Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 14 No. 1 Tahun 1999 >  MENYIKAPI KEKERASAN YANG DILAKUKAN NEGARA > 
III. AGAMA DAN KEKERASAN 

Di atas telah disinggung bahwa penghayatan religius bisa memotivasi perlawanan rakyat terhadap penguasa lalim. Kenapa agama yang pada dasarnya mempromosikan welas asih bisa berdampingan dengan kekerasan?37

Dalam, prakteknya, agama tidak otomatis melahirkan kedamaian. Ada agama yang terlembaga sedemikian rupa sehingga sudah dijinakkan oleh pemerintah dan perannya cuma menjadi stempel untuk membenarkan kebijakan-kebijakan pemerintah dengan segala pelanggaran HAM-nya. Peran agama yang mendukung penindasan dan ketidakadilan tentu saja mendapat protes dari pemeluk agama yang tidak menerima kalau agama dihayati sebagai candu masyarakat, yang membuat orang terasing dari kehidupan nyata. Mereka ingin agar agama sesuai dengan cita-cita luhurnya berperan dalam mengangkat harkat kemanusiaan yang terpuruk oleh ketidakadilan. Maka dalam kalangan umat Kristiani ada teologi pembebasan (Amerika Latin, suku Dalit di India, orang Kristen Palestina).

Contoh yang menarik adalah dalam rapat pertama dari Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum yang dicurigai banyak kalangan sebagai Bakorstanas dalam bentuk lain. Pada rapat itu dibahas tentang perlunya Ratih. Dewan ini beranggotakan antara lain semua unsur agama di Indonesia, kecuali Katolik. Tadinya Konferensi Wali gereja Indonesia dimasukkan begitu saja oleh pemerintah, namun lembaga itu segera bersikap dan menarik diri dari keanggotaan (Komisi Nasional HAM juga). Dalam hal ini, sikap KWI adalah cukup bijaksana karena ternyata Dewan ini sangat berkepentingan dengan Ratih yang penerimaannya oleh masyarakat masih sangat kontroversial. Betul bahwa gereja tidak boleh memihak salah satu partai politik dan ia juga tidak boleh masa bodoh dengan kehidupan politik. Namun apakah betul gereja akan memberikan sumbangsihnya yang positif dan maksimal dengan berada dalam lingkaran kekuasaan?

Sekarang kita sudah melihat bahaya dari penggunaan simbol-simbol agama dalam upaya menggolkan tujuan politik perorangan maupun kelompok. Pada gilirannya ini akan mengancam persatuan bangsa, minimal integrasi bangsa secara internal. Betapa mengerikannya pertikaian di Ambon yang sudah merembet kepada masalah SARA. Dalam keadaan demikian, orang takut pada orang lain dan jalan pintasnya, kembali kepada kelompok agamanya masing-masing. Namun efeknya, orang yang ada di luar kelompoknya dimusuhi.

Melihat tesis Camara tentang spiral kekerasan, umat Kristiani kiranya perlu mempertimbangkan jalan damai yang tidak sama sekali menafikan kekerasan, karena realitas dunia berdosa tetap membutuhkan pedang penguasa yang sah untuk menindak kejahatan. Sikap Kristiani untuk menolak kekerasan dalam keadaan biasa bersumber pada kesadaran akan luhurnya martabat manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, sehingga ia tidak boleh diinjak-injak oleh tirani massa atau kekuasaan.

Sadar akan keluhuran martabat manusia memunculkan kasih yang tulus kepada sesama. Kasih seperti ini tidak keluar dari kelemahan dan ketakutan, tapi dari kekuatan kebenaran. Kasih seperti ini mampu meredam kebencian dengan kebaikan. Sekarang di Indonesia, orang semakin lemah untuk menghayati dan menghargai kemajemukan dalam bermasyarakat dan berbangsa. Perbedaan agama bisa menjadi hal yang serius. Lihat eksodus besar-besaran dari Ambon. Padahal sejarah telah mencatat bahwa pertikaian antarkelompok yang didasari oleh perbedaan agama dalam masyarakat paling berpotensi untuk memecah belah bangsa, bahkan bangsa tersebut bisa masuk ke dalam jurang kehancuran yang sangat mengenaskan seperti Bosnia.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA