Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 7 No. 1 Tahun 1992 >  DWI SIFAT DASAR KEILAHIAN DAN KEINSANIAN KRISTUS > 
SIFAT DASAR KEINSANIAN PADA PERSON KRISTUS 

Di samping Alkitab berulangkali dan dengan berbagai cara menunjukkan sifat dasar keilahian Kristus, di dalamnya juga terkandung banyak ayat yang menunjang bukti-bukti keinsanianNya. Kemanusiaan Yesus yang sempurna dan penuh telah dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak. Kita juga dapat mengelompokkan ayat-ayat berikut yang memperlihatkan kebenaran faktual bahwa memang Yesus adalah manusia sejati, yang riil, dan yang mempunyai akar sejarah yang jelas.

Yesus mempunyai sifat sejati insani. Hal ini mengungkapkan bahwa Dia memiliki segala unsur manusiawi, baik tubuh jasmaniah (Ibr 10:5) yang dapat dilihat, dijamah (1Yoh 1:1-3); maupun jiwa dengan segala dimensinya, seperti pengetahuan, daya nalar pikiran atau akal budi, perasaan emosi, totalitas kehendak dan sebagainya (Yoh 2:25; 1Kor 2:16; Mat 26:38, 39). Tuhan Yesus, sebagaimana manusia umumnya, juga mengalami fase-fase pertumbuhan fisik, mental, intelek, kesadaran sosial, dsb. semenjak bayi, masa kanak-kanak, remaja, pemuda hingga dewasaNya (Luk 2:12, 21, 22, 40 dan 52). Jadi kewajaran perkembangan ini adalah lumrah dan secara normal juga berlaku bagi sifat dasar insani Tuhan. Karena itu dalam berbagai kondisi Dia pun dapat merasakan keletihan fisik (Yoh 4:6); mengantuk lalu tertidur (Mat 8:24); haus (Yoh 19:28); kegeraman, kejengkelan bahkan amarah (Mrk 3:5; Luk 19:45); kegelisahan, gentar dan takut (Luk 22:44); terharu, sedih dan menangis (Yoh 11:33, 35); juga Dia pernah menjadi lapar (Mat 4:2) sewaktu berpuasa di padang gurun.

Yesus mempunyai keluarga, silsilah dan sebutan sebagai Anak Manusia. Dalam keempat Injil, tidak kurang dari delapan puluh kali Yesus menyebut diri-Nya adalah Anak Manusia (semisal dalam Mat 26: 63, 64; Mrk 2: 10; Luk 7:34; Yoh 12:23 dst). Dengan menggunakan titel ini, secara pasti Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan manusia biasa. Selain itu Dia juga dipanggil dengan nama Anak atau keturunan Daud, sekalipun ini mempunyai konotasi teologis yang khusus.170 Apabila kita memperhatikan dengan seksama keunikan sifat manusia Yesus, kita tak boleh merupakan bahwa Dia juga memiliki silsilah keluarga (Mat 1:1-6 dan Luk 3:23-38).171 Hal ini membuktikan bahwa Dia memang pernah eksis di dalam kurun sejarah. Di dalam PL, para nabi sering mengaitkan atribut "Sang Mesias" dengan gelar sebutan "anak manusia" (Dan 7:13, 14, 27 dan ayat-ayat yang satu konteks dengannya). Hubungan istilah "seseorang seperti anak manusia" dengan "orang-orang kudus, umat dari Allah yang mahatinggi" tidak saja menghunjuk pada arti kemanusiaan secara umum, namun juga menunjukkan wewenang ilahi atau kedaulatan Allah yang secara khusus menyertai atau pada diri seseorang. Demikianlah Yesus mempunyai gelar Anak Manusia di samping sebutan Anak Allah. Dia adalah manusia sejati sekaligus Allah yang kekal.

Yesus dilahirkan dari rahim seorang manusia. Meskipun kita mengetahui dan mengakui bahwa Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia berdarah daging, namun kehadiran-Nya di bumi ini juga melalui proses kelahiran seperti manusia-manusia lain pada umumnya. Sesungguhnya Dia lahir dari Allah Bapa sendiri dan oleh naungan Roh Kudus Dia dikandung secara unik. Inkarnasi Sang Logos, Kalam menjadi daging memang adalah suatu peristiwa mujizat teragung dari Allah yang sulit dipahami, tetapi keajaiban itu justru terletak pada perihal bagaimana Allah menghadirkan Person kedua Allah Tritunggal melalui anak dara Maria (Mat 1:18-23; 2:11; Luk 1:30-33; Gal 4:4). Demikianlah yang mustahil bagi manusia menjadi mungkin bagi Allah. Yang supranatural memasuki dunia natural lewat cara yang alami yakni dengan jalan dilahirkan keluar dari rahim seorang perawan. Prakarsa Allah secara aktif menghendaki Maria mengandung selama sembilan bulan lebih sebagaimana usia yang normal bagi bayi manusia lainnya. Kemudian pada waktunya telah tiba, tentu Maria juga mengalami sakit bersalin sebagaimana juga dirasakan oleh semua ibunda yang melahirkan anak mereka. Jadi bayi Yesus inilah yang merupakan penggenapan janji Allah bahwa Dia adalah keturunan atau benih dari seorang perempuan (baca Kej 3:15 bersama dengan Mat 1:23; Yes 7:14). Tidak heran bila rasul Paulus kembali menandaskan doktrin mengenai kelahiran Anak Manusia ini dalam Roma 9:5 dengan menyebutkan bahwa orang-orang Israel adalah keturunan bapa-bapa leluhur yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Jelaslah bahwa Yesus adalah manifestasi Firman dalam wujud dan rupa insan berdaging, seorang manusia sejati (Yoh 1:14; Rm 1:3 dan 1Tim 3:16), yang kemudian tinggal di antara sesama-Nya.

Yesus selaku manusia juga mengalami pencobaan. Sifat dasar insani Tuhan Yesus juga diteguhkan melalui pencobaan yang dialami-Nya. Pencobaan adalah suatu situasi krisis namun netral di tengah-tengah tarikan antara ujian dan godaan. Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun untuk diuji, sementara Iblis datang menggodaNya berulang kali (Mat 4:1-11). Kesaksian keempat Injil mengenai pencobaan-pencobaan yang dihadapi oleh Kristus dapat dirangkumkan dalam Ibrani 4:15, bahwa Dia dicobai dalam segala hal, sama seperti kita manusia, hanya tiada berdosa. Ujian yang paling berat tiba sewaktu Yesus harus menghadapi penyaliban. Di taman Getsemani Dia bergumul begitu hebat sampai dikatakan peluhNya menitik seperti darah yang bertetesan ke tanah (Luk 22:44). Hal ini jelas menyatakan bahwa perjuanganNya melawan kuasa dosa yang menggoda, peperangan antara kepentingan kehendak diri-Nya dengan kehendak Bapa adalah sungguh-sungguh riil. Dengan tepat Bruce Milne mengatakan:

Only one who resisted temptation totally could experience its total power. Jesus did not share original sin and remained impeccable throughout his life, but as true man he endured the weight and pull of temptation to a degree we shall never experience172



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA