
Orang Kanaan telah menghuni negeri Palestina sebelum orang Ibrani tiba. Sebelum tahun 1928, pengetahuan kita tentang orang Kanaan terbatas pada tiga sumber.
Satu sumber adalah pekerjaan arkeologis di kota-kota di Palestina seperti.Yerikho, Megido, dan Betel. Di kota-kota ini ditemukan puing-puing bangunan pra-Israel, barang tembikar, perkakas rumah, senjata, dan barang-barang serupa - tetapi tak ada prasasti. Para pakar memang menghargai barang-barang yang lain ini, tetapi bukti yang tertulis biasanya adalah alat yang paling penting untuk merekonstruksi masa silam. Dalam jangka panjang nilai sejarah prasasti-prasasti melampaui nilai bukti fisik. Yang kami maksudkan adalah hal-hal seperti mitos, legenda, tawarikh kerajaan, naskah-naskah hukum, dan catatan perdagangan.
Sumber kedua dari informasi kita tentang Kanaan adalah kepustakaan dari orang-orang sezaman yang tinggal di luar Kanaan. Sebuah contoh yang unik adalah Surat-surat Tell el-Amarna, yang dikirim oleh raja-raja di Palestina kepada firaun di Mesir. Sebagian besar surat-surat ini dikirim kepada Amenhotep III dan putranya Akhenaton pada tahun 1400-an atau awal 1500-an sM (Lihat "Orang Mesir.") Seperti yang akan kita lihat, Kanaan adalah sambungan dari kekuasaan Mesir selama sebagian besar sejarah orang Kanaan.
Sebuah kisah yang kemudian dari Mesir (abad ke-11 sM) memberikan kita suatu pandangan yang lain tentang Kanaan. Kisah ini adalah tentang perjalanan Wenamon, seorang pejabat Kuil Amun di Karnak, ke Biblos di Fenisia untuk mendapatkan kayu untuk perahu keramat dari dewanya. Kisah ini mengemukakan bahwa kekuasaan Mesir atas Kanaan sudah merosot sekali dari masa surat-surat Tell el-Amarna, karena orang Kanaan memperlakukan Wenamon secara tidak sopan dan lambat untuk memenuhi permintaannya.
Berbagai naskah Akad dari timur dan naskah orang Het dari utara memberikan fakta-faktanya yang menarik juga tentang adat istiadat Kanaan. Misalnya, undang-undang orang Het sangat terperinci dan rupanya mengatur tiap pelanggaran perdata yang mungkin dilakukan. Naskah-naskah Akad menggambarkan upacara, pemujaan dan kurban-kurban di kuil dengan panjang lebar. Dokumen-dokumen ini memberi kesan bahwa kebudayaan di daerah itu cukup canggih.
Sumber ketiga kita tentang fakta-fakta mengenai Kanaan dan rakyatnya adalah Perjanjian Lama. Alkitab memberitahukan bahwa orang Ibrani menghalau orang Kanaan dari negeri mereka dan dalam beberapa hal memusnahkan kota-kota seanteronya (Yes. 11:10; 12:24). Bahkan membaca Alkitab sambil lalu menunjukkan bahwa orang Kanaan tidak pernah dihormati oleh para penulis Perjanjian Lama. Mereka selalu menggambarkan orang Kanaan sebagai bangsa yang jahat dan mesum, dan agama mereka sebagai sesuatu yang asing dan menjijikkan (Hak. 2:2; 10:6-7). Kisah dari serangan yang tidak tanggung-tanggung itu meyakinkan beberapa ahli masa kini bahwa Perjanjian Lama terlalu condong berprasangka terhadap orang Kanaan. Bagaimanapun juga, Alkitab sangat akurat dan obyektif, dan tidak melebih-lebihkan kebenaran ketika menceritakan kepada kita tentang orang Kanaan. Sebuah temuan arkeologis di Siria utara pada tahun 1928 menguatkan gambaran Alkitab tentang orang Kanaan. Temuan ini memberikan amat banyak informasi baru tentang peradaban Kanaan.
Pada musim semi tahun 1928, seorang petani di Siria yang bekerja di ladangnya mendengar pisau mesin bajaknya menghantam apa yang disangkanya sebagai batu yang terpendam. Ketika diperhatikan lebih dekat, ia melihat bahwa pisau bajaknya telah memotong puncak sebuah lubang yang sangat besar di dalam tanah; kelihatannya seperti sebuah makam kuno. Penemuan yang secara kebetulan ini memulai sebuah penggalian yang mengasyikkan dari sebuah kota Kanaan, yang menghasilkan benda-benda sejarah yang sangat menarik dan sisa-sisa beberapa monumen yang penting.
Sewaktu para arkeolog Perancis menggali lebih jauh ke dalam kota itu, mereka menemukan amat banyak naskah purba pada lempeng-lempeng tanah liat. Mungkinkah mereka telah menemukan sastra Kanaan, yang ditulis oleh orang Kanaan dalam bahasa mereka sendiri? Jawabannya ialah ya.