Dalam tiga dekade terakhir ini kita menyaksikan terjadinya perkembangan menarik dalam Kekristenan. Gerakan Karismatik berkembang dengan pesat di seluruh dunia melanda terutama kota-kota besar tetapi juga sampai ke pelosok-pelosok. Di satu pihak seolah-olah Gerakan Karismatik ini mampu membangkitkan angin segar pembaruan dalam penghayatan hidup Kekristenan banyak orang. Bangkitnya kembali gairah bersekutu dan keterbukaan pada hal-hal adikodrati secara nyata berhasil menciptakan semangat oikumenis dengan merangkul siapa saja ke dalam pengalaman Karismatik yang sama.
Di pihak lain, banyak orang Kristen dibingungkan. Ada hal-hal diajarkan dan ditandaskan Gerakan Karismatik yang lain dari yang tradisional dihayati kebanyakan gereja. Hal-hal seperti tata liturgis yang sangat bebas, gairah pencarian karunia-karunia secara berapi-api, dan penekanan beberapa karunia tertentu (seperti bahasa lidah, nubuat, penglihatan, kesembuhan, dsb.) dijadikan suatu keharusan sebagai bukti kedewasaan iman. Ini menimbulkan masalah besar bagi penghayatan kebanyakan warga gereja. Akibatnya jelas, selain dampak penyegaran dan penyatuan yang seolah-olah dibawa oleh Gerakan Karismatik, juga terjadi dampak polarisasi pro kontra dan kebingungan doktrin.
Jelas ini perlu jawaban. Tulisan ini adalah semacam eksposisi dari I Korintus 12-14. Sudah bukan rahasia lagi bahwa bagian Alkitab inilah yang paling banyak dijadikan dasar pemahaman dan praktek yang dihayati Gerakan Karismatik. Semoga dengan menggali bagian ini dengan cermat, kita boleh menemukan petunjuk bagaimana seharusnya memahami isu ini.
Jemaat Korintus bukanlah jemaat ideal seperti Efesus atau Filipi. Justru jemaat ini banyak mengecewakan Paulus. Berbagai dosa ada di dalamnya (perpecahan, perzinahan, menuntut sesama Kristen di pengadilan, dsb.). Hampir semua masalah yang timbul dalam jemaat Korintus berhubungan langsung dengan latar belakang kehidupan kota Korintus. Perzinahan, yang dilakukan beberapa warga jemaat, jelas masih berhubungan dengan perzinahan sakral yang dipromosikan para pelacur kuil penyembahan Venus. Demikian pula keasyikan mencari berbagai karunia masih berhubungan dengan gairah menyombongkan diri dari warga kota yang mementingkan hikmat itu.
Paulus ingin agar jemaat mengetahui kebenarannya (1). Sebab bisa terjadi bahwa apa yang mereka hayati seolah-olah pengalaman, Kristen, namun di baliknya terjadi semacam sinkretisme. Bukankah gejala saja bukan jaminan bahwa hal itu pasti benar? Sampai sekarang pun kita tahu bahwa "gejala-gejala adi kodrati" seperti trance berbahasa asing, mujizat dsb. bisa pula dibuat oleh para dukun dalam penghayatan iman yang berbeda dari orang Kristen.
Bagaimana kita menilai suatu pengalaman rohani, benar atau salah? Dari sumbernya, bukan dari gejalanya! Juga dari hasilnya dan bukan semata dari pengalaman itu sendiri. Pertama, Paulus membedah tajam bahwa semua gejala adikodrati yang bisa diberi oleh berbagai sistem penyembahan non-Kristen pada dasarnya adalah berasal dari Iblis. Bagaimana mungkin berhala yang bisu, alias mati, dapat "menarik" orang sehingga "tanpa berpikir" mereka diikat oleh kepercayaan sia-sia itu. Jelas, iblislah yang menipu dan menggelapkannya dengan berbagai gejala serba meyakinkan! Kedua, karya utama Roh Kudus ialah memuliakan Yesus. Mengakui Yesus untuk jemaat abad pertama jauh berbeda dari kita sekarang. Mengaku Yesus adalah Tuhan berarti merisikokan hidup. Maka bukan sekedar ucapan bibir yang disinggung Paulus di sini, tetapi sikap iman yang bulat, ketahanan menderita, kesediaan menjalani konsekuensi kemuridan kita.
Dari ayat 3 ini sebenarnya dapat kita simpulkan apa peran utama Roh Kudus dalam gereja dan orang beriman. Dialah yang bekerja menempelak hati kita dan menyatakan kebenaran Injil Yesus Kristus, sampai kita beriman dan mengakui Yesus sebagai Tuhan. Dia pula yang terus bekerja dalam hati kita sampai kita terus mempertuhan Kristus dalam hidup kemuridan kita. Maka jelas Roh Kudus menunjuk, meneruskan dan meneguhkan karya Kristus dalam kehidupan orang beriman. Roh Kudus bukan membuat suatu karya baru yang lepas dari Kristus.
Sebenarnya seluruh penjelasan Paulus dalam pasal 12, 13, 14 surat I Korintus ini adalah pembeberan aspek-aspek peran Roh Kudus yang memuliakan Kristus. Dalam pasal 12, Kristus dimuliakan Roh Kudus dalam persatuan dan keberbagaian gereja. Dalam pasal 13, dalam kasih dan perangai Kristus terwujud dalam kehidupan orang beriman. Dalam pasal 14, melalui pelaksanaan karunia-karunia Roh sesuai tujuan pembangunan kehidupan bergereja.
Sebenarnya kurang tepat mengatakan bahwa karunia-karunia itu adalah hanya berasal dari Roh Kudus. Asal karunia-karunia Roh adalah dari Allah Tritunggal (satu Roh - ay. 4; satu Tuhan - ay. 4 dan satu Allah - ay. 6). Bila demikian, jelas pulalah bagaimana seharusnya kita menghayati karunia-karunia Roh itu. Seperti halnya asal karunia-karunia itu dari Allah Tritunggal, demikian pula seharusnya sifat Tritunggal Allah itu dihayati dalam praktek karunia-karunia Roh. Jelasnya, karunia-karunia Roh dalam jemaat seharusnya menyebabkan jemaat esa dalam keberbagaian. Allah itu Esa, namun ada dalam Tiga Oknum, Demikian juga Gereja adalah Tubuh Kristus, esa, namun kaya dalam keberbagaian karunia. Karena itu, tujuan akhir dan semangat dasar dari pencarian dan pelaksanaan karunia-karunia adalah "untuk kepentingan bersama" (I Kor. 12:7).
Paulus menggunakan empat istilah untuk menyingkapkan hakekat karunia-karunia Roh. Karunia-karunia Roh, pertama sekali harus dilihat sebagai karunia, bukan sebagai kebolehan pribadi yang dapat dijadikan alasan untuk menonjolkan diri. Allah, Pemberi karunia itulah yang harus diagungkan, dibanggakan dan dimuliakan. Kedua, karunia adalah pelayanan. Pemberian karunia bukan dengan fokus kepentingan si penerima karunia. Karunia diberikan dengan fokus kepentingan orang lain. Penerima karunia adalah alat penyalur berkat Allah kepada orang lain, Ketiga, karunia adalah perbuatan ajaib. Keajaiban Allahlah yang menyebabkan pelayanan kita menghasilkan buah Injil, perubahan hidup, dlsb. Dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan ajaib ini, tidak selalu Allah akan membangkitkan kemampuan-kemampuan baru dan mem-by-pass kemampuan-kemampuan alami kita. Bisa juga Allah memberi efektivitas baru, mutu dan dampak baru pada kapasitas natural kita yang notabene dari Dia juga asalnya. Keempat, karunia-karunia Roh adalah "penyataan" Roh yang dalam kebersamaan menyebabkan kita lebih jelas menghayati realita Allah dan kemuliaan-Nya.
Ada sembilan jenis karunia Roh disinggung Paulus dalam 1 Kor 12:8-11. Kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, iman, karunia untuk menyembuhkan, kuasa mengadakan mujizat, nubuat, membedakan macam-macam roh, bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh. Untuk sementara kita hanya akan menyoroti 6 karunia saja. Tiga lainnya kita tunda sampai pembahasan tentang masing-masingnya lebih diteropong Paulus dalam pasal 14.
1. Karunia kata-kata hikmat. Contoh paling jelas tentang karunia jenis ini kita saksikan pada Salomo ketika menyelesaikan kasus perebutan bayi. Juga pada Yesus ketika dipojokkan orang Farisi dalam kasus perempuan yang tertangkap berzinah. Karunia ini rupanya diberi Tuhan sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan.
2. Karunia kata-kata pengetahuan. Ketika Petrus menghadapi kasus Ananias, tiba-tiba dia mendapatkan karunia berkata-kata dengan pengetahuan itu. Karunia ini sering muncul dalam konteks khotbah atau konseling, tatkala Tuhan memberikan karunia sehingga kata-kata kita mengandung pengetahuan tentang keadaan dan kebutuhan pendengar kita.
3. Karunia iman. Yang dimaksud di sini bukan karunia iman yang dimiliki setiap orang beriman sebagai syarat keselamatannya. Bukan pula optimisme seperti yang banyak dianut orang masa kini. Karunia ini adalah kemampuan untuk melihat janji dan rencana Allah dalam suatu situasi tertentu. Karunia ini bisa berhubungan dengan dua karunia berikutnya (kesembuhan dan mujizat) seperti yang ditunjukkan dalam I Kor. 13:2b. Kisah pelayanan George Muller menunjukkan bahwa dia dikaruniai iman untuk hal-hal yang dibutuhkannya dalam pelayanannya. kita harus hati-hati terhadap buku-buku semacam yang ditulis oleh Cho Yonggi. Sebab dikesankan seolah-olah siapa Baja boleh memiliki iman untuk meminta dan mendapatkan apa Baja yang dia inginkan. Karunia iman adalah karunia. Maka tidak semua orang memilikinya. Permohonan doa adalah permohonan, maka tidak boleh dijalani seolah mendikte dan menggurui Tuhan!
4. Karunia untuk menyembuhkan. Baik karunia maupun penyembuhan, keduanya ditulis dalam bentuk jamak, maka lebih tepat bila disebut "karunia-karunia berbagai jenis penyembuhan". Bila demikian bisa diartikan bahwa ada berbagai kesembuhan bisa terjadi atas berbagai sakit atau gangguan, bisa kesembuhan fisik, jiwa, sosial, dlsb. Tuhan Yesus pun beberapa kali melakukan penyembuhan berdampak multi aspek. Misalnya, ketika menyembuhkan orang kusta, Dia menyembuhkan dulu mentalnya dengan menyentuh si kusta, lalu fisiknya dengan ucapan-Nya, dan akhirnya sosialnya dengan menyuruhnya pergi meminta peneguhan imam. Di pihak lain ada berbagai karunia untuk penyembuhan. Maka tidak boleh kita menutup kemungkinan bagi penyembuhan dengan kuasa Ilahi dengan hanya menekankan proses penyembuhan medis. Juga tidak boleh kita merendahkan proses penyembuhan medis dengan hanya menekankan kesembuhan Ilahi.
5. Kuasa untuk mengadakan mujizat. Kuasa dan mujizat keduanya berakar pada kata-kata yang menampung makna kuasa (energemata dynameon). Penekanan ganda ini menunjuk kepada kuasa adikuasa yang dibutuhkan untuk menundukkan kuasa-kuasa besar yang melampaui kekuatan manusia, yaitu kuasa untuk mengusir setan.
6. Karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Melihat mungkinnya terjadi suatu gejala mujizat atau suatu pengajaran tidak berasal dari Tuhan, diperlukan karunia yang memampukan orang untuk membedakan siapa sumber sebenarnya.
Semua karunia ini jelas perlu, sebab diberi Tuhan untuk kepentingan pembangunan jemaat dan perluasan Injil Yesus Kristus. Tetapi dapatkah atau haruskah tiap orang menerima karunia yang sama seperti yang diinginkannya? Pada kalangan Karismatik sering diajarkan bahwa apabila kita telah dibaptis Roh Kudus, maka semua karunia yang memang berasal dari Roh Kudus, seharusnya ada dan dapat dimiliki oleh orang bersangkutan. Ayat 11 menolak pandangan ini. Memang semua karunia tadi dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama. Tetapi tiap-tiap (lawan dari kata semua) diberikan karunia secara khusus seperti yang dikehendaki-Nya. Spesialisasi atau kekhususan masing-masing dalam rencana Allah dan kedaulatan Roh dalam memberi karunia tidak memungkinkan kita memiliki semua karunia secara pukul rata. Pembicaraan berikut akan memperjelas ajaran Paulus ini.
Kesatuan Kristen adalah salah satu mujizat terbesar yang Allah buat dalam dunia ini setiap hari! Tidak peduli dari latar belakang agama (Yahudi dan non-Yahudi) dan sosial (merdeka dan budak) macam apa pun kita berasal, kita adalah satu. Satu tubuh dikarenakan satu Tuhan dan satu Roh. Keesaan gereja yang bersumber pada ke-Esa-an Allah ini lebih jelas dibeberkan dalam Efesus 4:4-6. Satu Tuhan, satu Roh dan satu Bapa, sumber dari kesatuan penghayatan Kristen kita; satu panggilan, satu iman, satu baptisan dan satu pengharapan. Kesatuan itu dihayati Kristen melalui dua pengalaman yaitu baptisan dan perjamuan kudus. Baptisan Roh karena itu, bukan pengalaman kedua seperti yang diajarkan Gerakan Karismatik, tetapi pengalaman dasar kekristenan kita. Itulah baptisan Roh yang menjadikan seseorang bagian dari Tubuh Kristus. Di Efesus karya Roh Kudus ini dijelaskan dengan dua aspek yaitu: meterai Roh dan jaminan Roh. Bagaimana pun kita mengartikan keduanya, jelas keduanya berhubungan dengan peristiwa keselamatan kita di dalam Kristus.
Kalau diperhatikan baik-baik bagian ini ditandai oleh silih ganti permainan kata antara satu dan banyak. Keduanya harus dihayati selaras, bila tidak akan timbul bahaya. Pertama "inferioritas" rohani menyebabkan seseorang memisahkan diri dari tubuh Kristus karena menjadikan keadaan rohani orang lain menjadi ukuran bagi dirinya. Kedua, "superioritas" rohani menyebabkan sementara pihak menjadikan dirinya ukuran bagi pengalaman dan keadaan rohani orang lain dan meremehkan mereka. Keduanya tidak benar. Keduanya akan menghancurkan kesatuan Kristen kita. Dalam kasus pertama (15-20) terjadi kecenderungan untuk merubah kesatuan menjadi keseragaman. Akibatnya, hilanglah fungsi keseluruhan tubuh Kristus. Dalam kasus kedua terjadi kecenderungan perpecahan. Dalam tubuh kita ketahui bahwa organ yang bertumbuh melampaui batas menjadi tumor atau daging lebih yang merusak dan mengancam kehidupan kebersamaan.
Dari pembicaraan tentang karunia-karunia, Paulus pindah ke soal jabatan-jabatan. Rasul ialah saksi mate kebangkitan Kristus, penerima wahyu. Nabi ialah mulut Allah, penerima wahyu. Keduanya merupakan jabatan yang disebut Paulus sebagai "fondasi" gereja (Efs. 2:20). Dalam arti lebih luas, rasul dapat diartikan sebagai perintis dalam pekerjaan misi dan nabi ialah penyampai kata-kata yang "membangun, menasihati dan menghibur" (1 Kor 14:3). Pengajar dalam Efesus 4:11, dikaitkan dengan gembala-gembala. Dalam terang Matius 28:18-20 seharusnya penginjilan, penggembalaan, dan pengajaran dilihat dalam satu garis sinambung. Ada pula mereka yang dikaruniai jabatan melayani, yaitu mengurus soal-soal praktis dalam pelayanan. Pekerjaan Tuhan dapat berjalan dengan baik bila diatur oleh orang yang memimpin.
Dari pembahasan sejauh ini jelaslah bahwa karunia-karunia yang kita terima dari Allah berbeda pada masing-masing individu. Keberbagaian itu terpulang pada kedaulatan Allah dan pada kekhususan masing-masing kita dalam rencana-Nya. Dua hal ini menyebabkan tubuh Kristus dapat berfungsi penuh. Tanpa adanya perbedaan karunia dan fungsi pelayanan, tidak mungkin terjadi keesaan yang harmonis, kreatif, indah, dan kaya.
Pasal 13 seolah sisipan di antara I Korintus pasal 12 dan 14. Tetapi justru sebenarnya pasal ini ialah kunci untuk kita mengerti kedua pasal lainnya itu. I Kor. 12:31 seharusnya dibaca dalam konteks I Kor. 13, demikian pula I Kor. 14:1.
Jelas-jelas dalam pasal 13 ini Paulus "meremehkan" semua karunia yang ditonjol-tonjolkan orang Korintus, bila tidak disemangati oleh karunia yang utama yaitu kasih. Bila tidak ada kasih, apa akibatnya?
Pertama, semua karunia-karunia bahasa roh yang serba canggih itu menjadi sekedar gong dan canang yang mengganggu. (Para penyembah berhala di Korintus kemungkinan menggunakan kedua alat ini untuk menarik para pemuja berhala menyembah di kuil-kuil mereka). Kedua, segala karunia nubuat, rahasia, pengetahuan dan iman, menjadi sia-sia atau tak bernilai. Ketiga, semua pengorbanan dan perbuatan baik hanya show yang mementingkan penonjolan diri belaka.
Kasih yang dibicarakan Paulus di sini tidak diuraikan dalam bentuk definisi tetapi dalam bentuk aksi. Kita perlu mengingatkan diri kita terus bahwa Kekristenan harus dihayati secara konkrit dan praktis. Apa yang kita pelajari dari uraian Paulus tentang kasih? Pertama, kasih Kristen adalah kasih yang beraksi dalam hubungan-hubungan nyata: sabar dan murah hati. Kedua, kasih adalah lawan dari sifat-sifat. buruk kita. Kasihlah yang menyebabkan kita tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ketiga, kasih mampu membuat kita mengatasi diri dalam menghadapi sifat-sifat buruk orang lain. Kasih membuat kita tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak sukacita dalam ketidakadilan tetapi dalam kebenaran. Akhirnya sifat kasih itu kekal. Ia tidak dikalahkan oleh keadaan tetapi justru mengatasinya. Ia menutupi (bukan menutup-nutupi) segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu, tidak berkesudahan.
Jelaslah bahwa yang Paulus maksud bukan kategori kasih manusia tetapi kasih Allah. Kasih melampaui tiga karunia yang diunggul-unggulkan orang Korintus: nubuat, bahasa lidah dan pengetahuan. Paulus menantang orang Korintus untuk menjadi dewasa. Orang yang masih kanak-kanak secara rohani akan bertindak pula seperti seorang anak kecil, bertengkar, pecah, berebut karunia-karunia roh dsb. Orang yang dewasa imannya akan meninggalkan sifat-sifat demikian.
Di kalangan penafsir ada dua pendapat berbeda tentang nubuat. Yang pertama mengartikan nubuat sebagai uraian Firman atau khotbah. Artinya, karunia ini kini diberikan pada para pengkhotbah. Kedua, mengartikan karunia nubuat sebagai kata-kata yang membeberkan rahasia-rahasia kehidupan dan masa depan seseorang. Artinya semacam kemampuan meramal.
Tafsiran pertama agak sulit diterima sebab Paulus menganjurkan supaya sebanyak orang memiliki karunia nubuat. Bila nasehat ini benar-benar dipraktekkan, dalam satu pertemuan semua orang berkhotbah, apa yang terjadi? Kekacauan! Tafsiran kedua pun sulit diterima. Sebabnya, dalam PL dan PB sedikit petunjuk bahwa nubuat ditujukan untuk masalah-masalah pribadi. Semua nubuat adalah menyangkut bangsa (Israel) dan Mesias. Sebab kedua, kanon Alkitab sudah selesai. Allah menginginkan supaya anak-anak-Nya menggumuli masalah-masalah kehidupannya sehari-hari dalam prinsip pemahaman Alkitab yang dipelajarinya. Allah ingin agar masalah-masalah kita diputuskan sendiri dengan akal yang diterangi Firman.
Ada dua petunjuk dapat kita gunakan untuk menafsir arti nubuat di sini. Pertama tujuan nubuat (1 Kor 14:3) ialah untuk membangun, menasihati, dan menghibur. Demikianlah sifat isi nubuat yang Paulus maksudkan. Kedua, kemungkinan disampaikan dalam konteks jemaat atau persekutuan rumah tangga (I Kor. 16:19).
Bagaimanakah karunia nubuat ini dapat kita miliki, bila Paulus menganjurkan agar kita berusaha memperolehnya? Yesaya 50:4-6 memberi kita petunjuk bahwa faedah kenabian terjadi bila orang bersangkutan mendisiplin diri "mendengar Firman Tuhan" tiap hari. A.W. Tozer pernah memberi nasehat berikut: "Dengarkanlah orang yang mendengarkan Allah." Jelas dari sini bahwa karunia nubuat ini sulit dipahami sebagai ramalan atau kemampuan-kemampuan untuk membeberkan rahasia orang dsb. Karunia ini adalah penyampaian nasehat-nasehat Firman Tuhan kepada jemaat dengan dampak membangun, menasehati, dan menghibur. Yang pertama menunjuk pada dampak pembangunan kehidupan jemaat. Jelas tidak ada tempat bagi nubuat-nubuat privat. Yang kedua menunjuk pada fungsi supervisi seperti yang dilakukan Roh Kudus (istilah yang digunakan ialah paraklesis dekat dengan parakletos = Roh Penghibur). Yang ketiga membawa dampak peredaan ketakutan atau menenangkan orang yang sedang dalam tekanan hidup.
Kebanyakan Gerakan Karismatik menunjuk pada 1 Kor. 14:2-3 untuk menganjurkan orang mencari karunia bahasa roh. Keliru sekali! Bila dua ayat ini dibaca dalam semangat utama seluruh 1 Kor 12 s/d 13 ini, jelas ayat-ayat ini dimaksudkan sebagai ironi, bukan sebagai anjuran positif. Jelas-jelas bahwa karunia diberikan Tuhan demi kepentingan bersama (I Kor. 12:7), untuk melayani orang lain. Bagaimana mungkin ada karunia diberikan Tuhan untuk kepentingan orang itu sendiri, demi kebanggaan diri dan pengalaman rohaninya? Jelas pula Paulus menilai bahwa berbahasa lidah adalah kesia-siaan (I Kor. 13:1; 14:6-12). Itu sebabnya Paulus membatasi! Hanya diperbolehkan berkarunia lidah, bila ada tafsirannya. Berarti, bila tidak ada tafsirannya, semua bahasa lidah harus dihentikan dalam pertemuan mereka. Kedua, ada batas maksimalnya: dua, paling banyak tiga orang (I Kor. 14:27).
Lalu apakah yang diartikan Paulus dengan bahasa roh dalam I Korintus ini? Samakah dengan bahasa asing dalam Kisah Rasul 2? Rupanya beda. Sebab di Kisah Rasul mereka tidak memerlukan penerjemah, langsung dimengerti.
Dalam I Korintus 14 ada dua petunjuk untuk mengerti bahasa roh ini. Bahasa roh yang dimaksudkan Paulus dalam konteks jemaat Korintus ialah berhubungan dengan doa atau dengan pengucapan syukur (ay. 14, 16). Kalau begitu dapat pula kita tafsirkan bahwa karunia menafsirkan bahasa roh tidak sama prosesnya dengan menafsir arti dari satu bahasa ke bahasa lain. Lebih tepat diartikan bahwa menerjemahkan bahasa roh di sini adalah menyampaikan respon Allah terhadap yang diutarakan orang dengan bahasa rohnya. Itu sebabnya terjemahan itu dapat menguatkan hati jemaat. Sebab bila menerjemahkan permohonan dan pergumulan batin seseorang, bagaimana mungkin terjadi penguatan dan penghiburan?
Samakah bahasa roh yang dipraktekkan jemaat Korintus dengan yang digembar-gemborkan orang kini? Rupa-rupanya tidak. Suatu bahasa, bagaimana pun asingnya untuk kita, tetap berbunyi sebagai bahasa, bukan sekedar pengulangan-pengulangan suku kata. Bila kita ikuti kebaktian-kebaktian Karismatik masa kini, yang kita dengar adalah bunyi-bunyi yang tidak jelas, yang diulang-ulang tanpa kontrol.
Dalam bagian ini jelas pula bahwa Paulus mengunggulkan karunia nubuat sambil di lain pihak membatasi karunia bahasa roh. Paulus menunjuk pada tiga kekurangan bahasa roh. Pertama, bahasa roh kurang dalam kejelasan, karena itu kurang bermakna (6-11, 16-17, 23). Bahkan untuk si pembicara sendiri apa yang diucapkannya itu tidak jelas. Karena itu penggunaannya di tengah jemaat harus dibatasi. Batas pertama ialah harus ada terjemahannya. Batas kedua, bila ada terjemahannya, hanya boleh dibawakan paling banyak dua atau tiga orang saja. Kekurangan kedua ialah dalam keutuhan diri orang bersangkutan (13-17, 19-21). Tegasnya yang berdoa dengan bahasa roh membuat akalnya tidak berfungsi. Padahal ciri doa Kristen beda dari doa-doa agama kafir yang rnengalami trance, ekstase dsb. Ciri doa Kristen ialah berjaga-jaga dan jelas mendoakan obyek doanya (Contoh lihat Efesus 6:18-20; Dalam bagian ini Paulus mengaitkan berdoa dalam Roh dengan soal berjaga-jaga dan secara jelas mendoakan dia dengan pokok-pokok permintaan yang jelas pula). Itu sebabnya Paulus ingin agar berdoa dalam bahasa roh dan dalam akal, supaya terjadi keseimbangan dan keutuhan diri. Paulus ingin agar semua orang Kristen dewasa dalam pemikiran (20). Tekanan ini dikonfirmasikan jelas dalam Roma 12:2 dan Matius 22:37. Dalam hal ini tekanan berbahasa lidah dalam Gerakan Karismatik sering seirama dengan tekanan anti intelektual dalam filsafat-filsafat masa kini. Kekristenan tidak meremehkan akal, tetapi menaklukkan dan mengisi akal dengan prinsip iman. Kekurangan ketiga ialah dampaknya yang negatif pada orang bukan Kristen (16-17, 21-25). Dalam hal ini bahasa lidah menjadi tanda bagi yang tidak beriman. Artinya, bila orang belum beriman menghadiri kebaktian yang diwarnai dominan oleh bahasa lidah, mereka akan dibuat menjadi makin tidak beriman. Mengapa? Karena pada intinya yang mereka temui tidak ada bedanya dari yang mereka sudah alami dalam agama-agama kafir mereka sebelumnya.
I Korintus 12-14 jelas dimaksudkan Paulus sebagai batasan terhadap jemaat yang telah menyalahgunakan praktek-praktek karunia-karunia Roh. Pada masa kini kita harus hati-hati terhadap dua ekstrim yang sama mendukakan hati Roh. Bahaya pertama ialah terlalu terbuka bagi segala macam advontur rohani, sampai jatuh kepada kekacauan, perpecahan, peniruan, sugesti bahkan tipuan iblis. Bahaya kedua ialah tertutup pada pekerjaan Roh Kudus, sampai gereja menjadi seperti ban kehabisan "pneuma" (dalam bahasa Yunani dan Ibrani roh bisa juga berarti angin), sehingga tidak lagi berdampak dalam dunia ini.
Karena itu, para pimpinan gereja perlu banyak meneliti bagian-bagian Firman yang mengajarkan tentang Roh Kudus, peran dan karya-Nya dalam jemaat, dan menjelaskannya kepada warganya. Tidak semua Gerakan Karismatik salah dan sesat. Namun demikian, kebanyakan Gerakan Karismatik menekankan pentingnya pengalaman melampaui pentingnya doktrin. Hampir semua Gerakan Karismatik memiliki kecenderungan menafsirkan Alkitab dalam terang pengalamannya atau menjadikan Alkitab dukungan bagi pengalaman. Gejala ini sebenarnya senada dengan gejala filsafat eksistensialisme dan pragmatisme. Pada intinya, semua gerakan yang enggan menaklukkan diri pada wibawa Alkitab akan berakhir pada kesesatan. Karena itu, kita perlu menolong mereka yang mementingkan karismata agar berhati-hati dan sungguh-sungguh melandaskan pemahaman dan praktek kehidupan mereka atas kebenaran Alkitab yang dipahami secara benar dan cermat.
Lulus pendidikan theologia pada tahun 1975 dari Institut Injil Indonesia, Batu Malang dan tahun 1985 dari SAAT, program Jakarta. Tahun 1977 melayani di Perkantas dan OMF bagian penerbitan. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1983 menjadi staff literatur & staff pelayanan mahasiswa di Perkantas Jakarta. Tahun 1983 sampai dengan sekarang adalah Pemimpin Umum Persekutuan Pembaca Alkitab. Banyak terlibat dalam khotbah; khotbah eksposisi, pembinaan doktrin dan ketrampilan.
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi