Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 15 No. 1 Tahun 2000 > 
KONFLIK ANTAR KELOMPOK AGAMA DI INDONESIA 
Penulis: JOPPY A. SAERANG
 PRAWACANA

Pada awal Juni 1995 telah terjadi pengrusakan gedung-gedung gereja di Surabaya. Belum pupus trauma umat Kristen, tanggal 10 Oktober 1996 kembali terjadi pembakaran terhadap 24 gedung gereja 17 umat Kristen dan Katolik di daerah Situbondo dan sekitarnya. Kasus serupa menyebar ke Jawa Barat, yaitu kota Tasikmalaya. Tanggal 26 Desember 1996, 15 gereja dirusak dan dibakar. Dan semuanya dilakukan oleh massa yang mayoritas beragama non Kristen.

Hal yang dipaparkan di atas - baru sebagian fakta yang menggambarkan konflik antar kelompok beragama di Indonesia. Itu merupakan sebagian potret hubungan antar umat beragama di Indonesia pada zaman Orde Baru. Sekarang kita memasuki era baru dengan pemerintahan yang baru. Namun sayang, pengrusakan gedung gereja kembali terjadi. Pada tanggal 2 Nopember 1999, sebagian besar massa dari luar kota merusak dan membakar gedung GPIB "Shalom" di Depok.1452 Bentrokan dan pertikaian antar masyarakat di Maluku yang dimulai sejak 19 Januari 1999 hingga kini masih terus berlanjut. Pertikaian di Maluku yang sarat dengan nuansa SARA, bahkan cenderung konfrontasi antara penduduk yang beragama Islam dengan penduduk yang beragama Kristen.1453

Tulisan ini mencoba menganalisa dan memberikan solusi alternatif masalah konflik antar kelompok agama, khususnya konflik antar kelompok masyarakat Islam dan Kristen di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.

 PERJUMPAAN ISLAM DAN KRISTEN

Untuk mengkaji masalah konflik antar kelompok agama Islam dan Kristen, terlebih dahulu kita perlu memahami sejarah perjumpaan Islam dan Kristen di Indonesia.

A. Sejarah Singkat Masuknya Agama Islam di Indonesia

Para ahli sejarah berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13, yang dibawa oleh para pedagang India yang menganut paham sufisme (mistik Islam).1454

Paham sufisme dalam berbagai bentuknya lebih menekankan pada pengertian agama sebagai urusan pribadi seseorang dalam usahanya untuk mencari hubungan yang intim dengan Allah Hubungan pribadi ini mencari suatu keakraban hidup dengan Allah, dan yang berpusat pada kepuasan dan kehangatan hati atau perasaan.

Menurut para ahli, sufisme pada dasarnya adalah religion of the heart atau agama hati, dan bukan religion of the law atau agama hukum. Atas dasar ini, maka memang berbeda dengan perjumpaan Islam - Kristen di Eropa pada abad-abad pertama Hijriyah, yang ditandai oleh konfrontasi dan kekerasan, maka penyebaran agama; Islam ke dunia timur, termasuk ke Indonesia adalah melalui jalan dagang dan jalan damai. Sebagai kekuatan, Islam pada mulanya mengambil posisi di daerah-daerah pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatera. Dari daerah pantai dan pusat dagang ini, Islam menyebar secara berangsur-angsur dan secara damai ke daerah-daerah pedalaman.

Memang para sufi inilah, menurut para ahli. yang telah berhasil membuat Islam para raja dan menjadikan mereka sultan yang mengepalai pemerintahan dalam suatu daerah Islam. Begitu raja menjadi Islam, maka rakyat pun secara otomatis mengikuti agama sang sultan. Proses pengislaman seperti ini merupakan hal yang lazim pada saat itu, dan merupakan gejala yang sama yang terjadi di Jerman pada zaman reformasi abad ke-16. Jika kita mengamati perkembangan Islam di Indonesia, maka Islam versi sufi ini menyebar ke seluruh nusantara. Dan untuk kurun waktu kira-kira 600 tahun, keadaan Islam versi sufi ini tetap berlangsung tanpa gangguan yang berarti.

Sufisme memiliki keluwesan sebagai agama pribadi, maka dengan mudah berbaur dengan unsur-unsur kepercayaan pribumi, dan pembauran antara unsur inilah yang disebut sebagai abangan dalam keagamaan jawa. Dengan demikian dapat pula kita mengerti bahwa versi abangan seperti ini telah mengambil kedudukan yang sukar digoyahkan di hati sebagian besar umat Islam di Indonesia. Sebab itu, walau di abad ke-19, versi Islam Sunni atau Islam ortodoks yang disebut golongan santri tiba di nusantara ini, kemudian mengadakan gerakan pemurnian (reislamisasi), kelihatannya sampai pada saat inipun belum berhasil untuk mengambil alih kekuatan golongan abangan ini terkecuali di beberapa tempat di luar Jawa dan di Jawa Barat.1455

B. Sejarah Singkat Masuknya Agama Kristen di Indonesia

Pada akhir abad ke-15, orang Portugis telah mendapat jalan laut ke timur: Vasco De Gama tiba di pantai India pada tahun 1498. Beberapa tahun kemudian (1512). kapal-kapal Portugis mengunjungi kepulauan rempah-rempah, Maluku, untuk pertama kali, dan sejak tahun 1522 mereka tinggal tetap di Ternate, Ambon, Banda, dan lain-lain tempat untuk berdagang.

Paus membagi dunia baru antara Spanyol dan Portugis, maka salah satu syaratnya ialah raja-raja harus memajukan misi Katolik Roma di daerah-daerah yang telah diserahkan kepada mereka. Tuntutan ini memang sesuai dengan pertalian rapat antara negara dan gereja pada zaman itu, dan raja-raja dengan rela hati melayani kepentingan gereja.

Misionaris yang pertama-tama menginjakkan kakinya di pulau-pulau Maluku, ialah beberapa rahib Franciskan yang mendarat di Ternate pada tahun 1522, tetapi karena rupa-rupa perselisihan di antara orang Portugis sendiri, mereka segera terpaksa berangkat pulang. Lalu, mereka mulai bekerja di Halmahera pada tahun 1534. Tetapi karena kebengisan pembesar Portugis, rakyat bermufakat untuk mengusir semua orang kulit putih dan memaksa orang yang sudah masuk Kristen untuk murtad. Simon Vaz, seorang pater Franciskan, mati dibunuh selaku syahid pertama di Maluku (1536). Perlawanan ini ditindas, dan kemudian pater lain berusaha lagi untuk menanamkan bibit agama Roma di Halmahera. Di Ambon sebagian rakyat dibaptiskan, karena ingin mendapat pertolongan Portugis terhadap orang Islam.

Usaha misi baru berkembang sesudah kunjungan misionaris Yesuit yang masyhur, yaitu Franciscus Xaverius ke Maluku. Setelah mempersiapkan diri beberapa bulan lama di Maluku dengan mempelajari bahasa Melayu, Xaverius tiba di Ambon pada bulan Februari 1546. Setelah tiga bulan bekerja di sana, ia mengunjungi Ternate, Halmahera, dan Morotai. Setelah 15 bulan bekerja di Maluku, ia membaptiskan beribu-ribu orang.

Pada tahun 1570, misi Katolik Roma di Maluku ditimpa bencana yang hebat. Sultan Hairun dari Ternate dibunuh dalam benteng Portugis dengan pengkhianatan yang keji. Akibatnya ialah banyak kampung Kristen dibakar oleh orang Islam, Bacan dikalahkan oleh Ternate, sehingga hilang bagi misi, dan di mana-mana serangan Islam terhadap jemaat Kristen bertambah berbahaya sehingga banyak orang murtad. Kedudukan misi makin hari makin sukar, orang Portugis dibenci, kehidupan rohani banyak mundur, dan bilangan orang Kristen berkurang. Kebanyakan mereka secara nama saja. Jumlah para misionaris yang tinggal cuma sedikit dan mereka menderita pelbagai sengsara. Makin sukar kuasa Portugis, maka makin lenyaplah pengaruh misi.

Dalam rangka peperangan melawan Spanyol dan Portugis, orang-orang Belanda datang ke Indonesia. Mereka mengambil alih daerah yang dikuasai Portugis. Orang-orang Kristen dijadikan Protestan. Itulah awalnya Gereja Protestan memasuki wilayah nusantara ini.

Para Pendeta Protestan datang bersama-sama dengan kekuasaan Belanda dengan kongsi dagangnya yaitu VOC. Gereja terlalu erat berhubungan dengan negara (VOC) dan dikuasai olehnya.

Karena kepentingan gereja harus mengalah terhadap kepentingan negara (VOC), maka pekabaran Injil kepada orang-orang non Kristen tidak dapat berkembang.

Pada abad ke-19, di Eropa terjadi suatu gerakan yang membawa hidup baru, yaitu revival (kebangunan) yang besar. Hal ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan gereja di Indonesia. Abad ke-19 ini menjadi abad "Pekabaran Injil" bagi Indonesia. Dalam abad ke-19 dan awal abad ke-20, diletakkanlah dasar gereja-gereja yang ada sekarang ini.1456

C. Konflik Islam - Kristen di Indonesia

Awal masuknya kekristenan di Indonesia sebenarnya dalam suasana yang kurang bersahabat, terutama berhubungan dengan kelompok masyarakat beragama, khususnya agama Islam. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, pada abad ke-16, terjadi konflik yang disertai dengan penindasan fisik dan mental dari orang Islam terhadap orang Kristen di Maluku.

Setelah Belanda dikalahkan Jepang, maka keadaan turut berubah dalam hubungan Islam - Kristen di Indonesia. Untuk maksud keuntungan politiknya, Jepang memberikan keleluasaan yang besar kepada Islam untuk turut mendukung berbagai rencana pengukuhan kedudukan penjajahan Jepang di Indonesia.

Pada sisi lain, kelompok Islam beraliran sunni atau santri sejak awal perjuangan untuk merebut kemerdekaan dilihat sebagai jihad untuk melawan kaum kafir dan yang sekaligus merupakan tugas pribadi dan tugas masyarakat dalam umat.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan adalah penampakan ketidakpuasan sebagian santri terhadap gagalnya gagasan negara Islam diberlakukan di Indonesia.

Pada tahun 1985 terjadi pemboman terhadap bank-bank, beberapa gereja, dan Sekolah Teologia. Walaupun pemerintah tidak menyebut dengan jelas pihak yang tersangkut dalam peristiwa itu, namun adalah jelas dalam kejadian yang sebenarnya bahwa beberapa oknum Islam fundamentalis terlibat.

Sudah merupakan gejala umum dalam kerusuhan di Indonesia bahwa bangkitnya oposisi keras Islam mengambil bentuk dalam gerakan anti pemerintah, anti Cia, dan anti Kristen.

Pada tahun 1996 dan awal tahun 1997 diwarnai dengan berbagai kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia. Pada bulan April 1996, Cikampek sebuah kota di sebelah timur ibu kota DKI Jakarta mengalami kerusuhan yang menjurus pada huru-hara SARA, dimana berapa gedung gereja dan SD Kristen dilempari batu oleh massa yang marah. Peristiwa serupa dialami oleh orang-orang Kristen di daerah Cileungsi - Bogor. Pada tanggal 14 April, beberapa Gereja Pantekosta dirusak dan dihancurkan massa, bahkan ada anggota jemaat yang dipukuli oleh massa yang marah dan brutal.

Kasus-kasus yang melanda beberapa kota di Jawa Barat itu ternyata berkembang dan menjalar ke kota Surabaya pada bulan Juni 1996 tidak kurang dari 10 gedung gereja dirusak oleh massa.

Pada tanggal 10 Oktober 1996, kasus yang lebih berat dan lebih luas menimpa kota Situbondo dan sekitarnya. Lebih dari 20 gedung gereja dan beberapa Sekolah Kristen dihancurkan dan ada yang dibakar. Kasus serupa kembali menerpa kota Tasikmalaya. Tanggal 26 Desember 1996, massa mengamuk dan menghancurkan berbagai fasilitas umum, kantor polisi, dan gedung-gedung gereja. Tercatat paling tidak 13 gedung gereja dihancurkan sebagian dibakar, dua sekolah Kristen dan Katolik dibakar.

Pada awal tahun 1997, tepatnya 30 Januari 1997, kembali terjadi kerusuhan di daerah Jawa Barat, yaitu kota Rengasdengklok. Dan, kembali gedung gereja dan Sekolah Kristen dihancurkan dan sebagian dibakar massa.

Masih ada banyak kasus lagi yang berbau SARA. khususnya kental berbau keagamaan yang belum dikemukakan, namun berbagai kasus yang sudah dikemukakan di atas tersirat sentimen keagamaan demikian kuat. Konflik masyarakat beragama Islam dengan orang Kristen tak terhindarkan.

 SEBAB TIMBULNYA KONFLIK MASYARAKAT BERAGAMA

Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia.

Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.

Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama.1457

Dengan menggunakan kerangka teori Hendropuspito, penulis ingin menyoroti konflik antar kelompok masyarakat Islam - Kristen di Indonesia, dibagi dalam empat hal, yaitu:

A. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental

Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.

Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.

Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.

Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.1458

Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.

Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.

Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

C. Perbedaan Tingkat Kebudayaan

Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.

Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.

Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

D. Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama

Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.

Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.

 DIALOG SEBAGAI SARANA MENGATASI KONFLIK

Pada bagian ini akan diuraikan peranan dialog sebagai salah satu alternatif pemecahan dan pencegahan konflik antar kelompok agama di Indonesia.

A. Kepentingan Dialog

Dialog menjadi suatu kebutuhan dan keharusan dalam kehidupan kebersamaan dari segenap warga dunia ini disebabkan oleh pelbagai faktor yang dapat ditemukan baik dalam perkembangan dunia sendiri maupun dalam perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pandangan agama-agama sendiri.

Ada berbagai faktor kepentingan dari dialog, antara lain: pertama, kenyataan dunia ini semakin menjadi majemuk dalam kawasan keagamaan dewasa ini. Serentak dengan itu, dalam diri agama-agama dunia sendiri telah tumbuh dan berkembang pemahamannya tentang dunia ini sebagai keseluruhan, bersamaan dengan itu telah timbul semangat misioner dari masing-masing agama dunia. Kedua, dalam konteks Indonesia, agama Islam dan agama Kristen menghadapi tantangan yang sama saat ini yaitu materialisme dot sekularisme. Sehingga wajar jika saling memperkuat satu sama lain dan mengadakan pendekatan suka damai dan suka membangun. Keempat, kenyataan konflik yang terjadi di Indonesia antara Islam Kristen banyak disebabkan diantaranya adalah karena salah pengertian dan miskomunikasi, perasaan curiga, dan cemburu antar kelompok dalam masyarakat.

B. Batasan Dialog

Dialog adalah suatu percakapan yang bertolak pada upaya untuk mengerti mitra percakapan dengan baik, saling mendengar pendapat masing-masing. Karena itu, dialog merupakan pertukaran pikiran yang di dalamnya peserta mengungkapkan pendapat atau keyakinannya, mempertimbangkannya, dan berusaha memahami pendapat orang lain.

Dialog dapat dibedakan dalam dua kategori: pertama: Dialog Formal, yaitu suatu dialog yang membahas suatu tema tertentu dalam suatu pertemuan, yang pembahasannya bertolak dari visi teologis masing-masing. Kedua: Dialog Informal, yaitu suatu dialog yang terjadi dalam bentuk-bentuk pergaulan, kerjasama, dan hubungan sosial antar umat yang berbeda agama. Melalui kesempatan itu, mereka saling mengenal satu sama lain.

C. Sikap dalam Dialog

Yang menentukan dalam hubungan antar agama adalah sikap dasar manusia di hadapan Tuhan. Karena sikap mendasar dalam dialog adalah sikap rendah hati di hadapan Tuhan dan keterbukaan hati.

Orang Kristen mengambil bagian di dalam dialog dengan orang Islam dengan sikap: pertama, kita ambil bagian dalam dialog dengan Islam dalam keyakinan kita semua memiliki sifat umum (common nature) sebagai yang diciptakan oleh Allah yang satu, yang adalah Bapa bagi semuanya. Kita semua hidup dari anugerah-Nya, dan kita semua bertanggung jawab kepada-Nya. Kedua, kita berdialog dengan keyakinan bahwa kita anggota tubuh Kristus yang diutus Allah Bapa untuk melanjutkan misi Kristus. Dialog merupakan panggilan misi kristiani. Karena Allah datang ke dalam dunia melalui Kristus yang menjadi manusia dan berdialog dengan bahasa manusia. Ketiga, kita ambil bagian dalam dialog dengan Islam, dalam keyakinan dan pengharapan bahwa Roh Kudus dapat dan akan menggunakan dialog ini untuk melakukan karya-Nya.

D. Saran Praktis untuk Dialog

Ada hal-hal praktis yang perlu diperhatikan dalam dialog antara lain: pertama, kita memerlukan pendalaman tentang isi kepercayaan atau agama kita sendiri. Kita mesti mampu menjelaskan dengan jujur pokok-pokok iman kita, tradisi gereja, dan lain-lain yang berkaitan dengan gereja kita sendiri. Kedua, kita memerlukan pemahaman tentang agama mereka (Islam). Ketiga, kita harus bersikap saling menghormati tanpa memandang latar belakang, mayoritas atau minoritas, dan lain-lain. Keempat, dialog tidak berarti merelatifkan kebenaran Injil atau menuju sinkretisme. Dialog bukanlah pengganti atau identik dari misi namun melalui dialog kesaksian kristiani bisa diungkapkan.

Dalam dialog informal, selain kaidah-kaidah agama secara umum, maka nilai-nilai budaya, sikap etis, dan penampilan kita akan sangat berperan dalam membantu proses dialog.

 PURNAWACANA

Konflik antar kelompok beragama khususnya Islam dan Kristen di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang dan disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks. Warisan sejarah datangnya Islam dan Kristen ke Indonesia, ikut mempengaruhi terjadinya konflik. Di samping masalah suku dan ras, doktrin, dan mental penganut, tingkat kebudayaan masyarakat serta masalah mayoritas dan minoritas.

Cara pencegahan yang penting untuk dikembangkan mengatasi konflik antar kelompok agama yaitu melalui dialog. Dalam dunia yang semakin maju dan tanpa batas, kita tidak bisa lagi hidup sendiri lepas dari pertemuan dengan umat yang berbeda agama. Karena itu wacana dialog antar kelompok masyarakat, khususnya dialog umat Islam dan Kristen harus terus diupayakan dan dikembangkan.



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA