Resource > 1001 Jawaban >  Kehidupan dan Kematian Yesus >  Buku 555 > 
232. Apakah Yesus Bahagia dalam Perjalanannya Menuju Salib? 

Pertanyaan: 232. Apakah Yesus Bahagia dalam Perjalanannya Menuju Salib?

Kita tidak dapat menganggap demikian, meskipun beberapa orang berpendapat bahwa, karena Dia melakukan kehendak Bapa, maka Dia pasti bahagia meski dalam penderitaan. Tetapi dalam narasi-narasi injil, kita hanya menemukan kesan bahwa Dia penuh dengan kesedihan. Mulai dari saat penderitaan di taman (lihat Matius 26:37) hingga seruan terakhir di kayu salib, awan ini tidak pernah hilang. Dalam perjalanan menuju Kalvari, bersama dengan kesedihannya atas orang-orang yang tidak tahu apa yang mereka lakukan --yang sekarang siap untuk mencemooh dan mencela-Nya seperti mereka yang hanya sebentar sebelumnya dengan sukacita memuji-Nya--pasti ada beban kesedihan yang lebih dalam atas pengkhianatan yang hina dan pengabaian total oleh semua murid-Nya yang ketakutan, bahkan oleh Petrus, yang membebani setiap langkah. Namun, terluka, berdarah, dan dihadapkan pada penghinaan terburuk, Dia menanggung semuanya tanpa mengeluh, bahkan ketika hatinya hancur. Dia dikuatkan oleh rasa misi-Nya yang tinggi dan menanggung penderitaannya dengan ketabahan sehingga bahkan musuh-musuh-Nya pun mencatatnya (Lukas 23:47). Dengan demikian, hingga saat-saat terakhir kehidupan-Nya di dunia, Dia adalah seorang yang penuh dengan kesedihan dan akrab dengan duka cita.

Question: 232. Was Jesus Happy on His Way to the Cross?

We cannot suppose so, although some have held that, because he was doing the Father's will, therefore he must have been happy even in the midst of suffering. But in the narratives of the evangelists we find only the impression that he was filled with sorrow. From the time of the agony in the garden (see Matt. 26:37) till the last cry on the cross, this cloud was not lifted. On the way to Calvary, together with his sorrow for the people who "knew not what they did" --who were now as ready to mock and revile him as they were only a short time before to joyfully acclaim him--there must have been a deeper burden of sadness for his base betrayal and for his utter desertion by all of his panic-stricken disciples, even by Peter, that weighed down at every step. Yet, wounded, bleeding, and subjected to the worst indignities, he bore it all without a murmur even while his heart was breaking. He was sustained by the sense of his high mission and bore his suffering with such fortitude that even his enemies remarked it (Luke 23:47). Thus, to the last moments of his earthly life, he was "a man of sorrows and acquainted with grief."

[555-AI]


TIP #24: Gunakan Studi Kamus untuk mempelajari dan menyelidiki segala aspek dari 20,000+ istilah/kata. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA