1. Hubungan yang harmonis
Kesadaran gereja akan kebutuhan adanya sumber daya manusia sebagai saluran (channel) yang dapat bergerak keluar untuk mewujudkan "amanat agung Tuhan Yesus", akan segera menanggapi kehadiran LPG sebagai hal yang positif. Kehadiran LPG ini diharapkan dapat menjadi "kaki tangan" gereja yang akan hadir di dalam masyarakat sebagai wujud pelayanan nyata yang lebih luas dari gereja. Kedua, spesifikasi pelayanan yang terfokus hanya pada satu warna pelayanan, seperti hanya di kalangan pelajar, karyawan, dan lain-lain, dapat membantu gereja menangani permasalahan dalam pelayanan yang variatif di dalam gereja tersebut. Dari kenyataan ini, tampak adanya kesatuan, atau paling tidak kesadaran akan kebutuhan pelayanan bersama antara LPG dengan gereja. Di sinilah hubungan yang harmonis akan tampak terlihat.
2. Hubungan yang tidak harmonis
Seperti suatu kendaraan angkutan umum yang membutuhkan penumpang, rupa-rupanya demikian juga dengan gereja maupun LPG sebagai suatu organisasi yang bermasa. Hal ini akan berlanjut apabila salah satu dari mereka sedang melakukan suatu "gerak keluar pelayanan", yang notabene membutuhkan orang untuk melakukannya. Dan sebagai klimaks, apabila orang-orang yang dibutuhkan ini sudah dapat bekerja menghasilkan uang sehingga organisasi yang "memilikinya" tidak mengharapkan orang tersebut mempunyai konsentrasi ke tempat lain. Sebagai contoh, LPG-LPG yang bergerak di kalangan pelajar mengadakan pula "sarang" untuk mereka yang sudah alumni untuk bernaung, sementara gereja sendiri sudah mulai was-was dengan anggotanya tersebut terhisap kepada pelayanan LPG. Secara pintas dapat saja kita bantah pandangan ini, namun apabila hal tersebut di atas terjadi dalam skala yang lebih besar, kenyataan inilah yang muncul. Di sini, tidak akan disinggung siapa yang salah dan siapa yang benar serta siapa yang berhak untuk memiliki. Namun sebagai akibatnya, pertama, terjadi adanya saling menyalahkan dan menghakimi antara gereja dengan LPG. Kedua, seperti pada Bab II di atas, dikatakan mengenai adanya gereja tertentu yang sangat mendominasi salah satu LPG bahkan membangun LPG di salah satu kampus misalnya, sehingga arti dari pelayanan LPG itu tidak lagi dapat dikatakan interdenominasi, kalau tidak mau disebut sebagai suatu "biro" atau "agen" dari gereja yang bersangkutan untuk melebarkan sayapnya. Ketiga, tidak jarang dari mereka yang tadinya hanyalah merupakan suatu LPG akhirnya menjadi gereja, sehingga lupa terhadap suatu kenyataan bahwa mereka itu tadinya adalah orang-orang yang sebelumnya sudah menjadi anggota gereja tertentu, tatkala gereja tersebut masih sebagai suatu LPG.
Dari kemungkinan-kemungkinan yang dipaparkan inilah, yang merupakan sebagian kecil dari alasan-alasan lain yang dapat dikembangkan lagi, kadang hubungan antara gereja dengan LPG menjadi suatu hubungan yang saling mencurigai.