Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 2 Tahun 1996 >  INJIL DAN SINKRETISME > 
REFORMASI 

Tepat seperti jawab Tuhan atas doa yang dikeluhkan oleh nabi Elia tentang kesendiriannya menghadapi nabi-nabi Baal dimana Tuhan berfirman bahwa "Aku masih meninggalkan tujuh ribu orang bagiKu, yang tidak sujud menyembah Baal." (Rom. 11:4), demikianlah selalu masih ada sisa kasih karunia Allah dalam diri orang-orang yang selalu ingin kembali kepada Injil yang Alkitabiah.

Pada awal abad ke-XVI, Marthin Luther ingin mengembalikan kekristenan kepada Injil dan menolak buah-buah sinkretisme yang telah meracuni ibadat Kristen (dhi. Katolik Roma). Mottonya yang terkenal adalah Sola Gratia, Sola Fidei, Sola Scriptura (Hanya oleh Anugerah, hanya oleh Iman, hanya oleh Alkitab) cukup ampuh untuk menghadirkan kekuatan kekristenan ketiga dalam bentuk Protestantisme disamping Katolik Roma dan Orthodox Timur.

Sekalipun kekristenan sudah direformasikan agar sesuai kembali dengan Injil Kristus, roh sinkretisme tetap menghantui kekristenan. Pada abad-abad ke-XVII-XIX nafas rasionalisme sebagai anak Humanisme Renaissance telah mempengaruhi banyak teolog Kristen dan menghasilkan aliran yang disebut sebagai penganut Liberalisme. Kekristenan Alkitabiah banyak ditafsirkan dengan kacamata ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Sinkretisme demikian menghasilkan kekristenan yang liberal yang cenderung menjadi lesu karena gairah Injil menjadi hambar, ini menimbulkan reaksi pada abad ke-XIX dalam bentuk gerakan Pekabaran Injil ke seluruh dunia dan bangkitnya Pentakostalisme.

Tetapi, kembali pertemuan-pertemuan dengan tradisi dan budaya lokal di daerah penginjilan tidak luput menghasilkan ajaran yang sinkretistik seperti yang terjadi dalam penginjilan suku Batak oleh Nomensen dan di Indonesia Timur dimana praktek penyembahan nenek moyang semacam Opo-Opo masih dicampur baurkan dengan kekristenan oleh sebagian orang Kristen. Di kalangan orang Tionghoa kepercayaan tradisional Tiongkok yang bersifat Pantheistic dan Mistik juga sering masih dipraktekkan.

Di kalangan penganut Pentakostalisme mula-mula di Azusa, Amerika Serikat, khususnya dikalangan keturunan Afrika, terjadi sinkretisme kekristenan dengan aliran-aliran spiritualisme dan okultisme Afrika yang mengakibatkan perpecahan orang-orang Pentakosta asal Afrika dengan yang berkulit Putih.940

Kembali menghadapi sinkretisme demikian ada sebagian umat Kristen yang ingin kembali kepada Injil Anugerah yang pada awal abad ke-XX dikenal sebagai Fundamentalisme.



TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA