Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 >  DASAR-DASAR TEOLOGIS PELAYANAN UNTUK ANAK > 
DASAR DARI AGAMA YAHUDI PURBA 

Gereja Kristen lahir dari tradisi agama Yahudi sebelum abad Masehi. Berbeda dengan budaya Yunani - Romawi yang kuat di bagian dunia dan zaman itu, maka budaya Yahudi lebih menjunjung martabat anak.

Ketika Yesus hidup di Palestina, budaya Yunani - Romawi masih mempunyai kelaziman membuang bayi perempuan, bayi cacat atau bayi sakit. Anak laki-laki yang sehat dinilai berguna untuk kelak dijadikan tenaga kerja atau tentara. Yang diberi nama biasanya hanya anak laki-laki pertama dan kedua; yang lainnya dipanggil dengan nomor. Anak yang dibuang biasanya diambil oleh para pengemis dan dimanfaatkan untuk menimbulkan rasa kasihan orang banyak, atau untuk dijual sebagai budak kecil dan yang perempuan sebagai pelacur kecil.882

Walaupun budaya Yahudi Purba tentang anak tidak dalam segala hal bisa dipuji (misalnya dalam hal diskriminasi jenis kelamin), namun budaya Yahudi mempunyai konsepsi yang lebih tinggi terhadap anak. Kalau budaya Gerika Romawi terutama memberi arti ekonomis kepada anak, maka budaya Yahudi memberi arti teologis dan pedagogis. Anak dinilai sebagai warisan berharga yang diberikan turun-temurun dari Tuhan: "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan, dan buah kandungan adalah sesuatu upah" (Mzm 127:3). Mengandung dan melahirkan dinilai sebagai bagian dari proses penciptaan oleh Tuhan (Kej 1:28), kesuburan kandungan sebagai bagian dari janji Tuhan (Kej 12:3).

Konsep yang tinggi tentang anak disebabkan oleh keyakinan umat Israel sebagai umat pilihan, sehingga anak mempunyai fungsi meneruskan Taurat. Sebab itu anak perlu mendapat pendidikan yang baik agar hidup sesuai dengan Taurat. Sepanjang Perjanjian Lama ada garis merah yang menekankan perlunya orangtua mendidik anak: "Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu..." (Ul 6:4-9).

Tujuan pendidikan adalah agar sejak usia dini orang mempunyai pengetahuan dan hikmat.883 Di sini pengetahuan dan hikmat mengandung arti religius. Ada ayat yang menunjukkan itu secara eksplisit: "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan" (Ams 1:7). Ada pula yang implisit: "Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu: Apakah peringatan, ketetapan dan peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan Allah kita? Maka haruslah engkau menjawab anakmu itu: Kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi Tuhan membawa kita keluar dari Mesir..." (Ul 6:20-21).

Dalam Tugas pendidikan ini orangtua dianggap sebagai penyambung lidah Tuhan. Sebab itu orangtua patut menjadi teladan dan berwibawa. "Hormatilah ayahmu dan ibumu..." (Ul 5:16). "Terkutuklah orang yang memandang rendah ibu dan bapanya..." (Ul 27:17). Hukuman terhadap anak yang melawan orangtua tidak kepalang tanggung yaitu hukuman mati (Lihat Ul 21:18-21). Mungkin hukum yang kurang manusiawi ini dibuat dalam rangka preventif ("akan mendengar dan menjadi takut," ay. 21) dan sepanjang sumber-sumber sejarah, barangkali belum pernah terlaksana.884

Budaya Yunani Purba juga mengenal pelayanan pembelaan kepada anak berposisi lemah secara politis (misalnya anak orang asing) atau secara sosial (anak yatim piatu), "Janganlah engkau memperkosa hak orang asing dan anak yatim piatu" (Ul 24:17). "...Belalah hak anak-anak yatim" (Yes 1:17). Tentang anak cacat ada kisah Mefiboset yang kedua kakinya timpang, namun dikasihi ayahnya Jonatan dan kemudian hari dihargai oleh raja Daud (2Sam 4:4 dan 9:1-13).



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA