1. Calvinisme
Manusia adalah ciptaan Allah yang ditempatkan dalam di tengah ciptaan lain sebagai pelayan pekerjaan Allah. Manusia diciptakan dalam gambar Allah dengan pengetahuan, kebenaran dan kekudusan.562 Sebagai gambar Allah manusia memiliki kehendak bebas yang memiliki kemampuan bebas untuk taat atau tidak pada hukum Allah.
Manusia terdiri dari jiwa dan raga.563 Jiwa adalah suatu wujud yang abadi, tetapi yang diciptakan juga sebagai bagian manusia paling luhur. Meskipun manusia dalam rupa lahiriah mencerminkan kemuliaan Allah, tetapi gambar Allah sebenarnya terdapat dalam jiwa.
Allah membuat hubungan Perjanjian dengan manusia. Allah menjanjikan berkat dan rahmat-Nya sedangkan manusia harus menguasai alam dengan menyadari statusnya sebagai ciptaan di bawah kuasa kedaulatan Allah.
Namun manusia melanggar perjanjian ini dengan memberontak terhadap kekuasaan Allah. Dalam cobaan Iblis manusia menempatkan dirinya di luar kekuasaan Allah dan menyembah ciptaan daripada sang Pencipta. Oleh karena itu manusia jatuh dalam penghakiman Allah.
Dalam kejatuhan dalam dosa gambar Allah dalam hati manusia tidak sama sekali rusak dan binasa, tetapi rusak sedemikian rupa hingga yang masih tersisa merupakan sesuatu yang cacatnya mengerikan.
Allah yang berdaulat tidak berhenti dalam mewujudkan rencana dan tujuan-Nya. Dalam kekekalan Allah memilih sejumlah besar manusia di antara ciptaan-Nya yang jatuh untuk diperdamaikan-Nya dengan diri-Nya.564 Untuk mewujudkan rencana-Nya maka Dia mengirim AnakNya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus untuk membayar upah dosa. Yesus Kristus menebus manusia hingga dapat memenuhi standard kebenaran Allah.
Roh Kudus dikirim bagi orang pilihan untuk membimbing mereka mengenal kebenaran Alkitab dan memampukan mereka menerima janji pengampunan Allah.565 Hanya dengan iman manusia dapat diselamatkan melalui kuasa Roh Kudus yang melahirbarukan. Sebagai orang-orang pilihan Allah mereka harus menunjukkan kehidupan yang sesuai yakni selalu memuliakan Allah dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
2. Dr. Harun Hadiwijono
Manusia bukanlah keturunan Tuhan Allah, ia juga bukan mengalir keluar dari Allah tetapi diciptakan Allah (Kej 2:7). Kej 2:7 tidak boleh diartikan secara hurufiah apa adanya tetapi harus kita ambil intinya saja.566 Maksud cerita ini ialah memberitakan bahwa manusia itu adanya bukan karena dirinya sendiri.567 Semula manusia tidak ada, kemudian adanya karena diciptakan oleh Allah.
Tubuh manusia menampakkan pribadi manusia dalam keseluruhannya dari segi yang lahir. Jiwa atau nyawa adalah ungkapan Alkitab untuk menyebut manusia dalam keseluruhannya dari segi batin, sebagai makhluk yang bernafsu, berkehendak, berpikir dan sebagainya. Hati adalah ungkapan Alkitab untuk mengungkapkan segi hidup manusia yang tidak tampak yakni segi batin, yang menjadi asas pribadi manusia. Roh adalah segi hidup manusia yang batin juga, yang dapat menerima dan menyatakan pengamatan rohani. Roh ini tidak berdiri sendiri melainkan manusia sebagai keseluruhan, sebagai makhluk yang berpikir, berbuat, berkehendak dan lain-lain. Jadi badan mengungkapkan manusia seutuhnya, jiwa mengungkapkan manusia seutuhnya demikian juga halnya dengan hati dan roh.568
Hubungan antara jiwa, nyawa, pati dan roh di satu pihak dengan tubuh di lain pihak, jika hendak dirumuskan dalam bahasa ilmiah psikologi, dapat disebut 'aku' atau ego di satu pihak dengan badan di lain pihak Hubungan 'aku' dengan badan bukanlah sebagai 'yang tinggi' dan' yang rendah', bukan sebagai zat halus dan zat kasar melainkan sebagai 'inti' dan periferi atau sekitarnya.569
Dalam Perjanjian Lama ungkapan 'dijadikan menurut gambar dan rupa Allah' berarti bahwa manusia dijadikan memiliki kesamaan ilahi yang harus dilihat sebagai kesamaan antara Bapa dan anak.570 Pengertian sedemikian juga terdapat dalam Perjanjian Baru. Arti ungkapan 'gambar' dan 'rupa' ialah bahwa gambar itu adalah gambar yang baik, gambar yang cocok dengan yang digambarkan bukan karikatur bukan gambar ejekan.571 Ungkapan segambar dan serupa dengan Allah atau persamaan ilahi itu sebenarnya adalah suatu panggilan yang pelaksanaannya bergantung pada sikap manusia terhadap Tuhan Allah. Jadi 'gambar Allah' bukanlah sesuatu yang inherent pada manusia atau bersatu padu dengan manusia572, dan juga bukan sesuatu yang berada secara status pada diri manusia.573
Isi gambar Allah atau kesamaan ilahi manusia adalah kesamaan kualitas hidup yang disebut 'manusia baru' atau 'cara hidup baru' setelah manusia jatuh dalam dosa. Karenanya 'dijadikan menurut gambar dan rupa Allah' berarti manusia harus mencerminkan hidup ilahi dalam hidupnya sehari-hari.574
Setelah manusia jatuh dalam dosa gambar Allah pada manusia telah rusak secara menyeluruh.575 Manusia tidak lagi mencerminkan hidup ilahi dalam hidupnya. Kerusakan menyeluruh ini dapat disimpulkan dari pembaharuan gambar Allah pada manusia yang dilakukan oleh Tuhan Yesus juga secara menyeluruh.
3. Perbandingan
Dr. Harun dan Calvinisme sama-sama menegaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah, walaupun memakai argumen yang berbeda.576
Calvin menegaskan pandangan ini untuk menghadapi bidat Manikheis pada zamannya yang mengajarkan bahwa jiwa itu adalah cangkokan hakekat Allah, seakan sebagian dari keilahian yang tanpa batas itu telah mengalir ke dalam manusia. Sedangkan Dr. Harun menekankan hal ini sesuai konteks masyarakat Indonesia yang banyak menghadapi aliran kebatinan maupun agama-agama yang mengajarkan bahwa manusia bukan keturunan Allah, bukan mengalir keluar dari Allah dan lain-lain.577
Calvinisme menegaskan bahwa manusia terdiri dari jiwa dan raga. Sedangkan Dr. Harun menekankan manusia seutuhnya yang memiliki segi lahir atau badan dan segi batin yakni jiwa, hati, roh. Dua pandangan ini pada dasarnya tidak berbeda, hanya pada permukaannya memberi kesan berbeda. Ajaran Calvinisme tentang manusia disebut Dikhotomi. Di pihak lain Dr. Harun menganggap pandangan Dikhotomi ditolak oleh Alkitab.578
Penolakan ini tidak identik dengan posisi berlawanan terhadap Calvinisme. Sebab yang ditentang oleh Dr. Harun adalah pengertian Dikhotomi yang dualistis, seperti tertulis dalam kutipan berikut;
Kecuali trikhotomi juga dikhotomi, yaitu ajaran yang mengajarkan, bahwa manusia terdiri dari badan dan jiwa, ditolak oleh Alkitab, jikalau badan dan jiwa dipandang sebagai dua zat yang saling bertentangan.579
Sedangkan dikhotomi dalam Calvinisme tidak bersifat dualistis baik secara tersirat atau tersurat tidak pernah jiwa dipertentangkan dengan raga. Pandangan ini ditegaskan oleh Louis Berkhof;
On the one hand the Bible teaches us to view the nature of man as a unity, and not as a duality, consisting of two different elements, each of which move along parallel lines but do not really unite to form a single organism ... While recognizing the complex nature of man, it never represents this as resulting in a twofold subject in man. Every act of man is seen as an act of the whole man.580
Secara implisit Dr. Harun mengakui adanya dua bagian (bukan empat bagian; tubuh, jiwa, hati, roh) dalam diri manusia yakni segi lahir atau tubuh dan segi batin yang terdiri dari jiwa atau nyawa, hati dan roh. Pandangan ini secara tidak langsung adalah dikhotomi yang pada dasarnya tidak berbeda dengan Calvinisme.
Keduanya setuju bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, namun pada isi pengertian kedua istilah ini keduanya berbeda. Calvinisme menyimpulkan bahwa gambar Allah pada manusia mulanya tampak dalam kecerdasan akal budi dan dalam ketulusan hati dan kesehatan semua bagian.581 Sedangkan Dr. Harun memandang gambar dan rupa Allah sebagai persamaan ilahi. Lebih konkrit dikatakan bahwa itu sebenarnya adalah suatu panggilan yang pelaksanaannya bergantung pada sikap manusia terhadap Tuhan Allah. Jadi 'gambar Allah' bukanlah sesuatu yang inheren pada manusia atau bersatu padu dengan manusia.
Pandangan Calvinisme dalam hal ini bersesuaian dengan tradisi Kristen yakni gambar ditafsirkan sebagai ciri-ciri seperti pengetahuan, kesadaran moral, kesempurnaan moral asli dan kekekalan. Sedangkan pandangan Dr. Harun kurang memiliki dukungan yang kuat dan argumen penunjangnya lemah. Kej 1:26 menuliskan "Baiklah kita menjadikan, manusia menurut gambar dan rupa kita". Kalimat ini menempatkan manusia sebagai pihak yang pasif yakni sebagai yang dijadikan menurut gambar dan rupa Pencipta. Jadi tidak tepat jika dikatakan bahwa perwujudan gambar dan rupa Allah adalah panggilan yang pelaksanaannya bergantung pada sikap manusia. Gambar dan rupa Allah telah ada dalam diri manusia yang diciptakan Allah, sekalipun ini menjadi rusak setelah kejatuhan dalam dosa.
Berdasarkan perbedaan pengertian mengenai gambar dan rupa ini maka mempengaruhi keduanya dalam meninjau kerusakan yang diakibatkan kejatuhan dalam dosa. Menurut Calvinisme kerusakan yang terjadi sedemikian hebat tetapi bagaimanapun juga masih ada sisa-sisanya. Sisa-sisa tersebut tidak dapat memberi dasar bagi pembenaran manusia namun masih memberikan ciri keberadaan manusia sebagai ciptaan yang berbeda dari yang lain.582 Beberapa teolog Calvinisme seperti A. Kuyper dan H. Bavinck memakai istilah anugerah umum dengan pengertian bahwa Allah dalam kemurahan-Nya menahan akibat paling buruk dari kejatuhan yang memungkinkan kehidupan dunia yang lumayan bagi manusia.583 Dasar pemikiran untuk ini adalah Alkitab yang tidak menuliskan tentang kehilangan total gambar Allah dan pada bagian tertentu memakai istilah itu untuk manusia yang sudah jatuh (bdk. Kej 9:6; 1Kor 11:7; Yak 3:9).
Sebaliknya Dr. Harun menekankan kejatuhan manusia dalam dosa telah mendatangkan kerusakan menyeluruh pada gambar Allah pada manusia. Pemikiran ini sejajar dengan pengertiannya tentang gambar Allah yakni manusia hidup mencerminkan keilahian dalam hidup sehari-hari. Jika dilihat dari pengertian sedemikian maka dapat dikatakan memang manusia sudah tidak lagi hidup mencerminkan keilahian sejak jatuh dalam dosa dan diperbudak oleh dosa.
Dalam pembahasan mengenai istilah 'gambar' dan 'rupa' rupanya Dr. Harun salah dalam menangkap pemikiran Calvin. Perbedaan persepsi tersebut tampak dalam perbandingan kutipan dari buku Iman Kristen dan Institutio;
Dalam Teologia Calvinis (?) biasanya diterangkan demikian, bahwa yang dimaksud dengan "gambar" (tselem) adalah hakekat manusia yang tidak dapat berubah, sedang yang dimaksud dengan "rupa" (demuth) adalah sifat manusia yang dapat berubah.584
Y. Calvin:
Juga ada perbedaan pendapat yang tidak kecil mengenai kata-kata "gambar" dan "rupa", oleh karena mereka yang menerangkan kedua kata itu mencari perbedaan yang sebenarnya tidak ada di antaranya; kata "rupa" itu hanya ditambahkan sebagai keterangan.585
Sesungguhnya bagi Calvin kedua istilah tersebut tidak berbeda. Sedangkan menurut Dr. Harun sesuai penyelidikannya terhadap pendapat ahli-ahli Perjanjian Lama, kedua kata itu saling menambah serta menunjuk pada hubungan antara manusia dengan Allahnya yakni suatu kesamaan ilahi. Pendapatnya ini menyiratkan adanya sedikit perbedaan antara kata 'gambar' dan 'rupa' seperti yang ternyata dalam kutipan berikut;
Kebanyakan daripada ahli P.L. setuju, bahwa kata tselem (gambar) harus diartikan sebagai "gambar asli, patung atau model", sedang kata demuth (rupa) harus diartikan "copy, tembusan", hal yang menunjukkan kesamaan.586