Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 2 Tahun 1998 >  MENGKAJI IKLAN DARI SUDUT ETIKA > 
V. SIKAP PRO DAN KONTRA 

Masalah etika iklan, termasuk etika profesi bisnis, perlu dipelajari secara hati-hati. Kesimpulan dan pemecahan yang diambil tidak mudah diterima oleh produsen dan konsumen. Produsen merasa berada dalam suatu arena persaingan yang menuntut kejelian, kepandaian dan keuletan untuk merebut simpati sehingga menghasilkan keuntungan yang maksimal. Tetapi jika keuntungan menjadi satu-satunya motif utama tanpa memperhatikan etika sosial dan moral, maka produsen akan terjebak dalam arena promosi yang buta dengan mengandalkan segala cara. Sedangkan konsumen menghendaki kepuasan terhadap nilai guna yang sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkannya.

1. Kebebasan: Mendidik atau Menyesatkan?

Apakah kebebasan iklan itu mendidik atau menyesatkan? Kebebasan produsen dan konsumen untuk memilih dan membeli produk adalah hak pribadi, sehingga keputusan terakhir terletak pada konsumen untuk membelinya, bukan pada produsen. Salah satu makna etis yang harus diperhatikan adalah pendidikan; artinya, iklan seharusnya tidak memaksakan tetapi menuntun konsumen untuk memilih. Data dan gambar dikemas dengan jujur dan sopan, maka konsumen akan merasa dituntun untuk menentukan pilihan yang wajar. Jika konsumen telah memutuskan pilihannya secara wajar dan jujur, maka tidak ada pihak yang dipersalahkan.

Robert T. de George menuliskan, "Tanpa membuat pernyataan palsu apapun, sebuah iklan dapat menyesatkan atau memperdaya. Sebuah iklan yang menyesatkan adalah iklan yang bukannya memberi atau membuat pernyataan yang palsu, melainkan membuat pernyataan yang sedemikian rupa sehingga orang yang normal sekalipun, atau paling tidak kebanyakan orang, yang membacanya secara cepat dan tanpa memperhatikannya dengan saksama dan banyak pikir, akan membuat kesimpulan yang salah."1432

Dalam kasus ini walaupun iklan sebagai alat promosi adalah netral, tetapi jika disampaikan dengan cara yang berlebihan akan menimbulkan kesimpulan yang keliru dan fatal. Oleh karena itu iklan seharusnya mengevaluasi "kebebasannya" sehingga keaslian barang, alat promosi, dan biaya promosi dapat mencapai keseimbangan. Keseimbangan akan menuntun konsumen agar tidak salah menafsirkan pesan iklan.

2. Sikap Egoisme

Sikap egoisme adalah dorongan yang mementingkan diri sendiri. Di sini kita dapat membedakan dalam dua bentuk sikap egoisme yaitu egoisme etis dan egoisme psikologis.1433 Sifat egoisme merupakan tantangan besar bagi kekristenan, bukan hanya secara etika dan moral tetapi merupakan tantangan iman Kristen dalam membentuk karakter dan sikap hati yang benar dan jujur dihadapan manusia dan Tuhan.

Produsen yang menampilkan iklan secara berlebihan dan hanya mementingkan estetika seni, daya tarik yang erotis dan berbau seksual - agar mudah diingat dan dilihat - telah melakukan tindakan "penipuan" atau tindakan tidak jujur. Padahal konsumen mudah terperdaya menafsirkan iklan sehingga keliru mengambil kesimpulan. Kekeliruan yang fatal menimbulkan efek kerugian moral, kepercayaan maupun finansial. Dalam kasus ini siapakah yang akan dituntut? Konsumen biasanya adalah pihak yang paling dirugikan.1434 Penipuan dan ketidakjujuran jelas bertentangan dengan moral dan iman Kristen.

Dalam hal ini produsen perlu membedakan antara "kebebasan sosial" dan "kebebasan insan rohani" Kristen. Kebebasan sosial berarti kebebasan untuk memilih kebutuhan dan keinginan. Sedangkan kebebasan secara rohani menyangkut kesadaran moral dan rasional untuk mempertimbangkan segala sesuatu tidak hanya sisi baik dan buruk. Dengan memadukan kedua kebebasan di atas dalam batas-batas tertentu, iklan masih memiliki sisi kebaikan secara moral yang dapat menumbuhkan sikap konsumen dalam kebebasan menafsir dan menentukan pilihan.



TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA