Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 8 No. 1 Tahun 1993 >  MENGENAL APOLOGETIKA KRISTEN KONTEMPORER > 
TEOLOGIA KHUSUS DI ASIA 

Dewasa ini beberapa teolog dari negara-negara di Asia tengah mengembangkan teologia kontemporer, yang berusaha menyesuaikan ajaran-ajaran Kristen dengan situasi dan kondisi saat ini. Para teolog Korea dan Muangthai berpendapat, jika kita mempertahankan keunikan teologia ortodoks -- yang mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan serta Alkitab adalah firman Tuhan -- juga selalu menonjolkan keunikan ajaran-ajaran iman Kristen, maka sesungguhnya hal itu telah membuat diri kita terisolasi dan tidak dapat bekerja sama. Karena itu unjuk sikap fanatik yang lahir dari keyakinan akan kedaulatan Kristus dan Alkitab sudah barang tentu harus ditinggalkan.

Di Indonesia pun sudah beredar pendapat yang mengatakan bahwa selama ini orang Kristen di Indonesia telah bersikap salah dengan melakukan apa yang disebut "Kristenisasi", semacam pemaksaan untuk menerima ajaran Tuhan Yesus Kristus, yang menekankan pentingnya pertobatan dan kelahiran baru dalam iman Kristen. Maka sebaiknya kita tinggalkan sikap ini dengan mengutamakan "comprehensive approach" terhadap aspek-aspek sosial yaitu solidaritas dengan penderitaan rakyat. Tentu saja kita menolak upaya "Kristenisasi," yaitu usaha "meng-Kristen-kan" para pemeluk agama lain. Betapa pentingnya aspek sosial dalam pekabaran Injil, kita semua mengakuinya; namun, pewartaan tak dapat digantikan atau digeser oleh tugas-tugas sosial. Tugas sosial dan pekabaran Injil harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara berbarengan.

Para teolog India menyerukan agar kita menciptakan suatu persekutuan keselamatan untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini. Tetapi persekutuan tersebut tidak memerlukan fondasi selain dari keinginan dan usaha kita bersama untuk memerangi kemiskinan. Sebab karya keselamatan Kristus bukanlah untuk menyelamatkan hanya pribadi-pribadi, melainkan untuk memberantas kemiskinan dan memperbaharui struktur-struktur sosial ekonomi di dunia ini.

M. M. Thomas berpendapat bahwa kita harus mengorbankan sesuatu yang bersifat vertikal demi memperkuat hubungan horizontal. Keyakinan bahwa Kristus adalah Tuhan dan satu-satunya Juruselamat akan melemahkan kerjasama horizontal yaitu kerjasama dan persatuan antara manusia yang berbeda agama dan budayanya.

Pendapat-pendapat ini jelas menolak dan menyangkali keunikan Kristus dan kedaulatan Alkitab serta mengandung unsur-unsur relativisme, pluralisme dan sinkretisme. Maka Kekristenan haruslah menolak pendapat itu, baik karena keliru adanya, maupun karena berdasarkan pengertian keliru mengenai iman orang Kristen.

Dalam sikap kita mempertahankan keunikan Kristus dan kedaulatan Alkitab, bukan berarti kita menjadi fanatik dan tertutup. Tetapi ajaran dasar, misalnya ajaran tentang ketuhanan Kristus, kebangkitanNya dari antara orang mati, kelahiran baru, dsb. tidak boleh ditinggalkan, sebaliknya justru harus makin dipertahankan; sebab hanya melalui pekerjaan khusus dari Roh Kudus melalui pertobatan dan penerimaan akan Kristus barulah seseorang akan mengalami pembaruan hidup. Hanya secara demikian hati dan pikiran manusia akan terbuka untuk sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan masyarakat sehingga siap bekerjasama dengan siapapun juga demi meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Dalam upaya meningkatkan kerjasama yang baik tanpa menyakiti pihak lain, orang Kristen tidak perlu mengkompromikan kadar kebenaran iman demi kepentingan bersama. Kerjasama yang baik justru terjadi di dalam kesadaran akan adanya perbedaan. Sebab kesadaran inilah yang menuntut kita untuk bersikap toleran. Mengapa kita dituntut untuk memiliki sikap toleransi beragama dan saling menghormati? Bukankah perkara itu disebabkan oleh kesadaran akan adanya perbedaan iman? Agar kita memiliki sikap sedemikian ini, tentu dituntut adanya kejujuran dan kedewasaan.



TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA