Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 9 No. 2 Tahun 1994 >  GEREJA DI TENGAH PERKEMBANGAN KOTA-KOTA BESAR DI INDONESIA > 
MASALAH PERKOTAAN DI INDONESIA 

Indonesia juga menghadapi masalah perkotaan yang cukup menekan khususnya sejak Pemerintahan Orde Baru tahun 1970-an di mana keamanan hidup di perkotaan makin meningkat dan pembangunan di kota-kota makin menggebu-gebu, ini merangsang urbanisasi berjalan dengan pesat dan tidak terkendali.

Dalam sensus tahun 1961 tercatat bahwa dari 97 juta penduduk Indonesia, 14 juta tinggal di kota (=15 persen). Angka ini meningkat dalam sensus tahun 1971 di mana terlihat bahwa dari 119 juta penduduk, 21 juta tinggal di kota (=18 persen), dan dalam sensus tahun 1980 tercatat dari 148 juta penduduk Indonesia, 33 juta tinggal di kota (=22 persen). Dalam sensus terakhir tahun 1990 diketahui bahwa penduduk Indonesia sudah mencapai 180 juta orang di mana 56 juta di antaranya tinggal di kota-kota (=31 persen) dan diperkirakan pada tahun 2000, 40 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota-kota.

Bayangkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun terakhir (1961-1990) kenaikan jumlah penduduk Indonesia hanya meningkat menjadi kurang dari 2 kali, tetapi kenaikan jumlah penduduk kotanya meningkat menjadi 4 kali lipat! Hal ini memang sesuai dengan hasil sensus 1990 di mana ditemukan fakta bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia sekarang telah bisa ditekan menjadi 1,9 persen pertahun tetapi angka urbanisasi perkotaan pertahun mencapai 5,7 persen! Kota Bandung sebagai kota terbesar di Jawa Barat sekarang dihuni lebih dari 2 juta penduduk dan kota Jakarta sebagai Ibukota Negara telah berpenduduk 9 juta lebih.

Persentase penduduk kota yang meningkat itu menghasilkan kepadatan bangunan dan hunian yang makin tinggi di kota-kota yang berdampak serius terhadap penduduk perkotaan itu sendiri. Perumahan kelompok berpenghasilan rendah di kampung-kampung kota makin tinggi kepadatannya bahkan bisa mencapai 1000 orang per hektar tingkat huniannya, kenyataan mana menimbulkan masalah kemerosotan lingkungan perumahan menjadi kumuh, yang benar-benar makin tidak layak huni karena kepadatan bangunan dan kepadatan hunian. Banyak rumah-rumah di kampung-kampung kota dihuni lebih dari satu keluarga bahkan sering pula dihuni beberapa keluarga.

Di Indonesia masalah perumahan makin sulit dijangkau oleh penduduk berpenghasilan rendah. Gejala makin langkanya perumahan di kota mengakibatkan makin banyaknya para gepeng (gelandangan pengemis) yang berkeliaran di kota-kota termasuk anak-anak jalanan (street children). Makin padatnya penduduk perkotaan makin menyulitkan penyediaan prasarana dan sarana fisik dan sosial dan kondisi lingkungan hidup makin merosot. Days dukung lingkungan bukan saja makin tidak memadai tetapi rusak akibat adanya polusi yang sekarang mengotori sungai-sungai di kota, dan udara kota penuh dengan polusi udara karena asap pabrik dan kendaraan. Kenyataan ini mendatangkan kerawanan kesehatan di kota-kota.

Masalah polusi pabrik bukan hanya soal kesehatan dan lingkungan hidup saja, tetapi masalah moral mengenai ketidakadilan dan hak azasi penduduk dalam menuntut kehidupan yang asri, demikian juga kotornya sungai-sungai karena zat buangan pabrik-pabrik industri mematikan banyak ikan dan tidak memberi kesempatan banyak orang bergantung dari pengusahaan ikan sungai, bahkan penggunaan lain untuk air minum, mandi, atau mencuci makin tidak mungkin.

Perkembangan kota dan industrinya memang menumbuhkan ekonomi kota, hal ini terlihat dengan lajunya pembangunan fisik gedung-gedung perkantoran, pusat-pusat pertokoan, dan pabrik-pabrik, tetapi sejalan dengan ini masalah lowongan pekerjaan, PHK, dan pengangguran makin menekan. Sekarang makin banyak kasus-kasus kita baca mengenai pemogokan buruh industri karena upah buruh di bawah standar dan perlakuan majikan yang tidak adil terhadap buruhnya, masalah PHK karena rasionalisasi dan otomatisasi perusahaan menjadi peristiwa yang makin sering terjadi di pabrik-pabrik dalam kota.

Tidak dapat disangkal bahwa pengangguran makin meningkat yang akan berdampak luas terhadap kenaikan angka kejahatan atau kriminalitas. Kasus-kasus demonstrasi dan pemogokan buruh sudah menjadi agenda rutin di Tangerang dan bahkan di Medan belum lama ini telah menjurus kepada SARA yang mendatangkan korban jiwa!

Jurang kaya miskin di kota antara mereka yang memperoleh kesempatan dan yang tidak makin menganga, dan kesenjangan sosial antara konglomerat dan yang melarat makin mustahil dijembatani. Di kota-kota besar kita melihat makin banyak villa-villa eksklusif dengan taman dan kolamnya yang lebar, tetapi kawasan kumuh tanpa air minum juga makin meluas. Makin banyak penduduk kota naik mobil mewah bahkan di kawasan elit satu rumah sering mempunyai mobil lebih dari dua, sedangkan masyarakat umum makin berhimpit-himpitan di bis-bis kota.

Dibandingkan dengan situasi sosial di pedesaan (rural), kemelut sosial di perkotaan makin menghantui masyarakat kota, sebab kriminalitas menjadi berita sehari-hari pos kota, perkelahian antar pelajar makin menjadi hobi anak-anak sekolah, penyalahgunaan alkohol dan narkotika sudah menjadi masalah serius yang berdampak negatif terhadap masa depan generasi muda, dari masalah anak-anak jalanan dan pelacuran yang juga menimpa anak-anak makin menjadi isu sehari-hari di kota-kota yang membutuhkan uluran tangan mendesak.



TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA