Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 14 No. 1 Tahun 1999 >  EKONOMI KERAKYATAN MENURUT KITAB AMSAL > 
LATAR BELAKANG SOSIAL EKONOMI ISRAEL PADA MASA SEBELUM DAN SESUDAH ABAD KE-8 SM 

Walaupun peredaksian terakhir kitab Amsal berlaku pada sekitar abad ke-5 hingga ke-3 SM, materi pendidikan pada kitab ini ada yang berasal dari masa sebelum Kerajaan (abad ke-13 SM), tetapi penulisan, pengumpulan, dan pengeditan besar-besaran atas materi ini baru dilakukan pada abad ke-8 SM. Lagi pula materi pada kitab Amsal yang paling banyak memberikan bahasan mengenai ekonomi kerakyatan adalah bagian yang berasal dari masa ini. Oleh karena itu pembahasan tentang latar belakang sosial ekonomi Israel akan diberikan berdasarkan masa pada sekitar abad ke-8 SM.

Ketika orang Israel hidup dalam periode semi nomadik pada abad ke 13 SM, sangatlah diutamakan kesatuan dari setiap anggota masyarakat. Kesatuan ini berorientasi pada kepala keluarga, didasarkan kepada pengakuan bahwa harta milik adalah kepunyaan bersama, dan diperoleh melalui perjuangan bersama (dalam peperangan?) yang sebenarnya merupakan berkat Tuhan.22 Dalam masyarakat yang seperti ini tentulah masalah kemiskinan bukan masalah ketidakadilan sosial, tetapi masalah prestasi pribadi, dan tidak ada penekanan dilakukan oleh si kaya terhadap si miskin. Kehidupan semi nomadik ini kemudian beralih kepada kehidupan persekutuan suku yang nilai kesatuannya menjadi pudar, karena persekutuan ini tidak Lagi berorientasi pada kepala keluarga tetapi pada kelompok per daerah dan kota-kota kecil, sesuai dengan apa yang diterima dalam pembagian atas tanah Kanaan. Dalam masyarakat ini mulai timbul persaingan yang individualistis. Kemiskinan yang pada mulanya bersifat kebetulan (misalnya karena kebetulan mendapat tanah yang kurang subur), dilanjutkan oleh faktor lain (seperti modal yang kurang), keadaan ini menghasilkan garis pemisah yang cukup tajam di antara golongan miskin dan golongan kaya.23

Munculnya kemiskinan oleh ketidakadilan sosial dimulai pada masa Kerajaan karena adanya garis kebijakan yang nasionalis dan centralis. Garis kebijakan ini memunculkan orang-orang pusat yang menjadi penguasa, sekaligus pengusaha bagi perusahaan-perusahaan yang disentralisir. Olehnya golongan pusat bertambah lama bertambah kuat, sedangkan rakyat jelata bertambah lemah. Sebagai akibatnya tentulah jurang pemisah antara golongan kaya dan miskin bertambah dalam. Pada masa pertengahan pertama abad ke-8 SM, Kerajaan Israel Utara dan Selatan mengalami perubahan-perubahan yang begitu dramatis sehingga kedua kerajaan ini berada pada puncak kekuasaan dan kekayaan.24 Dengan kekuasaan dan kekayaannya kedua kerajaan ini memajukan perdagangan internasional dengan Fenisia dan Arabia Selatan. Tetapi perdagangan internasional ini rupa-rupanya hanya menguntungkan golongan "elit" yang mampu mempengaruhi penguasa negara sehingga mereka menggunakan kuasa mereka untuk menindas rakyat jelata demi kepentingan golongan minoritas tersebut. Dengan penindasan ini rakyat jelata bertambah miskin karena golongan "elit" ini bertambah kaya. Rakyat jelata sampai begitu miskin dan lemah sehingga tidak mungkin mampu melepaskan dirinya sendiri dari penindasan dari kemiskinan. Mereka dianggap hina, tak mempunyai hak yang sama dengan golongan "elit", bahkan sah-sah saja bila diperas.25

Pada masa pertengahan kedua dari abad ke-8 SM, kejahatan dan ketidakadilan sosial semakin menjadi jadi dalam kedua kerajaan ini. Dalam kedua kerajaan ini muncul komplotan-komplotan yang saling bertentangan dan menghancurkan kesatuan yang sudah sangat rapuh. Undang-undang dan peraturan-peraturan formal tidak lagi berwibawa. Kehidupan dan kekayaan tidak lagi aman.26 Kedua kerajaan ini menjadi amat lemah, siap untuk dihancurkan oleh bangsa asing, yaitu Asyur dan Babilonia. Dan kehancuran itu memang terjadi.



TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA