Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 3 No. 1 Tahun 1988 >  KARUNIA DAN TUBUH KRISTUS > 
PENGATURAN KARUNIA-KARUNIA DI DALAM TUBUH KRISTUS 

Tidak ada karunia pada hari ini yang dapat dikatakan sebagai penyataan baru dalam pengertian Perjanjian Baru. Sekalipun tekanan utama di dalam Wahyu 22:17-18 adalah berkenaan dengan teks wahyu, namun prinsip bahwa kanon Alkitab sudah lengkap adalah tetap, dan tidak ada alasan baik secara alkitabiah maupun berdasarkan pengalaman yang bisa menyimpulkan bahwa Allah memberikan penyataan baru pada zaman sekarang (Ulangan 4:2).

Saya percaya bahwa daftar karunia-karunia dalam Perjanjian Baru cukup lengkap. Ini tidak berarti bahwa setiap karunia ditetapkan secara begitu khusus sehingga kita perlu membatasi cara pemakaiannya hanya seperti pada abad pertama. Sebagai contoh, menggunakan karunia menolong pada zaman kita bisa mencakup cara-cara pelayanan yang tidak mungkin dilaksanakan pada abad pertama.

Sebaliknya saya tidak setuju dengan pandangan Mains yang mengatakan bahwa daftar karunia-karunia dalam Perjanjian Baru hanya sebagai contoh (kutipan sebagai berikut):

Kalau yang dimaksudkan adalah katalog lengkap tentang karunia-karunia, maka saya percaya bahwa bagian-bagian tersebut akan berisi daftar-daftar jenis karunia, apalagi penulisnya adalah sama. Namun sebagaimana pemahaman saya mengenai buah Roh yang terdapat pada Galatia 5 (kasih, sukacita, damai sejahtera, dan sebagainya) adalah bersifat mewakili - yaitu penulisnya tidak bermaksud mencakup segala hal yang mempunyai nilai kebajikan - demikian juga mengenai karunia-karunia Roh seharusnya dipahami dengan cara yang sama. Karenanya jelas bagi saya bahwa ada karunia-karunia yang tidak termasuk dalam daftar Perjanjian Baru, misalnya musik, menulis, melukis, drama (full circle, word, h. 60).

Saya yakin bahwa pendekatan Mains ini bisa menjurus kepada kebebasan penafsiran Alkitab. Dan nampaknya ada kekaburan dalam membedakan antara karunia-karunia roh dengan bakat-bakat alami.

Tidak ada karunia yang bisa dihilangkan perwujudannya pada zaman sekarang, kalau di dalam kedaulatan-Nya Roh Kudus menghendaki demikian. Hal ini menjadi perdebatan. Sebagian mengatakan bahwa satu cara yang mudah untuk menghindari penyalahgunaan karunia-karunia tertentu ialah dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak ada lagi, dan apapun yang dikatakan seseorang bahwa ia mempunyai karunia tersebut pasti dijelaskan dengan cara lain. Saya agak setuju dengan Snyder bahwa "posisi demikian dengan semaunya membatasi kerja Roh Kudus dan penerapan Perjanjian Baru pada zaman sekarang. Sebagai contoh, kalau kita membatasi penerapan 1Kor. 12 dan 14 hanya untuk gereja mula-mula, maka kita juga tidak bisa menuntut bahwa I Korintus 13 harus diberlakukan sekarang. Karunia dan kasih berjalan bersama-sama" ("Misunderstanding spiritual gifts," Christianity Today, Okt. 12, 1973, h. 15).

Alkitab tidak pernah menuntut bahwa karunia pada hari ini harus mempunyai bentuk yang sama seperti yang terjadi pada gereja mula-mula. Alkitab juga tidak memutlakkan bahwa karunia-karunia harus dikaitkan dengan jabatan-jabatan rohani seperti yang umum terjadi pada abad pertama.

Tidak ada karunia yang merupakan persyaratan bagi semua orang percaya atau yang diberikan kepada semua orang. Pentingnya kedaulatan Roh Kudus di dalam memberikan karunia-karunia roh terletak pada titik ini. Kalau kita bisa menghakimi kerohanian seorang Kristen berdasarkan apakah dia menerima karunia tertentu atau tidak, maka segera kita akan memisahkan diri kita sendiri menjadi golongan 'yang punya' dan 'yang tidak punya', justru di sinilah tepatnya masalah kedagingan yang terjadi di dalam jemaat Korintus.

Kita juga tidak bisa memaksakan karunia tertentu dari Allah. Sesudah menunjukkan dengan jelas di dalam satu rangkaian pertanyaan retorik bahwa tidak ada karunia yang merupakan norma bagi setiap orang Kristen (I Korintus 12:29-30), maka Paulus melanjutkan dengan himbauan agar kita berusaha memperoleh karunia yang lebih utama (berguna). Saya percaya bahwa ini membuka peluang bagi kita agar berdoa untuk karunia-karunia tertentu, tetapi tidak dengan sikap bahwa Allah berhutang karunia-karunia tersebut kepada kita sebab kita sudah memintakannya.

Tidak ada karunia yang bisa dipakai sebagai tanda bahwa orang percaya tersebut mempunyai kerohanian yang unik atau khusus. Kalau ada karunia dalam Perjanjian Baru yang dihubungkan dengan suatu jabatan, maka ada perbedaan (sebagai contoh karunia penggembalaan), dan sumbangsih yang dihasilkan karunia roh tersebut di dalam membangun tubuh menjadi kriteria dasar untuk menentukan mutunya. Siapa yang menerima, karunia apa yang diterima, sumbangsih apa yang perlu diberikan bagi pembangunan tubuh merupakan hak prerogatif Roh Kudus saja, satu-satunya tanggapan yang tepat dari kita ialah dengan rendah hati mengakui betapa anugerah Allah bekerja di dalam seluruh proses.



TIP #35: Beritahu teman untuk menjadi rekan pelayanan dengan gunakan Alkitab SABDA™ di situs Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA