Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 >  PANDANGAN TEOLOGIA PAULUS TENTANG GLOSSOLALIA > 
KONTEKS 

Orang yang tidak mengenali peranan yang sangat penting dari Roh Kudus dalam seluruh pengajaran teologia Paulus898 kurang memahami Pulus dan Injilnya. Bagian penting dari peranan Roh Kudus adalah kerangka eskatologis yang menyeluruh yang mendasari baik pengalaman maupun pemahaman Paulus tentang Roh Kudus. Karunia dari Roh yang dicurahkan (yang punya peranan penting bagi dirinya maupun orang lain dalam pengharapan eskatologisnya) bersama dengan kebangkitan Kristus bagi Paulus merupakan penyebab utama dari perspektif eskatologisnya yang secara radikal telah diubahkan. Di satu pihak, kedatangan Roh Kudus memenuhi janji eskatologis dalam Perjanjian Lama, bukti yang pasti bahwa masa depan telah dimulai. Di lain pihak, karena pernyataan eskaton belum digenapi, maka Roh Kudus juga menjadi jaminan akan kemuliaan akhir. Tidak mungkin untuk dapat memahami penekanan Paulus tentang kehidupan Roh yang dialami bila dipisahkan dari perspektif eskatologis yang menyeluruh yang mendominasi pemikiran Paulus.

Dalam konteks inilah kita baru dapat memahami ambivalensi di dalam surat-surat Paulus tentang tema "kekuasaan/kekuatan" dan "kelemahan". Memang kekuasaan/kekuatan merupakan istilah yang sulit dipahami dalam tulisan Paulus. Di satu sisi, seringkali itu berarti manifestasi yang jelas kelihatan yang membuktikan kehadiran Roh Kudus (mis. 1 Kor 2:4-5; Gal 3:5; Rm 15:19). Bukti dari 1Tes 5:19-22; 1 Kor 12-14; Rm 12:6 dan terutama Gal 3:2-5 dengan himbauannya agar mujizat-mujizat tetap hadir dalam gereja membuktikan bahwa gereja Paulus adalah "karismatik" dalam pengertian bahwa kehadiran Roh yang dinamis dinyatakan dalam perhimpunan mereka.899 Dan meskipun kata "kuasa" dipakai dalam pengertian bahwa orang percaya memegang teguh dan hidup berdasar kasih Kristus secara mendalam (Ef 3:16-20), Paulus juga mengakui di sini bahwa pekerjaan ajaib dari Roh Kudus akan dibuktikan melalui cara orang-orang yang telah dibaharui bersikap terhadap sesamanya. Bagaimanapun juga, Roh Kudus itu dialami dalam gereja-gereja Paulus, dan bukan hanya sekedar ungkapan iman yang diucapkan saja.

Di sisi lain, Paulus juga berpendapat bahwa ada korelasi yang sangat dekat antara kuasa Roh Kudus dengan kelemahan-kelemahan saat ini. Perikop-perikop dalam Rm 8:17-27; 1 Kor 12:9; dan Kol 1:9-11 6) menunjukkan bahwa Roh Kudus dilihat sebagai sumber yang memberikan kuasa/kekuatan di tengah penderitaan atau kelemahan. Menurut Paulus, "mengenal Kristus" berarti mengenal "baik kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dari kesengsaraanNya" di mana kehidupan dalam kondisi telah berarti menjadi "serupa dengan Dia dalam kematianNya" sewaktu kita mengarahkan diri kepada apa yang di hadapan (belum) yaitu hadiah akhir (Fil 3:9-13). Nampaknya inilah seharusnya pemahaman kita tentang dua kata kai (dan) yang mengikuti "mengenal Dia" dalam perikop ini. Bukannya ada tiga hal yang Paulus ingin kenal, tapi satu saja: mengenal Kristus. Tetapi ini dalam konteks mengenal Dia dalam dua Cara, dalam kuasa kebangkitannya dan persekutuan dari kesengsaraanNya.900 Menderita berarti menjadi sama seperti Tuhan kita, mengikuti teladanNya dan dengan demikian "menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus" (Kol 1:24).

Paulus terlebih lagi juga mengharapkan bahwa kuasa Allah melalui Roh akan lebih jelas dinyatakan di tengah kelemahan, sebagai bukti bahwa kuasaNya terdapat dalam pesan dari Mesias yang tersalib. Karena itu, dalam 1 Kor 2:3-5 Paulus dapat pada saat yang sama menyatakan realitas kelemahan dirinya dan kuasa Roh Kudus yang dinyatakan dalam khotbahnya dan pertobatan jemaat Korintus; dan dalam 1Tes 1:5-6 dia mengingatkan orang-orang yang baru percaya bahwa mereka karena kuasa Roh Kudus di tengah penderitaannya dapat bersukacita karena pekerjaan Roh Kudus.

Semuanya ini merefleksikan pemahaman eskatologis dasar dari Paulus tentang eksistensi orang Kristen sebagai "sudah/belum", suatu regangan (tensi) yang berlawanan yang Paulus dapat selaraskan tetapi bagi banyak orang Kristen itu tidak dapat dilakukan. Ini bukan hanya suatu tensi dimana masa kini seluruhnya kelemahan dan masa depan semuanya kemuliaan. Masa depan telah menerobos ke masa kini, seperti dibuktikan oleh karunia Roh Kudus; dan karena Roh Kudus berarti kehadiran dari kuasa Allah, dimensi masa depan juga sudah hadir dalam porsi tertentu. Jadi kesengsaraan masa kini adalah tanda kemuridan, yang paradigmanya adalah Tuhan kita yang tersalib. Kuasa yang sama juga telah membangkitkan Dia yang tersalib dari kematian yang sedang bekerja dalam tubuh kita yang fana saat ini.

Paradoks dalam pemahaman Paulus sendiri inilah yang menciptakan begitu banyak kesulitan bagi orang modern. Memang, sebenarnya kegagalan gereja untuk merangkul baik kuasa maupun kelemahan, pada waktu yang sama dan dengan sepenuh hati, telah menyebabkan banyak pasang surut kehidupan Roh dalam gereja selama berabad-abad. Paulus maupun para penulis Perjanjian Baru yang lain, memegang pandangan tentang Roh dan kuasa dalam tensi yang menyenangkan.901 Paulus sendiri mengambil jalan tengah radikal yang seringkali tidak terlihat oleh baik kaum injili maupun Pentakosta, yang secara tradisi cenderung untuk menekankan pada satu sisi atau sisi lainnya.902

Saya menyarankan dalam tulisan ini bahwa posisi Paulus ada pada eskatologi "tengah radikal" sebagai kunci pemahamannya tentang glossolalia, bukan hanya karena dia sendiri menentang langsung pada orang Korintus, yang nampaknya sangat terpukau dengan karunia lidah dan rasa kebanggaan yang menyolok, tetapi juga karena Paulus juga punya pernyataan yang positif tentang karunia lidah. Kita akan meneliti lagi secara singkat data Paulus.



TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA