Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 >  PROBLEM KEMATIAN SEBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DALAM MASYARAKAT MODERN > 
V. KRITIK TEOLOGIS TERHADAP UPAYA-UPAYA MANUSIA UNTUK MEMECAHKAN PROBLEM KEMATIAN 

Berita Alkitab tentang kebangkitan, yang dirangkum di atas merupakan realitas sejarah seperti halnya karya keselamatan Allah, Kabar Baik telah memperlihatkan diri lebih unggul dari semua upaya manusia untuk memecahkan problem kematian. Berikut ini kita akan diperlihatkan bagaimana penjelasan-penjelasan filosofis (butir-butir 2.1-2.6 ini dievaluasi secara apologetis berdasarkan teologi kebangkitan, serta bagaimana semua itu dapat disangkal.

Namun sebelumnya harus diakui bahwa ilmu kedokteran, sosiologi dan ontologi dari eksistensialisme mampu memajukan pengetahuan manusia sampai batas terjauh yaitu kematian. Tetapi mereka tidak bakal benar-benar memahami apa itu kematian, selama mereka tidak tahu apa itu hidup sebagai persekutuan dengan Allah di dalam Kristus. Agama dan filsafat secara spekulatif bisa saja menyangkal atau mengabaikan garis batas kematian, tetapi sebagai upaya manusia mereka tidak akan mampu menaklukkan kematian, karena mereka tak mampu mengatasi sebab kematian.

Dalam diri Yesus, hidup bertemu dengan kondisi manusia yang fana di tengah-tengah sejarah. Bertentangan dengan analisis manusia tentang eksistensi, salib serta kebangkitan-Nya merupakan wahyu ilahi tentang hidup dan mati. Dalam wahyu itu dibukakan manusia dalam kefanaannya, namun sekaligus juga dijanjikan bahwa pada suatu hari kelak dalam tubuh ia akan memiliki persekutuan pribadi dengan Allah.

A. Agnostikisme

Mengaku bahwa manusia tidak dapat mencapai kepastian apapun berkenaan dengan pertanyaan akan makna hidup dipandang dari sudut kematian, dan karenanya tidak mau berpaling pada spekulasi-spekulasi metafisik. Bertentangan dengan segala perkembangan teori-teori, iman Kristen menyingkapkan pengetahuan yang telah diberikan Allah kepada manusia. Iman berdasar pada peristiwa sejarah dari kebangkitan Kristus secara fisik. Iman juga bertahan melalui pengalaman akan Kristus yang bangkit, yang menyatakan diri melalui kesaksian Roh Kudus di hati. Roh Kudus mengikat pewahyuan diri Kristus yang bangkit kepada firman yang diberitakan dan sakramen-sakramen. Demikianlah Paulus membicarakan keyakinan bahwa tiada kematian ataupun hidup dapat memisahkannya dari kasih Allah di dalam Kristus (Rom 8:38).

B. Materialisme

Berpegang teguh pada realitas sejarah dan hidup badani manusia, namun ia keliru menyempitkan antropologi menjadi biologi dan neurologi. Oleh karena itu, ia tidak memperhitungkan realitas dari kesadaran rasional. Akibatnya, berhadapan dengan kematian, manusia menjadi putus ase atau malah berkhayal bahwa kematian menjadi jalan untuk lepas dari tanggung jawab pribadi. Ekspresi yang khas dari hidup yang kalah ini tertera pada kata-kata dari batu nisan analis bahasa Mauther, yang juga seorang ateis, "Dilepaskan dari beban hidup manusia."

C. Animisme

Memahami fakta bahwa transendensi kematian harus dalam konteks realitas dunia yang ada. Ada anggapan bahwa kebangkitan kembali kepada kehidupan seperti di dunia. Ini pengertian yang keliru, seperti juga orang Saduki (Mat 22:23-33). Kebangkitan orang mati bukan seperti hidup kembali, juga bukan keadaan yang baru dari tidak ada apa-apa (creatio ex nihilo), melainkan transformasi total dari tubuh fana, suatu ciptaan baru dari ciptaan yang ada.

D. Spiritisme

Menunjuk pada hubungan hakiki antara kematian dan keburukan. Kematian merupakan manifestasi hidup tanpa allah, dan oleh karenanya tidak dapat cuma dimengerti sebagai sebuah keadaan netral. Pada dasarnya ajaran tentang kematian dan setan berkaitan. Karena itu, praktek spiritisme mutlak dilarang Allah dan selalu berakibat serius (1 Sam 28). Iman dalam Kristus menyatakan hubungan ini. "Melalui kematian-Nya Kristus membinasakan dia yang memiliki kuasa kematian, yaitu Iblis" (Ibr 2:14).

E. Idealisme

Membedakan antara kesadaran manusia dan hidup badaninya. Namun filsafat ini salah menilai apa itu kematian, karena penyebab kematian dianggap dalam badan manusia. Keselamatan tidak ditemukan dalam pemisahan dualistik antara tubuh dan jiwa, melainkan dalam mengatasi keterpisahan antara Allah dan manusia. Kata-kata pada batu nisan Holderlin mencerminkan pendewaan roh dari seorang idealis, yang tiada lain adalah memuliakan diri sendiri. "Dalam badai yang paling mulia semoga dinding penjaraku runtuh, bahkan lebih mulia dan bebas semoga rohku pergi ke negeri yang tak dikenal."

F. Panteisme

Mengabaikan perbedaan penting antara Sang Pencipta dan makhluk ciptaan, juga kedirian Allah dan manusia. Ia memandang kesatuan yang imanen dari materi menjadi sesuatu yang transenden. Namun dengan hilangnya kedirian, hilang pula tanggung jawab. Teori reinkarnasi memang melihat perbedaan antara individu dan nasib, namun teori itu Salah menilai keunikan dari keputusan-keputusan manusia dengan menurunkan hidup cuma sebagai episode melalui reinkarnasi yang berulang-ulang. Keselamatan tidak diperlukan, karena ada mekanisme sebab akibat dari Karma. Anugerah ditolak dan keselamatan dicari dalam peniadaan person ketimbang pembenaran person.



TIP #13: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab dalam format PDF. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA