Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 >  KATEKISASI > 
METODE KATEKISASI 

Pada umumnya, gereja-gereja melaksanakan metode katekisasi secara monologis, yaitu pengajar menyampaikan bahan kepada murid katekisasi. Sebenarnya ada juga cara lain misalnya dengan cara dialogis, agar dapat mengetahui apa yang sebenarnya dikandung dalam hati para calon anggota dalam menghayati pelbagai hal berkaitan dengan masalah kehidupan ini, kendati semua pelaksanaan katekisasi itu tetap menjadi tanggung jawab gereja.

Apapun metode katekisasi yang dipakai, sasarannya adalah supaya pelajaran katekisasi itu pada akhirnya menjadi milik calon anggota tersebut dan dipraktekkan dalam kedudukannya selaku anggota jemaat kelak. Dengan demikian, pelajaran katekisasi tak hanya merupakan bahan yang di cerna secara kognitif, melainkan juga menjadi bagian dari hidup calon anggota yang dihayatinya secara afektif. Hal ini penting agar benar-benar para calon anggota di hantar kepada iman Kristen yang akrab dalam hubungannya dengan Tuhan Yesus dan dalam persekutuan jemaatNya.

Pelaksanaan katekisasi hendaknya memperhatikan usia, tingkat pendidikan, kategori, dan aspek lain para murid katekisasi tersebut. Hal ini perlu, mengingat para murid katekisasi itu heterogen. Memang tak mungkin menghadirkan kelompok-kelompok yang jumlahnya banyak dalam lingkungan gereja. Oleh sebab itu, kita hanya sampai pada sedekat mungkin kita usahakan untuk mengelompokkan mereka dalam kelompok-kelompok remaja/pemuda, mahasiswa, dewasa dan para orlansia (orang lanjut usia). Dengan memperhatikan mereka berdasarkan kelompoknya masing-masing amat diharapkan bahwa pelaksanaan katekisasi dapat berjalan lebih lancar.

Untuk mencapai tujuan akhir katekisasi, dapat dipakai pula prinsip-prinsip metode mengajar pada umumnya. Oleh sebab itu, kita tidak menutup kemungkinan penggunaan metode tersebut, sehingga setiap kali ada metode, mengajar yang baru, metode itu dapat kita pergunakan dalam pelaksanaan katekisasi.

Untuk menghindarkan keterikatan anggota jemaat dengan seorang pengajar, ada baiknya kelompok-kelompok katekisasi diajar oleh pemimpin-pemimpin katekisasi secara bergiliran. Tujuannya adalah supaya anggota suatu kelompok tidak menjadi pengikut seorang pemimpin, melainkan menjadi pengikut Kristus melalui gereja-Nya. Dengan demikian, yang dikenal adalah bukan kelompok katekisasi si A atau si B, melainkan kelompok katekisasi yang disediakan gereja pada hari dan jam tertentu. Ada kerugian yang terjadi dengan cara itu, misalnya pengenalan terhadap kepribadian dan pertumbuhan iman calon anggota jemaat yang bersangkutan menjadi amat minim, sehingga perlu diatasi melalui penggembalaan. Namun pada sisi lain terasa lebih merugikan, apabila anggota jemaat terbentuk dalam kelompok-kelompok yang bersikap "aku ini golongan Apolos", sedang "engkau golongan Paulus" (1 Kor 3:4), karena menjadi anggota jemaat dengan alasan bertumpu pada pemimpin katekisasinya itu. Jangan kita menambah jumlah anggota jemaat, sekaligus membawa benih-benih perpecahan gereja di dalamnya.



TIP #12: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab saja. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA