Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 > 
SURVEY PERKEMBANGAN KONSEP YESUS SEJARAH 
Penulis: MARKUS DOMINGGUS L. D.
 I. PENDAHULUAN

Sejak mula, kekristenan telah menegaskan pentingnya kenyataan historis bagi keyakinannya. Karena itulah Paulus bisa berkata bahwa "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu..." (1Kor 15:16). Penegasan ini dipegang terus oleh bapa-bapa gereja yang menentang keras segala bentuk Doketisme yang menyangkali kesejatian kemanusiaan Yesus Kristus dalam sejarah.

Dalam satu abad terakhir dunia teknologi sedang menyaksikan suatu perkembangan yang demikian pesat dalam penelitian Yesus Sejarah (Historical Jesus). Perkembangan ini oleh para ahli bahkan telah mencapai "The Third Quest."1091 Tujuannya adalah untuk mengetahui siapakah Yesus dibalik semua formula-formula doktrinal yang mengitariNya. Dalam bahasa yang lebih teknis tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan Yesus Sejarah dan Kristus Iman (Kristus Kerygmatis).1092 Ini didasari oleh asumsi bahwa keempat Injil adalah pengakuan iman kepada Kristus. Kristus yang dikisahkan adalah "Kristus Iman" yang diberitakan di dalam dan oleh gereja.1093 Dengan demikian kehidupan, kata-kata, perbuatan, dan penderitaan-Nya tentu tidak disajikan secara detail dan apa adanya sebab telah dipengaruhi oleh refleksi teologis (konfeksi iman) gereja pada kemudian hari.1094

Riset terakhir Yesus Sejarah dalam kesimpulannya mengatakan:

"Jesus may never have said 82 percent of what the gospels attribute to Him. The only verifiably authentic part of The Lord's Prayer is 'our Father'. Jesus never preached a Gospel of Salvation through His death, He never worked any miracles, and He most certainly was not raised from the dead ... According to some of these scholars, The Real Jesus more of a social critic like Socrates than The Messianic Son of God and Agent of The Kingdom of God."1095

Dapat disimpulkan bahwa penelitian Yesus Sejarah ini telah menyusun suatu Kristologi yang berbeda dari apa yang selama ini diyakini gereja. Inilah yang akan ditinjau penulis dalam tulisan ini.

Dapat disimpulkan bahwa penelitian Yesus Sejarah ini telah menyusun suatu Kristologi yang berbeda dari apa yang selama ini diyakini gereja. Inilah yang akan ditinjau penulis dalam tulisan ini.

 II. SEJARAH RISET YESUS SEJARAH

Studi terhadap Yesus Sejarah membuktikan bahwa ia sangat terkait erat dengan berkembangnya pandangan teologis atas Alkitab,1096 studi kritis atas kitab-kitab Injil dan pengaruh filsafat yang berkembang pada zamannya.

A. Pra-Riset (sebelum tahun 1778)

Pada masa ini orang tanpa keraguan menerima bahwa tidak ada perbedaan antara Kristus Iman dan Yesus Sejarah, keduanya identik.1097 Walaupun dalam studi atas kitab-kitab Injil ditemukan perbedaan namun itu tidak dianggap sebagai persoalan. Para ahli memakai pendekatan harmonisasi untuk menyelesaikannya.

B. Riset Pertama - Old Quest (1778-1906)

Pencerahan (enlightenment) yang muncul dalam abad ke-18 telah menjadi pemicu dan pemacu riset Yesus Sejarah. Ia memberikan suatu kerangka acuan intelektual kepada riset tersebut. Pencerahan muncul dengan penolakan klaim adi kodrati serta mengangkat rasio sebagai penentu utama kebenaran.1098 Dari sini orang mulai memilah-milah dengan mengatakan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara penyajian suatu fakta dengan faktanya itu sendiri.1099 Pada saat yang sama di dalam dunia penelitian Alkitab juga berkembang minat yang leas pada penelitian sastra keempat Injil secara kritis.1100 Kedua hal inilah yang memainkan dua peranan besar dalam penelitian Yesus Sejarah mula-mula.

Hermann Samuel Reimarus adalah tokoh penting yang pertama kali mendekati Perjanjian Baru dengan pola pemisahan di atas. Berdasarkan studinya, ia menyimpulkan bahwa kekristenan adalah agama yang dibangun di atas anggapan yang Salah tentang Yesus oleh murid-muridNya. Ia tidak lebih dari pada seorang pembohong yang mengaku diri mesias. Ia hendak mendirikan kerajaan dunia untuk membebaskan orang Yahudi dari penindasan asing namun gagal. Murid-muridNya yang bermimpi menjadi menteri-menteri tidak bisa menerima keadaan itu. Mereka lalu mencari mayat Yesus, mengoreksi pelayanan dan berita Nya menjadi penderitaan bagi seluruh amusia dan berharap akan kedatangan-Nya yang kedua pada akhir zaman.1101 Jadi menurut Remairus keempat Injil tidak menyajikan cerita yang benar secara historis1102 dan kebenaran iman Kristen bukan lagi diletakkan pada "kebenaran historis faktual" tetapi hanya pada kebenaran moral universal saja.1103

Karya Reimarus mempengaruhi banyak orang sesudahnya. David Strauss, misalnya, menegaskan bahwa kitab-kitab Injil mengandung mitos dan legenda yang mengandung kebenaran agama.1104 Mitos dan legenda ini digunakan gereja mula-mula untuk "menyelamatkan" relevansi Yesus.1105 Selain Strauss, ada juga H. J. Holtzmann yang berpendapat bahwa Injil Markus dan Q hanya menggambarkan Yesus sebagai guru etika saja. Harnack, yang mengembangkan pendekatan Albrecht Ristchl, juga menganut pandangan senada namun lebih jauh lagi, dengan mengikuti rasionalisme.1106

C. Riset Kedua - No Quest (1906-1953)

Periode ini ditandai dengan terbitnya tulisan Albert Schweitzer, The Quest of The Historical Jesus. Tulisannya dipandang mengakhiri riset pertama dan memulai periode riset baru. Ia menolak kesimpulan The Old Quest yang dipandangnya telah memodernisir Yesus dan menjadikan-Nya menurut ide-ide teologis dan filosofis mereka." Dalam ungkapan Marxsen, Old Quest menghasilkan "a 'result', one paints exactly that picture of the historical Jesus which one had in mind to begin with."1107

Melawan Old Quest, Schweitzer menegaskan suatu pengertian tentang Yesus yang didasari pada eskatologi apokaliptik Yahudi.1108 Menurutnya, selama pelayanan-Nya Yesus mengharapkan Anak Manusia muncul dan membangun Kerajaan Allah di bumi. Namun tidak terjadi sehingga Yesus lalu memancing penguasa Yahudi mengeksekusi Dia sambil meyakini bahwa kematian-Nya akan memicu Intervensi Allah dalam sejarah. Bagi orang Kristen, kematian Yesus mengilhami mereka untuk meneladani pengorbanan-Nya.1109

Berbeda dengan Old Quest, Schweitzer lebih memusatkan perhatian pada situasi kultural di sekeliling Yesus. Baginya, ini merupakan kunci untuk memahami Yesus.1110

Mulai dari Schweitzer timbullah skeptisisme radikal dalam riset Yesus Sejarah yang memandang mustahil untuk merekonstruksi Yesus Sejarah. Namun diskontinuitas antara Yesus Sejarah dan Kristus Iman - warisan old Quest - tetap dipertahankan.1111 Karena itu Kristus Iman lebih penting. Pentingnya Kristus Iman ini makin dipertegas lagi dengan karya Martin Kahler, The So-Called Historical Jesus and The Historic Biblical Christ.1112

Sikap itu kemudian ditegaskan kembali oleh Rudolf Bultmann. Namun tesisnya mengabaikan sama sekali elemen sejarah sehingga menurutnya iman yang 2 membutuhkan topangan riset sejarah tentang hidup Yesus bukan lagi iman.1113 Karena itu dalam penafsiran kitab suci ia memprogramkan demitologisasi untuk membersihkan beritanya dari unsur-unsur mitos (bukan sejarah).1114

D. Riset Ketiga - New Quest (1953 sampai sekarang)

Pada tahun 1953, Ernst Kasemann dalam acara reuni murid-murid Bultmann, menyampaikan suatu makalah yang kemudian diterbitkan dengan judul "The Problem of The Historical Jesus". Dalam makalah ini, Kasemann menolak metodologi Bultmann dan menegaskan lagi ketidakmungkinan penulisan biografi Yesus menurut cara The Old Quest. Injil bukan biografi Yesus tetapi sungguh mengacu kepada pribadi yang sungguh-sungguh real."

Bersama-sama dengan kawan-kawannya yang lain, Kasemann tetap membedakan Yesus Sejarah dan Kristus Iman. Namun mereka ingin membangun kontinuitas di antara keduanya dengan suatu keyakinan bahwa "Within limits it is methodologically possible to reach relatively certain historical conclusions as a reminder to christian faith that Jesus its Lord was indeed human."1115

Untuk membangun kontinuitas maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan suatu kriteria untuk menguji otentisitas materi Injil.1116 Kriteria-kriteria ini antara lain adalah kriteria disimilaritas (criterion of dissimilarity), kriteria koherensi (criterion of coherence), kriteria pembuktiaan berganda (criterion of multiple attestation) dan kriteria bahasa dan lingkungan (criterion of language and environment).

Dapat disimpulkan bahwa pergumulan New Quest adalah pada pembuktian kebenaran material kitab-kitab Injil Namun seperti yang dikatakan Brehm, "beyond this one fact of Jesus death, they essentially rejected the validity of historical events for faith ... ".1117 Dengan demikian usaha mereka untuk membangun kontinuitas antara Yesus Sejarah dan Kristus Iman serta dasar ini Kristen berdasarkan riset sejarah pada dasarnya gagal.1118

E. Riset Keempat - Third Quest1119

Berbeda dengan Old Quest yang memandang Yesus secara moralistik dan New Quest yang eksistensialis, Third Quest mencoba memahami Yesus dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan religius Yudaisme abad pertama. Dalam kaitan dengan ini ada bermacam-macam pendekatan yang dikembangkan, mulai dari yang radikal, konservatif sampai mempergunakan pendekatan interdisipliner.

"Jesus Seminar" merupakan gambaran terakhir riset-riset Yesus Sejarah. Sebagian besar, mereka menggunakan pendekatan kritik redaksi radikal untuk sampai pada gambaran Yesus Sejarah. Untuk itu, mereka menggunakan evaluasi ucapan-ucapan Yesus dengan asumsi-asumsi berikut: (1) Yesus tidak pernah bertindak sebagai seorang nabi apokaliptis dari suatu Kerajaan Allah eskatologis; (2) Sebelum Injil ditulis ajaran Yesus diteruskan secara oral yang sebagian besar tidak dapat dipercaya; dan (3) the burden of proof jatuh pada mereka yang mencoba membela otentisitas Injil.1120

Di samping itu Jesus Seminar juga memunculkan dimensi-dimensi baru seperti sumber-sumber ekstra kanonis yang dianggap lebih awal daripada keempat Injil dan lebih dapat dipercaya secara historis. Sumber-sumber itu antara lain The Gospel of Thomas,. The Secret Gospel of Mark dan The Gospel of Peter. Selain itu pandangan tentang siapakah Yesus juga beragam sekali. Marcus Borg, misalnya, memandang Yesus sebagai pendiri gerakan pembaharuan yang berusaha menggantikan "politik kemurnian" (politics of purity) dengan "politik belas kasihan" (politics of compassion) yang menekankan kesamaan dan ketercakupan. Yang lain memandang Yesus sebagai Guru dan Pengkritik sosial dalam tradisi filsuf sinis Yunani (J. D. Crossan dan Burton Mack).

Riset terakhir Yesus Sejarah ini (Third Quest) dapat dikatakan cenderung ke arah pandangan tradisional tentang Yesus sebagai Guru, Nabi dan Mesias walau demikian isinya masih tetap berbeda. Dalam dura teologi sistematika Wolfhart Pannenberg dan Hans Kung banyak dipengaruhi oleh penelitian Yesus Sejarah ini. Keduanya menekankan betapa perlunya berkristologi "dari bawah" (Christology from below).

 III. EVALUASI KRITIS RISET YESUS SEJARAH

Setelah mensurvei sejarah riset Yesus Sejarah, kin penulis akan memberikan beberapa catatan kritis atasnya. Pertama, riset Yesus Sejarah muncul pada era pencerahan (enlighment). Kecenderungan yang berkembang pada masa ini adalah peninggian rasio sebagai penilai terakhir kebenaran. Ini menimbulkan dampak yang besar dalam penelitian sejarah,selanjutnya. Untuk menguji kebenaran suatu klaim sejarah, orang mengembangkan suatu metode yang membedakan, menurut istilah Marxsen, presentasi suatu peristiwa dan peristiwanya itu sendiri. Metode ini dipakai oleh Remairus untuk menguji kesejarahan Yesus.

Pada dirinya sendiri, metode berpikir semacam ini tidak salah. Namun yang menjadi persoalan adalah kriteria yang dipakai untuk menilai suatu presentasi dan peristiwanya sendiri.1121 Problema ini makin rumit karena kriteria yang digunakan lebih sering bersifat subyektif dan dilandasi oleh prakonsepsi-prakonsepsi yang telah dimiliki oleh peneliti. Artinya, orang datang dengan suatu gambaran tertentu tentang Yesus dan mencari pembuktiannya dari Injil.1122 Jika demikian, penilaian yang jujur dan obyektif sukar untuk diperoleh.

Persoalan ini juga dihadapi oleh riset-riset Yesus Sejarah yang berusaha menentukan otentisitas perkataan Yesus.

Kedua, Pencerahan' (enlightenment) juga membawa dampak lain yaitu dorongan pembebasan diri dari dogma. Nils Alstrup Dahl dalam analisisnya menunjukkan bahwa inilah motif utama munculnya perhatian pada studi Yesus Sejarah, bahkan bergerak lebih jauh pada pemutusan hubungan dengan "The apostolic proclamation of The Christ underlying that dogma.1123 Motif ini tetap ditunjukkan dalam riset Yesus Sejarah hari ini dan secara ekstrim ditunjukkan dalam formula Kristologi Pluralistis yang bertujuan merelatifkan klaim-klaim finalitas Yesus Kristus.1124

Ketiga, penolakan riset Yesus Sejarah terhadap unsur-unsur adi kodrati dalam kisah-kisah Yesus merupakan warisan rasionalisme pencerahan. Colin Brown, dalam Miracles & The Critical Mind, melacak bahwa penolakan ini berakar dalam pemikiran Kant yang memandang dunia sebagai suatu sistem tertutup.1125 Akar in kemudian dikembangkan dalam pemikiran G. E. Lessing, Schleiermacher, Strauss, Fuerbach, dan memuncak pada Skeptisisme Liberalisme dan Eksistensialisme dalam bentuk dan tekanan yang beragam. Dengan itu mereka membaca unsur-unsur adi kodrati Injil sebagai mitos (Strauss), proyeksi keinginan manusia (Feurbach) atau suatu "latter embellishment" (Bousset).

Penelitian Yesus Sejarah disadari atau tidak mewarisi semangat ini dalam penolakan mereka akan unsur-unsur supranatural.

Keempat, asumsi riset Yesus Sejarah bahwa Injil diragukan historisnya, jelas mengabaikan fakta bahwa Injil adalah dokumen sejarah yang dapat dipercayai. Apa yang dicatat dan direkam dalam Injil adalah peristiwa yang memang sungguh-sungguh terjadi.1126 A.N. Sherwin White, seorang sejarahwan Romawi yang terkenal, memuji ketepatan perumpamaan-perumpamaan Yesus dalam mengungkapkan pola hidup di Galilea pada zamannya, "The Narrative ... coheres beautifully.1127

Kelima, pemisahan antara Yesus Sejarah dan Kristus Iman di mata Brehm telah mengaburkan kontinuitas antara keduanya dalam catatan Perjanjian Baru.40 Perjanjian Baru jelas menunjukkan bahwa Kristus yang bangkit sama dengan Yesus yang hidup dan mati itu. Catatan perjanjian baru tidak pernah memisahkan apalagi sampai menganggap Kristus yang bangkit itu suatu tokoh asing yang tidak dikenal. Dengan pemisahan yang semacam itu, riset Yesus Sejarah sebenarnya gagal dalam menyusun suatu landasan iman kepada Yesus Kristus secara teguh.

Dengan memandang segala kelemahan-kelemahan yang melekat di dalamnya, bukan berarti riset ini tidak memberi manfaat sama sekali. Ternyata riset ini telah memberikan banyak kontribusi pada studi Perjanjian Baru, khususnya aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, dan religiusnya. Ini jelas sangat menolong sekali dalam memahami berita Perjanjian Baru secara lebih komprehensif.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA