuasa, sehingga kita tidak berani memberitakan Injil kepada orang-orang sedemikian. Padahal kita sama-sama manusia ciptaan Allah, yang tidak memiliki apa-apapun yang dapat dibanggakan di hadapan Allah. Lebih lagi kita sebagai anak-anak Tuhan, dengan tetap rendah hati dapat mengatakan bahwa kita memiliki kebahagiaan sejati. Jangan lupa, orang-orang kaya dan atau berkuasa kalau tidak memiliki Kristus di dalam hati, belum tentu bahagia. Kebahagiaan mereka kalaupun ada tidak hakiki.

Pemazmur di dalam hikmat Tuhan mengajak kita merenungkan kembali kebenaran ini: kekayaan, hikmat dan kuasa tidak dapat membeli kehidupan. Semua hal tersebut yang menjadi pegangan selama ini tidak dapat menolong mencegah kematian datang (ayat 6-15).

Persoalannya adalah banyak orang tertipu oleh apa yang di tangannya. Mereka merasa yakin bahwa dengan apa yang mereka miliki, kekayaan, hikmat, ataupun kekuasaan dapat menyelamatkan dirinya, pemazmur mengajar di dalam “hikmat Ilahi” bahwa hanya Tuhan saja yang mampu membebaskan seseorang dari kebinasaan. Paling tidak itulah pengalaman si pemazmur (ayat 16).

Maka sekarang ia mengajak kita semua untuk tidak usah minder terhadap mereka yang membanggakan kekayaannya, atau hikmatnya, atau kekuasaannya (ayat 17). Kita memiliki sesuatu yang lebih daripada semua hal tersebut. Kita dimiliki Allah pemilik hidup. Maka dari itu, justru kita harus berani untuk berkata-kata, menegur dalam kasih orang-orang yang terlalu percaya diri tersebut. Mereka akan binasa bila hanya mengandalkan apa yang mereka miliki. Mereka harus menjadi milik Allah. Tugas kita adalah memberitakan kebenaran itu.

Renungkan: Kapan terakhir kali Anda berkata kepada orang kaya, bahwa mereka membutuhkan Kristus untuk keselamatan mereka?

(0.44) (Mzm 50:1) (sh: Persembahan syukur (Jumat, 4 Juni 2004))
Persembahan syukur

Tiap orang, tak terkecuali umat Tuhan, cenderung beranggapan bahwa Tuhan dapat dibuat berkenan dengan berbagai pemberian untuk-Nya. Ternyata tidak demikian! Dalam mazmur ini, seisi bumi (ayat 1-6), baik umat-Nya (ayat 7-15) maupun yang bukan (ayat 16-23) diperingatkan tentang kebenaran itu. Perkenan Tuhan tidak dapat dibeli dengan apa pun sebab segala sesuatu adalah milik-Nya dan Ia tidak memerlukan apa pun (ayat 9-13). Sebaliknya, Ia menganugerahkan perjanjian melalui korban sembelihan (ayat 4-5).

Karena itu, tidak ada korban lain yang Allah minta kecuali korban syukur (ayat 14). Hal ini lebih penting daripada korban binatang. Korban syukur adalah respons umat terhadap kebaikan Allah. Korban syukur itu harus diwujudkan melalui sikap hidup sehari-hari. Allah dengan keras mengecam kehidupan orang Israel secara khusus para hamba-Nya yang selalu giat menyelidiki firman-Nya dan berbicara tentang perjanjian-Nya tetapi membenci teguran dan mengesampingkan firman TUHAN (ayat 16-17). Bahkan lebih serius lagi mereka berkawan dengan pencuri dan orang berzinah artinya para rohaniwan itu sudah melebur dengan orang-orang yang melakukan perbuatan yang dibenci Allah (ayat 18-20). Itu sebabnya Allah menggolongkan mereka sama dengan orang kafir yang tidak mengenal Allah.

Firman ini menegaskan bahwa Allah menuntut umat-Nya untuk hidup serasi dengan kegiatan ibadah. Amat mudah orang berlaku munafik seperti yang ditegur Tuhan dalam mazmur ini. Berbagai kegiatan kerohanian boleh jadi tidak murni. Bisa saja hal-hal itu adalah untuk menipu hati nurani sendiri, atau menipu orang lain. Namun Allah tidak dapat ditipu. Allah akan menghukum orang yang meski beribadah namun tetap saja melanggar perintah-Nya dan hidup tidak beda dengan orang kafir (ayat 22-23).

Renungkan: Sikap dan tindakan kita tiap hari, entah adalah korban syukur bagi Allah atau objek kemarahan-Nya.

(0.44) (Mzm 51:1) (sh: Bukan korban tetapi pengakuan (Sabtu, 5 Juni 2004))
Bukan korban tetapi pengakuan

Tidak sedikit orang Kristen berpendapat bahwa kalau seseorang jatuh ke dalam dosa, di samping mengaku dosa maka ia harus semakin berusaha untuk hidup kudus. Caranya adalah dengan sering berpuasa, rajin ke gereja, baca Alkitab, dan sebagainya. Namun ironisnya, semakin ia berusaha untuk melakukan yang baik ternyata semakin ia frustrasi. Mengapa? Karena ternyata kebanyakan usahanya itu gagal. Akhirnya, ia berkesimpulan bahwa usaha yang dilakukannya sia-sia. Semakin banyak ia jatuh bangun semakin frustasi dirinya.

Latar belakang mazmur ini adalah kejatuhan Daud ke dalam dosa dengan Batsyeba (ayat 2 Samuel 11). Dosa Daud tidak berhenti sampai di situ. Ia bahkan membunuh Uria, suami Batsyeba untuk menutupi perzinahannya. Namun, Tuhan tidak membiarkan Daud berkanjang dalam dosanya. Melalui Nabi Natan, Tuhan menegurnya (ayat 2 Samuel 12:1-15). Hati Daud hancur. Ia datang ke hadapan Allah dengan pengakuan dan penyesalan yang dalam. Kehancuran hati Daud ini dipandang Allah sebagai korban sembelihan yang berkenan pada-Nya (ayat 18-19) dan sekaligus merupakan tanda bahwa Daud telah mendapat pengampunan dari Allah.

Selanjutnya Daud berdoa agar Allah bermurah-hati dengan membangun kembali "tembok-tembok Yerusalem" (ayat 20). Hal ini menandakan bahwa mazmur ini dituliskan ulang oleh penerus Daud pada saat Bait Suci telah dihancurkan dan karenanya umat TUHAN tidak bisa lagi mempersembahkan korban. Bagi umat, tiadanya persembahan korban berarti TUHAN telah jauh dari umat-Nya. Namun pengalaman Daud ini pastilah menjadi suatu penghiburan bagi umat ketika dibacakan kepada mereka. Karena ternyata bukan korban persembahan yang utama bagi TUHAN tetapi pengakuan dan penyesalan atas dosa.

Renungkan: Jika kita jatuh ke dalam dosa, jangan mencoba menyelesaikannya sendiri. Akuilah dosamu di hadapan TUHAN dengan penyesalan yang dalam dan Ia akan mengampuni!

(0.44) (Mzm 53:1) (sh: Keselamatan hanya untuk umat-Nya (Senin, 7 Juni 2004))
Keselamatan hanya untuk umat-Nya

Sejak Daud diurapi menjadi raja, Roh TUHAN berkuasa atasnya (ayat 1Sam 16:13) sehingga selalu menang dalam setiap pertempuran. Melihat prestasi Daud yang luar biasa dan sambutan umat yang antusias terhadapnya Saul ketakutan. Ia takut kalau akhirnya kuasa atas kerajaan jatuh ke tangan Daud. Saul sebenarnya menyadari bahwa Roh TUHAN telah undur daripadanya dan beralih kepada Daud. Namun sama seperti kebanyakan pemimpin di masa kini, Saul sulit menerima kenyataan bahwa ia sudah tidak populer dan harus turun. Akibatnya ia menghalalkan segala cara demi mempertahankan status quo dan kelangsungan dinasti yang sedang dirintisnya. Akhirnya Daud pun harus menyingkir. Bahkan delapan puluh lima orang imam telah dibunuh oleh Saul hanya karena bertemu dengan Daud. Bukankah sikap dan tindakan demikian menandakan bahwa Saul adalah seorang bebal yang dalam hatinya menganggap: "Tidak ada Allah!" (ayat 2).

Daud pernah mendapatkan kesempatan baik untuk membunuh Saul tetapi ia justru melarikan diri. Ia sadar bahwa orang yang diurapi TUHAN tidak boleh disentuh oleh siapapun. Hal itu adalah sama dengan menentang TUHAN. Allah mencegah Daud menghabisi Nabal yang menghina dirinya (ayat 1Sam. 25:10-13) melalui Abigail (ayat 1Sam. 25:23-26). Pembalasan adalah hak Allah. Allah sendiri akhirnya menjatuhkan Saul, demikian pula dengan Nabal.

Umat TUHAN telah menjadi ejekan sejak mereka ditawan dan dibuang. Hati mereka pilu dan putus asa. Tetapi pemazmur menghibur dan meyakinkan mereka bahwa TUHAN akan menolong mereka sebagaimana halnya Daud di masa lampau. Maka Yakub, yakni Israel akan bersorak-sorai dan bersukacita (ayat 7).

Renungkan: Untuk sementara waktu orang bebal bersukacita tetapi keselamatan yang dari Tuhan pasti datang atas umatnya. Karena itu janganlah membalas kejahatan, tetapi lakukanlah kebaikan bagi semua orang (Rm. 12:17-21).

(0.44) (Mzm 54:1) (sh: Persembahkanlah korban kepada TUHAN! (Selasa, 8 Juni 2004))
Persembahkanlah korban kepada TUHAN!

Dalam Mazmur 51 dikatakan, "bukan korban sembelihan atau korban bakaran, tetapi korban syukur dan hati yang hancur". Akan tetapi Mazmur 54 ternyata tidak berhenti di situ saja melainkan maju selangkah lagi. Korban syukur dan hati hancur semestinya diikuti oleh korban sembelihan dan korban bakaran. Artinya, setelah melakukan yang satu (pertobatan kepada TUHAN), maka yang lainnya harus menyusul (korban). Dan korban di sini bukan lagi sebagai kewajiban kepada Allah tetapi sebagai ungkapan syukur yang dilakukan dengan kerelaan (ayat 8).

Dengan demikian akan menjadi nyata bahwa hubungan kita dengan TUHAN tidak seperti tuan dan hamba, tetapi seorang bapak dan anak. Hubungan bapak dengan anak pada dasarnya diwujudkan dalam sikap yang akrab dan mesra. Seorang bapak yang baik pastilah selalu merindukan anak-anaknya. Demikian sebaliknya anak-anak terhadap bapaknya. Dapatkah seorang bapak dikatakan baik jika ia hanya menuntut dari anak-anaknya? Atau seorang anak, jika ia hanya menuntut dari bapaknya?

Allah Bapa kita sudah demikian baik terhadap kita. Bahkan kebaikan-Nya ditunjukkan dengan mempersembahkan Anak-Nya yang tunggal untuk keselamatan kita. Apakah kita masih berani mengatakan kita mengasihi Allah sementara persembahan yang kita berikan adalah sisa-sisa uang kita. Mungkin seseorang sudah merasa memberi banyak dengan persembahan uang puluhan juta. Namun, jumlah itu masih terlalu kecil dibanding dengan puluhan kali lipat yang sudah kita terima. Bukan jumlah yang Tuhan lihat, tetapi kerelaan hati kita memberikan yang terbaik kepada-Nya itu yang menyenangkan-Nya.

Tekadku: Aku tidak akan lagi bersikap sebagai orang yang berjasa apalagi penguasa di gereja Tuhan. Sebab dengan demikian saya telah menghina Tuhan.

(0.44) (Mzm 55:1) (sh: Percayalah kepada TUHAN! (Rabu, 9 Juni 2004))
Percayalah kepada TUHAN!

Mazmur ini mengemukakan betapa Daud mengalami tekanan jiwa yang sangat berat. Begitu beratnya hingga ia merasa seperti seorang pengembara yang terus menangis oleh karena diliputi kecemasan (ayat 3), dan ketakutan (ayat 5-6) karena dikejar-kejar oleh para musuhnya (ayat 4). Ia frustrasi hingga ia merasa bahwa seekor burung merpati lebih bahagia daripadanya (ayat 7-8).

Apakah persoalan Daud hingga ia merasa begitu tertekan? Rupanya ia dikhianati oleh sahabat dekatnya, orang kepercayaannya sendiri yang juga sama-sama beribadah dengannya di rumah Allah (ayat 14-15). Baginya lebih mudah untuk menerima serangan dari para musuh yang jelas-jelas melawannya daripada musuh dalam selimut (ayat 13). Hal yang sama tentu akan kita rasakan seandainya dikhianati oleh seorang teman dekat, orang kepercayaan kita.

Selanjutnya, apakah tindakan Daud untuk mengatasi persoalannya? Larut dalam frustrasinya? Tidak! Meskipun ia terus-menerus dikhianati -- siang malam ia melihat kekerasan dan perbantahan, kemalangan dan bencana; penghancuran dan penindasan yang dilakukan oleh orang-orang khianat (ayat 10-12) namun ia tidak membalas mereka. Sebaliknya ia semakin tekun berseru kepada TUHAN dan itu dilakukannya pada waktu petang, pagi dan tengah hari (ayat 18), artinya terus-menerus. Yang menarik di sini adalah bahwa Daud menasihati umat agar menyerahkan kuatirnya kepada TUHAN (ayat 23). Ia telah mengalami kemenangan atas persoalannya oleh pertolongan TUHAN. Akhirnya ia pun menutup mazmur ini dengan suatu pernyataan: "Tetapi aku ini tetap percaya kepada-Mu" (ayat 24c). Apakah sesudah menyerahkan masalah kepada Tuhan, kita pasif saja? Tidak! Ada tempat dan alasan untuk meminta Tuhan bertindak membalas orang-orang fasik sesuai kejahatan mereka (ayat 10-11).

Renungkan: Betapa pun berat persoalan kita, janganlah berhenti berseru kepada TUHAN, pertolongan-Nya pasti akan datang.

(0.44) (Mzm 56:1) (sh: Allah yang meluputkan! (Kamis, 10 Juni 2004))
Allah yang meluputkan!

Dalam Mazmur 55 kita mendapat kesan bahwa Daud berada dalam kondisi yang sangat tertekan. Namun dalam mazmur ini kesan itu telah berubah dengan suatu sikap yang lebih percaya dan lebih yakin akan pertolongan Allah. Perhatikanlah beberapa kali Daud mengungkapkan keyakinan sekaligus kepercayaannya kepada Allah. Misalnya, "Aku ini percaya kepada-Mu"(ayat 4), "Firman-Nya kupuji" (ayat 5,11), "Kepada Allah aku percaya" (ayat 5,12), "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku" (ayat 6b, 12b). Ungkapan-ungkapan ini menunjukkan bahwa ia telah menang atas persoalan yang dihadapinya.

Judul di ayat 1 menyebutkan bahwa mazmur ini adalah suatu refleksi atas pengalaman Daud ketika ia ditangkap oleh orang Filistin (lihat 1 Samuel 21:10-15). Waktu itu Daud berada dalam posisi terjepit. Karena setelah lepas dari kejaran Saul, ia ditangkap oleh pegawai-pegawai Akhis, raja kota Gat, musuh orang Israel. Ibarat ungkapan: lepas dari mulut singa masuk ke dalam mulut harimau. Situasi yang gawat seperti itu tidak membuat Daud kehilangan percayanya kepada Allah (ayat 12). Pada akhirnya toh ia terlepas dari tangan musuh-musuhnya. Walaupun kelepasannya disertai dengan berpura-pura gila (ayat 1 Samuel 21:13-15), namun ia berkeyakinan bahwa Allahlah yang melepaskannya (ayat 14). Tanpa campur tangan Allah, Daud yakin bahwa Akhis tidak akan begitu mudah menolak laporan para pegawainya.

Sebagai respons Daud atas penyelamatan Allah atas dirinya, Daud pun melaksanakan nazarnya dan membayar dengan korban syukurnya kepada Allah (ayat 13). Kita tidak tahu apa nazar Daud itu, tetapi yang pasti hidup Daud seterusnya dijalaninya dengan setia mengikut Dia dan dengan sukacita melayani-Nya.

Renungkanlah: Saat-saat Anda sudah kepepet, terjepit, dan tanpa asa, percayalah Allah tidak meninggalkan Anda. Berserulah, dan lihatlah pertolongan-Nya datang!

(0.44) (Mzm 57:1) (sh: Nyanyian dari dalam gua (Jumat, 11 Juni 2004))
Nyanyian dari dalam gua

Ketika kita berada dalam kesulitan dan pergumulan yang berat, reaksi spontan kita adalah mengeluh dan putus asa bahkan sering pula kita menjadi marah kepada Tuhan. Tetapi hal ini tidak kita temukan dalam diri Daud.

Mazmur ini ditulis ketika Daud sedang lari dari Saul dan harus bersembunyi di dalam gua (ayat 1). Saul iri melihat kesuksesan Daud dan ia ingin membunuh Daud (ayat 1Sam. 22:1; 24:3). Dalam keadaan yang terjepit, Daud berseru kepada Allah. Dia tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan, melainkan berusaha tetap memfokuskan dirinya pada Allah.

Ada beberapa hal yang bisa kita teladani dari Daud: Pertama, ia berseru kepada Allah dan mempercayakan hidupnya di dalam tangan Allah (ayat 2-4). Daud mengumpamakan dirinya seperti seekor anak burung elang yang tidak berdaya yang berlindung di bawah naungan sayap induknya. Dalam situasi demikian ia beroleh kekuatan baru.

Kedua, ia memfokuskan perhatiannya pada kemuliaan Allah (ayat 6, 12). Daud mengakui keadaannya yang lemah dan tidak berdaya di tengah-tengah serangan musuh-musuhnya (ayat 5, 7). Tetapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keadaannya. Perhatian Daud yang terutama, bahkan ketika ia memohon pertolongan dari Tuhan, adalah agar nama Tuhan ditinggikan dan dimuliakan, bukan semata-mata keselamatan pribadinya.

Ketiga, ia bersukacita menantikan pertolongan Tuhan (ayat 8-11). DR. Martin Lloyd-Jones menyatakan bahwa kita harus membedakan antara bersukacita dan merasa bahagia. Jelaslah bahwa Daud tidak merasa bahagia dengan keadaannya, tetapi ia tidak pernah kehilangan sukacitanya sementara ia menantikan pertolongan Tuhan, karena sukacitanya itu didasarkan pada kasih setia Tuhan dan kebenaran-Nya (ayat 11).

Renungkan: Penderitaan kita adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa orang beriman tetap bersukacita dan memuji Allah.

(0.44) (Mzm 58:1) (sh: Masih adakah keadilan? (Sabtu, 12 Juni 2004))
Masih adakah keadilan?

Bukan hanya di zaman ini, tetapi bahkan sejak zaman di mana pemazmur hidup, ketidakadilan telah merajalela. Para penguasa dan para hakim bertindak semena-mena. Melihat keadaan ini, pemazmur tidak tinggal diam. Mazmur 58 ini merupakan suatu seruan yang menuntut agar keadilan ditegakkan.

Sambil membandingkan situasi itu dengan situasi zaman Daud pemazmur mempertanyakan integritas para penguasa tersebut (ayat 1) dan menyingkapkan kejahatan mereka (ayat 2-6). Mereka adalah orang-orang yang menggunakan otoritas dan kekuasaannya untuk menindas dan melakukan kejahatan (ayat 3). Perhatikan prinsip penting pemazmur menghubungkan kejahatan mereka ini dengan hakikat mereka sejak dilahirkan dan bahkan sejak di dalam kandungan (ayat 4).

Kejahatan mereka semakin menegaskan keberadaan mereka yang fasik dan sesat di hadapan Tuhan. Mereka bahkan tidak menghiraukan peringatan-peringatan yang ditujukan kepada mereka (ayat 5). Karena itu, pemazmur memohon agar Allah menghukum mereka dengan menghancurkan kekuatan mereka (ayat 7) dan menghilangkan pengaruh mereka untuk seterusnya (ayat 8-10).

Akhirnya, hanya ketika Allah menyatakan keadilan-Nya terhadap para penguasa/hakim yang lalim inilah orang benar dapat bersukacita (ayat 10-11). Memang terkadang Allah sepertinya berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi. Tetapi hal itu tidak menjadikan pemazmur kehilangan pengharapannya. Ia percaya bahwa suatu saat Allah akan memberi pahala bagi orang benar yang setia berharap kepada Dia, dan Ia pasti menghakimi mereka yang tidak adil (ayat 10), karena Dialah satu-satunya Hakim yang ADIL, Sumber segala keadilan.

Renungkan: Ketika kita diperlakukan secara tidak adil, adakah kita berusaha menghakimi dengan cara kita sendiri ataukah kita rela mempercayakan diri kita kepada Tuhan, Hakim yang Adil, dan menantikan Dia dengan setia?

(0.44) (Mzm 60:1) (sh: Dua pelajaran (Senin, 14 Juni 2004))
Dua pelajaran

Sering terdengar lagu "We are the champion" dalam merayakan kemenangan, tetapi kita tidak pernah mendengar perayaan kekalahan apalagi diiringi oleh sebuah lagu. Kekalahan tidak pernah disukai orang. Namun kenyataannya hidup ini tidak selalu berkemenangan. Jadi, apakah makna di balik kekalahan dan kemenangan yang dirasakan oleh seseorang?

Mazmur ini mengajak kita untuk melihat kekalahan dan kemenangan dari sudut pandang Daud sebagai raja Israel. Pertama, teriakan Daud supaya Allah memulihkan mereka, karena pertahanan mereka tertembus (ayat 1-7) memberikan pengertian kepada kita bahwa Daud pernah merasakan apa yang disebut kekalahan. Daud melihat kekalahan sebagai penghukuman dari Tuhan. Namun Daud tidak mengeluh kepada Tuhan, apalagi menyalahkan Tuhan karena kekalahan yang dialaminya. Ia melihat bahwa ada pengajaran Allah yang harus dipelajari oleh Israel dan dirinya dalam kekalahan tersebut.

Kedua, berdasarkan janji Allah akan kemenangan (ayat 8-10) Daud merasakan kemenangan yang berasal dari Tuhan. Ia sadar bahwa kemenangannya bukan atas dasar kekuatan dan taktik berperangnya, tapi semata-mata karena bersama Allah ia melakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa terhadap musuhnya (ayat 13-14) dan inilah sumber kemenangan Daud.

Dua pelajaran yang Daud ungkapkan bahwa kemenangan dan kekalahan semuanya datang dari Tuhan. Daud memberi teladan bagaimana sikapnya menerima kekalahan dan kemenangan dalam peperangan.

Kalau Allah mengijinkan kita menderita kekalahan, itu artinya ada hal yang harus kita pelajari. Kalau Allah memberi kita kemenangan, biarlah segala syukur kita kembalikan kepada Dia. Seperti Daud, kalah atau menang, biarlah Allah tetap dimuliakan.

Renungkan: Kita semua akan mengalami kekalahan dan kemenangan. Jadikan Daud teladan dalam menyikapi hal tersebut.

(0.44) (Mzm 61:1) (sh: Memuji Tuhan, mengapa tidak? (Selasa, 15 Juni 2004))
Memuji Tuhan, mengapa tidak?

Raja berhak dan harus dilindungi oleh prajuritnya. Ketika prajurit Daud tidak mampu lagi untuk melindungi dirinya sebagai raja, Daud melarikan diri, menjauh dari musuhnya guna menyelamatkan dirinya.

Pelarian Daud membawanya kepada tempat yang asing. Dia terpisah dari kerabatnya dan keamanan yang selama ini ada di sekelilingnya. Apa yang diperbuat oleh Daud? Pertama, Daud berteriak sebagai ungkapan dari lubuk hatinya bahwa ia memerlukan pertolongan dari Allah. Dia percaya bahwa dari ujung bumi sekalipun, Allah dapat menolongnya, karena Allah tidak dibatasi oleh letak geografis (ayat 2-3). Di manapun dia berada, Allah sanggup menolongnya. Kedua, Daud bersukacita karena Allah telah mendengarkan doanya. Allah memberikan cahaya terang di tengah-tengah kegelapan yang mengelilinginya. Allah membuktikan bahwa Ia adalah tempat perlindungan yang paling aman dari musuh-musuh orang yang takut akan Dia (ayat 4-8). Harapan Daud kepada Allah untuk mendapat suatu perlindungan tidak bertepuk sebelah tangan. Ketiga, akhirnya melalui peristiwa ini, Daud berjanji untuk memuji Allah setiap hari, dalam waktu senang ataupun susah. Ketakutan Daud akhirnya berubah menjadi puji-pujian yang memuliakan Tuhan seumur hidupnya.

Dalam kehidupan ini, ketakutan dan kecemasan sering hadir dan membuat kita salah merespons kepada Allah. Pengalaman Daud mengajar kita untuk merespons benar terhadap Allah sehingga akhirnya dari segala situasi hidup kita bisa menghasilkan puji-pujian yang menyenangkan hati Tuhan. Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang takut akan Dia dan semuanya itu untuk menguji iman kita kepada-Nya.

Renungkanlah: Hadapilah segala pergumulan bersama Tuhan, sehingga akhirnya kita boleh menjadikan hidup penuh dengan pujian kepada Tuhan dalam setiap waktu.

(0.44) (Mzm 62:1) (sh: Menaruh harapan pada Allah (Rabu, 16 Juni 2004))
Menaruh harapan pada Allah

Tahu kisah klasik Yunani Kuda Troya? Kisah mengenai penaklukan kota Troya yang berbenteng teguh dan pasukan pertahanan yang kuat melalui tipu muslihat. Musuh membuat sebuah patung kuda yang sangat besar dan dihadiahkan kepada kota Troya. Ternyata di dalamnya bersembunyi pasukan musuh, yang menyerang Troya ketika patung kuda itu dibawa masuk ke dalam kota. Sekokoh apapun benteng buatan manusia, dan setangguh apapun penjaganya, tipu muslihat manusia masih bisa menghancurkannya.

Mazmur 62 menyatakan keyakinan yang berbeda sama sekali. Pemazmur sadar upaya dan tipu daya para musuh yang berkedok sahabat itu memang begitu dahsyat berupaya untuk menghancurkan dia (ayat 4-5). Namun, ia lebih percaya kepada keperkasaan Allah untuk membentengi hidupnya dari ancaman musuh tersebut. Hal itu diungkapkan sampai dua kali (ayat 2-3 diulangtegaskan lagi di ayat 6-9) .

Pemazmur menggunakan kata "hanya" sebanyak 6 kali (ayat 2, 3, 5,6,7,10). "Hanya" bisa dimengerti sebagai penegasan "sesungguhnya" bisa juga "hanya satu/satu-satunya." Dikaitkan pada Allah merupakan suatu konfirmasi bahwa Allahlah satu-satunya penyelamat dan perlindungan si pemazmur (ayat 2, 3, 6, 7). Dikenakan pada musuh, menunjukkan keseriusan mereka hendak menghancurkan si pemazmur (ayat 5), namun mereka "hanya/sesungguhnya" angin semata, bahkan lebih ringan dari angin (ayat 10).

Sedahsyat apapun ancaman mengintai hidup orang beriman dalam kesehariannya, lebih dahsyat lagi topangan dan perlindungan Allah memungkinkan orang beriman hidup kokoh kuat bagaikan bangunan berdasarkan batu karang teguh.

Renungkan: Musuh sekuat dan sehebat apapun, serta seserius apapun mencoba menghancurkan anak-anak Tuhan, bila Tuhan menjadi pelindung mereka, siapa takut!

(0.44) (Mzm 63:1) (sh: Kehausan yang dipuaskan (Kamis, 17 Juni 2004))
Kehausan yang dipuaskan

Bayangkan Anda di padang gurun tersesat. Kehausan membuat Anda mencari-cari dengan insting untuk hidup. Sayangnya, banyak orang di padang gurun terjebak dengan fatamorgana, sepertinya menemukan sumber air, ternyata hanya bayang-bayang yang membawa kepada kematian.

Pemazmur mengalami kehausan dan kerinduan akan Allahnya seperti orang yang terjebak dalam kegersangan hidup (ayat 2). Namun ia tidak terjebak ke dalam fatamorgana, karena Allah hidup dan nyata selalu dapat dihampiri oleh karena kasih-Nya. Maka dengan "insting" iman, ia bisa melihat Allah yang penuh kasih setia dan hidup seperti di bait suci ketika ia beribadah kepada-Nya (ayat 3). Oleh karena itu tekadnya adalah ia akan menaikkan syukur dan menyatakan komitmen untuk hidup bagi Dia (ayat 3-5).

Pada bagian kedua mazmur ini (ayat 6-9), seruan kerinduan itu dibalaskan dengan pengalaman menikmati keselamatan dari Allah. Kerinduan dan kehausan sejati (ayat 2) akan dipuaskan oleh kenikmatan meja perjamuan ilahi (ayat 6). Bila pada bagian pertama ia bertekad (akan) memegahkan Tuhan (ayat 4), maka sekarang ia bertindak (sedang) bersorak-sorak dan memuji-muji-Nya (ayat 6, 8). Bagaikan gayung bersambut, iman kepada Tuhan tidak sia-sia!

Itu sebabnya di bagian ketiga (ayat 10-12) dengan berani si pemazmur melihat kepada orang-orang yang mengikhtiarkan celakanya. Ia tahu sebagaimana kasih setia Tuhan dinyatakan dalam hidupnya, mereka yang melawan Tuhan akan menerima hukumannya (ayat 10-11).

Setiap orang percaya pasti pernah mengalami kegersangan hidup. Pada saat sedemikian, ingatlah bahwa Allah tetap nyata dan kasih setia-Nya tidak pernah berubah. Tanamkanlah kesadaran mendalam bahwa Allah bukan hanya pelepas dahaga jiwa kita, Ia juga mendengar seruan kita.

Tekadku: Aku hendak memuji Tuhan lagi, karena dahagaku, Engkaulah yang sudah memuaskannya.

(0.44) (Mzm 64:1) (sh: Jangan remehkan intimidasi kata-kata (Jumat, 18 Juni 2004))
Jangan remehkan intimidasi kata-kata

Pergumulan iman terberat seringkali kita kaitkan dengan masalah-masalah seperti kelemahan fisik, kesulitan dalam pekerjaan, pencobaan moral atau ancaman fisik. Dalam kenyataan sehari-hari, kita menemui bahwa kata-kata seperti ejekan, fitnahan, serangan terhadap isi iman Kristen, dlsb. dapat mengolok iman kita. Tentang pergumulan iman menghadapi serangan kata-kata inilah, pemazmur bicara.

Pemazmur mengalami pergumulan yang berat itu. Ia tahu bahwa musuh yang berat itu bermaksud membinasakannya (ayat 3). Ia tahu bahkan cara-cara licik digunakan untuk menyerangnya pada saat-saat kelemahannya, yaitu berupa gosip, fitnah, dan cercaan (ayat 4-6). Lebih daripada itu, ia tahu mereka bersungguh hati untuk menghancurkan dia. (ayat 7, ayat ini bisa dibaca 'mereka merancang kecurangan-kecurangan: "Kami sudah siap, rancangan sudah rampung, rancangan yang keluar dari batin dan hati terdalam"'). Seorang penafsir mengatakan, betapa dalamnya isi hati seseorang, siapa yang tahu? Apalagi, bila hati yang jahat merencanakan kejahatan, siapa bisa menduga kekejaman dan kekejiannya?

Namun, pemazmur tidak termakan oleh dampak dahsyat kata-kata buruk dari orang jahat. Ia percaya kepada Allah yang berdaulat dan berkuasa atas mereka. Ia tahu kesudahan orang-orang jahat adalah kebinasaan mereka, dan mereka akan binasa oleh senjata mereka sendiri: lidah dusta mereka (ayat 8-9). Ia tahu juga orang benar, orang yang berlindung kepada-Nya akan diselamatkan, dan akan bersukacita (ayat 10-11). Pemazmur belajar bahwa lidah jahat akan termakan jeratnya sendiri. Karena itu, orang yang jujur dalam kata dan tindakan adalah orang yang bertindak sesuai sikap Allah sendiri dalam firman-Nya yang "ya dan amin."

Renungkan: Jangan anggap remeh pengaruh kata-kata baik dari orang yang kita jumpai sehari-hari maupun dari sumber-sumber media. Bangunlah "filter" iman untuk menilai dan menetapkan kata-kata mana yang harus dibuang dan kata mana yang patut disimpan.

(0.44) (Mzm 65:1) (sh: Pengampunan dan Pemulihan (Sabtu, 19 Juni 2004))
Pengampunan dan Pemulihan

Mazmur ini berpusatkan pada pengampunan Allah atas pelanggaran dan dosa umat-Nya, serta pemulihan yang Allah anugerahkan kepada mereka (ayat 2-5). Oleh keadilan-Nya, Ia telah menjawab doa pengakuan dosa umat, dan menyelamatkan mereka (ayat 6). Ayat-ayat selanjutnya adalah suatu pujian akan kebesaran Allah atas ciptaan-Nya, khususnya tanah Perjanjian yang telah mengalami berkat Allah yang melimpah, kesuburan, dan keberhasilan panen (ayat 7-14).

Apa hubungan antara pengampunan Allah (ayat 2-6) dan berkat-berkat jasmani (ayat 7-14)? Bagi Israel keduanya adalah satu kesatuan. Allah yang sama telah memberikan keduanya. Allah yang mengasihi Israel, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, bukan hanya mengampuni mereka, tetapi memberkati mereka dengan limpahnya sebagai tanda pengampunan sejati.

Sebenarnya mazmur ini mengajar orang modern untuk melihat realitas kehidupan secara utuh. Pengakuan dosa di depan umum di zaman modern tidak umum. Bukankah itu adalah iman pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan bersosial masyarakat? Lihat saja gaung tokoh-tokoh nasional bangsa kita untuk "tobat nasional" disambut dingin oleh masyarakat, apalagi pejabat.

Sesungguhnya, mazmur ini mengajar kita untuk melihat akar permasalahan kemelut yang melanda Indonesia bukan semata kesalahan strategi pembangunan, kebijakan yang tidak bijak dari pemerintahan, tetapi karena menganggap kehidupan sehari-hari boleh dipisahkan dari kehidupan religius. Bahwa ibadah itu cukup di tempat-tempat suci, sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari adalah boleh berbuat apapun, termasuk dosa!

Renungkan: Pengampunan dan pemulihan akan didapat bila terjadi pertobatan yang sungguh-sungguh yang dimulai bukan dari gereja, tetapi dari kehidupan sehari-hari kita.



TIP #15: Gunakan tautan Nomor Strong untuk mempelajari teks asli Ibrani dan Yunani. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA