Gereja dapat dilihat dari sudut arti rohani, yakni sebagai suatu persekutuan dari orang-orang percaya; sudut aktivitas, yakni sebagai suatu kumpulan orang yang sedang melakukan suatu gerak keluar; dan sudut organisasi, yakni yang mempunyai aturan main di dalam menjalankan hidupnya.
Ketiga sudut pandang ini saling terkait karena menyangkut suatu penetapan dan panggilan terhadapnya. Kesalahan dapat terjadi apabila sudut pandang di atas tidak ditinjau secara proporsional, melainkan secara simpang siur dan saling tumpang tindih.
Selain itu, gereja juga harus dilihat dari sudut kebutuhannya sebagai suatu organisasi yang harus tetap hidup dengan kebutuhannya untuk melakukan suatu gerak. Dari sinilah akan tampak didalam pengembangannya, bahwa gereja menjadi ambivalen terhadap Lembaga Pendamping Gereja (LPG).