Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 9 No. 1 Tahun 1994 > 
KEPEDULIAN SOSIAL DAN PENGINJILAN 
Penulis: Guno Tri Tjahjoko463

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sepatu yang tidak kamu lakukan untuk seseorang yang paling hina462 ini, kamu tidak melakukannya untuk Aku". (Mat 25:45)

 PENDAHULUAN

Membicarakan "kepedulian sosial dan penginjilan"464 dalam konteks pelayanan Kristiani, pada saat ini sangat mendesak. Penginjilan sering dipisahkan dari kepedulian sosial, atau sebaliknya kepedulian sosial dipisahkan dari penginjilan. Dalam konteks pembicaraan kita, keduanya ibarat dua sisi mata uang, yang tidak dapat terpisahkan. Tendensi penekanan pada satu sisi, akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam pelayanan.

Polarisasi (pengutuban) antara "duniawi - kepedulian sosial" dan "sorgawi - penginjilan465 atau satire yang diungkapkan oleh kelompok tertentu untuk mengkritik kita dengan sebutan "vertikalis" dan kurang "horisontalis", kurang membangun dan mengembangkan pelayanan dengan benar. Tulisan ini ingin menggugat konsep yang salah tentang pelayanan, dan mengajukan pertanyaan: "Mengapa kepedulian sosial dipisah dari penginjilan?". Penginjilan yang memisahkan kepedulian sosial akan "mengeluarkan" intervensi Allah dari sejarah.

 PERMASALAHAN

Pemisahan kepedulian sosial dari penginjilan berakar pada pemahaman bahwa penginjilan hanya terbatas pada: khotbah, membagi traktat, KKR dan lain-lain, yang menekankan pada upaya membawa orang kepada Kristus466. Dengan kata lain penginjilan dipahami sebagai upaya "memindahkan" orang dari kehidupan duniawi ke dunia "rohani".

Orang yang telah "bertobat" tersebut merasa hidupnya "baru", dan merasa bahwa dunia ini penuh dosa, dan patut di murka. Bila orang yang telah "bertobat tersebut, tidak di bina dengan benar, maka dia akan merasa "aman" tinggal atau bersekutu dengan teman-teman seiman.

Fenomena yang tampak kemudian, eksklusivitas dari orang tersebut. Realitas menunjukkan bahwa "petobat" yang seperti ini sering tidak siap hidup bermasyarakat, yang penting baginya ialah "hidup saleh". Permasalahan sosial (masyarakat), bagi "petobat" ini bukanlah masalahnya. Sepertinya tidak ada kaitannya antara pribadi dengan permasalahan di masyarakat467.

Dari realitas ini, maka muncul kritik yang bersifat horizontal. Kelompok ini muncul, karena adanya ketidakpuasan pelayanan hanya secara rohani saja. Bagi kelompok ini pelayanan harus mengakar dan menyentuh rakyat jelata468. Pelayanan diidentikkan dengan kepedulian sosial, yang berfokus pada rakyat (miskin) ansich. Asumsi dari kelompok ini, pelayanan (identik dengan kepedulian sosial) merupakan wujud kasih Kristus pada umat-Nya.

 JALAN KELUAR

Jalan keluar dari permasalahan tersebut di atas, tidaklah semudah seperti kita membalik tangan kita. John Stott dalam "Issues Facing Christians Today" memberikan dasar Alkitabiah tentang kepedulian sosial.

Kelima dasar Alkitabiah yang dimaksud John Stott, sebagai berikut:

1. A Fuller Doctrine of God469

2. A Fuller Doctrine of Man

3. A Fuller Doctrine of Christ

4. A Fuller Doctrine of Salvation

5. A Fuller Doctrine of the Church

Dari kelima dasar Alkitab yang dikemukakan John Stott tersebut di atas, ada suatu kesamaan, yaitu perlunya "A fuller biblical doctrine. Itu berarti pemahaman kita selama ini belum "A Fuller" tentang doktrin yang dimaksud.

Allah adalah sumber kebenaran, keadilan dan pencipta semua umat manusia470. Itu berarti ada kebenaran universal di mana Allah adalah sumber kebenaran. Selain itu Allah memiliki sifat adil. Tidak ada manusia yang adil, itu sebabnya manusia mengupayakan keadilan.

Allah yang menciptakan manusia dan dunia dengan segala isinya adalah Allah yang menyejarah471. Allah melalui. AnakNya (Yesus) berinkarnasi ke dunia (Yoh 1). Allah yang mensejarah tersebut adalah Allah yang telah menjadi manusia. Dia juga tidak kehilangan keilahian. Yesus hidup dalam kebudayaan, menantang kebudayaan dan di atas kebudayaan472. Tentang keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus harus kita pahami bahwa keselamatan tidak dapat dipisahkan dari kerajaan Allah, Yesus dan kasih Allah. Pertanyaannya adalah apakah keselamatan hanya bersifat spiritual ansidt(?).

Demikian juga dengan peran gereja di dunia pada masa kini, perlu pemahaman yang utuh gereja sebagai garam dan terang dunia harus menyuarakan suara kenabian.473 Suara kenabian yang bagaimana yang relevan dengan konteks pluralitas masyarakat Indonesia(?). Ini suatu pertanyaan, tantangan dan ajakan agar kita lebih bijak untuk bertindak.

Pemahaman doktrin (Alkitabiah) dengan benar, akan berakibat pada tindakan yang benar pula. Kepedulian sosial dan penginjilan yang kita lakukan bermuara pada mandat kebudayaan (Kej 1:26-28) dan mandat agung (Mat 28:19-20). Kedua mandat tersebut harus dilihat seperti dua sisi mata uang, yang tidak terpisahkan. Pemahaman kita terhadap ke dua mandat dengar benar akan menjadikan kita sebagai pelaku firman dengan benar pula.474

Secara Alkitabiah, kita bisa belajar dari Tuhan Yesus yang telah memberi teladan dalam hal: teaching, healing, concern, evangelism475. Sepanjang pelayanan Yesus tidak memisah-misahkan, apalagi menekankan pada satu sisi saja. Antara kepedulian sosial dan penginjilan tidak dapat dipisahkan. Kepedulian Yesus adalah cerminan kasih Allah terhadap sesama. Kepedulian sosial Yesus mencerminkan pula hati Allah Bapa, yang memperdulikan mereka yang terasing, terbuang dari masyarakat, juga mereka yang lapar, haus, tertindas, tercabut haknya, dan lain-lain. Bila kita meyakini bahwa Allah kita adalah benar, acid dan peduli terhadap manusia, mengapa kita takut membicarakan kebenaran dan keadilan dengan memperhatikan kesatuan dan persatuan bangsa?476

Perlu di kaji ulang Gagasan TB. Simatupang tentang "Rethinking Theology dalam konteks Pancasila di mana agama tidak bisa eksklusif. Mungkinkah kita bekerjasama dengan rekan-rekan sebangsa (non Kristen)? Untuk hal-hal yang esensi kita tidak bisa bekerja sama, misalnya: tentang keyakinan iman, keselamatan, Kristus dan lain-lain. Dalam hal keselamatan kita eksklusif, dalam arti hanya melalui dan di dalam Yesus ada jalan, kebenaran dan hidup (keselamatan). Untuk hal yang sifatnya universal, seperti penegakan kebenaran, keadilan dan keutamaan seluruh rakyat Indonesia lebih dari pada kepentingan pribadi, mungkinkah kita bekerja sama dengan rekan sebangsa(?)

Permasalahan kita selain terjadi polarisasi tersebut di atas, adalah "kecurigaan" rekan lain terhadap aktivitas kita. Mereka berasumsi bahwa kegiatan sosial atau kepedulian sosial yang kita konkritkan, senantiasa dalam bayang-bayang "Kristenisasi". Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor-faktor latar belakang sejarah yang kurang mesra antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.

Dari segi budaya, menurut Djaka Soetapa477 yang mengutip pernyataan Sutan Takdir Alisyahbana dalam "Indonesia: Social and Revolution", Oxford in Asia, 1969, p. 1, sebagai berikut:

We can see in Indonesian culture as a whole three cultural layers which can easily be distinguish: indegenous Indonesian culture, Indian or Hindhu culture and Islamic culture.

Ketiga lapisan budaya ini merekat erat pada masyarakat Indonesia. Konsep penginjilan dan nilai-nilai Injil bisa menjadi "asing" bagi mereka yang berlatar tiga lapisan kebudayaan tersebut478. Hal ini ditambah dengan adanya asumsi bahwa Kekristenan identik dengan "Western". Asumsi-asumsi seperti ini tidak menguntungkan untuk kita melakukan tindakan kepedulian sosial dan penginjilan.

Pada kenyataannya kepedulian sosial dan penginjilan akan diperhadapkan dengan permasalahan sosial politik, budaya, ekonomi dan lain-lain. Dalam konteks Indonesia pada masa kini perlu diperhatikan arah dan tujuan pembangunan bangsa Indonesia.

Tujuan Pembangunan jangka panjang menurut GBHN 1993, sebagai berikut:

"Pembangunan Jangka Panjang kedua bertujuan mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila da UUD 1945."

Pembangunan Nasional pada hakekatnya ialah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia seutuhnya mencakup aspek moral, spiritual dan etik Dalam konteks kepedulian sosial dan penginjilan, apakah pelayanan kita mendukung terwujudnya tujuan Pembangunan Nasional(?). Secara kreatif kita harus arif dalam mengimplementasikan pelayanan kita, agar tidak terjerat dalam rutinitas, pengkotak-kotakan dan sempit berwawasan.

Secara konkrit saya berpendapat sehubungan dengan menumbuhkembangkan kepedulian sosial dan penginjilan dalam konteks pelayanan kita dengan menempuh beberapa langkah. Langkah pertama, yang harus kita kerjakan ialah pembenahan secara konseptual. Konsep sehubungan dengan kepedulian sosial dan penginjilan (secara Alkitabiah) harus jelas, dan kita pahami bersama. Pemahaman konsep yang benar tentang kepedulian sosial dan penginjilan, akan menumbuhkembangkan rasa senasib sepenanggungan. Sebagai umat Allah yang ditempatkan di Indonesia, kita harus menggalang dan menumbuhkembangkan kebersamaan kepedulian kita terhadap pergumulan bangsa, tanpa meninggalkan esensi Injil. Pada tahapan konseptual, kita bisa mengkaji ulang bahan pembinaan, baik untuk kelompok kecil maupun untuk kelompok besar (Retret, Kamp Regional dan Nasional). Sentuhan kepedulian sosial dan penginjilan sudah dikenakan untuk para siswa maupun alumni, sehingga proses transformasi ke masyarakat tidak mengalami kesulitan. Proyek ketaatan pada kelompok kecil misalnya: diskusi tentang masalah sosial, aksi sosial, empati terhadap orang-orang 'terasing', observasi di perkampungan kumuh, tinggal bersama rakyat yang mengalami kesulitan dan sebagainya.

Langkah kedua, menurut saya adalah tindakan reflektif, di mana kebenaran firman Tuhan yang telah dipahami direfleksikan kepada diri sendiri, dengan maksud untuk mendapatkan alternatif tindakan yang positif dan konstruktif. Tahap reflektif ini merupakan sentuhan kepada hati nurani pribadi. Untuk itu pola pikir, dan bahan-bahan pembinaan kita, diupayakan sedemikian rupa, sehingga sampai ke tahap afektif (melalui refleksi pribadi). Langkah pertama tidak cukup, perlu diteruskan dengan langkah kedua. Bahan-bahan untuk pembinaan langkah kedua ini, berkaitan dengan etika dasar, yang bermuatan: moralitas, kebebasan yang bertanggung jawab, suara hati, filosofi etika dan lain-lain.

Langkah ketiga menurut saya adalah praktis (tindakan konkrit). Seperti telah saya sebutkan contoh di atas dalam proyek kelompok kecil biasa diwujudkan. Selain itu tindakan konkrit (praktis) ini dapat diwujudkan melalui proyek, yang bertujuan menyejahterakan kehidupan rakyat, misalnya: proyek kesehatan masyarakat, proyek air bersih, proyek peningkatan ekonomi rakyat, proyek dapur umum, bea siswa dan lain-lain. dalam konteks:, pelayanan siswa, mahasiswa dan alumni, langkah ketiga (praktis) ini amat relevan. Mungkinkah kita bisa menyiapkan mahasiswa yang akan KKN dua bulan dengan bekal yang cukup(?) Mahasiswa yang akan bermasyarakat perlu dibekali hidup bermasyarakat, walaupun sebelum berangkat KKN mereka sudah ditatar oleh dosen-dosen mereka. Mungkinkah kita memberi konsep-konsep yang benar tentang kepedulian sosial dan penginjilan kepada mahasiswa yang kita bina(?).

Acapkali motivasi mahasiswa yang akan mengikut KKN hanya sekedar melakukan tugas kampus, dan mengejar nilai. Sentuhan secara afektif dalam arti mahasiswa benar-benar empati dan social concern sedikit sekali yang melakukannya. Mungkin ada di antara mahasiswa yang kita bina mengalami "keacuhan sosial". Bagaimana pembinaan kita bisa efektif dan berhasil guna di masyarakat? Bukankah kita merindukan siswa, mahasiswa dan alumni yang kita layani dapat menjadi garam dan terang bagi masyarakat, gereja dan negara? Kepedulian sosial dan penginjilan bagi saya krusial, dalam mengejawantahkan Injil Kerajaan Allah di Indonesia. Saya memberikan usul pemikiran yang masih sederhana, yang tentu masih bisa didiskusikan. Pemikiran berdasarkan ketiga langkah tersebut (konseptual, reflektif dan praktis), dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut:

 PENUTUP

Akhirnya kepedulian sosial dan penginjilan tidak akan dapat terwujud hanya dengan berbicara saja, kepedulian perlu tindakan konkrit. Demikian pula dengan penginjilan yang membutuhkan segenap hati, jiwa dan tindakan kita, untuk menyenangkan hati Tuhan.

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk seseorang yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya untuk Aku". Mat 25:45



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA