Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 2 Tahun 1998 >  MERAYAKAN HIDUP BERSAMA > 
VI. KESIMPULAN 

1. Upaya kita bersama untuk membangun bangsa memang menjadi makin rumit dan sulit, apalagi dengan holocaust nasional yang kita alami bersama. Dekonstruksi atas tatanan politis yang dicitakan (baca: reformasi) telah menjadi destruksi besar-besaran (baca: deformasi).

2. Di tengah duka itu, tetap saja kita tak boleh berdiam diri. Apa yang saya sedang sajikan ini sebenarnya pun menjadi sebuah sumbangan pemikiran untuk (kembali) membangun bangsa kita. Rasanya kita harus sungguh-sungguh kembali pada dasar hidup bersama yang didasari kemanusiaan.

3. Kita membutuhkan sebuah etik yang mendasar, yang menjadi konsensus semua agama di Indonesia (bukan hanya 5 agama), yang ternyata pula telah disepakati secara global. Etik yang sungguh memberi dasar bagi perjuangan pembebasan dari semua tiran yang tak manusiawi dan yang tak memanusiakan manusia; suatu etik yang liberatif.

4. Dalam hal ini pula rasanya kita perlu melakukan sebuah kajian menyeluruh mengenai kaitan Pancasila dan Etika Global. Apakah sungguh Pancasila sudah menjadi sebuah common ground yang memberi kemungkinan bagi sebuah etik yang dapat disepakati bersama sekaligus fungsional, atau malah ia menjadi sebuah ideologi yang melegitimasi ketidakbenaran yang melecehkan kemanusiaan?

5. Dari pemikiran Levinas kita disegarkan untuk melihat bahwa masing-masing kita tak hidup sendirian. Ada orang lain, ada wajah lain, wajah yang tak serupa dengan wajah kita masing-masing, yang membentuk sebuah komunalitas hidup yang tak seragam namun beragam. Maka, jelas bagi kita dituntut sebuah sikap hidup yang bertanggung jawab: Aku ada demi mereka. Demi kemanusiaan itu sendiri!

6. Dengan itu pula sikap teologis yang arogan terhadap agama-agama lain harus secara teguh kita, tinggalkan. Juga sebuah sikap tak acute pada perbedaan harus kita kikis. Kita berbeda dan karena itu kita punya alasan untuk bersama-sama. Kita tetap sebangsa bukan karena kita sama dan seragam. Kita sebangsa karena kita berbeda dan dalam perbedaan itulah Allah menempatkan kita bersama dalam satu ruang hidup yang satu: Indonesia!

7. Akhirnya, benarlah apa kata Starets dalam Karamazov Bersaudaranya Dostoyevski, "Saya lebih bersalah dari siapa pun!"



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA