Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 4 No. 1 Tahun 1989 > 
PERWUJUDAN P.A.K./PENDIDIKAN KRISTEN DI GEREJA 
Penulis: Ev. Andreas Christanday
 PENDAHULUAN

Aneh, tetapi nyata, bahwa masih banyak orang Kristen yang belum tahu, bagaimana berdoa dan bagaimana membaca Alkitab, sehingga mereka tidak melakukan Saat Teduh. Ini baru pertanyaan yang sederhana dan mendasar. Tetapi bagaimana mereka bisa menemukan sendiri jawaban-jawaban yang berpandangan Kristen, jikalau yang mendasar itu saja belum dimengertinya? Dan jikalau keadaan jemaat seperti itu, bagaimana gereja dapat bertumbuh, terutama dari segi kwalitas? Sangat menyedihkan bahwa menurut penyelidikan Peter G. Wiwcharuck rata-rata gereja mempunyai 80% anggota gereja yang suam dan ini dibenarkan melalui hasil angket di salah satu gereja besar di Jakarta bahwa sekitar 70% sampai 80% anggota gereja tidak aktif dalam kegiatan rohani termasuk melakukan Saat Teduh.

Ini baru masalah Saat Teduh, belum masalah-masalah hangat dan relevan lainnya seperti: Apakah melakukan K.B. tidak berdosa? Bolehkah orang rohani nonton film dan video? Apakah merokok itu dosa? Apakah ada ayat yang melarang berdisco? Sampai berapa jauh kita boleh bermake up dan bermode? Untuk langgengnya pernikahan, apakah dengan persetujuan bersama boleh melakukan "kumpul kebo" dulu? Apakah membeli undian berhadiah termasuk perjudian? Sampai berapa jauh kita mendisiplin anak dan bolehkah kita memukul mereka? Dan sebagainya. Siapa yang bertanggung jawab dan apakah yang gereja harus lakukan? Jelas harus ada "guru-guru" yang "mengajar" mereka dengan "pandangan Kristen". Di sinilah peranan Pendidikan Kristen dan Pendidikan Kristen harus diwujudkan di gereja.

 I. APA PENDIDIKAN KRISTEN ITU?

Meskipun secara singkat, saya merasa perlu diperjelas dulu apa yang dimaksudkan dengan Pendidikan Kristen. Karena kekaburan pengertian bisa mempersempit Gerak Pendidikan Kristen, bahkan meremehkannya. Sering orang mengasosiasikan Pendidikan Kristen begitu sempit hanya mengajar P.A.K. di sekolah-sekolah dan mengajar Sekolah Minggu. Tidak heran jikalau kemudian terlalu sedikit calon-calon hamba Tuhan yang memilih jurusan ini dibandingkan dengan jurusan seperti, Evangelisasi, Missiologi dan Biblika. Dan merekapun kebanyakan adalah para wanita. Rupanya Pendidikan Kristen disamakan dengan mengajar anak. Bahkan terbersit kesan bahwa pakar-pakar Pendidikan Kristen adalah lebih rendah dibanding dengan para theolog, yang dikenal sebagai ahli pikir. Pendidikan Kristen juga sering dimengerti sebagai sekolah/pendidikan theologia atau sekolah umum yang dikelola oleh orang-orang Kristen dan bercorak Kristen.

Kekaburan semacam ini akan mengarahkan perhatian gereja keluar atau kepada yang lain-lain dan tidak berusaha mewujudkan Pendidikan Kristen di gereja. Kekaburan ini sempat terungkap dalam acara diskusi panel pada: "8th A.T.A. THEOLOGICAL AND 2nd PAN ASIA CHRISTIAN EDUCATION CONSULTATION" yang berlangsung pada tanggal 28 Oktober sampai 1 Nopember 1987 di Singapura. Puji Tuhan, dari konsultasi dan diskusi ini telah ditarik kesimpulan penting yang bisa menjernihkan kekaburan tersebut:

- Bahwa bidang Theologia maupun Pendidikan Kristen bukanlah masalah "tinggi/rendah", melainkan masalah "spesialisasi" karunia/panggilan dan fungsi seperti terungkap dalam Efesus 4:11.

- Keduanya tidak perlu dijauhkan, karena saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk mendewasakan jemaat.

- Theolog lebih memikirkan "Content/isi", sedangkan Pendidik Kristen lebih memikirkan "Metode/How to", yaitu mengusahakan penerapan isi Kristen tersebut secara praktis dengan berbagai metode melalui proses "belajar mengajar". (Apa artinya mempunyai "isi" jika tidak bisa menyampaikan/ mendaratkannya secara relevan? Dan bagaimana jadinya jikalau seorang guru Kristen yang pandai mengajar, mengajarkan ajaran dengan pandangan theologia yang sesat?)

- Sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut maka dalam terbitan majalah Theologia Asia akan disediakan jatah halaman untuk Pendidikan Kristen. Dan mata kuliah Pendidikan Kristen akan ditingkatkan dan diajarkan sejajar dengan mata kuliah lainnya.

Jadi, Pendidikan Kristen adalah:

1. Proses belajar mengajar yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan Kristus.

2. Suatu usaha untuk membimbing setiap pribadi bertumbuh sesuai dengan tarafnya melalui cara-cara mengajar yang cocok agar mengetahui dan mengalami maksud dan rencana Allah melalui Yesus Kristus dalam setiap segi kehidupan dan melengkapi mereka untuk pelayanan yang efektif, menjadi serupa dengan Kristus (Roma 8:29).

3. Pendidikan yang tidak terikat dengan fasilitas gedung/ruang kelas namun merupakan proses belajar mengajar, seperti yang dilakukan oleh Allah kepada Musa (Ulangan 4:10) dan Paulus kepada Timotius (II Timotius 3:10-15).

 II. PENTINGNYA PENDIDIKAN KRISTEN DI GEREJA

1. Pentingnya Pendidikan Kristen dapat dilihat dari perhatian Allah terhadapnya. Proses belajar mengajar diperintahkan Allah lewat hamba-Nya, Musa (Ul. 4:9-10) dan ini harus diajarkan turun temurun dengan berbagai cara (Ul. 6:4-9). Ayat-ayat inilah yang dimasukkan dalam "kulah" (alat perlengkapan sembahyang Yahudi) agar tidak mudah dilupakan. Sejak zaman Abraham, bahkan sebelumnya, pendidikan dilakukan dalam keluarga. Allah melepaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir bukan oleh seorang politikus atau seorang militer yang ulung tetapi oleh seorang terdidik dan pendidik, "Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya" (Kis. 7:22).

Dengan Tabernakel sebagai alat peraga Allah mengajar umat-Nya. Melalui para nabi dan imam Allah mengajarkan hukum-hukum, "Mereka harus mengajar umat-Ku tentang perbedaan antara yang kudus dengan yang tidak kudus..." (Yeh. 44:23).

Sesungguhnya Allah dan Yesus senang mengajar (Maz. 71:17; Yes. 54:13; Yoh. 6:45).

Pada abad V B.C. sinagogue menjadi pusat untuk mengajar dan memberikan instruksi-instruksi tentang Torat dalam theologia Ibrani (Bandingkan: Mat. 21:23; 26:25; Mark. 14:49; Luk. 2:46; 20:1; 21:37; Yoh. 18:20).

2. Pentingnya Pendidikan Kristen ini juga dapat kita simak dalam Amanat Agung Tuhan, Matius 28:19-20 "Pergilah ... jadikanlah ... murid ... baptislah ... dan ajarlah mereka melakukan..." Yesus sendiri banyak kali disebut Guru dan pengikut-Nya lebih sering disebut murid daripada Kristen. Yesus menghabiskan waktu-Nya lebih banyak untuk mengajar murid-murid dengan berbagai metode.

Jadi tugas gereja tidak hanya selesai dan puas dengan Pekabaran Injil dan membaptiskan orang, melainkan bertanggung jawab melanjutkannya dengan pengajaran. Pengajaran akan menambah mutu/kwalitas jemaat dan yang pasti akan berdampak pertambahan secara kwantitas.

3. Bahkan setelah Tuhan Yesus naik ke Sorga, Roh Kudus melanjutkan tugasNya dengan mengajar, "Roh Kudus, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" (Yoh. 14:26). Jelas Allah Tritunggal menghendaki gereja-Nya untuk mengajar.

 III. PENDIDIKAN KRISTEN DI GEREJA PURBA

Pola gereja yang mula-mula juga berpusatkan pada pengajaran, "Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus Yang adalah Messias" (Kis. 5:42).

Secara kronologi mereka melanjutkan pengajaran dulu, baru kemudian memberitakan Injil.

Dapat kita bayangkan betapa pentingnya Pendidikan Kristen pada zaman purba. Sebagian anggota jemaat adalah orang-orang aristokrat, orang kaya, orang beradab, berkedudukan tinggi, bahkan ada yang dari istana kaisar. Tetapi di pihak yang lain, banyak orang-orang yang miskin dan sederhana, berlatar belakang perbudakan dan serdadu Romawi. Dan karena Injil juga bersifat universal bahkan ada wanita yang menjadi pemimpin. Pendidikan Kristen berperan dalam menyatukan mereka dan juga menjawab semua masalah kompleks yang timbul. Mereka mengajar baik melalui khotbah maupun pengajaran, karena itu kata "khotbah" dan "mengajar" sulit dibedakan karena sering dipakai secara bergantian atau dipakai kedua-duanya (I Tim. 5:17).

Tempat mengajarpun tidak tetap di satu tempat melainkan bervariasi seperti di Sinagogue, di Bait Allah, di rumah, di kebun, di tepi danau, di jalan, di atas bukit dan sebagainya.

Pada abad I tempat mengajar ada dua dengan tiga macam pertemuan. Pertemuan I, mengajarkan Alkitab untuk pembinaan warga gereja dengan unsur-unsur: penyembahan, instruksi, persekutuan doa, menyanyi, membaca surat-surat Rasul, pengajaran dan kadang-kadang penyataan Roh.

Pertemuan II, Perjamuan Makan/Kasih yang dilanjutkan dengan Perjamuan Kudus sebagai wujud persekutuan dan perhatian antar sesama. Pertemuan ini juga digunakan sebagai saat untuk merayakan dan mengucap syukur. Dalam kesempatan ini rasul juga mengajar, karena penyembahan bukan saja masalah keindahan tetapi juga pengajaran.

Pertemuan III, merupakan rapat bisnis, membahas masalah-masalah yang timbul seperti melaksanakan disiplin gereja untuk menjaga kemurnianNya.

Pada abad I ini, gereja masih dipengaruhi oleh sistem Perjanjian Lama, Yudaisme, dimana pendidikan dalam keluarga masih ditekankan terutama kepada anak-anak (Bandingkan: Ul. 4:9-10; 6:9,20; 11:19 dan Ams. 1:8, 6:20).

 IV. PENDIDIKAN KRISTEN PADA ZAMAN BAPAK-BAPAK GEREJA

Pada zaman bapak-bapak gereja telah berkembang pembelaan atau yang lazim disebut "apologia" terhadap pengaruh-pengaruh filsafat dan anggapan bahwa orang-orang Kristen adalah orang-orang yang bukan intelek, tidak terdidik dan tidak tahu apa-apa. Di pihak lain itu menunjukkan keberhasilan Injil dan Pendidikan Kristen, yang mampu memberi pengertian kepada orang-orang yang sederhana. Diantara mereka, bapak-bapak gereja itu adalah: Irenius, Yustinus Martir, Tertulianus, dan Origen yang berhasil mengembangkan sekolah dan perpustakaan; yang telah dirintis oleh Pantenus di Alexandria dengan kurikulum yang diperluas dengan mata kuliah umum/sekuler.

Pada zaman reformasi, para reformator, peranannya dalam Pendidikan Kristen adalah dalam mengembalikan pokok ajaran kepada Alkitab, sebagai text book. Peran mereka yang lain adalah dengan menerbitkannya buku-buku pegangan, memantapkan sistem kurikulum, menertibkan organisasi dan administrasi. Mereka juga memelopori berdirinya Sekolah Kristen yang resmi oleh Pemerintah. Martin Luther, misalnya, ia mengembangkan kurikulum, di samping mata kuliah Alkitab adalah: bahasa, rhetorika, logika, literatur, sastra, sejarah, matematika, senam, ilmu alam dan kedua setelah theologia menurutnya adalah musik.

Tantangan bagi gereja di abad XX ini bukan saja agama-agama lain dan filsafat-filsafat dunia, melainkan penafsiran-penafsiran yang sudah begitu liberal dan masalah relevan lainnya yang begitu kompleks: revolusi moral, etika, ekonomi, politik, dan sosial dengan perubahan-perubahan nilai dan pandangannya, seperti masalah aborsi, homosex, bayi tabung, pernikahan dan lain-lain. Perubahan ini begitu banyak dan begitu cepat, sehingga gereja merasa tak mampu (kewalahan) dan orang yang sinis mengatakan bahwa "agama sudah kurang pengaruhnya". Kemajuan di bidang teknologi, elektronika, komputer dan komunikasi juga merupakan tentangan tetapi sekaligus tantangan bagi Pendidik Kristen untuk memanfaatkannya. Keluarga merupakan sasaran empuk bagi semua perubahan dan kemajuan ini dan gereja yang terdiri dari persekutuan keluarga-keluarga tentunya bertanggung jawab dalam membina warganya melalui Pendidikan Kristen.

Sekarang bagaimana Pendidikan Kristen Diwujudkan Di Gereja?

 V. PERWUJUDAN PENDIDIKAN KRISTEN DI GEREJA

A. MOTIVASI DAN SHARING

Kita tahu bahwa Pendidikan Kristen adalah penting tetapi apa artinya sesuatu yang penting jikalau tidak mendapat dukungan untuk dilaksanakan? Maka untuk mewujudkan Pendidikan Kristen di gereja kita harus (mulai dari siapa saja yang sadar dan terpanggil) memberi motivasi kepada pimpinan jemaat dan anggota jemaat melalui sharing. Apa yang sudah diuraikan di atas (Pendahuluan, I-IV) bisa digunakan sebagai bahan bertahap untuk sharing.

Sharing ini sebaiknya lewat lobbying pribadi dan baru diperluas dalam bentuk yang formil, lewat rapat majelis atau rapat Komisi masing-masing. Adapun isi sharing tersebut adalah tentang pentingnya Pendidikan Kristen, kebutuhan yang ada, bentuk-bentuk yang mungkin dilakukan dan bagaimana mewujudkannya.

B. MEMBENTUK STAF DAN WADAH PENDIDIKAN KRISTEN

Yang termasuk staf adalah supervisi, koordinator dan pelaksana. Apakah mereka harus orang yang profesional? Yaitu tenaga ahli di bidang-bidang khusus seperti dari Sekolah Theologia, dari P.A.K., dari I.K.I.P. atau dari Sekolah Musik, yang menerima gaji? Yang ideal memang tenaga ahli dan yang terpanggil, tetapi pengalaman membuktikan bahwa yang tekun dan berhasil adalah orang yang terlebih dulu terpanggil, bahkan bisa melibatkan orang awam dan sukarelawan.

Mengenai jumlah tenaga penuh (full time) sangat tergantung dengan jumlah bidang yang dikuasai. Yang ideal seorang full timer membawahi 100 sampai 125 orang. Dengan demikian, maka untuk gereja yang kecil cukup diajar oleh seorang pendeta yang dibantu oleh beberapa orang anggota jemaat sesuai dengan profesinya masing-masing. Untuk gereja yang besar, pendeta bisa bertindak sebagai supervisi yang dibantu dengan anggota staf yang membidangi:

1. Bidang Pendidikan Kristen, memikirkan program dan bahan.

2. Bidang Administrasi, mengelola Tata Usaha.

3. Bidang Pembimbingan dan Penyuluhan, melayani konseling.

4. Bidang Kemah, mengatur Kemah-kemah.

5. Bidang Umum dan Usaha, menyediakan dana dan sarana.

6. Bidang Orang Dewasa, melayani jemaat umum dewasa.

7. Bidang Pemuda/Remaja, melayani kaum muda.

8. Bidang Sekolah Minggu, melayani anak-anak.

9. Bidang Kategorial, melayani kelompok khusus (Janda-janda dsb.).

Pelayanan kategorial dapat dikembangkan menurut kebutuhan, misalnya memberi Pendidikan Kristen atau Penyuluhan kepada para single, para wanita hamil, pasangan keluarga muda, calon pengantin, para atlit, para karyawan, para siswa/mahasiswa, para alumnus, orang tua jompo, para cacat dan sebagainya, tetapi jangan lupa untuk melayani dan menantang juga para usahawan dan profesional untuk mendukung program-program yang lain. Para usahawan dan profesional yang dilibatkan akan membantu dengan tenaga/keahliannya, pemikiran, dana dan sarana.

Ingat bahwa dengan melibatkan banyak orang kita sedang melakukan Pendidikan Kristen, yaitu mengkader orang.

Dalam menjaga kelestarian kerja, harus diingat beberapa hal ini:

1. Perlu waktu. Proses belajar mengajar tidak terjadi dengan seketika, perlu waktu dan kesabaran untuk saling belajar kelebihan dan keterbatasan masing-masing.

2. Perlu keterbukaan. Seorang pemimpin atau guru perlu keterbukaan demi lancarnya komunikasi.

3. Siap terhadap perubahan. Kadang-kadang karena situasi dan, kondisi, misalnya menyangkut keuangan dan fasilitas, kita harus dengan rela dan tenang menerima kenyataan.

4. Siap menghadapi konflik. Beda pendapat pasti terjadi, perlu belajar menyesuaikan diri bahkan kadang-kadang berkorban demi berhasilnya suatu program.

C. MERENCANAKAN KURIKULUM DAN EVALUASI

Secara sederhana, kurikulum adalah "apa yang akan diajarkan" ini termasuk bahan, sarana dan program. Tetapi untuk lebih rincinya, kurikulum adalah "satu perencanaan yang akan diikuti oleh pendidik untuk mengarahkan pengalaman-pengalaman anak didik sedemikian rupa sehingga tujuan-tujuan yang telah ditentukan tercapai". Jadi, isi pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan mencapai tujuan. Untuk ini kurikulum harus direncanakan. Kelemahan gereja dalam pendidikan Kristen pada umumnya di kurikulum karena memakai sistem: asal saja, asal jalan, asal orang senang, asal sesuatu yang baru. Kelemahan lain yang sering tanpa disadari adalah pelayanan "tukar mimbar" (tukar guru) yang tidak tematis, sehingga bisa terjadi pelajaran yang diberikan terlalu sederhana atau terlalu tinggi; bisa juga terjadi "tumpangsuh" atau "pengulangan". Terlalu menekankan kepada proyek tertentu tanpa mengingat kebutuhan jemaat yang ada. Misalnya, karena gereja sedang membangun, semua tema khotbah tentang pembangunan padahal sebagian jemaat sedang pusing mencari jawab masalah "bahasa lidah" dan "baptisan Roh Kudus"; akhirnya gereja dituduh tidak rohani.

Ciri-ciri kurikulum yang baik:

1. Alkitabiah, artinya Alkitab harus menjadi text-book dan isi.

2. Berpusatkan Kristus, karena Firman yang tertulis menyatakan Firman Yang Hidup, yaitu Tuhan Yesus (Yoh. 1:1) dan harapan kita adalah agar anak didik bertumbuh menjadi seperti Yesus serta mengalami kebesaran Allah di dalam DIA (Ef. 4:15, Kolose 1:28 dan Ef. 1:19, Roma 8:29).

3. Sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan, artinya sesuai dengan kebutuhan, perkembangan jiwa dan kemampuan anak didik, dengan metode-metode yang tepat pula.

4. Menolong guru. Mudah diikuti oleh guru yang kurang pengalaman sekalipun.

Untuk mendapat masukan agar bisa menyusun kurikulum yang relevan, dapat membagikan "angket kebutuhan" kepada golongan yang dimaksud. Angket tersebut untuk mengumpulkan data tentang: masalah yang memprihatinkan, apa yang diharapkan atau hal-hal apa yang perlu ditingkatkan dan hambatan-hambatannya. Bersama staff data-data ini dikelompokkan untuk mengetahui kebutuhan yang nyata dan relevan, baru kemudian menyusun kurikulum. Cara lain juga dapat diperoleh lewat wawancara.

Evaluasi:

Lagi, kelemahan umum dalam pendidikan Kristen di gereja adalah tidak adanya evaluasi, sementara maupun setelah satu program selesai. Padahal evaluasi adalah penting untuk kita mengetahui daya gunanya kurikulum dan apakah tujuan yang diharapkan tercapai, sampai berapa jauh? Ini juga berguna untuk melanjutkan program-program berikutnya, sehingga ada kesinambungan. Untuk bisa mengadakan evaluasi harus ada tujuan yang jelas, tujuan instruksional dan yang dapat diukur. Misalnya gereja mengadakan Penataran Pemimpin Awam, dengan tema yang diambil dari Efesus 4:12 "Untuk Memperlengkapi Orang-orang Kudus Bagi Pekerjaan Pelayanan"; kita sering berhenti sampai kepada tujuan umum, yaitu "Untuk memperlengkapi pemimpin awam dalam pelayanan". Itu baik, tetapi akan lebih efektif bila dibuat tujuan khusus (lebih specific). Misalnya memperlengkapi apa, yaitu: pengetahuan dan ketrampilan P.I. atau ilmu berkhotbah. Bagi pekerjaan pelayanan apa atau di mana, yaitu: dalam pelayanan tukar mimbar atau dalam team kunjungan. Kemudian menentukan tujuan instruksional yang dapat diukur, misalnya: agar nanti, tiga bulan selesai penataran ini akan terbentuk sedikitnya empat team kunjungan/P. I., agar dalam satu tahun sudah ada penambahan 20 jiwa baru, agar tiga bulan setelah penataran ini ada lima orang awam yang dapat membantu pendeta dalam melayani mimbar dan persekutuan-persekutuan, agar para pembawa Firman setelah satu tahun praktek sudah dapat menyiapkan bahan khotbah sendiri tanpa pertolongan bapak pendeta.

Demikian dalam membuat tujuan ini harus memperhatikan proses belajar mengajar ini secara utuh, artinya bukan saja puas dengan menambah pengetahuan baru, melainkan mengharapkan sikap dan tindakan yang baru.

Misalnya:

- Agar setiap peserta penataran tahu bagaimana caranya menafsirkan Alkitab dan menyiapkan out-line.

- Agar setiap peserta penataran lebih tertarik dan lebih bertanggung jawab dalam pelayanan Firman.

- Agar setiap peserta penataran selanjutnya lebih mengadakan waktu untuk doa dan mempersiapkan renungan atau khotbah lebih baik, menarik, benar dan menjadi berkat dalam penyampaian.

D. METODE DAN SARANA

Memang keberhasilan pelayanan kita bergantung kepada Roh Kudus, tetapi janganlah lupa bahwa Tuhan Roh Kudus juga memakai manusia dan metode. "Metode adalah cara/alat untuk mengkomunikasikan pelajaran/Kebenaran kepada pelajar dan antara isi pelajaran dengan pengalaman." sedangkan "Sarana adalah alat-alat atau fasilitas dan perlengkapan lain untuk mendukung metode".

Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan metode dan sarana:

1. Guru menentukan dulu isi pelajaran sebelum memilih metode.

2. Guru memilih metode yang cocok untuk kelompok tertentu dan situasi tertentu.

3. Guru membuat variasi atau menggabungkan metode-metode, untuk menghilangkan kebosanan dan menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang sedang berlangsung.

4. Guru harus menggunakan setiap metode untuk membuka komunikasi, bukan sebaliknya.

5. Guru menyiapkan ruangan dan sarana sesuai dengan metode yang dipilih dan dipakai.

Memang ada banyak metode, tetapi kalau disimpulkan ada lima kategori:

- belajar mandiri (pribadi membaca/merenung)

- kelompok kerja

- guru dan murid (tanya jawab/diskusi)

- guru kepada murid (mengajar/ ceramah)

- murid kepada guru (karya kreatif)

Berbagai metode:

Sebenarnya begitu banyak metode, bahkan bisa terus dikembangkan. Untuk ini dibutuhkan kreatifitas guru dan kerajinan guru. Misalnya: ceramah, kelompok diskusi, panel diskusi, debat, seminar, simposium, tanya jawab, brainstorming, buzz-groups, wawancara, mengarang, musik forum, drama, role-play, respons gambar, penyelidikan, dan kegiatan-kegiatan lain seperti membuat poster dan lain-lain.

Masing-masing metode ada kelebihan dan kekurangannya. Yang umum digemari dan sering dipakai di gereja adalah: ceramah, tanya jawab dan diskusi; jadi masih banyak yang belum dikembangkan dalam gereja. Tetapi satu prinsip yang paling penting untuk diusahakan, terutama kepada kelompok dewasa adalah adanya interaksi. Untuk ini, maka proses belajar mengajar dalam kelompok kecil penting sekali.

Sarana:

Dalam dunia yang makin canggih ini, para pendidik Kristen hendaknya tidak ketinggalan zaman dalam menggunakan semua sarana yang ada dan memungkinkan. Misalnya: mengganti papan tulis hitam menjadi hijau atau memakai white-board, bahkan ada yang magnetik, menggunakan Over Head Projector, Slides, films, kaset audio dan video serta sound-system yang baik.

Memang semuanya ini perlu biaya, tetapi mengingat pentingnya Pendidikan Kristen di Gereja, maka harus menganggarkan uangnya bukan saja untuk pembangunan fisik saja.

E. LADANG-LADANG PENDIDIKAN

Di mana saja dan kapan saja Pendidikan Kristen ini dilakukan? Jelas gereja yang sehat harus mendidik seluruh golongan dan semua taraf anggota jemaatnya, baik pria maupun wanita: orang tua jompo, dewasa tua, dewasa muda, kaum muda, remaja, anak-anak, para wanita hamil bahkan kelompok kategorial seperti, para atlit, para pengusaha, orang-orang profesional, para alumnus, para mahasiswa, para siswa, para janda, orang-orang cacat, para tahanan, pasien-pasien, dan lain-lain.

Kapan Pendidikan Kristen dilakukan?

Kita sering tergoda melakukan pendidikan menunggu adanya bentuk formal dan banyak orang. Tidak demikian dengan pendidikan Kristen yang lebih memusatkan kepada pertumbuhan pribadi orang. Pendidikan Kristen dapat dilakukan dalam bentuk formal, informal maupun nonformal. Ulangan 6:7 mengharuskan kita mengajar berulang-ulang baik di rumah maupun dalam perjalanan, yang sekarang lebih dikenal dengan istilah keren "study tour", pada waktu berbaring atau pada waktu bangun.

Paulus mengajar Timotius secara pribadi dalam kelas kehidupan seperti yang terungkap dalam II Timotius 2:2.

Dan Tuhan Yesus mengajar baik di rumah, di Bait Allah, di dalam perahu atau di atas bukit. Dengan demikian maka Pendidikan Kristen di Gereja dapat diwujudkan dalam kesempatan:

1. Konseling pribadi, entah itu dalam ruang konseling resmi atau sementara menunggu atau bahkan di dalam mobil dalam perjalanan. Dalam pengalaman kami, pendidikan cara ini tidak terasa tetapi efektif. Orang lebih santai, tidak malu untuk terbuka mengungkapkan atau menerima sesuatu. Pernah seorang anggota jemaat kami, yang selama ini "ngambek" setelah saya ajak dalam pelayanan; di dalam mobil mengakui bahwa "ngambeknya" dia adalah karena kebodohan dan kesombongannya sendiri. Pengajaran dan pengakuan semacam ini di depan kelas adalah langka.

2. Lewat kunjungan, kita bisa mendidik baik perorangan maupun keluarga dengan lebih khusus dan relevan. Dan melalui konseling dan kunjungan inilah kita sebagai guru mendapat masukan untuk isi pelajaran/kurikulum yang relevan.

3. Lewat khotbah di mimbar, meskipun dalam bentuk khotbah sepihak, berkhotbah adalah mengajar; itu sebabnya para rasul menggunakan dua istilah ini sering bergantian dan bersamaan. Jadi mimbar adalah tempat bukan saja untuk menegur, menghibur atau melawak, melainkan mengajar.

4. Pemahaman Alkitab. Sangat disayangkan dan mengherankan apabila gereja tidak ada acara Pemahaman Alkitab pada tengah minggu. Melalui P.A. ini jemaat dapat bersoal jawab dan kita bisa memberi pengajaran yang mendasar dan dalam karena cukup waktu dan bisa serial. Meskipun yang hadir tidak sebanyak hari Minggu, namun P.A. merupakan kelompok pengkaderan sekaligus. Dalam acara P.A. inilah kita bisa menggunakan berbagai metode lebih bebas.

5. Acara khusus, seperti Seminar, diskusi panel dapat kita adakan secara berkala dengan mengundang nara sumber dan pakar-pakar sesuai dengan topiknya.

6. Kemah-kemah, Refreshing Course, Retreat atau penataran yang khusus diadakan untuk golongan tertentu adalah ladang pendidikan Kristen yang efektif. Karena waktu, kurikulum dan peserta dapat kita tentukan dengan jauh-jauh waktu merencanakannya. Misalnya Kemah Keluarga atau Marriage Encounter, khusus untuk beberapa pasang suami isteri adalah efektif sekali. Tentunya acaranya bukan saja berceramah tetapi diselingi dengan dialog, rekreasi, konseling dan kegiatan lainnya.

7. Kelas Katakisasi, adalah ladang pendidikan Kristen yang bukan saja efektif, intensif dan mendasar, melainkan hasilnya akan menentukan corak/identitas gereja. Karena disinilah calon anggota gereja dipersiapkan; berbeda dengan penerimaan anggota lewat atestasi yang berbeda latar belakang doktrin maupun sistem pemerintahan gerejanya. Maka katakisasi harus ada buku pegangan tertentu dan sebaiknya ditangani langsung oleh gembala sidang.

8. Kursus Alkitab Malam atau Kursus-kursus Singkat lainnya dapat diadakan di gereja bagi anggota jemaat yang ingin mendapat perlengkapan untuk pelayanan tetapi tidak ada waktu yang begitu lama untuk study di kampus. Untuk ini bisa juga bekerjasama dengan lembaga atau Yayasan lain yang bergerak di bidang-bidang tertentu, seperti penataran guru-guru Sekolah Minggu, Pendidikan Theologia Ekstensi dan sebagainya.

9. Sekolah Minggu, mungkin ini merupakan ladang pendidikan Kristen yang paling awal dan yang secara umum dimengerti sebagai "P.A.K.", tetapi karena sudah begitu rutin dan biasanya sehingga kurang diperhatikan dan diintensifkan. Padahal kenyataan membuktikan bahwa banyak orang tua dimenangkan lewat anak-anak mereka yang ke Sekolah Minggu, Pos P.I. dan Gereja berdiri melalui Sekolah Minggu. Bahkan banyak tokoh-tokoh terkenal di kader dalam hal organisasi dan kepemimpinan lewat Sekolah Minggu.

10. Musik, Pujian dan Penyembahan, adalah wadah dan sarana ampuh dalam Pendidikan Kristen yang kita tidak boleh abaikan. Allah memakai musik, setan, malaikat, para rasul dan dunia memakai musik untuk mempengaruhi orang; mengapa kita tidak memakainya?

"dan berkata-katalah (baca mengajar) seorang kepada yang lain (dalam musik:) dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani" (Efesus 5:19).

Gereja sebaiknya mempunyai anggota staff khusus yang membidangi musik ini disamping staf yang menyediakan bahan pelajaran dan pengajar.

11. Tentunya masih banyak ladang dan kesempatan lainnya lagi yang dapat dikembangkan. Saya hanya ingin mengakhiri dengan himbauan untuk memanfaatkan sarana-sarana lain sebagai pendukung, yaitu: literatur, kaset, video bahkan komputer dalam Pendidikan Kristen.

 PENUTUP

Guru, apalagi guru Kristen, kehidupannya rata-rata sederhana dan terjepit, tidak populer. Sederhana, karena ia tidak ada waktu untuk "ngobyek" dan terjepit karena ia harus mengikis sana dan mengikis sini, tidak populer karena ia hanya dikenal oleh sekelompok kecil orang di kelasnya bertahun-tahun. Tetapi pekerjaan guru adalah penting dan mulia. Penting karena tugas guru langsung berkenaan dengan manusia yang menentukan masa depan bangsa dan dunia. Mulia karena guru itu dihormati bahkan dihormati Bapa, tentunya yang memenuhi syarat kelayakan. (Yoh. 12:26; I Tim. 5:17; Gal. 6:6). Tetapi waspadalah juga akan tanggung jawabnya (I Tim. 4:11, 16; Yak. 3:1). Nah, selamat mengajar, khususnya melalui Pendidikan Kristen di Gereja, Tuhan memberkati!

 KEPUSTAKAAN (UNTUK STUDY LEBIH LANJUT)

1. Gangel, Kenneth O. & Benson, Warren S., Christian Education: Its History & Philosophy, Moody Press, 1983.

2. Graendorf, Werner C., Introduction To Biblical Christian Education, Moody Press, 1981.

3. Hendricks, Howard, & Peterson, Gilbert A., The Christian Education Of Adults, Moody Press, 19.84.

4. Delney, Robert G., Teach As He Taught, Moody Press, 1987.

5. Shafer, Carl, - Exelence /n Teaching With Seven Laws, Baker Books House, 1985.

 RIWAYAT HIDUP

Nama: Ev. Andreas Christanday.

Lahir: Pati, 11 Mei 1944.

Pendidikan & Pelayanan:

- Th. 1963-1968: Institut Injil Indonesia, Batu Malang. (Sarjana Muda Theologia)

- Th. 1969-1970: Mengikuti Exchange Trainne Program dari Mennonites Central Committee di Amerika.

- Th. 1970: Ditahbiskan menjadi Guru Injil di GKMI Kudus.

- Th. 1972: Bersama teman-teman mendirikan Yayasan Christopherus - melayani di bidang pemberitaan Firman & musik rohani.

- Th. 1983: Sebagai evangelist di Yayasan Christopherus Smg. Pelayanan Yayasan meliputi: pengelolaan panti asuhan, sister hood, audio-visual, sekolah musik & pendidikan Theologia ekstensi.

- Pernah menjabat:

- Ketua Yayasan Pengutusan Injil & Pelayanan Kasih (PIPKA).

- Ketua Departemen Kesaksian.

- Ketua Komisi kesenian & wakil sinode dalam Christians Conference of Asia.

- Menjadi Care taker di GKMI Semarang (1 tahun)

- Dosen di Lembaga Pendidikan Theologia Abdiel Ungaran (2 tahun)

- Th. 1986: Melanjutkan study di III, Batu, jurusan Pendidikan Kristen & di wisuda tahun 1988. (Sarjana Theologia)

- Th. 1987: Gembala Sidang konsulen di GKMI cabang tanah Mas.



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA