Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 2 Tahun 1997 >  PENAHBISAN WANITA SEBAGAI PENDETA > 
II. KEBERATAN-KEBERATAN YANG BIASA DIAJUKAN UNTUK TIDAK MENYETUJUI PENAHBISAN WANITA MENJADI PENDETA 

1. Metafora "Kepada" dan "Penolong" dalam Alkitab

Jabatan pendeta adalah jabatan yang tidak bisa lepas dari jabatan sebagai seorang pemimpin. Ketidaksetujuan terhadap pendeta wanita salah satunya didasarkan pada pendapat bahwa "perempuan tidak boleh memimpin," atau pendapat yang lebih longgar adalah "selama masih ada laki-laki yang dapat memimpin, mengapa harus perempuan yang memimpin." Kalau ada laki-laki maka dianggap lebih pada tempatnya kalau laki-lakilah yang memimpin. Ini berdasarkan prinsip laki-laki sebagai "kepala" (1 Kor 11:3), sedangkan perempuan disebutkan dalam Alkitab sebagai "penolong" laki-laki.

Dalam makalah ini tidak dimungkinkan bagi penyusun untuk menafsir tiap bagian Alkitab secara detail. Yang dapat dilakukan adalah memeriksa hasil ahli tafsir. Misalnya dalam Akta Persidangan Majelis Sinode CRC tahun 1973 dinyatakan bahwa terjemahan yang paling baik untuk "penolong" dalam kisah penciptaan kitab Kejadian adalah kata "sekutu" (partner). Baik kata "penolong" maupun "sekutu" di sini harus dimengerti sebagai istilah yang menunjukkan adanya "kesetaraan."1214 Seringkali istilah "penolong" dihubungkan dengan "orang yang lebih rendah yang memberikan bantuan", tetapi dalam Perjanjian Lama kata "penolong" sebanyak 15 kali digunakan untuk menunjuk kepada Allah sebagai Penolong (mis. Maz 46:1). Dalam hal ini sulit dibayangkan jika Allah dianggap sebagai yang lebih rendah dan orang yang ditolong dianggap sebagai kepala!

Bapa Gereja Agustinus mempunyai gambaran yang indah untuk menggambarkan bagaimana seharusnya hubungan pria dan wanita. Ia mengatakan:

If God meant woman to be superior to man, he would have created her from man's head; or if he wanted her to be inferior to man, he would have made her from his feet. Her creation from man's side shows her to be of equal value; she is to stand side by side to him in all of life.1215

Sedangkan untuk pemahaman istilah "kepala," pergumulannya adalah apakah ruang lingkup kepala hanya menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam pernikahan, atau hubungan laki-laki dan perempuan secara umum?

2. Anjuran Paulus dalam I Kor. 14:33-36 dan 1 Tim. 2:8-15

Kata-kata Paulus agar perempuan-perempuan tidak berbicara (berdiam diri) dalam pertemuan-pertemuan jemaat dan bahwa wanita tidak boleh mengajar telah menjadi dasar bagi beberapa pimpinan gereja menolak keterlibatan penuh perempuan dalam gereja. Teolog-teolog Reformed mengenal cara penafsiran yang membedakan antara "prinsip" dan "aplikasi dari prinsip." Dalam rumusan prinsip-prinsip belajar Alkitab dalam tradisi Reformed dikatakan: "In dealing with various passages, we must distinguish between abiding principles (which are always normative) and specific applications (which are related to certain historical situations)."1216 Misalnya, dalam ajaran Yesus mengenai "jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu..." (Mat.6:6), apakah berarti kita harus selalu berdoa di kamar yang tertutup? Jika kita menerapkan penafsiran "prinsip dan aplikasi dari prinsip", maka kita tahu bahwa prinsip pengajaran dalam bagian itu adalah bahwa Allah menghargai doa yang tidak bersifat pamer, sedangkan hal masuk kamar dan tutup pintu dapat dikatakan hanya sebagai aplikasi dari prinsip ajaran tersebut. Demikian juga anjuran Paulus agar perempuan berdiam diri di dalam ibadah perlu dipahami sebagai aplikasi dari prinsip. Prinsipnya adalah Paulus mau mengajarkan perlunya ketertiban di dalam kegiatan peribadatan. Dan aplikasi yang relevan pada waktu itu sehubungan dengan prinsip ajarannya adalah agar para perempuan mampu menguasai diri. Anjuran yang terakhir ini harus dipahami sebagai suatu pernyataan yang sangat situasional dan kondisional, karena berhubungan dengan kebiasaan para perempuan di jemaat Korintus yang punya kecenderungan sulit terkendali.1217

3. Pengaruh pandangan budaya

Sudah sejak waktu yang lama sekali, kehidupan di dunia ini didominasi oleh budaya patriarkal. Sistim patriarkal adalah sistim sosial di mana kekuasaan selalu ada di tangan laki-laki atau dengan kata lain para laki-lakilah yang dominan dan yang lain ada pada peringkat bawahnya. Kembaran sistim patriarkal ini adalah sistim Androsentrisme. Androsentrisme menganggap pemerintahan laki-laki sebagai hal yang normal dan standar. Wanita, anak-anak, dan pria yang tidak memenuhi standar ini dianggap bukan manusia yang sepenuhnya melainkan hanya warga kelas dua saja. Pandangan yang sudah begitu lama sebagai warga kelas dua mengalami proses internalisasi dalam diri wanita. Akibatnya wanita sendiri mempunyai konsep diri yang rendah, menganggap diri pasif, tidak mampu, irasional, sensual, dan bersifat tergantung pada orang lain. Banyak wanita yang merasa tidak mempunyai kemampuan berkarya, dan parahnya menganggap sesama wanita lainnya juga tidak mampu berkarya. Di beberapa tempat, sempat yang menolak adanya pendeta wanita adalah justru kaum wanita sendiri. Budaya yang mempengaruhi dalam rentang waktu begitu lama membuat beberapa orang sulit bersikap terbuka.

Tentunya masih ada kendala-kendala maupun keberatan yang lain, namun keberatan atau kendala di atas inilah yang paling sering ditemukan.



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA