Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 1 Tahun 1998 > 
KEPRIHATINAN ALLAH TERHADAP WONG CILIK (PERSPEKTIF PERJANJIAN LAMA) 
Penulis: Amos Sukamto

Di dalam sejarah perjuangan dan pergumulan bangsa Indonesia, wong cilik selalu mendapat tempat perhatian yang menarik. Munculnya banyak organisasi LSM akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan keberadaan dan kekurang beruntungan kelompok masyarakat yang sering disebut wong cilik. Organisasi-organisasi politik pun tak mau kalah untuk menyuarakan dirinya berpihak pada wong cilik, dengan tujuan supaya organisasi parpol tersebut memperoleh suara yang banyak. Kenapa? Karena pada kenyataannya wong cilik merupakan kelompok masyarakat terbesar yang berdiam di bumi Indonesia.

Wong cilik selalu menjadi isu yang menarik, dan tulisan ini ditulis untuk memahami seberapa jauh Allah, Sang Pencipta dan Penebus atas para wong cilik, itu sendiri berprihatin terhadap keadaan sosial ciptaanNya. Keprihatinan-keprihatinan Allah itu yang akan menjadi dasar teologis buat kita, terutama orang-orang percaya untuk ikut terlibat, berpartisipasi dalam pelayanan kita kepada kelompok masyarakat yang kurang beruntung yaitu wong cilik.

Dalam penjabarannya, tulisan ini akan dibagi menjadi tiga bagian: pada bagian pertama akan dibahas keadaan sosial wong cilik dalam konteks pemahaman Indonesia; bagian kedua, keadaan sosial wong cilik dari perspektif Perjanjian Lama; dan pada bagian ketiga akan dibahas wujud keprihatinan Allah terhadap wong cilik.

 A. WONG CILIK DAN STATUS SOSIALNYA DALAM KONTEKS INDONESIA

Wong cilik1256 adalah sebuah istilah yang digunakan untuk membedakan status sosial dalam masyarakat Jawa. Dalam penggunaannya wong cilik selalu dikontraskan dengan istilah priyayi. Masyarakat yang dikelompokkan ke dalam golongan wong cilik adalah sebagian besar massa petani, petani gurem, para pekerja kasar, para pedagang kecil, buruh kecil, di mana kelompok ini merupakan masyarakat kebanyakan dan menjadi lapisan masyarakat bawah. Magnis-Suseno membedakan arti wong cilik dan orang miskin sebagai berikut: "Antara orang kecil dan orang miskin tidak sama. Orang miskin termasuk orang kecil, sedangkan orang kecil hidupnya sederhana, tapi belum tentu miskin."1257

Memang betul bahwa wong cilik belum tentu miskin, tetapi mereka adalah kaum yang powerless artinya mereka tidak mempunyai kuasa atau kaum yang lemah dan tak berdaya sehingga mudah untuk dieksploitasi dan dimiskinkan. Jadi walaupun mereka tidak miskin tetapi mereka sangat mudah untuk dimiskinkan. Secara mudah saya gambarkan sebagai berikut: walaupun wong cilik punya tanah yang cukup tetapi karena kondisi kepowerless-annya maka dengan mudah tanah mereka di gusur dengan paksa oleh pihak yang lebih berkuasa1258 Sehingga saya sangat setuju bila wong cilik didefinisikan sebagai berikut:

... mereka ini adalah "orang yang tak berdaya karena mengalami aneka macam pemiskinan... yang membuat semakin banyak orang hidup semakin tidak manusiawi dan tidak menggambarkan bahwa dia adalah citra Allah yang bermartabat sebagai manusia".(no 6) "Pada umumnya mereka hidup di bawah taraf kewajaran manusiawi". (no 7)1259

 B. WONG CILIK, PERSPEKTIF DARI PERJANJIAN LAMA

Setelah kita mendefinisikan wong cilik dalam konteks Indonesia maka sekarang kita akan meneliti bagaimana Alkitab khususnya Perjanjian Lama berbicara tentang status sosial wong cilik.

1. Perkembangan Sosial Ekonomi Bangsa Israel

Pada periode paling awal bangsa Israel hidup sebagai bangsa nomaden. Struktur sosialnya masih bersifat kesukuan, di mana suatu kelompok masyarakat percaya bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama. Akibat dari sistem sosial yang demikian, maka kondisi hidup yang merata masih bisa dengan mudah dijaga. Apalagi pada waktu itu ada bentuk organisasi yang bernama goel. Organisasi ini berfungsi sebagai penebus, penolong dan pelindung bagi saudaranya yang lemah. Jika salah satu di antaranya menjadi miskin dan menjual dirinya sebagai budak, maka goel inilah yang wajib menebusnya(Im 25:47-49).1260 Tetapi keadaan seperti ini berubah setelah masa monarki yaitu sebuah masa di mana sistem pemerintahannya diatur oleh seorang raja. Ini terjadi kira-kira pada abad ke-11 SM. Timbulnya pemerintahan yang berbentuk kerajaan ini menciptakan kelas-kelas elit baru, dan mencapai titik yang menyedihkan pada abad ke-8 SM. Di mana tampuk kepemimpinan pemerintahan pada waktu itu dipegang oleh Raja Uzia dan Raja Yerobeam II. Pada masa ini terjadi ledakan kemajuan di bidang ekonomi secara cepat. Tetapi sayangnya ledakan ini hanya dinikmati oleh beberapa orang yang tentunya orang-orang yang dekat pada para penguasa pada waktu itu. Sehingga kesenjangan sosial tidak dapat dihindarkan untuk terbentuk, yang berkuasa semakin mendapat angin untuk berkuasa dan yang lemah semakin mendapat angin untuk mendapat tekanan.

Timbullah kesewenang-wenangan dari pihak yang merasa dirinya kuat dan sebagai; penguasa. Kesewenang-wenangan ini tampak dalam bentuk-bentuk tindakan penindasan kepada kaum 'ani, 'ebhyon dan dal yaitu kaum yang lemah atau lebih tepat disebut sebagai wong - cilik. Para penguasa menjual wong cilik karena uang dan sepasang kasut artinya, mereka dijual dengan harga yang sangat rendah sekali (Am 2:6). Para penguasa menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara (Am 2:7); memberi suap kepada para nabi untuk berhenti menyampaikan kebenaran dan menyuap para hakim untuk membelokkan keadilan (Am 2:12; 5:12); dan memeras orang miskin (Am 4:1).

2. Wong Cilik dan Status Sosialnya

Perbendaharaan kata dalam Perjanjian Lama yang artinya senada dengan wong cilik adalah: 'ani ('w); 'ebhyon (jl'?K); dal (51), ras mahsor ("llortt1260. Sebelum penjabaran dari setiap kata-kata tersebut, sangat perlu untuk menyebutkan bahwa di dalam Perjanjian Lama ada tiga kelompok yang biasanya digolongkan sebagai wong cilik. Kelompok itu adalah para janda, anak-anak yatim, dan orang pengembara (Im 19:10; 23:22; Ayub 29:12-13; Zak 7:9-10). Meskipun mereka tidaklah selalu miskin, tetapi ada kecenderungan bahwa mereka mudah untuk menjadi miskin. Di dalam suatu struktur masyarakat yang didominasi oleh kaum laki-laki maka seorang janda akan tidak mampu bersaing dengan lawan-lawannya, apalagi seorang yatim. Mereka adalah kaum lemah yang mudah mendapat penindasan dari orang lain.

'ani (,3y)

Kata 'ani merupakan kata umum dalam bahasa Ibrani yang digunakan untuk menunjuk ke istilah miskin. Meskipun dalam penggunaannya sering disejajarkan dengan 'ebhyon dan, dal, tetapi artinya berbeda dari keduanya; `ani lebih menunjuk kepada ketidakberdayaan.1261 Kata ini digunakan 7 kali dalam kitab Pentateukh (Kel 22:25; Im 19:10; 23:22; Ul 15:11; 24:12,14,15) dan mempunyai hubungan yang jelas dengan keadaan miskin secara ekonomi: "Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang ',ani di antaramu, ..." (Kel 22:25); "Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang 'ani ..." (Im 19:10; bdk. 23:22); "Sebab orang-orang 'ani tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu yang 'ani' dan yang 'ebhyon di negerimu" (Ul 15:11).

Kaum 'ani dalam Pentateukh adalah kaum yang kekurangan kebutuhan hidup, dan secara sosial mereka tidak berdaya dan mudah menjadi obyek penindasan.

Di dalam kitab nabi-nabi kaum 'ani pun lebih banyak mendapat sorotan. Kata ini muncul 25 kali yaitu: Yes 3:14,15; 10:2,30; 14:30; 26:6; 32:7; 41:17; 49:13; 51:21; 54:11; 58:7; 66:2; Yer 22:16; Yeh 16:49; 18:12,16; 22:29; Am 8:4; Hab 3:14; Zef 3:12; Za 7: 10; 9:9; 11:7,11).

Konsep 'ani dalam literatur nabi-nabi lebih berkembang artinya dibandingkan dengan konsep 'ani dalam Pentateukh. Dalam literatur nabi-nabi konsep ini tidak hanya menunjuk kepada kekurangan kebutuhan hidup, tetapi lebih dari itu, yakni menunjuk kepada kaum yang ditindas, diperkosa hak asasinya dan dimiskinkan.1262 Yesaya 3:15 menggambarkan dengan jelas: "Mengapa kamu menyiksa umat-Ku dan menganiaya orang-orang yang 'ani?""Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang 'ani."

Di dalam sejarah penyelidikan Perjanjian Lama, identitas kaum miskin di dalam kitab Mazmur masih terus menjadi subyek diskusi yang menarik. Misalnya, Rahlfs menyatakan bahwa kaum miskin adalah sebuah kelompok yang khusus di antara umat Allah, dalam Perjanjian Lama, yang menyatakan komitmen dirinya menjadi pengikut Yahweh.1263 Coggins menyatakan bahwa kaum miskin dalam kitab Mazmur tidak menunjuk kepada miskin dalam arti ekonomi: "...there is nothing in the Psalm which would suggest material poverty."1264 Gillingham mengusulkan pemahaman baru dalam memahami kaum miskin di kitab Mazmur, dia percaya bahwa:

Four main words in the Psalter which describe the poor cannot be classified neatly in terms of economic deprivation (Blessed are you poor ... as in Lk. 6:20), or even in terms of a particular religious group (Blessed are the poor in spirit ... as in Mt. 5:3).1265

Lebih lanjut dia menyatakan:

Although many references are highly ambiguous, it will be seen that a complex variety of life-settings is suggested, both individual and communal and different aspects of suffering are implied, both physical and spiritual.1266

Kata 'ani muncul 31 kali di dalam kitab Mazmur. Kata ini menunjuk kepada (1) bangsa yang ditindas secara fisik oleh kuasa bangsa lainnya (Mzm 9-10), "Sebab Dia, yang membalas penumpahan darah, ingat kepada orang yang 'ani ... (9:13); `Bangkitlah TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang 'ani (10: 12). (2) Orang yang diperlakukan secara tidak adil, "Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan! Luputkanlah orang yang lemah dan yang 'ani, Iepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!" (82:3-4). (3) Kaum yang kekurangan kebutuhan pangan, "Perbekalannya akan memberkati dengan limpahnya, orang-orangnya yang 'ani akan kukenyangkan dengan roti (132:15). (4) Orang-orang yang mencari pertolongan kepada Allah dalam mengusahakan keadilan (10:1-2; 18:28; 25:16; 34:7; 35: 10; 102:1).

Dalam Kitab Ayub kata 'ani muncul 7 kali. Kitab Ayub menggambarkan penderitaan kaum 'ani dengan lebih jelas; mereka adalah kaum yang ditindas (24:4), kaum yang anaknya digadaikan karena kondisi kemiskinannya (24:5), dan kaum korban dari pembunuhan yang semena-mena oleh penguasa (Ayb 24:14).

'ebhyon (j1'sK)

Kata 'ebhyon berasal dari akar kata 71M Secara umum kata r berarti "to lack, to be in need."1267 Kata ini muncul sebanyak 9 kali dalam Kitab Pentateukh (Kel 23:6,11; Ul 15:4, 7 (2x), 9, 11 (2x); 24:14). Sebanyak dua kali digunakan secara bersama-sama dengan kata ']y (Ul 15:11; 24:14). Kata ini menunjuk kepada (1) kaum lemah yang mudah diperkosa hak hidupnya (Kel 23:6); (2) kaum yang kehilangan tanah warisannya (23:11); (3) kaum yang menerima santunan dari orang lain (Ul 15:7-8); dan (4) kaum yang tertimpa hutang dan tidak bisa mengembalikannya (Ul 15:9-11).

Kata 'ebhyon di dalam kitab Nabi-nabi muncul sebanyak 17 kali. Kata ini digunakan untuk menggambarkan (1) kaum yang terinjak-injak harkat kemanusiannya (Am 8:4); (2) kaum yang teraniaya oleh para penguasa dalam masyarakat dan struktur sosial yang buruk (Yer 2:34; 20:13; Yeh 18:12; Am 4:1); (3) kaum yang tidak mendapat perlakuan secara adil di dalam lembaga pengadilan, "...dan tidak membela hak orang 'ebhyon." (Yer 5:28); "Sebab Aku tahu perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang 'ebhyon di pintu gerbang' (Am 5:12, bdk. Yes 32:7). Botterweck mengatakan bahwa di dalam Kitab Yeremia 'ebhyon berarti secara sosial miskin, yang menurut Yer 5:28 harus menderita di bawah kebahagiaan dan ketamakan orang-orang kaya karena mereka tidak mendapat keadilan secara adil.1268 (4) Kaum yang jatuh dalam perbudakan karena sebagai ganti untuk membayar hutang mereka, "...Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang 'ebhyon karena sepasang kasut" (Am 2:6b, bdk. 8:6).

Di dalam kitab Mazmur kata 'ebhyon muncul 23 kali. Kata ini sering disejajarkan dengan kata 'ani. 'ebhyon dalam kitab Mazmur menggambarkan keadaan (1) kaum lemah yang ditindas oleh orang-orang yang jahat (Mzm 72:12-14; 107:41; 112:9); (2) kaum yang merupakan kebalikan dari kaum kaya (Mzm 49:3); dan (3) kaum yang dimiskinkan (pemiskinan materi) (Mzm 35:10). Gillingham menambahkan bahwa: "di dalam Mazmur yang bersifat ratapan pribadi ada aspek lain yang dikenalkan yaitu pemazmur percaya bahwa Allah akan membela mereka, bukan hanya karena mereka miskin tetapi karena jalan yang mereka tempuh adalah percaya kepada Allah dengan kerendahan hati."1269

Di dalam Kitab Amsal kata 'ebhyon muncul 4 kali. Dalam kitab Amsal 30; 31, kata 'ebhyon diparalelkan dengan kata 'ani. dengan menunjuk kepada (1) kaum yang dieksploitasi oleh para penguasa (Ams 30:14), (2) kaum yang menjadi obyek ketidakadilan (Ams 31:9), dan (3) kaum yang membutuhkan pertolongan dari orang lain (3l:20).

dal (51)

Kata dal merupakan kata yang berasal dari Ugaritic yang berarti "poor, needy"1270 Kata dal muncul sebanyak 5 kali dalam Pentateukh (Kej 41:19; Kel 23:3; 30:15; Im 14:21; 19:15). Kata pertama yang muncul (Kej 41:19) digunakan untuk menggambarkan kondisi lembu yang kurus di dalam mimpinya Firaun. Karena kata ini berhubungan dengan kondisi lembu yang kurus dan buruk bahkan kondisi semacam itu tidak pernah dijumpai sebelumnya di antara lembu-lembu di seluruh tanah Mesir, maka sangatlah wajar bila di dalam perkembangan berikutnya dal digunakan untuk melukiskan keadaan wong cilik yang miskin, tertindas dan terampas hak-hak kewajarannya sebagai seorang manusia.1271

Di dalam kitab Keluaran makna kata dal berbeda dengan kata 'ani dan 'ebhyon. Biasanya seperti yang telah kita lihat di atas, kaum 'ani dan 'ebhyon selalu ditempatkan pada posisi yang mendapat perlakuan yang tidak adil di lembaga peradilan, tetapi di dalam Kel 23:3 dikatakan: "Juga janganlah memihak kepada orang dal dalam perkaranya." Ada dimensi makna yang berbeda antara kaum yang digolongkan sebagai kelompok dal dengan kelompok 'ani dan 'ebhyon. Lebih jelas dapat dilihat dalam Kel 30:15: "orang kaya janganlah mempersembahkan lebih dan orang miskin [dalj janganlah mempersembahkan kurang dari setengah syikal...", padahal di dalam Imamat 14:21 kaum dal diijinkan membawa persembahan yang kurang dari standar yang telah ditetapkan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kaum dal dalam kitab Keluaran adalah kaum yang tidak sama dengan kaum `ani dan 'ebhyon, yang artinya kaum yang tidak mempunyai harta sama sekali yang hidupnya hanya tergantung dari belas kasihan orang lain; sedangkan kaum dal adalah kaum yang masih mampu membiayai kehidupannya sehari-hari, atau bisa lebih tepat mereka adalah petani-petani kecil. Mereka adalah kelompok sosial kelas yang powerless sehingga mudah untuk ditindas oleh para penguasa. Ini bisa kita lihat perubahan pemakaian kata dal di dalam kitab Nabi-nabi.

Di dalam kitab nabi-nabi kata dal muncul sebanyak 12 kali. Kata ini sudah berganti maknanya (sesuai dengan perubahan struktur sosial yang ada). Kata ini dipakai untuk menggambarkan (1) kaum yang menderita karena eksploitasi dan penindasan dari kaum kuat, "karena mereka menginjak-injak kepala orang dal ke dalam debu..." (Am 2:7; bdk. 4: 1); (2) kaum yang dipaksa untuk membayar pajak kepada para penguasa tanah (Am 5:11); dan (3) kaum yang dilecehkan dalam hukum-hukum hutang perbudakan (Am 8:6); (4) kaum yang dilecehkan dalam lembaga pengadilan, "...untuk menghalang-halangi orang-orang lemah [dal] mendapat keadilan ... (Yes 10:2). Tidak dipungkiri bahwa kata dal di beberapa tempat di kitab Yesaya dan Yeremia digunakan dalam arti simbolis, yaitu dalam Yer 5:4 dan Yes 14:30.

Kata dal dalam Mazmur muncul 4 kali. Kata ini digunakan untuk menggambarkan keadaan komunitas yang rendah secara status sosialnya sehingga mudah untuk ditindas (Mzm 82:3-4), maka Tuhan menjanjikan berkat buat orang yang memperhatikan kaum dal.

Kadang yang memahami kemiskinan di kitab Mazmur lebih menitikberatkan pada dimensi miskin secara rohani, berpendapat bahwa kata dal dalam Mazmur menggambarkan orang yang secara sosial, fisik dan ekonomi adalah lemah dan tak berpengharapan.1272

Di dalam Amsal kata dal menunjuk kepada kaum yang tidak punya teman, kaum yang membutuhkan kebaikan Bari orang lain (Amsal 19:17), dan yang membutuhkan pembagian rezeki dari orang lain (Amsal 22:9).

ras (ttitl); mahsor (110Rn)

Kata ras ini hanya muncul di Amsal dengan frekuensi pemunculan sebanyak 15 kali. Kata ini ditujukan kepada (1) kaum yang cara hidupnya diwarnai dengan permintaan belas kasihan (18:23); (2) kaum yang tidak mempunyai teman (14:20; 19:7); dan (3) kaum yang penderitaan kemiskinannya disebabkan oleh kemalasannya (10:4). Sedangkan kata mahsor muncul sebanyak 8 kali dengan mengindikasikan (1) kemiskinan sebagai akibat dari kemalasannya (6:11; 14:23; 21:5; 24:34); dan (2) kemiskinan disebabkan oleh pemborosan (21:17).

3. Kesimpulan

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri kelompok sosial kelas yang mempunyai kesejajaran dengan wong cilik tersebut di atas sebagai berikut: (1) kekurangan kebutuhan hidup; (2) secara sosial seorang yang tidak berdaya dan mudah menjadi obyek penindasan; (3) kaum yang ditindas, diperkosa hak-hak kewajaran kemanusiaannya; (4) tidak mendapat perlakuan hukum secara adil; (5) korban dari pembunuhan yang semena-mena oleh para penguasa; (6) penerima santunan dari orang lain; (7) kaum yang dilecehkan di lembaga-lembaga pengadilan; (8) kaum yang menderita karena eksploitasi dan penindasan dari kaum kuat; (9) kaum yang masih mampu membiayai kehidupannya sehari-hari tetapi karena ke powerless-annya sehingga mudah ditindas oleh para penguasa; (10) kaum yang mempunyai padang gandum tetapi tidak kuat membayar beban pajak; (11) kaum yang mengadu tentang penderitaan kemiskinannya kepada Allah untuk mendapatkan keadilan; dan (12) kaum yang miskin karena disebabkan oleh kemalasan dan hidup yang boros.

Secara ringkas saya menyimpulkan bahwa Alkitab menggambarkan wong cilik bukanlah hanya kaum yang miskin tetapi juga kaum yang memiliki ladang gandum (Am 5:11) tetapi karena ke powerless-aanya maka mereka mudah ditindas, mendapat perlakuan yang tidak adil dan dieksploitasi hak-hak kewajarannya sebagai manusia.

 C. KEPRIHATINAN ALLAH TERHADAP WONG CILIK

Keprihatinan Allah terhadap wong cilik sungguh-sungguh mendapat tekanan dalam Perjanjian Lama, misalnya Allah menyatakan dirinya sebagai pelindung dan penolong wong cilik (Kel 20:22-23; Im 19:9-10; Ul 23:8; Za 7:9-10).

Beginilah firman Tuhan semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing! Janganlah menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan dalam hatimu terhadap masing-masing. (Zak 7:9-10).

Melalui nabi-nabinya Allah mengutuk penindasan dan perlakuan ketidakadilan terhadap wong cilik (Am 2:6-7; 5:10; Yer 5:8; 10:2; 22:3; Yeh 22:7). Mengapa Allah mempunyai perhatian yang besar terhadap wong cilik? Mengenai pertanyaan yang penting ini, O'Hagan mengajukan tiga pendapat yang secara ringkas dapat dikatakan sebagai berikut: (1) di dalam Alkitab sering orang kaya menjadi pelaku yang menindas wong cilik, dan mereka sangat materialistis, biasanya lebih mengutamakan harta mereka daripada Allah dan hukum-hukumnya. (2) Perhatian Allah terhadap wong cilik adalah merupakan sifatNya. Israel dipilih oleh Allah ketika bangsa Israel menjadi bangsa yang paling lemah. (3) Ada kecenderungan bahwa orang kaya memusatkan dirinya pada harta kekayaannya, berbeda dengan Wong cilik mereka banyak berharap kepada Allah.1273

Jika Allah berprihatin terhadap wong cilik, itu bukan berarti bahwa Allah tidak mempunyai perhatian terhadap para priyayi, orang kaya, penguasa karena kekayaan itu sendiri berasal dari Allah (Kej 27:28, Ams 10:22). Akan tetapi Allah mengecam orang kaya dan penguasa yang menindas wong cilik, sebaliknya Allah memberkati orang kaya yang membagi makanan mereka terhadap wong cilik.

Beberapa bentuk ungkapan keprihatinan Allah terhadap wong cilik di Perjanjian Lama disebutkan berikut ini:

1. Allah adalah Pembebas Kaum yang Tertindas

Di dalam kitab Keluaran kita bisa melihat bentuk nyata dari keprihatinan Allah terhadap wong cilik yang tertindas. Bangsa Israel merupakan bangsa yang menderita dan hopeless, diperlakukan tidak adil oleh para penguasa masyarakat dan ditindas oleh para penguasa di Mesir. Israel betul-betul sangat miskin dan menjadi korban dari ketidakadilan.

Ketika bangsa Israel berteriak meminta tolong kepada Allah maka Allah bukan berpangku tangan tetapi dengan segera menyatakan keprihatinan-Nya: "Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka." (Kel 2:24-25). Allah membebaskan wong cilik dari penindasan dan membawa ke suatu negeri yang baru.

Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari penindasan bangsa Mesir yang dipelopori oleh Allah sendiri ini, telah banyak ditafsirkan ke dalam berbagai dimensi. Gustavo Gutierrez dan Segundo - representatif dari aliran Teologi Pembebasan - melihat usaha-usaha pembebasan itu dari dimensi pembebasan tekanan politik yang diikuti dimensi agama. Gutierrez menyatakan:

The liberation of Israel is a PoliticalAction. It is the breaking away from a situation of despoliation and misery~j and the beginning of the Construction of a just and fraternal society, It is the suppression of disorder and the creation of new order. The initial chapters of Exodus describe the oppression in which the Jewish people lived in Egypt, in that. "land of slavery" (13:3; 20:2; Deut. 5:6); repression (1:10-11); alienated wort (5:6-14); humiliation (1:13-14); enforced birth control policy (1:15-22).1274

Segundo juga mengatakan yang sama:

The Old Testament and the Exodus event in particular, show us two central elements completely fused into one: i.e., God the Liberator and the political process of liberation which leads the Israelites from bondage in Egypt to the promise land.1275

Bagi mereka, "God of Exodus is the God of history and He is political liberator more than He is the God of nature."1276 Pandangan-pandangan ini ditolak oleh beberapa teolog dari kalangan Injili. Nunez 22) menyatakan bahwa tujuan klimaks dari pembebasan adalah dimensi spiritual. Dia menyatakan sebagai berikut:

It is also evident that the Exodus had economic, social, and political consequences from Israel. But in spite of what might be said in the Theology2 of Liberation, the supreme purpose of that liberating deed was spiritual.1277

Fawcet juga mempunyai pendapat yang sama dengan Nunez, dia mengatakan bahwa pokok berita dari Alkitab adalah bukan sebuah janji dari penindasan yang sementara, tetapi ini merupakan sebuah berita tentang pembebasan dari akibat-akibat dosa.1278 Pandangan ini terlalu memberi tekanan pada dimensi kerohanian, karena secara fakta Allah memperhatikan keduanya, yakni dimensi politik dan dimensi rohani. Kitab Keluaran 3:7-9 menyatakan:

Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umatKu di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus. Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka.

Allah bertindak membebaskan orang Israel juga didasarkan pada perjanjian Allah dengan nenek moyang Israel, Abraham, Isaak dan Yakub (Kel 6:5-7).

Jadi Allah memperhatikan keduanya seperti yang diungkapkan oleh Sider:

"The God of the Bible cares when people enslave and oppress others. At the Exodus he acted to end economic, oppression and bring freedom to slaves. Now of course the liberation of oppresed slaves was not God's only purpose in the Exodus. God also acted because of His covenant with Abraham, Isaac, and Jacob. In addition, he wanted to create a special people to whom he could reveal himself. Both of these concerns were clearly central to God's activity at the Exodus. The liberation of the a poor, oppressed people, -however, was also right at the heart of God's design.

Alasan yang lain adalah peristiwa pembebasan ini menjadi dasar bagi Allah dalam membuat hukum-hukum perlindungan bagi wong cilik dalam masyarakat Israel (Im 25:38, 42, 55; Ul 15:15).

Allah adalah Allah yang campur tangan dalam pembentukan sejarah manusia, Dia adalah yang aktif, pelindung bagi para wong cilik, dan pembebas bagi orang-orang yang tertindas.

2. Keprihatinan Allah terhadap wong cilik Direfleksikan melalui Hukum-hukumNya

Penindasan kepada wong cilik (orang miskin, janda, anak yatim dan musafir) dilarang oleh Allah. Di dalam kitab Keluaran 22:21-24 dikatakan: "Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, ... Seorang janda atau anak yatim jangan kau tindas..." dan beberapa hukuman disebutkan jika bangsa Israel tidak mengikuti perintah ini. Allah melindungi mereka karena mereka lemah dan mudah dieksploitasi. Bahkan di dalam Ul 10:18 perlindungan ini dihubungkan dengan diri Allah sebagai Hakim yang tertinggi yang tidak mau menerima suap tetapi mengusahakan keadilan kepada para janda, anak yatim, dan orang asing.1279

a. Hukum Sabat

Di dalam kitab Keluaran 23:10-11 ditulis bahwa tahun Sabat diadakan untuk memberikan kesempatan kepada wong cilik supaya dapat makan: "Enam tahunlah lamanya engkau menabur di tanahmu dan mengumpulkan hasilnya, tetapi pada tahun ketujuh haruslah engkau membiarkannya dan meninggalkannya begitu saja, supaya orang miskin di antara bangsamu dapat makan ... Demikian juga kau lakukan dengan kebun anggurmu dan kebun zaitunmu. Enam harilah lamanya engkau melakukan pekerjaanmu, tetapi pada hari ketujuh haruslah engkau berhenti, supaya lembu dan keledaimu tidak bekerja dan supaya anak budakmu perempuan dan orang asing melepaskan lelah" (Kel 23:10-12).

Tujuan memberhentikan ladang untuk ditanami adalah supaya wong cilik yang miskin dapat makan. Di dalam tahun ini para budak juga menerima pembebasan (Ul 15:12-18) dan seluruh hutang-hutang dihapus (Ul 15:1-6). Ketaatan terhadap hukum ini akan mendapat berkat dari Allah, karena Allah berprihatin terhadap kesejahteraan orang miskin (Ul 15:6).

b. Tahun Yobel

Imamat 25 adalah salah satu teks yang paling radikal di antara teks-teks Alkitab yang lain. Dalam pasal ini dikatakan bahwa setiap lima puluh tahun Allah memerintahkan untuk mengembalikan semua tanah yang sudah dibeli kepada para pemiliknya yang asli (Im 25:23-28). Prinsip dasar yang mendasari hukum ini adalah bahwa tanah adalah milik Allah sendiri yang dipercayakan pada bangsa Israel (Im 25:23). Tanah merupakan hal yang sangat esensial dalam menunjang kelangsungan ekonomi di Israel kuno karena dasar ekonomi pada waktu itu adalah pertanian. Tahun Yobel bertujuan untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan keburukan ekonomi yang disebabkan oleh ketidakberuntungan wong cilik karena mereka terpaksa atau dipaksa untuk menjual tanahnya (25:26-27) atau tanah mereka hilang karena mereka menjadi miskin (25:25)

c. Tithing dan Gleaning

Hukum ini terdapat di dalam Imamat 19:9-10; Mangan 14:18; 26:12-15; Bilangan 18:21-32.

Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kau petik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; ...." (Im. 19:9-10).

Butir-butir gandum yang jatuh harus ditinggalkan bagi orang miskin dan orang asing untuk diambilnya. Sebab kaum ini mempunyai pendapatan yang kecil dan harapannya kecil untuk hidup hanya dari pendapatannya yang didapat. Allah ingin para tuan tanah untuk bersyukur atas panen mereka dan sebagai ujud pernyataan syukurnya itu Allah memerintahkan mereka untuk berbagi hasil panen kepada orang-orang yang kurang beruntung (wong cilik).

d. Penentangan Pembungaan Uang

Di dalam kitab Pentateukh yang berisi pernyataan tentang hukum yang menentang pembungaan uang adalah, Kel 22:24; Ul 23:20-21; dan Im 25:35-37. Tujuan dari pelarangan ini adalah untuk melindungi wong cilik yang miskin. Menurut Gamoran, peraturan ini dapat dimengerti dengan pemahaman sebagai berikut: (1) Karena peminjam adalah orang yang keadaan ekonominya tidak baik (2) Meminjami uang adalah aksi yang benar untuk membantu meringankan kondisi kemiskinan seseorang. (3) Membungakan uang berarti dapat mengambil keuntungan dalam kemiskinan. (4) Hukum ini ditulis untuk melarang adanya tindakan-tindakan ketidakadilan.1280

3. Melalui Para NabiNya Allah Mengutuk Penindasan terhadap Wong Cilik

Di dalam kitab para nabi terlihat bahwa nabi-nabi Israel mempunyai perhatian tidak hanya terhadap isu moral dan agama tetapi juga isu-isu sosial. Ketidakadilan sosial bagi para nabi Israel merupakan alasan utama bagi datangnya hari penghakiman oleh Allah. Keprihatinan para nabi Israel terhadap ketidakadilan sosial direfleksikan melalui berita-berita yang disampaikan: Amos, di mana dia mengutuk eksploitasi dan penindasan orang-orang miskin dan orang-orang lemah (4:1; 5:11; 8:4,6). Yesaya mengutuk keadaan ketidakadilan (Yes 1:21, 23; 5:7; 10:1-2; 58:8), melupakan para janda dan anak yatim (Yes 1:23; 10:2), dan penindasan bagi Wong cilik (3:14-15; 10:2). Yeremia mencela penindasan kepada orang miskin (Yer 5:28; 7:6); dan pelecehan keadilan (7:5). Yehezkiel mencela penindasan terhadap orang miskin, janda, dan anak-anak yatim (18:12, 16; 22:29); dan Zakaria mencela pelupaan terhadap keadilan (7:9), penindasan pada para janda, anak yatim, dan orang asing (7:10).

Para nabi Israel memproklamasikan kepada bangsa Israel untuk melakukan dan mencari keadilan (ttplvn).

Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda janda. (Yes 1:17).

Di dalam kitab syair dan hikmat, Allah melarang penindasan terhadap orang-orang miskin (Maz 132:15); Dia memperhatikan orang-orang miskin (Maz 72:13); setiap orang yang berbuat baik kepada orang-orang miskin (31:9; 22:22) dianggap sebagai orang yang berbahagia (Ams 14:21). Allah akan memberkati kepada orang yang membagi makanannya kepada orang-orang miskin (Ams 2:9), dan yang mempunyai belas kasihan terhadap kaum lemah (Ams 19:17). Akan tetapi Allah akan menutup telinga-Nya terhadap mereka yang menutup telinganya terhadap orang miskin (Ams 21:13).

Dari keseluruhan pembahasan di atas mengingatkan kepada kita semua bahwa Allah sangat memperhatikan nasib wong cilik. Bagaimana dengan kita? Kiranya pembahasan ini mengurangi skandalon-skandalon pemikiran kita yang cenderung rentan terhadap isu-isu di atas. Obstacle teologis yang telah diciptakan oleh warisan pemikiran para teolog terdahulu, secara tidak sadar telah memenjarakan kita ke dalam praduga-praduga yang kurang beralasan. Munculnya paham social gospel telah banyak membuat orang Kristen phobia untuk terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah sosial yang ada. Seakan-akan melakukan pelayanan-pelayanan sosial tak ubahnya memutar dirinya mengikuti paham social gospel.

Artikel ini kiranya dapat membantu pemahaman kita, dalam tugas mengemban amanat Allah yang telah dipercayakan kepada orang-orang percaya. Sehingga kita semua lebih menjadi jelas akan tugas kita dalam berpartisipasi untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang ada di sekitar kita, apalagi pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan ini.



TIP #12: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab saja. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA