Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 >  PANDANGAN TEOLOGIA PAULUS TENTANG GLOSSOLALIA > 
DATA PAULUS 

Sudah kita ketahui bahwa Paulus menyebutkan secara spesifik tentang fenomena glossolalia (berbahasa lidah) hanya pada 1 Kor 12-14. Umumnya juga disetujui meskipun tidak dari sudut pandangan yang sama bahwa diskusi Paulus tentang fenomena ini terutama untuk membetulkan penyalahgunaan bahasa lidah oleh orang Korintus, bukan mengajarkan secara teologis dalam bidang yang membutuhkan pengajaran lebih dalam. Memperhatikan alasan ini, hanya ada sedikit bahan untuk mengadakan analisis teologis. Apa yang kita dapat dari Paulus adalah penekanannya dalam mengoreksi orang Korintus bukan pengajaran atau refleksi yang menyeluruh.

Bagaimanapun juga ada beberapa kesimpulan penting yang dapat kita tarik dari analisis yang teliti pada bagian 1 Korintus ini. Saya sebutkan di sini daftarnya sedang pembahasannya akan dilakukan di bagian selanjutnya:

1. Bagaimanapun juga, glossolalia adalah ucapan yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, seperti jelas dinyatakan dalam 1 Kor 12:7-11 dan 14:2.

2. Apakah Paulus juga menganggap bahwa bahasa itu adalah bahasa dunia yang benar-benar ada nampaknya tidak mungkin. Bukti-bukti yang ada tidak mendukung pendapat demikian.

3. Bahasa ini tidak dimengerti baik oleh yang mengucapkan (14:14) maupun pendengar yang lain (14:16), karena itu di dalam jemaat harus diterjemahkan.

4. Peraturan untuk penggunaannya di tengah jemaat dalam 14:27-28 dan pernyataan di 14:32 bahwa "Roh para nabi dibawah kendali para nabi" menjelaskan bahwa para pembicara itu bukan dalam kondisi ecstasy atau di luar kontrol.

5. Bahasa ini terutama ditujukan kepada Allah (14:2, 14-15, 28), yang isinya berupa doa, lagu, pujian dan ucapan terima kasih.

6. Meskipun Paulus tidak melarang penggunaannya dalam jemaat, tapi dia tidak mendorong orang untuk memakainya; malahan dia menegaskan supaya mereka berusaha sedapatnya berbicara yang dimengerti orang lain, yaitu bernubuat (14:1, 3-5, 6, 9, 12, 24-25,28).

7. Sebagai karunia untuk doa pribadi, Paulus sangat menghargainya (14:2, 4a, 15, 17-18). Meskipun tidak dapat dimengerti oleh pembicaranya, doa "di dalam Roh" semacam ini membangun orang yang berbicara.

Saya ingin menunjukkan hubungan yang penting antara kesimpulan tadi (terutama 1,3,4,5 dan 7) dan apa yang dikatakan Paulus tentang "berdoa dalam Roh" dalam Rm 8:26-27. Saya telah berargumentasi panjang lebar bahwa kita bisa memahami perikop Rm melalui eksegesis dan fenomenologis bila kita memahami bahwa Roh Kudus berdoa syafaat bagi kita dengan keluhan yang tak terucapkan sebagai menunjuk terutama pada glossolalia.903

Apa yang membuat saya merubah pandangan tentang hal ini904 adalah kombinasi dari tiga kenyataan: (1) hal-hal utama yang Paulus katakan tentang Roh Kudus berdoa melalui kita dalam Rm 8:26-27 persis berhubungan dengan gambarannya tentang berdoa dalam bahasa lidah dalam 1 Kor 14:14-19, yaitu: (a) bahwa Roh Kudus dipahami berdoa di dalam/melalui orang percaya (bdk. point 1,4 dan 5 di atas), dan (b) bahwa orang yang berdoa tidak paham dengan pikirannya apa yang dikatakan Roh Kudus (bdk point 2,3 dan 7). (2) pengalaman yang digambarkan Paulus dalam Rm 8:26-27 sebagai "Roh Kudus berdoa syafaat dengan keluhan alaletos", dinyatakan sedemikian rupa bahwa dia sedang membahas sesuatu yang biasa dijumpai di antara jemaat yang baru percaya (karena dia menulis ke gereja yang hanya mengenal dia dari reputasinya, bukan secara pribadi). Tetapi sebenarnya tidak ada bukti lain di perjanjian Baru maupun di luarnya untuk fenomena seperti itu. Sebaliknya, glossolalia menunjukkan tanda-tanda yang biasa dijumpai.905 (3) Dalam kasus itu Paulus memakai frase stenagmos alaletos (mungkin berarti=keluhan yang tak terucapkan) dan bukannya glossolalia (kalau itu fenomena yang digambarkan dengan ungkapan ini) yang sepenuhnya sesuai konteks, mengingat apa yang telah dikatakannya sebelumnya pada ayat 22-23 tentang segala makhluk (=ciptaan) mengeluh saat menunggu apa yang belum digenapi dari penebusan akhir dan orang-orang percaya juga bersama-sama dengan segala makhluk dalam keluhan itu. Jadi meskipun Paulus memakai kata alaletos,906 tetapi yang dimaksudkannya bukanlah berdoa dalam hati (diam), tetapi berdoa yang "terlalu dalam untuk kata-kata" dalam pengertian "kata-kata biasa dari bahasa asal pembicara." Karena itu kata "tidak dapat diucapkan" bukan dalam pengertian kita tidak "mengucapkan kata-kata,"907 tetapi dalam pengertian bahwa apa yang diucapkan tidak dipahami oleh akal pembicara.

Bagaimanapun juga, apa yang digambarkan Paulus dalam Rm 8:26-27 adalah bentuk berdoa dalam Roh, bahasa yang juga dipakainya untuk berbahasa lidah dalam 1 Kor 14:15-16.15 Jadi dari sudut pandangan surat-menyurat ini, usaha kita untuk menteologikan fenomena ini akan meliputi data dari kedua perikop dan karena itu harus dipahami sebagai "ke arah teologi berdoa dalam Roh" yang bagi Paulus seringkali berarti berdoa dalam bahasa lidah. Bagaimanapun juga, dia dapat mengatakan tanpa bukti, tetapi juga tanpa takut ditantang, bahwa "Aku berbahasa lidah lebih dari kamu semua" pada suatu jemaat yang (nampaknya) sangat membanggakan ekspresi fenomena ini di depan umum (1 Kor 14:18).



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA