Ketika seorang calon anggota jemaat menyediakan diri untuk mengikuti katekisasi, muncul pertanyaan: Ke mana arah calon anggota itu hendak dibawa? Pertama-tama jawabannya jelas, bahwa calon anggota itu pasti dibawa ke arah jalan yang benar sesuai dengan ajaran resmi jemaat/gereja yang bersangkutan Itulah maksud awal dari mengikuti katekisasi di gereja itu, dengan harapan bahwa calon tersebut cukup berpotensi untuk melanjutkan tugas dan tanggung jawabnya selaku anggota jemaat yang aktif, militan dan bersemangat dalam mewujudkan kehidupan Kristennya, baik secara pribadi, maupun dengan seisi rumahnya di tengah jemaat dan masyarakatnya. Dalam perkembangannya, ternyata perlu dilengkapi dengan pelbagai macam pemahaman, menyangkut pengenalan terhadap ajaran-ajaran dari denominasi yang lain, isme-isme yang berkembang di dunia dalam persentuhannya dengan ajaran Kristen, kemampuan untuk meninggalkan kebiasaan lama yang tak sesuai dengan ajaran gereja tersebut, upaya membentuk diri yang dapat diterima di tengah masyarakatnya, dan lain-lain. Hal-hal itu jelas tak mungkin dilaksanakan dalam proses katekisasi, melainkan sebagai tindak lanjut dari katekisasi yang pernah diikutinya, yang biasanya dilaksanakan melalui pemahaman Alkitab, pembinaan gereja dan kursus-kursus Alkitab. Bagaimana apabila yang bersangkutan tidak bersedia mengikutinya? Tentu tak mungkin memaksanya dengan konsekuensi anggota yang bersangkutan mempunyai kekurangan dalam pemahaman mengenai hal-hal yang belum sempat disampaikan dalam proses katekisasi. Itu juga merupakan dilema, bahwa pada satu pihak tak mungkin berlama-lama mengikuti katekisasi, sedang pada pihak lain, perlu para calon itu dilengkapi dengan pelbagai pengetahuan sebagai bekal untuk perjalanan imannya kelak.
Agaknya, dilema ini dapat diatasi melalui arahan bahan katekisasi tersebut. Itulah sebabnya materi katekisasi hendaknya disusun secara memadai, sehingga mampu membekali calon anggota jemaat dengan bekal yang diperlukan dalam satu periode katekisasi. Adalah menjadi tugas para pakar untuk menyusunnya, sehingga kendati bertaraf standar, tetap cukup melengkapi keperluan dalam menempuh kehidupan beriman Kristen. Memang ketrampilan dan ketangkasan dalam menggunakan selengkap senjata Allah (Ef 6:10-20) amat bergantung kepada kerajinan anggota jemaat yang bersangkutan dalam menambah bekal perjalanan kehidupan Kristennya. Oleh sebab itu, wajar apabila pada periode pasca katekisasi anggota jemaat tetap dianjurkan untuk menambah bekal, agar makin mampu dan kuat dalam menempuh perjalanan kehidupan imannya.