Resource > Kemuliaan Salib
 PENDAHULUAN

Setelah pedagang-pedagang Portugis, yang mengikuti jejak penjelajah besar, Vasco da Gama, menduduki pantai selatan Tiongkok, mereka mendirikan sebuah Katedral besar di puncak sebuah bukit dengan pemandangan ke pelabuhan. Tetapi akibat dari suatu taufan dahsyat ternyata adalah terlalu hebat dan tiga abad yang lalu robohlah gedong besar itu kecuali tembok depannya. Tembok berat itu berdiri sebagai tugu yang terus bertahan, sedangkan tinggi diatas puncaknya yang berbentuk segitiga itu nampak jelas terhadap latar belakang langit sebuah salib tembaga, menantang hujan, halilintar dan taufan. Ketika Sir John Bowring, yang pada waktu itu. menjadi gubernur Hongkong, mengunjungi Macao pada tahun 1825, dia begitu terpesona melihat pemandangan itu, sehingga dia menulis nyanyian rohani yang terkenal dalam bahasa Inggris

"Dalam Salib Kristus aku jaya, Menjulang diatas kefanaan masa, Segala sinar gemilang dari kisahnya, Melingkupi kepalanya yang mulia."

Pendiri-pendiri katedral tua itu telah dilupakan, tetapi Salib yang mereka dirikan sebagai tanda peringatan dari yang disalibkan itu masih tetap ada. Tiongkok telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat mengagumkan, lembaga-lembaga lama telah hancur dan kerajaan-kerajaan lenyap, tetapi Salib itu masih tetap berdiri. "Sebuah tembok runtuh diatas sebuah puncak bukit berkabut; burung-burung bersarang diatas patung-patungnya yang seram itu; laut dan gunung-gunung dan langit Tiongkok nampak dari pintu-pintu dan jendela-jendelanya yang menganga itu; dan diatas segalanya Salib' yang merubah kesunyian menjadi keagungan."

Demikianlah keadaan di semua negeri dan pada segala zaman.Utusan Kristus dikalangan orang-orang bukan Kristen (untuk siapa Salib Kristus merupakan batu sandungan dan penebusan merupakan suatu ketololan) tiap hari didorong untuk lebih dalam merenungkan rahasia penyelamatan dan ke arah keyakinan yang lebih kuat, bahwa justru disinilah jantung dari amanat dan tugas kita. Rahasia dari kegairahan pemberitaan Injil.

Jika Salib Kristus mempunyai sesuatu anti bagi jiwa, maka dia memang merupakan segala-galanya -- kenyataan yang paling dalam dan rahasia yang paling luhur. Orang akan menyadari, bahwa dalam arti yang sebenarnya segala kekayaan dan kemuliaan Injil berpusat disini. Salib itu adalah poros maupun pusat dari buah pikiran Perjanjian Baru. Dia adalah tanda satu-satunya dari kepercayaan Kristen, lambang kekristenan dan tamsilnya.

Makin banyak orang-orang menyangkal sifatnya yang menentukan, makin banyak orang-orang beriman menemukan dalamnya kunci yang membuka tabir rahasia hakekat dosa dan penderitaan. Kita menemukan kembali ketegasan kerasulan pada Salib itu apabila kita membaca Injil dengan orang-orang yang bukan Kristen. Kita berpendapat, bahwa sekalipun kesomengan Salib itu masih ada, tetapi daya penariknya tidak dapat dikalahkan.

Pasal-pasal berikut adalah hasil renungan mengenai kesengsaraan Kristus Tuhan kita dan kematianNya pada Salib di tengah-tengah orang-orang yang menyangkal kenyataan sejarah dari penyaliban dan keharuan penebusan kita dari dosa. Amanat Salib selalu merupakan perkosaan dan skandal, sesuatu yang berlebih-lebihan atau ketololan bagi paham duniawi. Namun demikian Kristus yang disalibkan itulah yang akhirnya menarik semua orang padaNya. Dibawah bayangan Salib itulah terdapat ketenangan dan perdamaian. Kemuliaan Salib itu sama nyatanya dengan Keaibannya; dan merenungkan keaiban berarti melihat kemuliaan. Salib menjelaskan dosa dan kebenaran serta kasih. Itu adalah kekuasaan dan kebijaksanaan Tuhan. Bajangannya adalah bayangan yang terpanyang di dunia, karena dia jatuh bahkan pada pagi kebangkitan. "Ia menunjukkan tanganNya dan lambungNya kepada mereka."(Joh 20:20) Apakah Dia pernah menunjukkannya padamu? Dan apakah murid-murid itu gembira ketika mereka melihat bekas-bekas luka dari Tuhan yang telah bangkit itu. "Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia."(Gal 6:14)

Catatan:

Semua ayat Alkitab telah kami kutip dari terjemahan baru yang sedang dikerjakan dan telah disediakan untuk kami oleh Komisi Penterjemah Lembaga Alkitab Indonesia.

 BAB I. "YANG SANGAT PENTING ... KRISTUS TELAH MATI"

(1Kor 15:3)

"Yang sangat penting yang telah kusampaikan kepadamu," kata Paulus dalam Surat Pertama kepada Gereja Korintus, "yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci."(1Kor 15:3) Pembaca yang teliti akan memperhatikan dari konteksnya, bahwa ini adalah pokok dari amanat Rasul Paulus, inti dari ajarannya, satu-satunya injilnya. Paulus mengatakan, bahwa dia menerimanya tidaklah terutama dan hanya dari anggota-anggota jemaat asli, tetapi langsung melalui wahyu (Gal 1:15-19). Maka jemaat itu, maupun Rasul Paulus sendiri, percaya, bahwa kebenaran pertama dan asasi dari iman Kristen adalah kematian Kristus karena dosa-dosa kita. Dan tentunya Rasul Paulus menerima dan mengajarkan kebenaran ini dalam waktu tujuh tahun - menurut penanggalan lain bahkan dalam waktu yang lebih pendek - setelah Kristus mati.

Kata Yunani yang diterjemahkan dengan "yang sangat penting" dapat juga diartikan "yang pertama-tama" atau paling depan dari segala kebenaran. Kematian Kristus disalib bagi Rasul Paulus adalah yang paling penting dan pasal yang berpengaruh dalam kepercayaannya. Ini adalah fundamental. Ini adalah rukun syarat dari batu pertama, batu pojok dari kuil kebenaran. Bahwa ini benar nampak jelas dari tempat yang diambil kematian Kristus dalam Alkitab, dalam amanat kerasulan, dalam liturgi-liturgi dari kedua sakramen yang diselenggarakan oleh semua cabang Gereja dan dalam perbendaharaan nyanyian-nyanyian Kristen yang pertama-tama, maupun yang terakhir. Bukti itu bertambah dan melimpah. Salib itu bukan hanya merupakan lambang universal dari kekristenan; itu adalah amanatnya yang universal dan yang tak dapat disangsikan. Itu adalah pokok dari Injil -- firman yang hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua."(Ibr 4:12) Sebab tidak ada yang menimbulkan kesadaran akan dosa seperti salib.

Salib Kristus adalah lampu sorot Allah. Dia memperlihatkan kasih Allah dan dosa manusia, kekuasaan Allah dan kedaifan manusia, kesucian Allah dan kekotoran manusia. Bila mezbah dan korban penebusan adalah "yang pertama-tama" dalam Perjanjian Lama, maka salib dan perdamaian adalah "yang terutama" dalam Perjanjian Baru. Maka doktrin penyelamatan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan segala sesuatu yang dicakupnya mengenai hati baru dan masyarakat baru, surga baru dan dunia baru, dalam garis yang lurus menuju kembali ke arah pusat segala-galanya -- "Anak Domba yang telah disembelih."(Wahy 13:8)

1. Perhatikanlah tempat yang diambil cerita mengenai penyaliban dalam Perjanjian Baru. Dia disebut dalam tiap buku kecuali dalam tiga surat-surat pendek, Philemon dan Yahya 2 dan 3. Matius, Markus dan Lukas memberikan tempat yang lebih banyak padanya daripada untuk aspek manapun dari hidup dan ajaran Kristus. Matius menceritakan tragedi ini dalam dua bab dengan seratus empatpuluh satu ayat. Markus menulis seratus sembilan belas ayat mengenai cerita itu, dua bab yang merupakan yang terpanjang dari enam belas bab. Lukas menyediakan dua bab panjang untuk melukiskan penangkapan dan penyaliban itu. Hampir separuh dari Injil Yahya mengisahkan minggu kesengsaraan Kristus.

Dalam Kisah Rasul-rasul semua ajaran berpusat pada kematian dan kebangkitan Kristus. Inilah "Berita Baik." "Ia menunjukkan diriNya setelah penderitaanNya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup." Puncak dari khotbah Rasul Petrus pada Pentakosta adalah mengenai Yesus "yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya ... disalibkan dan dibunuh oleh tangan orang-orang kafir". Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus."(Kis 1:3; 2:23,36)

Amanat itu diulangi lagi oleh Rasul Petrus dalam Bait Allah "Kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar, serta menghendaki seorang pembunuh." "Dengan jalan demikian," Petrus kemukakan, "Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Kristus yang diutusNya harus menderita," tetapi "Allah membangkitkan HambaNya dan mengutusNya kepada kamu, supaya Ia memberkati kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu." Esok harinya dia kembali lagi pada tema "Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan." Dalam doa upacara pertama dari Gereja Mula-mula kita diingatkan kembali lagi pada penderitaan dan kematian dari "Yesus HambaMu yang kudus." Hasil dari amanat demikian dinyatakan dalam kata-kata yang isinya tidak meragukan: "Kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami." Tetapi rasul-rasul menjawab, "Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh ... telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kananNya menjadi Pemimpin dan Juruselamat."(Kis 3:14,18,26; 4:10,27; 5:28,30-31)

Stephanus menjadikan kematian Yesus Kristus sebagai tema pembelaannya yang disusul cepat dengan kesyahidannya sendiri (Kis 7:51-54). Philipus mulai berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepada sida-sida Ethiopia itu (Kis 8:26-40). Kornelius menerima amanat yang sama mengenai Dia: "Mereka telah membunuh Dia dan menggantungkan Dia pada kayu salib. Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga."(Kis 10:39-40)

Di Antiokhia Rasul Paulus bercerita tentang Kristus: "Mereka telah meminta kepada Pilatus supaya Ia dibunuh mereka menurunkan Dia dari kayu salib, lalu membaringkanNya didalam kubur, Tetapi Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati." Selama tiga sabat Rasul Paulus memberi uraian dari Perjanjian Lama di Thesalonika, "bahwa Kristus harus menderita dan bangkit dari antara orang mati." Di Athena dia berkhotbah tentang kematian dan kebangkitan Kristus, di Korintus dia hanya mau tahu tentang Yesus Kristus dan bahwa Dia disalibkan. Sebagai kata yang searti dengan Injil dipakai pemberitaan tentang salib" atau "berita pendamaian." Festus melukiskan amanat Rasul Paulus sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan "seorang yang bernama Yesus, yang sudah mati, sedangkan Paulus katakan dengan pasti, bahwa Ia hidup." Dalam pembelaannya di depan Festus, Rasul Paulus mengatakan, bahwa dia tidak mempunyai amanat lain "kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar. Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain daripada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa, yaitu, bahwa Kristus harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada orang-orang kafir."(Kis 13:28-30; 17:3; 1Kor 1:18; 2Kor 5:19; Kis 25:19; 26:22-23)

Dalam surat-surat Rasul Paulus kita sungguh kagum melihat jumlah yang berlimpah-limpah dari bukti-bukti, bahwa satu-satunya amanatnya adalah salib dan pendamaian. Dia telah memberitakan kabar baik ini selama lima belas tahun sebelum sepucukpun dari surat-suratnya dia tulis. Kita tidak dapat menemukan adanya perbedaan dalam tekanan antara surat-suratnya yang pertama dan yang terakhir dalam hal ini. Itulah yang menjadi pokok dari amanatnya kepada orang-orang Rum dan orang-orang Tesalonika. Kepada jemaat Galatia dia mengatakan dalam kata pendahuluannya bahwa Kristus Yesus telah menyerahkan diriNya karena dosa-dosa kita," dan (sesudah beberapa kalimat) dia meletus dengan perasaan berang: "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari surga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia."(Gal 1:4,8,)

Bahwa Golgota yang menjadi pusat dari Injil Paulus, adalah jelas dari semua suratnya. Inkarnasi itu ada agar penebusan itu mungkin. Salib itu adalah luhur dan menentukan bagi Allah, bagi manusia dan bagi alam semesta. "Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa." "Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesuskah, yang telah mati?" "Kami memberitakan Kristus yang disalibkan ... sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia, dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." "Jemaat Allah yang diperolehNya dengan darahNya sendiri." Semua orang Kristen, apabila mereka minum dari Cawan itu "memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang." "Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." Kristus adalah kekasihNya" yang oleh darahNya kita beroleh penebusan." Ini adalah rahasia dari abad-abad pelbagai ragam hikmat Allah yang dibukakan bagi kerajaan-kerajaan dan kekuasaan-kekuasaan melalui Gereja. Mereka yang merupakan "seteru salib Kristus," Rasul Paulus ceritakan kepada kita dengan air mata, bermegah dalam keaibannya dan mereka akan binasa. Kristus "yang lebih utama dalam segala sesuatu ... dan oleh Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya ... sesudah Ia mengadakan perdamaian oleh darah salib Kristus." Salib itu adalah pusat dari alam semesta dan dari sejarah. Dia masih akan melihat perdamaian segala sesuatu baik yang ada di bumi maupun yang ada di surga melalui darahNya."(Rom 5:8; 8:33-34; 1Kor 1:23,25; Kis 20:28; 1Kor 11:26; Gal 6:14; Ef 1:6-7;Php 3:18; Kol 1:18-20)

Dalam surat kepada orang-orang Ibrani kematian Kristus (Dia sendiri sebagai imam, korban dan mezbah) begitu menonjol sehingga kita tidak perlu menunjukkannya lagi. Kristus adalah Imam Besar yang agung, yang menyatakan diriNya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korbanNya." Darah Yesus Kristus adalah darah perjanjian. Kristus adalah yang mengadakan dan menyempurnakan iman kita karena Dia telah "memikul salib." DarahNya yang dipercikkan berbicara lebih kuat dari pada darah Habel" -- itu adalah "darah perjanjian yang kekal" ditumpahkan oleh "Gembala Agung dari segala domba."(Ibr 9:26; 12:2,24; 13:20)

Surat-surat Petrus menggemakan pengajarannya yang paling pertama dan sangat banyak menyinggung kesengsaraan Kristus yang "sendiri telah memikul dosa kita dalam tubuhNya di kayu salib ... oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh". Akhirnya dalam surat 1 Yahya dan dalam Wahyu salib itu masih tetap merupakan yang utama, Melaluinya Yesus Kristus merupakan "perdamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." "Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." "Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya ... bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin." "Lihatlah, Ia datang dengan awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia."(1Pet 2:24; 1Yoh 2:2; 3:16; Wahy 1:5-7)

2. Kedua sakramen yang diterima oleh Gereja-gereja Timur dan Barat langsung menyebutkan kematian Kristus untuk dosa-dosa kita. Ini jelas, bukan hanya dari penempatan kata-katanya dalam Perjanjian Baru, melainkan juga dari banyak liturgi-liturgi dalam administrasinya. Disini kita dapat katakan lagi bahwa "yang sangat penting" mereka memberitakan kematian Kristus yang merupakan penebusan kita dari dosa. Pembaptisan adalah upacara penerimaan dalam Kristen. Dimanapun Perjanjian Baru tidak ada menyebut orang-orang Kristen yang tidak dibaptiskan, dan orang-orang percaya yang primitif ini tahu apa yang dimaksudkan Rasul Paulus apabila dia bilang, bahwa semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya." Pengampunan dosa dan pembaptisan berhubungan erat dalam pikiran mereka dengan air dan darah yang mengalir dari sisi Kristus yang robek itu. Kedua sakramen itu dimaksud untuk mengantar amanat Injil dalam perlambangan yang tak dapat disangsikan. Selama sakramen-sakramen itu mempertahankan tempatnya dalam Gereja, mereka adalah -- dengan adanya segala yang ditambahkan dengan upacara dan tahyul sekalipun saksi dari arti penyelamatan kematian Kristus, saksi dari sifat penggantiannya, keharusannya dan wataknya yang menentukan. Gereja Mula-mula terus bertekun dalam ... memecahkan roti," karena dengan itu mereka ingin memberitakan kematian Kristus dan pengampunan dosa melalui darahNya. Itu adalah "persekutuan dengan darah Kristus ... dengan tubuh Kristus," turutnya kita dalam "satu Roh," "pengampunan dosa," penyucian batin kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia." Inilah yang membuat pemecahan roti itu begitu berharga bagi Gereja Mula-mula dan bagi semua Gereja selama duapuluh abad.(Rom 6:3; Kis 2:42; 1Kor 10:16; 12:13; Mat 26:28; Ibr 9:14)

3. Bila kita beralih dari liturgi pada kumpulan nyanyian-nyanyian gereja, kita akan mempunyai kesaksian yang sama. Dalam nyanyian-nyanyian Latin dan Yunani masa-masa pertama, dalam nyanyian Gereja-gereja Kopt dan Armenia, maupun dalam nyanyian-nyanyian Gereja Reformasi, salib itu adalah "yang sangat penting", dan kesengsaraan Tuhan Yesus merupakan tema. Dalam nyanyian-nyanyian Gereja inilah kita menemukan kesatuan dan kedalaman theologi yang kadang-kadang tidak terdapat dalam kepercayaan-kepercayaan sekalipun.

"Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" "Anak Domba yang ditengah-tengah takhta itu." Apapun yang tercipta turut dalam Paduan Suara Haleluyah.(Wahy 5:12; 7:17)

Anak-anak kecil diberbagai negeri dan bahasa menjanjikan inti dari Injil itu:

"Yesus mati bagiku. Surga, buka pintumu! Hutang dosa terhapus, Aku sudah ditebus."

Betapa besar bagian dari nyanyian-nyanyian dari Gereja itu merupakan nyanyian kesengsaraan atau tafsiran dari penebusan yang dibuat diatas salib! Siapakah yang dapat melupakan pelukisan dalam begitu banyak bahasa dari "O, Haupt voll Blut and Wunden" (0, kepala yang penuh darah dan luka) atau kepiluan lagunya seperti yang dinyanyikan oleh Kristen Jerman?

... Tidak cukup kuatku; hanya oleh sayangMu, oleh darahMu kudus, dapat aku ditebus."

Andaikata Yesus dari Nazaret hanyalah manusia belaka dan bukan Anak Allah dan Juruselamat kita, kematianNya yang menyedihkan itu akan merupakan peristiwa yang terbesar juga dalam sejarah manusia. Banyaknya keterangan-keterangan yang teliti dalam catatan-catatan masanya mengenai kesengsaraanNya dan penyalibanNya, segala hal-hal yang dahsyat yang menyertainya dalam alam; ketujuh kata dari salib, pengaruhnya terhadap mereka yang melihatnya dan terhadap segala abad dan bangsa -- semuanya ini jelas menunjukkan kepentingannya. Kita jangan merubah tekanannya. Peristiwa yang utama dalam hidup Yesus Kristus dan bagi Dia sendiri, adalah kematianNya diatas salib karena dosa. Kata-kata dari James Denny tidaklah terlalu keras: "Jika penebusan itu, terlepas dari perumusannya yang tepat, berarti sesuatu bagi jiwa, maka dia adalah segala-galanya. Penebusan itu adalah yang paling mendalam dari segala kebenaran dan yang paling kreatif. Lebih dari apapun juga dia menentukan konsepsi kita mengenai Tuhan, manusia, sejarah dan bahkan mengenai alam. Penebusan itu menentukan semuanya ini, karena dengan satu dan lain jalan kita harus menyesuaikan semuanya ini dengan pengertian ini. Penebusan itu adalah tema dari segala pikiran, yang akhirnya merupakan kunci bagi segala penderitaan. Penebusan manusia dari dosa ini adalah suatu kenyataan yang demikian rupa, sehingga dia tak dapat berkompromi. Maka bagi jiwa modern, maupun bagi yang kolot, daya penarik dan penolakan dari kekristenan itu berpusat pada suatu titik yang sama. Salib Kristus adalah satu-satunya kemuliaan manusia atau perintangannya yang terakhir."

 BAB II. "KAMI TIDAK MENGIKUTI DONGENG-DONGENG ISAPAN JEMPOL MANUSIA"

(2Pet 1:16)

Mereka yang percaya akan firman yang diberikan Allah mengenai AnakNya dalam Kitab-kitab Injil tidak meragukan kenyataan-kenyataan yang diceritakan disana. Mereka mempunyai kesaksian Roh, bahwa firman itu adalah benar. Bersama-sama dengan Petrus mereka tahu bahwa segala kejadian yang dikemukakan mengenai kesengsaraan dan kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya yang mulai itu bukanlah "dongeng-dongeng isapan jempol manusia." Petrus melihat dengan mata kepala sendiri penderitaan-penderitaan Kristus, dan Markus adalah pengikutNya. Yahya menceritakan mengenai apa yang dia dengar dan lihat, yang dia saksikan dan raba dengan tangannya sendiri.(1Yoh 1:1) Matius adalah salah seorang dari yang duabelas murid Tuhan Yesus. Lukas menceritakan kepada kita betapa teliti dia memilih saksi-saksi untuk tulisannya itu, "supaya engkau dapat mengetahui kebenaran segala sesuatu yang diajarkan kepadamu.(Luk 1:4)

Tetapi dalam abad kesangsian dan kritik historis kita harus menghadapi mereka yang menyangkal kebenaran Injil, baik keasliannya, maupun kejujurannya. Ada yang mengatakan, bahwa Yesus Kristus adalah suatu mitos dan peristiwa-peristiwa dari riwayat hidupNya adalah "dongeng-dongeng isapan jempol manusia" yang berasal dari tahyul-tahyul Roma, Yunani dan Mesir yang bersaingan satu sama lain dan yang telah ada lebih dulu. Ahli-ahli gnostik masa-masa pertama memungkiri kematian karena mereka terpaksa mempertahankan pendiriannya sendiri Al Qur'an dengan mutlak menyatakan bahwa Yesus tidak pernah dibunuh maupun disalibkan. "Allah telah mengunci matahari mereka (orang-orang Yahudi) karena kekafirannya ... karena ucapan mereka: Sesungguhnyalah kami telah membunuh Al Masih, 'Isa putra Maryam Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka.(Surat IV. 155-157) Dari semula Islam Ortodhoks selalu memungkiri penyaliban yang historis dari Yesus. Dia tidak mati untuk dosa kita katanya. Dia tidak pernah bangkit dari kematian. Kepergiannya dari dunia ini ke dunia berikutnya bukanlah melalui salib.

Teori Strauss dan kaum rasionalis lainnya, bahwa tubuh Yesus diturunkan dari salib sebelum kematianNya benar terjadi dan bahwa Dia hidup kembali berkat rempah-rempah yang ada dalam kuburan itu, dengan senang dianut oleh sekte modern dari Ahmadyah di Punjab. Pemimpin mereka Ghulam Ahmed dari Qadian, menemukan teori yang sama mengenai Yesus, orang Nazaret, yang sadar kembali, yang mengadakan perjalanan ke India dan menjadi guru disana, dalam sebuah buku yang bernama "Riwayat Hidup yang tidak dikenal dari Kristus", yang ditulis oleh seorang pengarang roman Russia, Novovitkh. Kemudian dia "menemukan" kuburan Yesus di Kashmir dan menyatakan dirinya sebagai Messias baru! Dengan propaganda yang bersemangat dan lihay sekte ini memompakan dunia dengan Injil baru ini, yang diciptakan orang Anti-Kristus. Pengarang roman Irlandia, George Moore, menduga dalam bukunya "The Brook Kereith", bahwa Kristus sebenarnya tidak mati diatas salib, tetapi hanya pingsan dan sehat kembali dan melanjutkan usaha yang lebih luas dari pengabdian sosial. Demikianlah ahli-ahli teori ini memungkiri apa yang kita pandang sebagai sesuatu yang asli dan paling utama dalam amanat kita. Bagaimanakah kita bisa mempersiapkan diri untuk memberikan mereka jawaban mengenai kepercayaan dan harapan yang ada dalam diri kita? Kita tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri Kenapa kita mempercayainya? Kepercayaan harus berdasarkan bukti. Dan buktinya menyeluruh dan tak dapat disangkal akan memperkuat keyakinan kita untuk mempelajari kenyataan ini.

1. Pertama-tama, kematian Kristus diatas salib bukanlah sesuatu yang mendadak tetapi telah jelas diramalkan dalam nubuatan Yahudi. Hamba Allah yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya, Mazm 22 yang disebut Mazmur Messias yang menggambarkan kematian Kristus Yesus, pengkhianatan terhadapNya sampai bagian-bagian kecilnya dan mengenai kematianNya dalam nubuatan-nubuatan lain semuanya ini sudah biasa bagi mereka yang mempelajari Alkitab. Peristiwa besar yang akan datang telah lama sebelumnya dibayangkan. "Lihatlah Anak Domba Allah," kata Yahya Pembaptis; dan dalam kata-kata ini dia simpulkan segala arti dari ajaran Perjanjian Lama, bahwa "tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan" dan bahwa Anak Domba Allah harus disembelih karena dosa dunia. Kunci dari Perjanjian Lama akan hilang, jika kita menyangkal, bahwa "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci.(Joh 1:29; Ibr 9:22; 1Kor 15:3) Bahkan kunci itu hilang bagi rahasia Pengorbanan darah sebagai suatu perdamaian untuk dosa manusia diantara segala bangsa dan pada tiap abad."

Dia tertikam dari sebab pendurhakaan kita; Dia diremukkan dari sebab kesalahan kita; ... dan karena bilur-bilurNya kita menjadi sembuh.(Yes 53:5) Kata-kata ini ditulis tidak lama sebelum zaman Plato, 429 S.M. Dalam bukunya Politia (Jilid IV) Plato menceritakan kepada kita tentang seorang penebus yang berkorban sebagaimana, yang diperlukan dunia untuk mengembalikan kebenaran: "Orang benar yang sempurna, yang tanpa melakukan sesuatu kesalahan, mungkin nampak seperti ketidakadilan yang paling kasar; ya, seorang yang akan didera, dibelenggu, disiksa, dibuat buta, dan setelah mengalami segala macam penderitaan, diikat pada sebuah tiang, harus mengembalikan asal keaslian dari kebenaran." Tidaklah penting untuk menanyakan dari mana Plato mendapat gagasannya mengenai seorang yang benar yang menderita bagi orang-orang yang tidak benar dengan maksud membawa mereka kembali kepada Allah. Tetapi gagasan itu memang ada dan hampir sama jelasnya seperti dalam amanat ilahi dari Yesaya. Orang yang benar-benar suci hidupnya pasti akan penuh duka cita, dihina, dibuang, disalibkan.

2. Kematian diatas salib bukanlah suatu tragedi yang mendadak bagi Yesus sendiri Itu tidaklah merupakan suatu kekecewaan dan kegelapan bagi harapan-harapanNya. Sebaliknya, Dia melihat bahwa ini tidak dapat dielakkan dan berkali-kali Dia menyatakan kepastian dari peristiwa yang dahsyat ini. Sejak permulaan pekerjaanNya Dia telah melihat bayangan yang mendekat itu. Pada pembaptisanNya, Dia, yang tidak mengenal dosa, menghitung diriNya diantara para pembuat jahat. Dia merumuskan arti menjadi murid sejak semula sebagai pemikulan salib. Setelah mengakui, bahwa Dia adalah Messias "Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan ... dibunuh." "Anak Manusia akan diserahkan kedalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.(Mat 16:21; Mr 9:31) Yang menjadi ciri dari bulan-bulan terakhir dari Tuhan Yesus Kristus, menurut ringkasan keempat Injil adalah usaha yang sengaja dan telah untuk ketiga kalinya diulangi, untuk mengajar pada murid-muridNya yang kabur pengertian nya mengenai kepastian dan arti dari kematianNya yang kejam dan yang telah mendekat itu.

3. Detail-detail dari penyaliban yang dicatat oleh mereka yang dalam beberapa hal melihatnya sendiri, melenyapkan keragu-raguan bahwa Dia sungguh benar-benar mati. Mengenai hal ini mereka memberikan keterangan-keterangan dengan begitu khidmat, seakan-akan mereka melihat adanya kemungkinan timbulnya kesangsian mengenai fakta ini di kemudian hari. "Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya ... Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat matiNya demikian, berkatalah ia: Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!" Yahya menceritakan, bagaimana "seorang dari antara prajurit itu menikam lambungNya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air." Kemudian dia menambah: "Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan dia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.(Mr 15:37,39; Joh 19:34,35) Ini bukanlah kata-kata dari orang yang lekas percaya dan ingin menipu dirinya. Kepala pasukan itu melaporkan kenyataan itu dengan resmi dan membenarkan kematian Yesus kepada Pilatus (Mrk 15:44). Yusuf dari Arimatea meletakkan Yesus yang telah mati itu dalam makam dan yang ada disana dan melihat Dia sudah mati adalah Maria Magdalena dan Maria, ibuNya (Mr 15:47).

Tiap penulis dalam Perjanjian Baru menceritakan kematian Kristus Yesus; sama sekali tidak ada suara kedengaran dalam seluruh Kisah Rasul-rasul yang memperdengarkan kesangsian bahwa Yesus Kristus disalibkan. Baru sesudah berabad-abad timbul kelancangan pada orang untuk meragukan kenyataan-kenyataan historis dan mengajarkan dongeng-dongengan yang mereka karang dengan isapan jempol manusia, Setelah melontarkan kritik-kritik yang ganas terhadap dokumen-dokumen itu, seorang sarjana bukan Kristen, seperti Rabbi Joseph Klauser, dalam bukunya mengenai Yesus dari Nazaret, menarik kesimpulan, bahwa Injil-injil yang ringkas itu merupakan catatan-catatan yang dapat dipercaya dan bahwa Yesus hidup dan mati seperti yang diceritakannya.

4. Beberapa tahun yang lalu Samuel E. Stokes mengumpulkan bukti-bukti dari penulis Yahudi dan yang bukan Yahudi mengenai keaslian naskah-naskah kesaksian Kristen, dan mungkin ada juga orang yang mau mendengar Pliny, Tacitus, Lusian dan Josephus atau bahkan Celsus, karena mereka semua adalah kafir atau musuh kepercayaan Kristen dalam penguatan Injil yang mereka sangsikan. Dalam catatannya mengenai pembakaran Roma (A.D 64) dan bagaimana Nero berusaha mengelakkan sangkaan terhadap dirinya, Tacitus berkata: "Maka, untuk membisukan laporan itu, Nero menuduh sebagai orang-orang yang bersalah dan sebagai gantinya, orang-orang yang paling dibenci oleh umum karena kejahatan yang diam-diam mereka lakukan dan menghukum mereka dengan kekejaman yang tak ada taranya. Orang-orang ini disebut Kristen. Kristus, yang merupakan asal dari nama itu, telah dihukum mati pada ketika Tiberius menjadi Kaisar, oleh kuasa usaha Pontius Pilatus, dan untuk beberapa lama tahyul yang merusak itu dapat dicegah. Kemudian dia muncul kembali tidak hanya di Judea, dimana kerusuhan itu mula-mula timbul, melainkan juga di Roma, dimana segala macam pembunuhan dan hal-hal yang memalukan dan kotor bertemu satu sama lain dan menjadi kebiasaan. Lalu mula-mula beberapa dari mereka ditangkap dan dipaksa mengaku dan berdasarkan keterangan mereka sejumlah besar dihukum, tidak terutama karena pembakaran kota Roma dengan sengaja, tetapi karena kebencian terhadap bangsa itu. Dan mereka tidak hanya dihukum mati, tetapi dihukum mati dengan penghinaan dengan menyuruh mereka memakai kulit-kulit binatang dan disuruh di gigit oleh anjing-anjing sampai mati, atau disalibkan dan kemudian dibakar dan kalau sudah gelap, dibakar sebagai ganti lampu malam." (Annales" 15:44).

Lucian dari Samosata (lahir A.D. 100) dalam "Matinya Peregrinus", mengatakan: "Orang-orang Kristen masih tetap memuja orang besar itu, yang disalibkan di Palestina karena Dia memperkenalkan agama baru ini kepada dunia ... Bangsa malang ini meyakinkan dirinya sendiri, bahwa mereka sama sekali tidak bisa mati dan akan hidup untuk selama-lamanya dan oleh karena itu mereka meremehkan saja soal kematian dan banyak diantara mereka yang dengan rela menyerahkan dirinya. Dan orang yang pertama kali memberikan undang-undang kepada mereka telah meyakinkan mereka bahwa mereka semua adalah saudara satu lama lain, apabila mereka telah melanggar dan meninggalkan dewa-dewa bangsa Yunani dan memuja Filsuf mereka yang disalibkan itu serta hidup menurut hukumNya."

Kedua pasal yang termasyur dalam "Antiquities" (Masa-masa Purba) dari Josephus adalah luas terkenal dan mungkin tulen. Bagaimanapun juga seluruh sejarah Josephus memperkuat bingkai historis dari Injil. "Herodes Akbar, Arkhekaus, puteranya Herodes Antipas, Herodias, puterinya Salome, Yahya Pembaptis Hanas (Ananus), Kayafas (Caiphas) Pontius Pilatus, Felix dan isterinya orang Yahudi, Drusilla, Porsius Festus, Herodes Agrippa, Bernice, orang-orang Farisi dan Saduki, semuanya ada dalam sejarah Yosephus, dalam hubungannya yang sama terhadap satu sama lain seperti dalam penulisan Perjanjian Baru."

Celsus, orang Epicuris, adalah salah seorang lawan agama Kristen yang paling keras, kira-kira A.D. 170. Dalam bukunya yang berjudul "The True Discourse", sebagaimana dikutip oleh Origen dalam jawabannya Celsus secara mengejek menyinggung kesengsaraan Kristus dan menurut kutipan itu dia mengatakan -- Ya, Bapa jikalau bisa, biarlah kiranya cawan ini lepas dari padaku - dia menyebut Kristus Yesus yang disalibkan, dan bicara tentang mereka yang membunuh Dia sebagai: mereka yang menyalibkan TuhanMu. Dia menyerang kepercayaan Kristen, bahwa Kristus menderita kesengsaraan demi umat manusia. Dia mencoba membantah kenyataan dari kebangkitan Kristus. Dia menyinggung juga soal malaikat yang menggulingkan batu dari makam itu. Dia mencoba menunjukkan ketololan kepercayaan Kristen dalam kebangkitan badan dan mentertawakan orang-orang Kristen karena mereka berkata: Dunia telah disalibkan bagiku dan aku untuk dunia." Kesaksian kematian dan kebangkitan dari Tuhan Yesus dari seorang musuh Injil sangat besar artinya.

5. Kita terpaksa menarik kesimpulan, bahwa jika ada bukti untuk sesuatu peristiwa dalam sejarah manusia, maka bukti itu adalah untuk penyaliban Yesus Kristus. Kesaksian yang menguatkannya terdapat juga dalam kebiasaan Perjamuan Kudus dan perayaan Hari Minggu. Memecah-mecahkan roti dan turutnya kita minum dari cawan itu berasal dari malam pada waktu mana Tuhan Yesus dikhianati. Dia sendiri yang memulai sakramen ini dan penyelenggaraannya yang umum oleh seluruh Gereja Kristen -- sekalipun ada perbedaan dalam liturgi dan tafsiran upacara - adalah bukti yang tidak langsung, tetapi meyakinkan dari kematian Yesus. Tradisi yang tidak putus-putus seperti ini adalah contoh dari bukti sejarah, yang tak dapat disangkal.

Tuhan Yesus mengatakan, bahwa Dia adalah "Tuhan atas hari Sabat,(Mat 12:8) dan Dia membuktikannya dengan kenyataan, bahwa sesudah kematian dan kebangkitanNya kembali dari antara orang mati, Gereja segera mulai merayakan hari pertama dari minggu sebagai pengganti hari ketujuh Yahudi; maka Hari Minggu itu sendiri adalah bukti dari kematian dan kebangkitan Tuhan. Tiap agama besar yang bukan Kristen mempunyai lambangnya yang jelas; kuncup teratai, swastika, bulan sabit dsb. Salib adalah lambang agama Kristen. Bagaimanakah ini, yang merupakan tanda penurunan yang bersifat menghina, keaiban, celaan, kesalahan dan sakrat ulmaut dari sesuatu yang tak berdaya, bisa menjadi lambang dari kehormatan, keberanian, iba hati dan kerelaan menolong yang penuh belas kasihan? Tidak ada penjelasan lain, kecuali melalui Dia yang digantung pada salib demi kita dan menebus kita dari dosa dan membersihkan salib itu dari kutukan.

6. Akhirnya, jika masih ada yang menyangsikan adanya bukti sejarah dari kenyataan pokok ajaran Perjanjian Baru, kita mempunyai juga kesaksian dari katakombe-katakombe dan tugu-tugu Kristen masa-masa pertama. Batu-batu ini dengan perlambangnya serta pertaliannya dengan salib itu meneriakkan, bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab.

Masihkah kita memerlukan bukti selanjutnya untuk kepercayaan kita?

Yesus mati dan bangkit kembali menurut nas Alkitab. Nabi-nabi telah meramalkan kematianNya. Semua nas Alkitab berpusat pada Penebusan. Semua nas Alkitab adalah kesaksian mengenai Juruselamat yang mati dan Tuhan yang bangkit kembali dari antara orang mati. Tema asasi dan yang selalu terdapat dalam pokok amanat Alkitab adalah jawaban atas pertanyaan, bagaimana seorang yang penuh dosa bisa dibenarkan di depan Allah? Dan jawabnya ialah melalui kematian Kristus untuk menebus orang yang berdosa. Jalan lain tidak ada. Tidak ada Injil lain. Kalau ini palsu, maka kepercayaan kita, yaitu kekristenan kita seluruhnya, adalah percuma, karena satu-satunya berita yang baik, yang ada pada kita ialah bahwa Yesus Kristus mati "karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.(Rom 4:25,)

 BAB III. "DAN MEREKA MENUTUPI MUKANYA"

(Luk 22:64; Mr 14:65)

Dilihat dari segi sejarah, kesengsaraan Kristus sama sekali adalah termasuk masa silam, ,KematianNya adalah kematian terhadap dosa satu kali" dan sesudah itu tidak mati lagi; maut tidak lagi memegang kuasa atas diriNya(Rom 6:10) Tetapi secara rohaniah kesengsaraan Kristus tetap ada dan berulang-ulang terjadi. Kita menyalibkan Dia lagi. Yesus Kristus terus-menerus dikhianati, ditinggalkan, dimungkiri, ditudungi, diludahi, didera, diejek dan kemudian disalibkan.

Tiap peristiwa dalam kisah penderitaanNya mempunyai cirinya yang tersendiri. Dalam arti rohaniah kita berada disana ketika "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci.(1Kor 15:3)

"Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuliNya. Mereka menutupi mukaNya dan bertanya: "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" Lalu mulailah beberapa orang meludahi Dia menutupi mukaNya dan meninjuNya sambil berkata kepadaNya: Hai nabi, cobalah terka! Malah para pengawalpun memukul Dia.(Luk 22:63-64; Mr 14:65)

Hal ini terjadi di halaman istana Kayafas, pagi-pagi benar sebelum fajar menyingsing. Sinar bulan purnama menerangi tempat kejadian itu dan nyala api unggun yang dikobarkan memancarkan sinar dan bayangannya atas halaman itu. Dengan mukaNya ditutupi Yesus duduk ditengah-tengah sekumpulan orang yang tanpa alasan membenciNya. Pelayan-pelayan dari Majelis Besar, orang-orang bayaran dari Imam Besar; dan mungkin semua mereka adalah orang-orang Yahudi yang sebangsa dengan Tuhan Yesus. Ada yang mengenal Dia dan pernah mendengar kata-kata yang diucapkanNya. Mereka telah menyaksikan keajaiban-keajaiban yang dibuatNya.

Di taman Getsemane mereka berkisut melihat pandanganNya. Sekarang mereka menutupi mukaNya dan mengejekNya. Kegelapan apakah yang menguasai hati-hati yang dapat berbuat seperti ini dan tahan melihatnya! Betapa matinya perasaan terhadap kasih dan kebenaran; dan kebutaan apa yang membuatnya tidak melihat keindahan kesucian; dan betapa jahatnya pikiran dan keringnya hati nurani! Dan ini mereka lakukan terhadap Yesus dari Nazaret, yang pernah membuka mata seorang yang lahir buta di Yerusalem.

Mereka menutupi mukaNya. Apakah Malkus ada diantara mereka? Apakah Kayafas turut? Apakah Petrus melihat sesuatu sebelum dia keluar dan menangis sedih? Kemudian dia menulis tentang malam buruk itu ketika dia berdiri dan memanaskan dirinya -- tetapi jiwanya menggigil -- dekat api: "Kristuspun telah menderita ... tidak ada tipu dalam mulutNya. Ketika Ia dinista, Ia tidak membalas dengan menista; Ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil ... oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh.(1Pet 2:21-24) Ya, Petrus tentu melihatnya, paling sedikitnya dari jauh. Rasa malu dan kesakitannya mendera hatinya. Pandangan terakhir dari Kristus sebelum mataNya ditudungi diarahkan kepada Petrus, yang juga menyangkal Dia di depan pelayan-pelayan ini.

Betapapun ringkasnya kesaksian ini, kita dapat membaca diantara baris-barisnya sifat pengecut, kekejaman dan kebodohan dari kebencian mereka terhadap Juruselamat itu. Kenapa timbul pikiran pada mereka untuk menutupi mata Yesus? Bukankah karena mataNya penuh dengan keheranan suci akan ketidakpercayaan mereka, mata yang penuh belas kasihan akan kebodohan mereka tetapi juga berkilat dengan sinar yang mendera hati nurani mereka seperti nyala api? Mereka tak tahan melihatNya dengan berhadapan muka, maka seperti Markus bilang, ketika beberapa orang mulai "meludahi Dia" yang lain "menutupi mukaNya dan memukulNya."

Kekecutan hati mereka hanya dapat diimbangi oleh kebencian mereka. Mereka memukul Dia. Mereka mengejekNya. "Dan banyak hujat yang diucapkan mereka kepadaNya." Dan kebencian mereka adalah tidak pantas, "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?(Mr 14:65; Luk 22:64-65) Bukanlah perseorangan yang memukul Dia, melainkan bangsa itu; umat manusia seluruhnya.

Segala kekecutan hati dari pendurhakaan dan ketidakpercayaan yang berabad-abad itu dilambangkan oleh peristiwa ini. Ada orang yang selalu takut dan oleh karena itu tidak rela untuk berhadapan muka dengan Kristus. Orang mencoba mengelakkan Yesus dalam sejarah dengan mengatakan, bahwa cerita itu adalah dongengan; atau mereka tidak mau berhadapan muka dengan Dia. Betapa banyaknya sejarah-sejarah, populer dan buku-buku pelajaran menutupi muka Yesus dengan memakai sesuatu ayat sebagai dalih yang sama sekali tidak menyingkapkan sejarah hidup Yesus Kristus yang sebenarnya.

Ketidakpercayaan menudungi Alkitab dengan menutupi sampulnya dan dengan demikian merintangi amanatnya mencapai dunia kanak-kanak atau dengan membiarkannya letak saja di rak buku, sebuah buku klasik yang menjadi buah bibir tiap orang, tetapi yang tak pernah dibaca orang. Orang-orang menutupi muka Yesus diatas mimbar atau dalam pers dan kemudian mengejek jasaNya sebagai nabi dan kemuliaanNya sebagai Messias. Kalau pendurhakaan dan kemurtadan menutupi muka Juruselamat, maka mereka menampar mukaNya. Valtaire, Nietzskhe, Rennan, Bebel, Paine; Ingersoll dan yang lain-lain yang sependapat dan sejiwa dengan mereka, semuanya menutupi muka Yesus dulu sebelum mereka mengingkari ketuhananNya; menyembunyikan mukaNya sebelum mereka mendera kemuliaanNya.

Adalah menyakitkan untuk membaca dalam Injil mengenai Kristus yang mukaNya ditutupi ini, namun terutama mengenai cara orang-orang menutupi mukaNya berulang-ulang selama sembilan belas abad dan kemudian mengejekNya. Dendam dari ketidakpercayaan sama jelasnya sekarang dengan dulu dalam ruangan pengadilan Kayafas. Orang-orang tidak dapat membiarkan Kristus tenang. MukaNya memikat perhatian. MataNya adalah nyala api. Dia menarik atau membuat orang jijik. Dulu Dia berbuat demikian dan sekarang pun juga.

Didapan mata Yesus kubuka kehidupanku dan isi hati yang keruh -- Didapan mata Yesus.

Didapan mata Yesus yang suci b'laka apinya, kulihat caya sayangNya, -- Didapan mata Yesus.

Nyanyian Rohani 136

Orang-orang percaya dari Perjanjian Lama ingin melihat kemuliaan Allah pada muka yang diurapi. Inilah doa Musa, harapan Daud dan keinginan Yesaya. "Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku?" "Buatlah wajahMu bercahaya atas hambaMu." "Jangan sembunyikan wajahMu terhadap aku, sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur." Ketika Yesaya melihat kemuliaanNya dan menulis tentang penderitaanNya, dia meramalkan tragedi dari hari yang sangat buruk ini. "Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Mukaku tidaklah kusembunyikan terhadap noda dan ludah." "Penuh kesedihan dan kenyang akan kesakitan; seperti seorang yang terhadapnya orang sembunyi muka dia dihina." "Kesalahanmulah yang merupakan pemisah antara kamu dan Allah, dan dosamulah yang membuat Dia sembunyi muka terhadap kamu." "Dan mereka menutupi mukaNya." "Siapakah yang buta selain dari hambaKu?(Mazm 13:1; 31:16; 143:7; Yes 50:6; 53:3; 59:2; Luk 22:64; Yes 42:19) Dengan demikian mungkin ramalan Yesaya itu terwujud.

Kalau kita merenungkan kata-kata seperti ini, maka mulailah kita sadari apa artinya bagi Tuhan Yesus kalau mukaNya ditutupi dan dengan demikian mengalami pada diriNya dan dalam diriNya segala kebodohan dan kebutaan dari ketidakpercayaan yang disengaja terhadap Allah dan utusan-utusanNya. Ini bukan sesuatu yang baru. Sepanjang zaman orang-orang selalu menuntut bukti dari mereka yang membuat kesaksian bagi Allah. Apakah keajaiban-keajaibanNya, tanda-tanda apa yang diberikanNya? Kapankah ramalan-ramalanNya dipenuhi?

Mereka yang memalingkan mukanya dari Kristus atau menutupi mukaNya tetap tidak percaya dan tetap tidak menyadari dosanya. Pelayan-pelayan Imam Besar tidak melihat apa-apa. Tetapi Petrus didera dalam hati nuraninya dengan satu pandangan saja. Dia dapat menyesal karena dia tidak menutupi muka. Yesus. Dan demikianlah selalu halnya.

Maka kita tidak usah heran, kalau orang menutupi muka Juruselamat kita, memukulNya atau menghinaNya di muka umum sekarang.

Tiap agama baru atau falsafah yang menjauhkan orang dari Injil hanya berhasil dengan menutupi muka Kristus. Mereka yang melihat mataNya tidak memerlukan cahaya lain. Mereka yang telah melihat mukaNya tidak mengikuti pemimpin lain. "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka dia tertutup pada mereka, yang akan binasa; yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena Yesus. Sebab Allah yang telah berfirman: Dari dalam gelap akan terbit terang! Ia juga yang membuat terangNya bercahaya didalam hati kita, supaya kita beroleh terang pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.(2Kor 4:3)

Mereka yang jalan dalam gelap dengan mata hati yang buta sering mematikan sendiri lampu dengan lebih dulu menutupi muka Kristus dari Allah, Kekuasaan Iblis merintangi melihat kemuliaan Juruselamat kita. Semangat zaman yang mencakup pendapat-pendapat yang berubah-ubah, pepatah-pepatah duniawi, renungan lihay, ilham yang tak murni dan maksud untuk menciptakan suatu suasana kesangsian dan ketidakpercayaan dalam mana segala kepercayaan dicekik. Kebutaan mendahului ketidakpercayaan dan merupakan sebabnya. Kebutaan itu dilaksanakan dengan menutupi Injil, dengan menggelapkan firman yang jelas dari Allah, dan dengan menutup mata kita terhadap kebenaran.

"Aku datang," kata Tuhan Yesus, "kedalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.(Joh 9:39)

Lihatlah lagi gambar yang mengibakan hati dari Kristus yang diselubungi itu ditengah-tengah gerombolan bajingan dari Majelis Besar itu. Tataplah muka itu, diterangi sinar matahari pagi - berdarah, dipukuli, diselubungi, "Pandanglah wajah orang yang Kau urapi,(Mazm 84:9) kata penulis Mazmur dan disini kita melihat wajah itu sebagai gambar sejati dari Juruselamat yang sedang menderita itu.

"Lihatlah manusia itu!" Diikat, penat, luka memar, dihina, tetapi tetap diam dengan ketenangan kasih yang menderita. "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" kita pasti harus mendapat jawabannya dalam hati nurani kita sendiri."

Kristuspun telah menderita" untuk kita, bukan hanya untuk menebus kita dari dosa dan membebaskan kita dari laknatnya, tetapi Dia menderita "dan telah meninggalkan teladan" bagi kita, supaya kita mengikuti jejakNya(1Pet 2:21) Dalam tiap peristiwa dari kesengsaraan itu Pemikul Salib itu berseru dalam telinga kita: "Ikutlah Aku. Hiduplah dengan penuh keberanian, berbahaya, lengkap, tanpa puas-puas. Terimalah lumpur dan lendir, terik panas dan kemelaratan penuduh-penuduhmu. Tahanlah penderitaan dan beranilah demi Aku dan demi Injil, Janganlah tolak untuk minum bersama Aku dari cawan kegagalan yang sering lebih pahit daripada cawan kematian --- kesakitan ejekan yang mendahului kesengsaraan salib."

Kalau kita ingat ruangan pengadilan dan Kristus yang diselubungi itu yang menanggung bantahan yang bebat dari orang-orang berdosa terhadap diriNya, kita tidak akan bertambah lelah atau akan pingsan mendengar celaan atau nista.

"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.(Mat 5:11-12)

Ini adalah kebahagiaan yang terakhir dan yang terbesar. Kebahagiaan mereka yang mengikuti Kristus sepanjang jalan sampai akhir.

 BAB IV. "MEREKA MEMBELENGGU DIA ... LALU MELUDAHI DIA"

(Mat 27:2; Mr 14:65)

I.

Yesus Kristus memikul salib sebagaimana Ishak memikul kayu keatas gunung Moria itu. Yesus Kristus diikat sama seperti Ishak diikat sebelum dia diletakkan diatas mezbah. "Sampailah mereka ketempat yang disebutkan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah disitu, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu dan diletakkannya di mezbah itu, diatas kayu api.(Ge 22:9) Tidaklah tanpa alasan, bahwa dalam Misnah peristiwa pengorbanan Ishak ini sangat menarik perhatian orang Yahudi sebagai sesuatu yang mempunyai arti terbesar dan membuatnya sebagai pokok dari peringatan tahunan dari peristiwa yang terjadi diatas gunung Moria Akedah (Doa Pengikatan) seperti yang dipakai oleh orang Yahudi ortodox, terdapat dalam upacara Tahun Baru dan berbunyi sebagai berikut:

"Ingatlah demi kami, ya, Allah Tuhan kami, janji yang telah Engkau berikan kepada bapak kami Abraham diatas gunung Moria. Ingatlah, anaknya Ishak yang diikat diatas mezbah, ketika dia menahan cintanya agar supaya dia dapat menjalankan kehendakMu dengan ikhlas hati! Maka, semoga, kasihMu menahan murkaMu terhadap kami demi Engkau; semoga murkaMu dijauhkan dari bangsaMu, kotaMu dan warisanMu ... Ingatlah hari ini dalam kasih dan demi benihnya Ishak yang diikat."

Apakah doa ini sudah, dipakai pada zaman Tuhan Yesus? Korban-korban sering diikat kepada tanduk-tanduk mezbah (Mazm 118:27) dan upacara-upacara khusus diadakan pada pengikatan korban-korban itu. Apapun kebiasaan berkenaan dengan korban-korban Bait Allah, mungkin juga kebiasaan ini terlintas pada pikiran beberapa murid ketika Tuhan Yesus diikat di taman Getsemane, bahwa Anak Domba Allah sedang diantar ke pengorbanan besar, yang diteladankan oleh penyerahan Ishak.

Tiga dari penginjil khusus berkali-kali menyinggung, pengikatan Tuhan Yesus dalam taman Getsemane dan di depan Pilatus. Yahya menceritakan peristiwa yang terdahulu. "Maka pasukan prajurit serta perwiranya dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap Yesus dan membelenggu Dia. Lalu mereka membawaNya mula-mula kepada Hanas ... Maka "Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu." Disana Tuhan Yesus diejek, dipukul dan diludahi; "ketika hari mulai siang semua imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi berkumpul dan mengambil keputusan untuk membunuh Yesus. Mereka membelenggu Dia, lalu membawaNya dan menyerahkanNya kepada. Pilatus, wali negeri itu." Markus bilang: "Seluruh Mahkamah Agama sudah bulat mufakatnya. Mereka membelenggu Yesus lalu membawaNya dan menyerahkanNya kepada Pilatus.(Joh 8:12-13,24; Mat 27:1-2; Mr 15:1)

Maka, pertama-tama Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya untuk, diikat dibawah teduh pohon-pohon zaitun di Getsemane. Perlawanan yang diadakan Petrus dengan memancungkan pedangnya sudah cukup bagi pengawal itu. Justru yang terakhir yang dilakukan tanganNya sebelum diikat ialah menyembuhkan telinga Markus, pengawal itu. Lalu para murid meninggalkan Dia dan melarikan diri. Demikianlah berakhir adegan pertama dalam drama yang dahsyat malam itu.

Tidak begitu jauh Kristus yang diikat itu buru-buru dibawa; melalui pintu gerbang yang sama yang dilewatiNya dengan murid-muridNya sehabis perjamuan Paska, Dia dibawa ke istana Hanas, bekas Imam Besar Disana Dia ditinggalkan oleh prajurit-prajurit itu, dan kemudian mereka kembali ke markasnya; tidak ada disinggung-singgung lagi mengenai pengawal Romawi itu. Pada waktu itulah, di depan Hanas dan Kayafas, Yesus Kristus menghadapi segala dengki yang telah lama terpendam dalam dada dan dendam dari "putera-putera Harun yang bobrok ini, putera-putera lancang, cabul, jahat dan sombong," yang namanya diucapkan orang-orang sezamannya dengan kutukan yang dibisikkan. Disinilah Yesus Kristus menerima tamparan pertama di mukaNya dari salah seorang pelayan berjiwa budak dengan telapak tangannya atau pukulan dengan sebuah tongkat.

Sehabis pengadilan bikin-bikinan itu, di depan saksi-saksi yang korrupt dan sebelum dijatuhkan hukuman mati yang telah lebih dahulu diatur, sebagaimana kita dapat pelajari dari Injil Lukas, kekejaman-kekejaman yang menjijikkan dan ketidakadilan telah dilakukan terhadap tawanan itu oleh pengawal-pengawal dan pelayan-pelayan Kayafas. Namun penghinaan-penghinaan, celaan-celaan dan pukulan-pukulan yang diterima oleh Penderita Esa itu, "bukan tidak mempunyai pembelaan, tetapi tidak mau membela diri, tidak dikalahkan, tetapi tidak melawan, bukan tidak berdaya, tetapi agung dalam penyerahan sukarela untuk tujuan tertinggi dari cinta," memperlihatkan kemanusiaan dalam kejerumusan yang paling rendah dari dosa dan laknat, tetapi juga menyingkirkan dosa dan laknat itu dengan membiarkannya jatuh pada Kristus Anak Allah. Selama kesengsaraan yang ditimbulkan oleh penolakan bangsaNya sendiri, penghinaan kejam mereka dan kebencian mereka, Yesus Kristus berdiri dibelenggu.

Tidak ada tangan seperti ini pernah diikat dan dibelenggu sejak ada dunia. Cerita dari tangan yang diikat dalam Kitab Perjanjian Lama hidup kembali dalam bayangan Tuhan Yesus. Apakah penganiaya-penganiayaNya juga mengingatNya? Apakah tangan Simeon dengan rela juga diulurkan, ketika Yusuf membelenggunya sebagai tahanan jaminan agar supaya dia dapat melihat adiknya Benyamin sekali lagi? Samson, orang kuat itu, berkali-kali diikat dengan tali baru dan ranting-ranting dan dia memutuskannya "seperti rami yang putus setelah dijilat api"; hanya kalau ia meninggalkan Allah, maka Allah meninggalkannya. Diikat dengan tali, Yeremia dibuang dalam perigi lumpur, tetap Tuhan membebaskannya. Dia juga membebaskan ketiga kawan Daniel yang dibuang terikat dalam dapur pembakaran(Ge 42:24; Hak 16:9; Yer 38:7; Dan 3:21) Semua tangan mereka terikat, tetapi tangan mereka adalah hanya tangan-tangan manusia, Yesus Kristus adalah seperti orang keempat yang ada dalam dapur pembakaran itu, seorang anak ilahi," Anak Allah. Lihatlah tangan Yesus Kristus itu!

Tangan-tangan yang diikat ini pernah terletak sebagai tangan anak-anak di atas dada Maria. Dengan tangan ini Yesus bekerja keras sebagai tukang kayu membuat kuk ringan untuk sapi-sapi kuat atau membuat bajak desa untuk para petani dari Nazaret. Inilah tangan yang diulurkan untuk menyembuhkan penderita-penderita kusta, orang-orang lumpuh, orang-orang buta. Tangan kelemahlembutan dan belas kasihan - tangan yang diletakkan pada anak-anak kecil yang Dia rangkul jari-jari yang membelai pipi dan anyaman rambut mereka. Inilah tangan yang di halaman Bait Allah membuat tanah liat dan menaruhnya pada mata seseorang yang buta dilahirkan, yang membangkitkan iri hati dan kebencian mereka yang rohaniah terus saja buta sekalipun telah mendengar ajaran Kristus dan melihat mujizat-mujizatNya. Inilah tangan yang membuat cambuk dari tali dan mengangkatnya dalam kemarahan suci terhadap mereka yang membuat rumah BapaNya menjadi tempat perdagangan dan sarang penyamun. Inilah tangan yang memberikan roti kepada pengkhianat Yudas Iskariot pada perjamuan terakhir. Dengan tangan inilah Tuhan Yesus, yang "tahu, bahwa BapaNya telah menyerahkan segala sesuatu kedalam tanganNya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah," mengambil sehelai kain lenan dan mempersiapkan diriNya dan ,membasuh kaki murid-muridNya" termasuk kaki Yudas.(Joh 13:3-5)

Tangan ini dilipat waktu Dia berdoa di puncak gunung yang sunyi itu dan akhirnya diketam dalam kesengsaraan pendoaan di taman Getsemane. Sekarang tangan itu diikat -- dan segera akan dipakukan pada kayu salib.

Inilah tangan yang memecah-mecahkan roti dan mengambil cawan pernyataan syukur ketika Dia berkata: "Ambillah, makanlah; inilah tubuhKu ... Minumlah ... inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.(Mat 26:26-28)

Sekaranglah akan dipenuhi ramalan terakhir yang besar ini. TubuhNya akan segera diserahkan dan darah perjanjian baru akan ditumpahkan bagi orang-orang yang berdosa. "Mereka membelenggu Yesus." "Ya, Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.(Mr 15:1; Luk 23:34)

Siapakah yang mengikat tangan Juruselamat kita, mula-mula di taman dan kemudian di pengadilan? Apakah pengawal Romawi? Tetapi mereka melakukan tugasnya sebagai prajurit dibawah perintah. Apakah Yudas menambah unsur ketakutan ini pada pengkhianatannya yang gelap ini? Atau apakah Hanas menyarankannya sebagai sesuatu keharusan? Kita membaca bahwa kemudian: "Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu.(Joh 18:24) Apakah Pilatus bersih dari kesalahan dengan meninggalkan Tawanan ini terbelenggu dan mendera Orang yang tidak diadili menurut hukum, maupun tidak dikutuk, dan pada diri Siapa dia tidak mendapat kesalahan?

Kristus diikat oleh Hanas dan Kayafas, oleh Yudas dan engkau serta aku -- dan Dia menderita karena diikat dan ditawan dan disalibkan Lagi selama sembilan belas abad ini.

Kristus dengan tangan yang diikat itu ada bersama kita hari ini. Dengan tangan yang dibelenggu, Yesus Kristus masih jalan dijalanan dunia. Tidak ada anak yang lumpuh lahir ke dalam dunia kesengsaraan, tetapi Yesus Kristus minum lagi dar cawan yang tak boleh dilewatkan; Bapa yang di surga "tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang,(Mat 18:14) dan ini akan terjadi karena Dia minum dari cawan itu. Tidak ada dosa yang s engaja direncanakan, dan dilakukan, tetapi ada seseorang yang lewat salib di Golgota dan menikam hati Yesus sambil mengejek.

Lalu mereka meludahi Dia. Meludah adalah salah satu cara penghinaan yang paling tua dan paling umum. Ada binatang-binatang yang mungkin memberi manusia primitif pelajaran yang jelek ini -- kodok, kucing, ular sendok yang berbahaya.

Salah seorang dokter selama bertahun-tahun bekerja keras sebagaiseorang penginjil dan dokter, dan berhasil merebut hati dan rasa persahabatan rakyat. Pada suatu hari, ketika dia duduk-duduk dalam kliniknya datanglah seorang orang fanatik dari gurun pasir, bukan untuk berobat, tetapi untuk meludahi mukanya. Tidak ada penghinaan yang lebih besar daripada perbuatan ini. Berbagai peristiwa mengenai hal ini terdapat dalam Perjanjian Lama: "Kemudian berfirmanlah Tuhan kepada Musa: Sekiranya ayahnya meludahi mukanya, tidakkah ia malu selama tujuh hari?" "Maka harusnya isteri saudaranya itu tampil kepadanya di depan mata para tua-tua, menanggalkan kasut orang itu dari kakinya, meludahi mukanya sambil menyatakan katanya: Beginilah harus dilakukan kepada orang yang tidak mau membangunkan keturunan saudaranya." "Mereka mengejikan daku, menjauhkan diri daripadaku, mereka tidak menahan diri meludahi mukaku.(Bil 12:14; Ul 25:9; Ayub 30:10)

Kita dapat menambahkan lagi ramalan Yesaya mengenal Messias, yang dengan penuh kasih karunia dan kebenaran menerima comelan dan penghinaan dari bangsaNya. Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid supaya aku tahu menggiatkan orang yang lelah lesu dengan perkataan. Setiap pagi digiatkanNya telingaku untuk mendengar sebagai seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku ini tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Mukaku tidaklah kusembunyikan terhadap noda dan ludah.(Yes 50:4-6)

Tidakkah Tuhan Yesus sendiri menyinggung nubuatan ini ketika Dia meramalkan tragedi yang mengerikan itu? "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat ... dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh.(Mr 10:33-34)

Disini kita melihat penghinaan yang paling merendahkan yang ditujukan kepada pribadi agung dari Juruselamat kita. Ada hal-hal yang mengerikan pada manusia, dalam kodrat manusia ada beberapa jurang yang hampir tak aman untuk melihatnya. Justru kesempurnaan Kristuslah yang membuat kejahatan yang luar biasa dari musuh-musuhNya nampak lebih jelas. Bila Dia terlibat dalam pertarungan dengan musuh yang hendak memusnahkanNya, maka musuh itu memperlihatkan segala kejelekkannya dan memuntahkan segala racunnya. Cakar dari naga berada dalam dagingNya dan nafasnya yang busuk itu masuk mulutNya. Adalah susah bagi kita untuk memahami apa artinya penghinaan dan keaiban itu bagi jiwaNya yang peka dan luhur itu.

Siapakah yang bersalah atas kengerian yang berulang-ulang ini? Menurut catatan nampaknya terutama adalah imam-imam Yahudi dan pelayan-pelayan mereka dan kemudian prajurit-prajurit wali negeri (Mat 26:67; 27:27-30). Namun demikian, yang pertama-tama melakukannya adalah bangsaNya sendiri, mereka yang paling mengenal dan mengetahui arti dari penghinaan itu dari nas Alkitab mereka sendiri.

Adalah memang seperti suatu kenyataan yang baru terbuka bagaimana dosa dan ketidakpercayaan menurunkan penilaian manusia dan merendahkan watak. Meludahi berarti memperlihatkan dendam. Racun kebencian mereka datang dari hati gelap mereka sendiri. Seperti halnya dengan beberapa lukisan Rembrandt, latar belakangnya adalah gelap seperti malam -- kehitaman dari hati manusia, kejahatannya yang tidak berketentuan dendamnya yang bersifat pengecut terhadap yang baik dan yang murni.

Mereka tidak dapat meludahi mukaNya sebelum mereka mengikat dan menudungiNya. Dan demikianlah halnya sejak dulu. Sejarah dapat memberikan banyak contoh-contoh dari mereka yang meludahi muka Yesus Kristus atau muka murid-muridNya. Bukan hanya kekejaman, melainkan juga penghinaan dan nista terdapat pada tiap halaman buku orang-orang syahid. Paulus merasakannya, ketika dia menulis: "Kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini.(1Kor 4:13)

Nietzskhe bicara tentang Kristus dalam istilah-istilah yang hanya dapat dilukiskan sebagai usaha meludahiNya: "Pengertian Kristen mengenai Allah, sebagai dewa dari orang-orang sakit, Allah sebagai roh adalah salah satu pengertian yang paling korrupt mengenai Allah yang pernah terdapat di dunia. Mungkin ini merupakan tanda air rendah dalam air surat evolusioner dari yang menyerupai ilah. Allah direndahkan menjadi suatu pertentangan hidup, dan bukan sebagai penjelmaannya dan yang abadi. Saja menamakan agama Kristen suatu laknat besar, kejahatan yang luar biasa besarnya, suatu naluri besar dari dendam, untuk mana tidak ada tiara yang terlalu berbisa, terlalu gelap, terlalu tersembunyi, terlalu remeh saja menamakannya suatu cacat abadi dari umat manusia." Apakah dendam manusia tidak mengenal batasnya?

Tetapi kita melihat juga dalam adegan penghinaan Kristus kelemahan dari dendam Iblis yang demikian dan kerendahan hati yang jaya dari Juruselamat Ilahi, kepastianNya akan kemenangan. "Berbahagialah kamu" Dia bilang (apakah Dia juga tidak merasakannya "jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dam kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersuka-cita dan bergembiralah ... sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.(Mat 5:11-12)

Ecce Homo! "Lihatlah manusia itu!" Dia telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejaknya." Ingatlah selalu akan Dia yang "ketika Ia dinista, Ia tidak membalas dengan menista.(Joh 19:5; 1Pet 2:21,23)

"Quis patitur?

Christus Verbum

Sapientia Patris

Quid patitur?

Spins, verberas

Sputa, crucem,

Sic patiente Deo

Tu quoque disce pati."*

* Siapakah yang menderita? Kristus, Firman itu, Kearifan Bapa. Apa yang dideritaNya? duri, pukulan, ludah dan salib, Karena Allah menderita demikian, maka kamu harus belajar juga menderita.

 BAB V. "MEREKA MEMBAGI-BAGI PAKAIANNYA DIANTARA MASING-MASING"

(Mazm 22:17; Mat 27:28,35; Mr 15:24; Luk 23:34; Joh 19:23,24)

Penelanjangan Kristus! Pengalaman yang mengerikan dari Yesus, Juruselamat kita, disinggung oleh keempat penginjil. Oleh Markus, sang sendiri telanjang melarikan diri dari gerombolan di taman Getsemane itu, dan oleh Matius, yang menyatakan bahwa peristiwa ini adalah pemenuhan langsung dari Mazmur Messias "Mereka membagi-bagi pakaianku, diantara mereka; dan mereka membuang undi atas jubahku." Juga Yahya menyinggung Mazmur ini yang memberikan gambaran yang paling terperinci dan paling teliti mengenai seluruh kesengsaraan dari penyaliban itu dalam semua bacaan. "Mereka menusuk tangan dan kakiku." "Mereka menonton, mereka memandangi aku." "Segala tulangku dapat kuhitung.(Mazm 22:18,16-17)

Pengalaman ini tentu merupakan salah satu yang paling menyakiti perasaan Kristus, karena kesucian dan martabat kepribadianNya, "Mereka mengambil pakaianNya," kata Yahya. Dia lahir telanjang dari kandungan ibuNya dan telanjang pula Dia digantung diatas kayu salib.

Adam pertama mengalami ketelanjangan phisik, dan moril di aman Firdaus karena pelanggarannya. Adam kedua menerima daging yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa(Rom 8:3) dan oleh karena itu keaiban dari ketelanjangan kita adalah ketelanjanganNya juga.

"Firman itu telah menjadi manusia," dan orang-orang melihat kemuliaan(Joh 1:14) -- dan memandang terbengang pada keaibanNya -- namun ini juga adalah kemuliaanNya. Kristus dari Allah telah ditelanjangi. Inilah penghinaanNya yang terbesar. Ditelanjangi agar supaya kita dikenakan pakaian putih, dengan kebenaranNya, dan agar supaya jangan nampak telanjang, apabila ditelanjangi oleh maut.

Mengenai cara penyaliban semua penulis-penulis Romawi sependapat, bahwa korban yang dipakukan pada salib itu memang telanjang bulat. Orang-orang Yahudi mengizinkan yang terhukum memakai sabuk dan seni konvensional menggambarkan adegan yang mengerikan itu demikian juga. Namun demikian, kita harus tambahkan pada gambar yang memilukan ini penghinaan terakhir dan yang paling mengerikan itu, Penelanjangan yang justru ditakuti oleh orang-orang suci sendiri dalam kesyahidannya dan yang membuat mereka sangat merasa sengsara -- semuanya ini dialami Kristus karena kita. Kepahitan ini juga dialami oleh wanita-wanita Kristen dalam pembunuhan Armenia, lebih pahit daripada maut. Demikianlah Yesus, Kristus menderita, Dan kita tidak boleh melewatkannya dengan acuh tak acuh.

Kengerian penyaliban ini mempunyai dua aspek, kesakitan jasmani dan penderitaan jiwa - kesengsaraan badan dan kesengsaraan jiwa. Penyesahan yang tak mengenal belas kasihan; pemakuan tangan dan kaki, kehausan yang ditimbulkan badan panas, denyutan otot-otot yang tersiksa, yang memikul beban dari badan yang patah dam keinginan untuk dibebaskan, Setelah ditolak oleh bangsaNya sendiri, disamakan dengan orang-orang berdosa, ditelanjangi, dikutuk oleh orang, diejek oleh teman-temannya sependeritaan, suatu kegelapan gaib menyelubungi adegan itu.

JeritanNya yang memilukan membuktikan pada tiap orang dan untuk tiap zaman, bahwa kesengsaraan jiwaNya adalah jiwa dari kesengsaraanNya.

Ada tiga pikiran yang meminta perhatian kita kalau kita merenungkan aspek dari kematian Kristus ini, Dia ditelanjangi sama sekali di kayu salib.

Dunia masih terus menelanjangi Yesus Kristus dan kemudian membagi-bagikan pakaianNya dengan membuang undian. Juga orang Kristen harus ditelanjangi pada salibnya sebagaimana kita pernah menelanjangi Dia.

Arti yang paling dalam dari inkarnasi kelihatan di Golgota., Bagi Rasul Paulus inilah puncak dari penghinaan terhadap Kristus, ,Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Ini merupakan suatu jawaban atas pertanyaan orang benar pada hari Akhirat: "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau ... telanjang?" Dia tidak menyembunyikan apa-apa. Dalam kesengsaraannya Ayub berkata: "Kalaupun Ia hendak membunuh aku, aku tetap berharap kepadaNya." Tetapi Yesus Kristus seolah-olah berkata "Sekalipun mereka menyalibkan Aku, namun Aku akan memperlihatkan semua pada mereka tanganKu, kakiKu, sisiKu, yang berdarah." ,Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.(Php 2:8; Mat 25:44; Ayub 13:15; Mazm 22:17)

Disini Raja tidak berada dalam kemuliaanNya tetapi dalam ketelanjanganNya. Bagi siapapun, prajurit-prajurit, rakyat gembel, imam-imam, murid-murid yang, dicintainya, wanita, dan ibuNya - Allah dibuat nyata dalam daging, tetapi tidak kemuliaan dan kehormatan yang tak terperikan. Hanya orang yang menyaksikannya dapat menulis kata-kata dalam Surat kepada orang-orang Ibrani: "Mereka menyalibkan lagi Anak Allah ... dan menghinaNya di muka umum.(Ibr 6:6) Tidaklah mengherankan bahwa kegelapan itu jatuh pada pertengahan tragedi itu.

Dalam keadaanNya yang tak berdaya dan kesengsaraanNya, Yesus Kristus tidak hanya tekun memikul salib itu, tetapi karena sukacita yang disediakan bagi Dia, Ia mengabaikan kehinaan itu(Ibr 12:2)

Pada saat inilah, menurut Injil Lukas, bahwa Tuhan Yesus berkata: "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang Mereka perbuat.(Luk 23:34)

Diatas kepalaNya, Pilatus membuat tulisan yang mengejek RAJA ORANG YAHUDI. Seorang Raja tanpa jubah merah lembayung, bermahkotakan salib, dan dibawahnya prajurit-prajurit yang membagi-bagikan pakaianNya dengan membuang undian.

Bagaimanakah sesudah ini masih ada orang yang merasa malu akan Yesus Kristus, atau menyalibkan Dia lagi dan menghinaNya di muka umum?

Adegan itu juga mengandung ramalan Sebab lebih dari sembilan belas abad Kristus terus saja disalibkan lagi dan dibuat malu di depan umum.

Apakah pakaian-pakaian Kristus? "Tuhan, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain." Alam yang nyata adalah jubah keagungan Allah. Surga adalah tabir yang menyembunyikan kemuliaanNya. Awan adalah keretaNya, Sebab Yesus adalah Allah; kata Yahya tanpa ragu-ragu. "Tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.(Mazm 104:1-2; Joh 1:3)

Maka segala keindahan yang menakjubkan dari alam adalah ciptaanNya -- jubah yang tak berjahit - adalah kecermelanganNya. Ilmu pengetahuan dan seni hanya dapat menemukan dan merenungkan atau meniru keindahan dan susunan yang ada di alam sejak semula, karena Kristus menempatkannya disana.

Tidak ada satupun cabang seni -- seni lukis, seni pahat, seni musik, seni bangunan -- yang tidak lebih baik karena pengaruh hidup dan kematian Yesus Kristus. Namun betapa sering seniman dan musim musik menelanjangi Dia untuk ilham mereka dan membiarkan Dia digantung telanjang dan diletakkan. "Origin of Species" dari Darwin mencoba menerangkan asal-usul dan tempat manusia di alam, tetapi tidak menghiraukan Anak Manusia. Bagaimanakah asal-usul Yesus Kristus? Ada suatu dunia diluar yang nampak dan nyata untuk mana ilmu pengetahuan tidak mempunyai kunci dan tidak dapat dimasuki Kalau kita telah memisahkan ciptaan daripada Pencipta dengan menerangkan segala hukum-hukumnya tanpa Dia, apakah kita lebih kaya atau lebih miskin? Mungkin mereka di Yerusalem pernah mengatakan: Lihat itu orang pergi, yang memakai jubah tak berjahit dari orang Nazaret! Tetapi apakah dia tahu jalan yang menuju kehatiNya?

Ilmu pengetahuan sejati tidak mempunyai tempat untuk nilai-nilai moral. "Jika kita menerima dengan ikhlas dan seluruhnya pengertian populer dari ilmu pengetahuan," kata seorang ahli ilmu pengetahuan, James T, Adams, ,sebenarnya kita merusak segala nilai dalam kehidupan manusia. Seni telah mulai memperlihatkan pengaruh yang bobrok ini. Apakah umpamanya dalam cerita khayalan gunanya untuk menulis tentang watak kalau tidak ada watak jika kepribadian adalah suatu mitos, jika kebebasan bergerak adalah suatu impian, jika kita hanyalah rangkaian dari keadaan jiwa yang mempunyai anti tidak lebih daripada nyala pendar diatas kayu yang busuk?"

Juga filsafat telah menelanjangi Yesus Kristus. Filsuf-filsuf, bijaksana atau tidak, memperbincangkan justru soal-soal untuk mana Dia datang menjawabnya dan atas mana Dialah jawabnya, tetapi tidak menyinggung Dia dalam pertukaran pikiran, mereka. Sebuah buku pelajaran yang dipakai di perguruan-perguruan tinggi Amerika diberi judul "Masalah Filsafah Modern", dan dalam 575 halaman sepatah katapun tidak ada mengenai Yesus Kristus. Padahal Dia datang untuk menjawab soal-soal fundamental dari filsafah: darimana asal kita, kenapa kita ada disini, apakah sifat kita yang sebenarnya, kemanakah tujuan kita, apakah hidup itu, apakah kematian itu, kenapa ada kesakitan, dan apakah harapan umat manusia? Apakah Spinoza, Hegel, Skhopenhauer, Kant, Huxley, Spencer, Bergson dan yang lain-lain tidak membuang undi untuk mendapat jubahNya yang tak berjahit itu?

Etika modern memisahkan Tuhan Yesus dari Khotbah di bukit, tetapi tidak mau naik Golgota. Mereka yang tidak pernah masuk Getsemane dan menyaksikan kesengsaraanNya dengan lancar bicara tentang seorang Kakak dan suatu Kebapaan umum. Mereka tidak tahu biayanya. Theologi baru, Hinduisme Modern dan Judaisme Modern, semuanya ingin sekali mempunyai hak atas etika Yesus Kristus, tetapi aliran-aliran ini memungkiri ketuhananNya. Segala yang indah, benar dan baik yang terdapat dalam agama-agama baru dan falsafah-falsafah ini pada hakekatnya adalah pakaian-pakaian yang dipinjam. "Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian, untuk tiap-tiap prajurit satu bagian.(Joh 19:23)

Sosiolog-sosiolog mengajarkan Injil sosial dan lupa, bahwa Injil sosial lahir di Bethlehem dan bahwa hak-hak umat manusia dicap dengan darah di Golgota. Salib, yang pernah menjadi lambang keaiban dan kesalahan, melalui Dia yang digantung diatasnya, menjadi lambang belas kasihan, perdamaian dan kasih, lambang keberanian dan pengabdian serta kesyahidan. Bagaimanakah kita bisa bicara tentang pelayanan sosial tetapi menyampingkan Kristus? Kalau ada orang mengunjungi rumah sakit, Palang Merah, rumah-rumah gila, wisma-wisma penampungan orang-orang yang tidak punya kawan, pusat-pusat kesejahteraan, dimana semangat Kristen nampak terang, tetapi Kristus dan amanatNya tidak nampak, maka bersama Maria jiwa menjerit: "Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu, dimana Ia diletakkan." LambangNya ada tetapi mereka menyampingkan Dia. Tidak ada tempat untuk Dia. Kita mengirim ucapan selamat Hari Natal dalam bentuk yang makin mewah, tetapi orang jelas tidak melihat amanat advent pada kartu-kartu yang dikirim untuk menyampaikan ucapan selamat pada Hari Natal. Pakaian-pakaianNya ada, tetapi Kristus tidak nampak. Orang-orang membuang undi untuk pakaianNya ketika Dia digantung sendirian, telanjang dan ditinggalkan. "Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari padaNya.(Mat 27:31) Tidaklah mengherankan, bahwa Bapak-bapak Gereja Yunani dalam liturgi dari Kesengsaraan, setelah mereka dengan panjang lebar menceritakan segala kesakitan Juruselamat dan setiap kali minta belas kasihan, mengakhirinya dengan permohonan ini: "Demi dukacitaMu yang tidak diketahui itu dan penderitaan-penderitaan yang Engkau alami diatas kayu salib, tetapi tidak jelas kami ketahui, kasihanilah kami dan selamatkanlah kami."

Kita memerlukan doa itu. Juga orang Kristen ditelanjangi diatas salibnya seperti Dia diatas salibNya. Seorang murid tidak lebih daripada gurunya. Orang selalu melihat kita sebagaimana keadaan kita kalau kita naik salib kita. Kesengsaraan menghasilkan ketekunan. Tidak ada yang dapat melalui jembatan maut yang dahsyat itu kecuali pribadi yang telanjang itu. Carlyle melukiskan umat manusia sebagai sesuatu yang sama, dan persamaannya betul-betul mengherankan apabila mereka tidak berpakaian dan tidak memakai perhiasan -- tanda-tanda kehormatan dan pangkat serta kedudukan yang dapat dibanggakan dan yang membeda-bedakan kita satu dan lain.

Tidak ada yang lebih jelas memperlihatkan batin kita daripada penderitaan. Api mengasingkan. Penyaliban membuka yang tersembunyi. Lihatlah mereka yang digantung, Yesus dan kedua penyamun, masing-masing pada salibnya sendiri berdampingan. Seorang penghina Tuhan, seorang yang percaya, dan seorang Juruselamat. Seorang mati dan kehilangan nyawanya, seorang memperoleh hidupnya dan seorang memberikan hidupNya. Diatas salib Allah dan manusia melihat kita sebagaimana keadaan kita. Maut menelanjangi kita dari segala kecuali dari kerohanian kita. Segala tiraimirai yang menutupi telah lenyap. Apabila kita berdiri di depan pengadilan Tuhan, kita berdiri telanjang. "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku," kata Ayub, "dengan telanjang juga aku akan balik kedalamnya." "Segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab," apabila kita melalui jembatan maut(Ayub 1:21; Ibr 4:13)

Oleh karena itu dengan memandang kepada Juruselamat diatas kayu salib kita rindu mengenakan tempat kediaman surgawi di atas tempat kediaman yang sekarang ini sebab, setelah tempat kediaman itu dikenakan kepada kita, kita tidak akan didapati telanjang." ,Berbahagialah dia, yang berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan ketelanjangannya." Inilah yang paling dilalaikan dari ketujuh hal yang membawa kebahagiaan yang disebut dalam Kitab Wahyu(2Kor 5:2-3; Wahy 6:15)

Untuk selanjutnya kita tidak akan memiliki apa-apa lagi, tetapi kita akan menjadi milik abadi. "Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu?" Mereka berpakaian dalam kebenaran yang bukan kepunyaan mereka, dan ditengah-tengah massa yang berpakaian putih itu berdiri Orang yang ditelanjangi diatas kayu salib, tetapi sekarang "berpakaian jubah sampai di kaki, dan dadaNya berlilitkan ikat pinggang dari emas.(Wahy 7:13; 1:13)

Berpakaian dengan jubah putih Raja, akhirnya kita akan memahami anti rohaniah dan yang bersifat ramalan dari kata-kata: "Mereka membagi-bagi pakaianNya diantara masing-masing."

 BAB VI. "ALLAHKU, ALLAHKU, MENGAPA ENGKAU MENINGGALKAN AKU?"

(Mat 27:46; Mr 15:34)

Hanya inilah dari tujuh kata-kata diatas salib yang dicatat baik oleh Markus, maupun Matius; kata-kata yang sama terdapat dalam kalimat-kalimat pembuka dari Mazm 22, namun kedua penginjil itu tidak menyinggungnya sebagai suatu perwujudan ramalan Sesudah kesengsaraan jasmani dan rohaniah selama enam jam diatas salib jeritan ini mencetus dari bibir Juruselamat kita. UcapanNya yang pertama ialah: "Ya, Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" suatu doa untuk pengampunan. UcapanNya yang kedua adalah suatu janji akan perdamaian: "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku didalam Firdaus." UcapanNya yang ketiga adalah kata-kata lemah lembut kepada ibuNya yang menunjukkan rasa prihatin: "Ibu, inilah anakmu! ... "Inilah ibumu!" Kemudian hari sangat gelap. Dan sebelum ketiga ucapan terakhir berturut-turut cepat dikeluarkan: - "Aku haus" "Sudah selesai," "Ya Bapa; kedalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu," - kedengaranlah jeritan pedih. "AllahKu, AllahKu, mengapa ...?(Luk 23:34,43; Joh 19:26-27,28,30; Luk 23:46)

Bahwa ada sesuatu yang mengandung kekuatan dan perasaan tunggal dalam kata-kata Yesus diatas salib ini adalah jelas dari kenyataan, bahwa kedua penginjil itu dengan saksama, dan hanya dalam hal ini, mengulangi kata-kata yang dipergunakan Tuhan Yesus: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Lagi pula dimana-manapun dalam Alkitab kita tidak menemukan ulangan kata-kata ini kecuali dalam Mazm 22 yakni Mazmur Messias. Jeritan itu menyatakan penderitaan yang belum pernah dan tidak akan pernah dialami lagi di dunia ini.

Ada suatu tradisi, yang disinggung oleh Ludolf orang Carthus, yang telah dimulai sejak abad keempat belas, bahwa Tuhan Yesus, ketika Dia berada diatas kayu salib, mulai mengulangi kata-kata dari Mazm 22 dan melanjutkan perenunganNya sampai ayat keenam dari Mazm 31: "Kedalam tanganMu aku percayakan rohku." Disamping khayalan ini, tidak dapat diragukan, bahwa dalam Kitab Mazmur -- lebih dari pada didalam buku manapun -- yang selalu ada dalam hati Kristus dan sering juga pada bibirNya, kita menemukan suatu tafsiran dari hidupNya dan kesadaran MessiasNya. Memang adalah benar bahwa dalam Mazm 22 ini ada penuturan mengenai penyaliban dalam bahasa yang membuat orang bertanya apakah ini sejarah atau ramalan?

Tetapi bagi orang yang percaya jeritan ini adalah suatu pembukaan tabir dari penderitaan dan siksaan pedih yang diderita Juruselamat kita dan suatu bukti dari kasihNya yang tak terhingga itu terhadap orang-orang berdosa. Ini menantang kita, agar supaya kita kuat untuk memahami "betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, ... ia melampaui segala pengetahuan.(Ef 3:18-19)

Jika salib itu adalah kebenaran pokok dari Perjanjian Baru. maka jeritan ini adalah jantung dari kebenaran ini serta pengungkapannya yang lebih dalam. Inilah saat kesucian yang paling luhur bagi pembaca yang bersungguh-sungguh dalam membaca tentang kesengsaraan itu.

Dengan tepat Spurgeon berkata: "Kita harus meletakkan tekanan pada tiap kata dari ucapan yang paling sedih dari segala ucapan: Mengapa? Apakah sebabnya dari kenyataan yang aneh, bahwa Allah meninggalkan AnakNya sendiri pada saat yang begitu buruk? PadaNya tidak terdapat sebab, tetapi kenapa Dia ditinggalkan? Engkau. Aku dapat mengerti kenapa Yudas pengkhianat dan Petrus penakut itu pergi, tetapi Engkau, AllahKu, kawanKu yang setia, bagaimanakah Engkau bisa meninggalkan Aku? Inilah yang paling buruk, lebih buruk daripada segala-galanya. Nyala yang paling dahsyat dari neraka adalah pengasingan roh manusia dari Allah Meninggalkan: jika Engkau menghajar Aku, mungkin Aku akan memikulnya karena wajahMu akan bersinar; tetapi untuk meninggalkan Aku sama sekali, oh! kenapakah demikian? Aku: Anak tak bersalah, penurut dan menderita, kenapa Engkau meninggalkan Aku mati? Yesus Kristus ditinggalkan, karena dosa kita telah memisahkan kita dari Allah kita."

Untuk dapat memahami apa artinya penderitaan jasmani, rohani dan pikiran dalam jeritan kesengsaraan itu, kita harus membayangkan kembali keadaan-keadaannya. Penyaliban adalah siksaan yang paling mengerikan yang di reka dunia lama dan merupakan hukuman yang paling benar dari hukum pidana Romawi. Hukuman ini mencakup kesengsaraan jasmani dan penghinaan. Kesengsaraan ini diakibatkan sikap badan yang tidak biasa, rasa sakit yang berdenyut-denyut dari tangan dan kaki yang ditusuk dengan paku, kehausan karena demam dan kehabisan tenaga yang berangsur-angsur dan kematian. Penghinaan ini dua kali lebih terasa lagi bagi orang Yahudi, karena salib merupakan sesuatu yang menakutkan dan mengandung ciri kutuk Allah (Gal 3:13; Ul 21:23). Semuanya ini ditambah lagi dengan perbedaan yang sangat mencolok antara kesucian Kristus, kenyataan bahwa Dia tidak salah dan martabat ke tuhanan dengan cemoohan kasar, ejekan dan penghinaan yang dilontarkan kepada korban yang tak berdaya itu oleh mereka yang berdiri dibawah kayu salib, bahkan juga oleh mereka yang digantung disampingNya (Mat 24:44; Luk 23:39). Kepala-kepala imamlah yang menghasut mengolok-olokkan Dia: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diriNya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! ... Ia menaruh harapanNya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia.(Mat 27:42-43) Dan sebagai jawaban turunlah kesuraman kegelapan gaib yang meliputi tempat seluruhnya dari jam 12 sampai jam 3. Sesudah kegelapan selama tiga jam ini berteriaklah Yesus dengan suara keras dari kegelapan sunyi dari kesengsaraanNya: "AllahKu, AllahKu, mengapa!!...?"

Melanthon dan Kaum Reformasi yang lain menerangkan jeritan ini sebagai bukti bahwa Kristus mengalami dalam roh insaniNya kemurkaan ilahi terhadap dosa. Ada yang mengatakan, bahwa ini merupakan petunjuk, bahwa rencana-rencana politikNya telah gagal, bahwa itu adalah jeritan seorang patriot yang sungguh kecewa. Ada lagi yang mengatakan, termasuk Skhleiermakher, bahwa kata-kata itu merupakan kalimat pembuka dari mazmur ratapan dengan kesimpulannya yang luhur, yang diucapkan, Yesus sebagai bukti dari kemessiasanNya. Meyer mengatakan bahwa oleh karena Dia merasa sengsara ditolak manusia, "kesadaranNya akan kesatuan dengan Allah pada saat itu lenyap." Olhausen bicara tentang, "pengasingan sementara yang objektif dan aktual oleh Allah." Dr Philip Skhaff melihat dalam pengalaman Kristus ini sebagai ulangan yang diperhebat dari kesengsaraan di Gethsemane dan puncak dari kesengsaraan yang dideritaNya untuk umat manusia: "Itu adalah pengalaman manusia yang ilahi dari dosa dan maut dalam hubungan rohaniah dan arti universal untuk umat manusia oleh seorang yang betul-betul suci dan tidak bercela, suatu kesengsaraan jasmaniah dan rohaniah yang tak dapat dilukiskan, dengan prospek langsung dari, dan dalam pergumulan dengan maut sebagai upah dosa dan puncak dari segala kesengsaraan manusia, darimana Juruselamat bebas, tetapi yang Dia dengan sukarela terima karena kasih yang tak terhingga untuk kepentingan umat manusia."

Tentu bukanlah karena Yesus Kristus takut mati atau tidak mempunyai keberanian moril untuk menghadapi soal ini. Bahkan kafir seperti Jean Jacques Rousseau lebih tahu dan berkata: "Apabila Socrates mati sebagai seorang filsuf, Yesus dari Nazaret mati sebagai Allah."

Tanpa kepercayaan bahwa Tuhan Yesus memikul dosa kita didalam tubuhNya di kayu salib, tanpa penerimaan unsur perwakilan dalam kematianNya, jeritan diatas salib itu tidak akan dapat dijelaskan. Tetapi bila Yesus adalah Anak Domba Allah dan Allah menimpakan kepadaNya kesalahan kita sekalian, maka kita akan mempunyai kunci untuk membuka rahasia dari penderitaan semacam itu.

Jika kematian Kristus hanyalah kematian seorang syahid besar untuk kebenaran, maka jeritan itu memang anehlah tidak pada tempatnya. Tetapi kalau Dia mati -- "Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar" -- jika Dia "menjadi dosa karena kita;(1Pet 3:18; 2Kor 5:21) maka dosa kita sendiri dan dosa seluruh dunia merenggutkan dari Juruselamat kita jeritan siksaan dan kesunyian. Apakah penebusan itu? Itu adalah kepuasan yang diberikan kepada kebenaran Allah karena dosa manusia oleh penderitaan hukuman pengganti dari AnakNya yang dikasihi.

Kalau kita tidak menyukai perumusan Theologis demikian, kita bisa juga menemukan kebenaran besar yang dinyatakan dalam liturgi-liturgi Gereja yang dipakai pada Perjamuan Kudus, apabila kita memperingati kematianNya. Apakah yang lebih indah daripada penafsiran Gereja Reformasi Belanda: "Kita percaya bahwa Dia menderita dengan pemakuan badanNya yang dikuruniai itu diatas kayu salib sehingga dengan demikian Dia dapat membubuhiNya dengan tulisan dosa kita; bahwa Dia juga memikul kutukan diri kita sehingga Dia dapat melimpahkan rahmat pada kita. Dan merendahkan diriNya pada nista yang paling rendah dan siksaan mereka, baik jasmani maupun rohani diatas kayu salib ketika Dia menjerit dengan suara keras: "AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" agar supaya kita dapat diterima Allah dan tidak pernah akan ditinggalkanNya."

"Tuhan telah menimpahkan kepadanya kesalahan kita sekalian" -- kesalahan, noda, luka, penyesalan. Segala kegagalan kita, kekurangan, kejatuhan, fitnah, kesalahan, pelanggaran, utang; dosa; kebodohan, kecemaran, ketidakbenaran Kita tidak boleh takut menghadapi segala yang tercakup dalam kenyataan ini; Kita tidak akan pernah rasa hancur, congkak kita sampai kita menyadari bahwa kita hanya dapat "diperdamaikan dengan Allah" karena "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita.(Yes 53:6; 2Kor 5:21; Gal 3:13) Bukan hanya karena dosa kita, tetapi karena dosa seluruh dunia Dia ditinggalkan Allah. Segala dosa dan keaiban dari abad ke abad dalam arti tertentu melalui Dia, segala gelombang dan ombaknya. Nafsu-nafsu kasar dan kegelapan dari bangsa-bangsa purbakala sampai ke zaman prasejarah; kenakalan yang berlarut-larut dari bangsa Israel, keangkuhan Ninewe dan Tirus; kekejaman Mesir dan Babylon; ketidakadilan masyarakat; kejahatan-kejahatan pasar, rumah pelacuran dan medan peperangan; pengkhianatan Yudas dan penyangkalan Petrus dan semua yang pernah meninggalkan Yesus; dosa Pilatus, Herodes dan Kayafas, dosa dari umat manusia masa silam, masa sekarang dan masa datang. Entah bagaimana dengan jalan yang penuh rahasia semuanya ini didesakkan pada jiwaNya yang mengakibatkan jeritan siksaan itu. Jiwa yang justru menjadi tempat kediaman Allah disiksa dalam taman Getsemane dan di Golgota oleh hantu yang dahsyat dari suatu dunia yang penuh dosa. Begitu gelap, begitu mutlak, begitu nyata siksaan dari salib itu. Penderitaan dari jiwa Kristus adalah jiwa dari penderitaanNya.

Kematian dan penderitaan Kristus adalah lebih daripada penderitaan saja; penderitaan itu adalah suatu usaha penebusan. Pada berbagai taraf dalam sejarah Gereja -- tidak hanya Gereja Katholik, melainkan juga Protestan -- tekanan yang berlebih-lebihan selalu diletakkan pada penderitaan Kristus. Tetapi ini bukanlah soal apa yang Dia derita tetapi apa yang Dia perbuat. Penderitaan Kristus adalah begitu ilahi karena Dia merubahnya menjadi suatu perbuatan besar, Itu adalah suatu penderitaan yang diterima dan kemudian dirubah oleh ketaatan suci dalam keadaan kutuk dan laknat yang ditumpahkan dosa atas manusia sesuai dengan kesucian Allah. Penderitaan itu adalah korban terhadap kesucian Allah. Hingga demikian dia adalah hukuman. Tetapi unsur penebusnya bukanlah jumlah atau keperihannya, melainkan ketaatannya, kesuciannya.

Sekalipun demikian orang segan mengadakan analisa mengenai jeritan diatas kayu salib itu, Setelah dikatakan segala yang dapat dikatakan untuk membuat artinya jelas, tetapi dia tetap merupakan suatu rahasia, rahasia dari Penebusan. Dalam arti apakah, yang dapat difahami, Bapa pengasih yang tak terhingga itu bisa meninggalkan AnakNya yang tunggal itu dan membiarkan Dia sendirian dalam kegelapan dan kesengsaraan? Ada orang yang lekas -- terlalu lekas -- bicara tentang Kristus sebagai sasaran dari kemurkaan Ilahi; namun demikian tanpa pembatasan yang teliti ini tetap merupakan pikiran yang sangat menyakitkan, Tentu untuk sesaatpun penderitaan Ilahi ini tidak akan bisa menjadi sasaran daripada kegusaran BapaNya -- Dia, yang turun dari surga untuk menjalankan kehendakNya untuk melaksanakan tujuan dari kasih yang tak terhingga dengan penebusan dunia yang binasa, betapapun besar pengorbanan pribadi yang dimintanya. Sebaliknya, tak pernah pikiran dari Bapa ditujukan pada Anak dengan pengabsyahan yang lebih tidak bersyarat dan kasih yang lebih mendalam: "Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku membiarkan nyawaKu untuk menerimanya kembali.(Joh 10:17) Tidak pernah dia lebih menyadari, bahwa Dia menjalankan kehendak Bapa dan pasti berkenan dan tidak bisa Dia ditinggalkan sama sekali.

Dalam jeritan kesengsaraan ini tersimpul juga segala rasa kesunyian Tuhan Yesus semua hidupNya, suatu rasa kesunyian yang mencapai puncaknya diatas kayu salib, "Akulah seorang diri yang melakukan pengirikan.(Yes 63:3)

Dia sunyi ketika dilahirkan, sunyi di Nazaret pada masa Dia belum muncul di depan umum, sunyi di gurun pasir dan diatas puncak gunung. KesunyianNya ini adalah kesunyian dari orang yang tidak difahami, kesunyian pemimpin, kesunyian pencobaan, kesunyian doa. Dia merasa sunyi ditengah-tengah orang banyak, dan sunyi diatas gunung dimana Dia berubah rupa sehingga kemuliaanNya kelihatan; sunyi dalam duka cita dan air mata karena Yerusalem. Dan paling sunyi dan sendirian ketika Dia berada di Getsemane, dan di Golgota. "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." "Orang-orang ... membenci Aku tanpa alasan." "Sekalipun Ia tidak berbuat kekerasan dan tidak ada tipu dalam mulutNya. Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan Dia dengan kesakitan.(Mat 26:56; Mazm 69:4; Yes 53:9-10) Maka karena itu Kristus turut memikul pemalingan muka Allah Bapa, yang merupakan hakekat dan puncak kengerian dari dosa.

"Menurut hemat saja," kata Robert Keable, ketika dia bicara mengenai kesunyian diatas kayu salib itu, "dalam arti yang sebenarnya Dia mengucapkan pengalaman dari hidupNya suatu pengalaman yang sampai saat itu dipikul oleh Orang yang penuh kesedihan dalam kesunyian hatiNya. Tidak dapat disangkal ini diperhebat lagi di Golgota, tetapi Orang Sunji, yang ditolak oleh dunia karena Dia tidak mempunyai dosa, ditolak oleh Allah karena Dia "menjadi dosa karena kita.{n4} Ah, inilah paradox cinta yang tak dapat diucapkan! Kemenangan ajaib dari kesunyianNya. Pada jam 3 Yesus Tuhan kita betul-betul sebatang kara dalam keluasan daerah dari segala yang ada."

 BAB VII. "LIHATLAH ANAK DOMBA ALLAH"

(Joh 1:29)

Seorang penginjil Kristus menulis dari posnya yang terpencil di Asia Tengah: "Kami belajar disini untuk mendahulukan apa yang harus didahulukan dan dengan hati-hati tetapi tekun maju ke tujuan kami Dan saya kira kami memang harus berbuat demikian secara diam-diam pada lahirnya, agar supaya kami dapat berbuat apa yang ditugaskan Tuhan pada kami. Sekarang kami mempunyai kebebasan untuk mengadakan kesaksian bagi Kristus, tetapi setiap waktu kebebasan ini dapat dirampas dari kami oleh karena itu kami harus berhati-hati untuk mempergunakannya dengan baik." Apakah kita tidak boleh tanya, sebagai saksi bagi Kristus, apakah tujuan itu, apakah pokok dari amanat kita, kebenaran yang dapat disisikan dan harus kita pergunakan. Apakah pesan kita yang nyata, luhur, yang memikat masyarakat yang bukan Kristen? Apakah pesan ini tidak diungkapkan dalam kata-kata Yahya Pembaptis, pelopor dari suatu pembebasan baru bagi bangsa Israel? Suara yang berteriak di gurun pasir mempunyai suatu pesan: "Lihatlah Anak Domba Allah."

Kebebasan Yahya untuk mengadakan kesaksian bagi Kristus segera dirampas dari dia. Pedang yang kejam dari Herodes itu yang melaksanakannya; tetapi selama Yahya mempunyai kebebasan, dia mendahulukan apa yang harus didahulukan. Ini terjadi pada tahun kelima belas dari kekuasaan Kaisar Tiberius. Pontius Pilatus adalah gubernur dari Yudea, Herodes berkuasa di Galilea, Philipus dan Lusias mempunyai wilayah kerajaannya, Hanas dan Kayafas mengawasi pemujaan di Bait Allah dan pengorbanan sehari-hari. Dunia Romawi sedang berada dalam revolusi, dimana banyak terdapat sekte-sekte, partai-partai dan filsuf-filsuf, tetapi tidak membayangkan adanya harapan. Oleh karena itu firman Allah datang pada Yahya dipadang pasir, dan apa yang dia dengar, dia teriakan: "Lihatlah Anak Domba Allah."

Kata-kata, Anak Domba Allah, sebagai gelar dari Juruselamat kita, dua kali terdapat dalam Injil Yahya dan sekali dalam Surat Petrus yang pertama. Tetapi Yahya memakai gelar yang sama, sekalipun kata anak domba dipakai dalam bentuk kata pengecil (seekor anak domba kecil) dalam Wahyu, tidak kurang dari duapuluh delapan kali. Dengan mempelajari pasal-pasal ini kita dapat memahami betapa besar arti gelar ini. Dalam kesaksian Yahya Pembaptis inilah pertama kalinya Yesus disebut dalam kata-kata ini: "Pada keesokan harinya Yahya melihat Yesus datang kepadanya, dan ia berkata: Lihatlah Anak Domba Allah, yang memikul dosa dunia." Hari berikutnya lagi di Betania di seberang sungai Jordan, Yahya berdiri dengan dua muridnya. "Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: Lihatlah Anak Domba Allah!(Joh 1:29,36)

Petrus tidak memakai gelar ini dengan langsung, tetapi ketika dia bicara tentang penebusan kita dari dosa dia mengatakan, bahwa penebusan itu bukan dilakukan "dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba tak bernoda dan tak bercacat."(1Pet 1:19)

Dalam wahyu Yahya di Patmos tiba-tiba diperkenalkan pada kita "Singa dari suku Yehuda," yang juga adalah Anak Domba Allah. "Maka aku melihat ditengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan ditengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih." Keempat makhluk dan keduapuluh empat tua-tua itu bersujud dihadapan Anak Domba ini den menjanjikan suatu nyanyian yang diikuti oleh beribu-ribu laksa katanya dengan suara nyaring. "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" Segala makhluk turut bersahut-sahutan menyambut kemuliaan Anak Domba itu(Wahy 5:5-6,8,12)

Kemudian kita membaca, bahwa Anak Domba itu membuka yang pertama dari ketujuh materai dan penghukuman Allah menyusul cepat berturut-turut sampai orang-orang menjerit-jerit ketakutan, meminta kepada gunung-gunung untuk menimpa mereka dan sembunyikan mereka "terhadap murka Anak Domba itu." Tetapi mereka yang telah ditebus, dalam jumlah yang tak terhitung, berdiri di depan takhta dan dihadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan menyanyi memuja namaNya; sebab "Anak Domba yang ditengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan ... Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.(Wahy 6:16; 7:10,17)

Sejurus kemudian kita membaca bagaimana mereka memperoleh kemenangan melawan pendakwa saudara-saudara kita "oleh darah Anak Domba" itu dan karena nama-nama mereka tertulis "didalam kitab kehidupan dari Anak Domba" itu. Kita melihat lagi Anak Domba itu "berdiri di bukit Sion" dan mereka yang tidak najis mengikutiNya, karena mereka adalah "korban-korban sulung" antara manusia "bagi Anak Domba". Tetapi mereka yang menyembah binatang-binatang disiksa "di depan mata Anak Domba" itu juga. Yang menang menjanjikan "nyanyian Anak Domba" itu, tetapi yang durhaka "berperang melawan Anak Domba" yang "mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuhan diatas segala tuan dan Raja diatas segala raja."(Wahy 12:11; 13:8; 14:1,4,10; 15:3; 17:14)

Sesudah itu kita dengar suara orang banyak di surga menyanyikan "Haleluyah!" karena "hari perkawinan Anak Domba telah tiba." "Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba" itu. Dalam babe terakhir segala kemuliaan diberikan kepada Anak Domba Allah, yang mengangkat, dosa dunia. Kota suci itu adalah "mempelai Anak Domba"; rasul-rasul itu adalah "keduabelas rasul Anak Domba"; Anak Domba itu adalah "Bait Suci" kota itu; dan "Anak Domba itu adalah lampunya." Tidak ada yang dapat masuk kedalamnya kecuali "mereka yang namanya tertulis didalam kitab kehidupan Anak Domba itu." "Sungai air kehidupan ... mengalir keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu," sebab takhta Allah adalah takhta Anak Domba itu, "mereka akan melihat wajahNya dan namaNya (nama Yesus) akan tertulis di dahi mereka." "Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.(Wahy 19:6-7,9; 21:9,14,22-23,27; 22:1-4; Mat 1:21)

Siapakah yang dapat menolak bukti-bukti yang bertumpuk-tumpuk dari pasal-pasal ini, bahwa Yesus sebagai Anak Domba Allah adalah Juruselamat dari orang-orang yang berdosa, Penebus dunia, Raja Kemuliaan, Hakim Tertinggi, Penguasa dari bangsa-bangsa, satu dengan Allah Bapa, dalam hakekat hidupNya, tanda-tanda kekuasaanNya dan keagungan kerajaanNya.

Dan semuanya ini telah ada dalam kata-kata yang pertama kali dipergunakan Yahya Pembaptis di tepi sungai Jordan ketika dia melihat orang Nazaret yang tak berdosa itu, terhitung di antara orang-orang pendurhaka pada pembaptisanNya, tetapi dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan oleh suara dari surga; "Inilah AnakKu, kekasihKu, kepadaNyalah Aku berkenan.(Mat 3:17)

Yahya tentu tidak memakai kata-kata itu tanpa menyadari maknanya bagi mereka yang mendengar dia. Dia tidak bicara dalam teka teki, tetapi yang dia maksud adalah Messias yang diramalkan itu. Dan sangat besar kemungkinan yang dimaksud ialah Hamba Tuhan, dalam Yes 53, yang menanggung dosa kita semua dan sebagai anak domba dibawa ke pembantaian. Tentu kontras inilah, yang sangat dirasakannya antara dia (Yahya Pembaptis) dan Yesus, diantara segala pengangkatan Messias dalam Perjanjian Lama, membuat dia memilih ini: "Anak Domba Allah yang memikul dosa dunia." Adalah menarik bahwa gelar Anak Domba yang dipakai untuk memperkenalkan Yesus untuk pertama kalinya adalah gelar dengan mana Juruselamat disebut dalam Wahyu.

Itu adalah selaras dengan ajaran Kristus sendiri; yakni bahwa; Dia datang untuk "memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang," dan "seperti Musa meninggikan ular dipadang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan" keatas kayu salib untuk penebusan kita(Mat 20:28; Joh 3:14)

Tidak ada nama Kristus yang lebih sering ditemukan dan diulangi dalam liturgi dari Gereja-gereja:

"Ya, Anak Domba Allah: yang memikul dosa dunia Berikanlah damaiMu kepada kami.

"Ya, Anak Domba Allah: yang memikul dosa dunia Kasihanilah kami."

Yahya Pembaptis memusatkan perhatian pada pribadi Kristus. "Lihatlah!" Yahya memakai bentuk kata tunggal, sekalipun banyak yang hadir, Kita masing-masing perlu memandang kepada Yesus Kristus secara pribadi untuk penghapusan kesalahan kita, sekalipun Dia memikul dosa dunia, "Ia adalah perdamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.(1Yoh 2:2)

Yesus dari Nazaret tidak mempunyai pakaian kerajaan atau mahkota kerajaan. Dia adalah anak seorang tukang kayu. Tetapi, Yahya melihat padaNya kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa penuh kasih karunia dan kebenaran. Dia adalah Anak Domba Allah. Ini menunjukkan bentuk asal dan milik. Allah mengirim AnakNya dan Allah mengasihiNya. Dalam pengorbanan ini bukanlah orang yang memberi korban; Allah-lah yang memberikan milikNya sendiri, yang paling baik.

"Lihatlah manusia itu!" kata Pilatus sambil menunjuk kepada Yesus yang dimahkotai dengan duri-duri, dan bilur-bilur dari deraan yang ditutupi dengan pakaian merah lembayung, "Lihatlah Anak Domba Allah" kata Yahya mengenai Yesus sehabis pembaptisanNya dan pada permulaan pekerjaanNya. Lihatlah manusia itu, yaitu Anak Domba Allah!

Dunia telah melihat Dia sejak saat itu; sebab dia memenuhi ufuk dari sejarah. Dia tak dapat disembunyikan, Tetapi orang-orang menatap padaNya dan memalingkan mukanya, atau menatap padaNya dan mengikutiNya sampai akhir.

Dengan pandangan yang mendalam Studdert Kennedy melukiskan Yesus sebagaimana Dia nampak pada dunia modern: "Dia nampak hina dengan jembel-jembel Gereja berpakaian rombengan yang meneriakkan Hosana pada hari Minggu dan tari dari Taman Getsemane pada hari Jumat; yang menyanggah seperti Petrus dan kemudian menyangkalNya, yang mempertengkarkan siapa yang akan paling terbesar, dan menyangka bahwa adalah berlebih-lebihan untuk mencuci kaki-kaki yang capek, dengan gerombolan pendeta-pendeta malang, orang-orang gila hina seperti aku, yang mengabarkan Injil dan tidak dapat hidup sesuai dengan Injil itu, yang mencoba memberi kasih, tetapi bersikap ramah tamah pun tidak bisa Dia selalu ditertawakan, tidak beda dengan Kristus yang duduk dengan selembar kain kuda merah pada punggungNya yang berdarah itu, dan sebuah mahkota duri yang diletakkan miring diatas kepalaNya, dengan tongkat tiruan di tanganNya dan ludah seorang prajurit bergelinding di mukaNya, Kristus itu juga. Tetapi aku takut padaNya, seperti saya percaya, bahwa manusia modern dalam lubuk hatinya takut padaNya. Dia mencemaskan, melemahkan. Dia menghisap kepercayaan pada diri sendiri dan memusnahkan keangkuhan. Dia membuat orang ingin berlutut dihadapanNya, tapi orang kuat seharusnya jangan berbuat demikian, kecuali terhadap Yang Maha Kuasa."

Kristus adalah Anak Domba yang disediakan Allah sebagai perdamaian dan korban dosa. Dalam Yesus Kristus sebagaimana Surat kepada orang-orang Ibrani jelas mengajarkannya, kita melihat pemenuhan dari seluruh ajaran Perjanjian Lama mengenai darah yang menghapuskan dosa. Disinilah terdapat gambaran - lawan bagi semua hukum-hukum korban dan upacara-upacara kemanusiaan. Anak Domba Allah, yang merupakan keinginan semua bangsa.

Dengan menghadapkan satu sama lain perbedaan antara kemuliaan diatas gunung Sinai dengan pemberian hukum moral dengan kemuliaan yang lebih besar, yang tersedia bagi kita di Gunung Sion, penulis Surat kepada orang-orang Ibrani mencapai klimaks yang mengagumkan, "Kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan.{n10}

Bagaimanakah penumpahan darah memberikan pengampunan dosa? Apakah asal dari pengorbanan? Dari manakah datang sifat umumnya? Bukan hanya dalam agama kaum Semit, melainkan juga dalam upacara-upacara korban dari semua bangsa kita menemukan tiga gagasan asasi dalam perdamaian, yakni penggantian, kepuasan dan kecukupan. Hal ini juga terdapat pada pengorbanan Kristus diatas kayu salib. Kristus mati mengganti kita seperti domba itu menggantikan Ishak di Gunung Moria, Kematian Kristus memberi penebusan yang penuh bagi dosa, keadilan yang memuaskan, membeli pengampunan, lebih daripada darah pada ambang diatas pintu ketika malaikat maut membunuh anak-anak sulung bangsa Mesir. Kematian Kristus adalah cukup. Dia tidak mati lagi. Dengan persembahanNya yang satu diatas salib, Dia memberi pengorbanan yang penuh, sempurna dan cukup, persembahan dan penebusan penuh untuk dosa seluruh dunia.

Dalam karangannya yang menarik mengenai "Blood Covenant" (Perjanjian Darah), Trumbull memberikan suatu ikhtisar yang sangat baik mengenai ajaran Semitis dari masa permulaan, dengan banyak persamaan dari Perjanjian Lama, untuk menunjukkan, bahwa bagi orang-orang ini ,tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.(Ibr 9:22) Untuk dapat memahami apa yang dimaksud Yahya ketika dia menyebut Yesus Anak Domba Allah, kita harus membaca nas-nas dari Perjanjian Lama yang ada pada dasar semua pikiran dari Perjanjian Baru.

Untuk mengambil suatu contoh saya dari wilayah luas dari pemikiran agama Semitis ini, kita melihat dalam agama Islam suatu kebiasaan primitif, yang disetujui oleh Mohammad dan disebut "korban Aqipa". Ini boleh dikatakan hampir umum dari Marokko ke Tiongkok dan didasarkan atas tradisi ortodoks. Kita membaca dalam hadits, bahwa Mohammad mengadakan korban Aqipa bukan hanya untuk kedua cucunya laki-laki, Hasan dan Husain, melainkan juga untuk dia sendiri (Aqqa'an nafsihi). Doa yang masa ini dipergunakan dalam persembahan korban anak domba atau anak kambing yang diberikan bagi bayi yang berumur tujuh hari berbunyi:"

Ya Allah, inilah korban Aqipa dari anakku si Anu, darahnya untuk darahnya, dagingnya untuk dagingnya, tulangnya untuk tulangnya, kulitnya untuk kulitnya, rambutnya untuk rambutnya. Ya Allah, buatlah menjadi penebusan anakku dari Neraka, sebab sungguh aku telah menunjukkan mukaku padaNya yang menciptakan langit dan bumi, sebagai seorang yang sungguh-sungguh percaya. Dan aku tidak termasuk orang-orang yang menyamakan dirinya dengan Allah. Sungguh, aku tujukan doaku dan korbanku, nyawaku dan kematianku kepada Allah Tuhan dari segala Dunia, yang tidak mempunyai sekutu dan dengan demikian aku diperintah dan aku termasuk golongan Islam."

Dikalangan orang-orang Islam, sebagaimana halnya dengan anak Domba Paska, sepotong tulangpun dari korban itu tidak boleh dipatahkan! Yahyalah yang menunjukkan pada bagian ini dalam pemenuhan; ramalan pada masa penyaliban (Joh 19:36), sebab dia melihat lagi di Golgota "Anak Domba Allah yang memikul dosa dunia."

Berita baik itu tercakup dalam kalimat pendek itu. Kematian Kristus, keharusannya, sifat sejarahnya, kesimpulannya, hasil-hasilnya; sifatnya yang menimbulkan belas kasihan, kekuasaannya, semuanya ini dipaparkan dalam Injil. Ketika orang yang mencari Tuhan datang ke salib itu dan melihat Yang Disalibkan itu, maka ia mendapat jawaban atas segala persoalan hidupnya.

Rasul-rasul tidak pernah memisahkan pendamaian dari salib dan darah Yesus Kristus. Bila kita berbuat demikian (dan memang banyak yang berbuat demikian pada waktu ini), dengan demikian kita membuang, jauh-jauh Perjanjian Baru. Keburukan dari banyak yang merasa lebih unggul dalam kerohaniannya pada masa ini ialah bahwa mereka, telah menyampingkan Perjanjian Lama dan beserta itu agama Kristen historis. Penyanggah-penyanggah yang ekstrim, orang-orang yang hidup atas monisme kebatinan, agama rasionalis dan impressionisme spiritual, adalah orang-orang yang sengaja membuang Perjanjian Baru itu sebagai suatu keseluruhan, betapa tinggipun mereka menilai beberapa bagian sini sana.

Kalau orang-orang bicara tentang penyelamatan orde lama dari masyarakat atau perubahan hidup dari kerohanian menuju kesucian, tanpa salib itu, maka mereka mengajar harapan yang kosong. Kita bisa menjadi orang optimis apabila kita melihat tujuan Allah untuk memberi karunia kepada dunia terlaksana. Apabila kita menghadapi masa-masa baru dan kesempatan-kesempatan baru. Tetapi setelah Yahya datang mengumumkan pertobatan, waktu juga sudah dekat. Perubahan-perubahan revolusioner terjadi diseluruh kerajaan Romawi dan jemaat Yahudi Persiapan cukup banyak. Harapan sangat besar. Orde lama kehilangan akal. Tetapi Yahya datang dengan masa baru dengan mengumumkan penebusan yang baru "dari dosa "Lihatlah Anak Domba Allah yang memikul dosa dunia."

Yang kita ingini adalah penebusan orde lama, tetapi penebusan ini harus dilakukan dengan darah.

Salib Kristus adalah satu-satunya harapan dunia. Bahaya yang terus menerus kita hadapi ialah bahwa kita berteriak: Lihatlah kesempatan baru ini. Lihatlah cara-cara kita yang baru. Lihatlah persaudaraan insani kita dan lupa berteriak: Lihatlah Anak Domba Allah!

Ada sebuah lukisan yang menarik dari Kristus diatas kayu salib sebagai satu-satunya harapan bagi dunia. Lukisan ini dengan mengagumkan menggambarkan dalam warna-warna hidup sesuatu mengenai pengumuman dan pengaruh dari penebusan itu dengan cara yang tidak dapat dilupakan. Cerita lukisan itu adalah sebagai berikut Bloter Heroni, yang menjadi ketua dari Pengadilan Campuran di Addis Abada, Ethiopia, mendapat pendidikannya di sebuah sekolah misi Swedia. Dia juga mempersiapkan suatu terjemahan dari Perjanjian Baru, kedalam bahasa Amahara dan dia menjadi seorang orang terkemuka selama Perang Dunia Pertama. Dia dikirim ke Paris mewakili Ethiopia pada waktu Perjanjian Perdamaian Versailles ditandatangani. Ketika dia merenung mengenai masa depan pendamaian dunia, timbullah pikiran padanya, bahwa ini hanya mungkin dengan pengorbanan Kristus, dan jiwanya melahirkan suatu gagasan untuk melukiskannya dalam suatu perlambang. Dia mencari seorang seniman Paris dan mengemukakan gagasan itu padanya. Hasilnya ialah lukisan termasyur yang menggambarkan Penyaliban, yang begitu aneh dalam konsepsinya, begitu riil dalam arti simboliknya, menarik dan mempesona dalam pesannya. Juruselamat digantung diatas kayu salib, yang berdiri diantara kedua belahan dunia Timur dan Barat, terhadap latar belakang langit berkabut mengerikan, Suatu lingkaran cahaya dari kemenangan yang akan datang telah ada diatas kepala yang bermahkotakan duri dari Penderita, yang memandang kebawah kepada kedua dunia untuk mana Dia mati. Tetesan darah dari tanganNya yang ditusuk itu mewarnai tiap benua dan pulau menjadi merah! Ini adalah penglihatan dari seluruh dunia yang ditebus dengan darah Kristus. Dibawah lukisan itu dapat dibaca dalam tiga bahasa: "KARENA DEMIKIANLAH ALLAH MENGASIHI ISI DUNIA INI, SEHINGGA DIKARUNIAKANNYA ANAKNYA YANG TUNGGAL ITU, SUPAYA BARANG SIAPA YANG PERCAYA AKAN DIA JANGAN BINASA, MELAINKAN BEROLEH HIDUP YANG KEKAL."

 BAB VIII. "MEREKA ... MENYALIBKAN TUHAN YANG MULIA"

(1Kor 2:8)

Rasul Paulus menyadari bahwa berita tentang Kristus yang disalibkan itu "adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa"; bahwa ini merupakan "untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan" dan "untuk orang kafir suatu kebodohan," namun dia bertekad untuk tidak memberitakan amanat lain, sekalipun ini berarti baginya penyelidikan hati dan menimbulkan kelemahan, dan dia menjadi "sangat takut dan gentar." Amanat salib ini merupakan suatu rahasia yang begitu besar, sekalipun dia memperlihatkan kebijaksanaan dan kekuasaan Allah, sehingga amanat itu hanya dibukakannya melalui Roh yang ,menyelidiki segala sesuatu bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. Dalam hubungan pikiran ini Rasul Paulus mempergunakan ungkapan yang mengejutkan mengenai penguasa-penguasa dunia, yang tidak mengenal kebijaksanaan Allah, bahwa "kalau sekiranya mereka mengenaiNya, mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia.(1Kor 1:18,23; 2:3,10,8)

Dalam khotbahnya dihadapan penatua-penatua dari Efesus, Rasul Paulus mempergunakan kata-kata yang lebih keras dan memikat lagi "Jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darahNya sendiri.(Kis 20:28) Kita takut akan kesimpulan-kesimpulan yang keras dan mengagetkan itu, Tuhan yang mulia diatas kayu salib, darah Allah -- tetapi apabila kita mencoba melembutkan kata-kata itu, kita melihat, bahwa naskah aslinya tidak memberikan pilihan lain.

Ignatius menulis kepada orang-orang Efesus, 50 tahun sesudah surat Rasul Paulus, bahwa orang-orang yang percaya "dikobarkan oleh darah Allah." Seratus tahun kemudian Tertullian mempergunakan ungkapan yang sama, yaitu "darah Allah." Dalam pasal yang lain juga naskah asli itu adalah memang murni dan kata-kata itu ditulis oleh Rasul Paulus 27 tahun sesudah peristiwa itu -- sebelum kitab-kitab Injil itu sendiri dijalankan: "Sekiranya mereka mengenalNya, mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia."

"Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?" "Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!(Mazm 24:10) Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, Tuhan kemuliaan berarti Dia yang sifatNya mulia (Mazm 29:1, Kis 7:2; Ef 1:17; Jas 2:1), Tuhan yang mempunyai kemuliaan yang menjadi hak mutlakNya. Theologia ungkapan ini adalah penting karena dia mencakup ketuhanan dari Yesus. Dalam pasal-pasal seperti 1Kor 11:26,27 arti "kematian Tuhan," dan "badan dan darah Tuhan" adalah sama, tetapi bahasanya tidak begitu mengejutkan. Juga pada masa Dia hidup sebagai manusia, bagi Rasul Paulus Juruselamat adalah Tuhan yang memiliki segala kemuliaan sebagai hak mutlakNya.

Tidak ada rahasia yang begitu besar seperti ini di langit atau di bumi -- seorang Ilah yang menderita, seorang Juruselamat yang Mahakuasa dipakukan pada salib. Namun inilah yang dicakup kata-kata itu. Pada salib itulah kita melihat dalam Kristus secara jasmaniah kelengkapan kasih dan belas kasihan Allah. Pada saat inilah, pada instansi terakhir, kita menjadi yakin - sebagaimana halnya dengan kepala pasukan itu akan ketuhananNya. Ini adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan Allah, yang dikerjakan Kristus disana.

Bagi Rasul Paulus, melalui kematianNya dan kebangkitanNya, Kristus ditunjukkan sebagai pusat dari alam semesta. Dia adalah sumber pertama dari penciptaan, inti dari kesatuannya, tujuannya dan keterangan dari segala rahasianya (Kol 1:13-18). Tidak ada orang yang dapat membaca pasal ini lalu menyangkal, bahwa dia mengajarkan kesamaan Kristus dalam kemuliaan dengan Allah.

Berkenaan dengan pasal ini mengenai keilahian hakiki dari Anak Allah "yang kekasih" yang didalamNya adalah penebusan kita; yaitu pengampunan dosa,(Kol 1:13) mysticus Katolik Rum, John Cordelier, berkata: "Segala kemajuan lahir dari perbenturan kasih dengan kepedihan yang merupakan rahasia dari hatinya; siksaannya yang bersifat rahasia terletak pada dasar segala kesukaan kita. Pandanglah ke ketinggian, pandang ke kedalaman, pandang kedalam, pandang keluar; dimana-mana engkau akan menemukan salib itu."

Bukanlah kita hanya melihat dalam kematian Kristus penjelmaan dari duka cita belas kasihanNya yang tak terhingga. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya" terdapat dalam Mazmur yang sama yang mengatakan kepada kita, bahwa "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita.(Mazm 103:12-13) "Terpancar dari lukaNya belas kasihan tak terperi" diatas kayu salib belas kasihan Allah.

Seluruh ajaran Kristen mengenai Penebusan berakar pada keilahian Kristus. Kepercayaan kita pada yang terakhir menentukan kepercayaan kita pada yang pertama, Tidak ada orang biasa yang dapat membayar hukuman dosa orang lain. Segala keberatan terhadap korban penggantian dari Kristus dilenyapkan oleh kenyataan luar biasa dari keagungan Pribadi dari Yesus. "Adalah benar sekali," kata Dr. Greshma Makhen, "bahwa Kristus dari rekonstruksi naturalistis yang modern tidak akan pernah bisa menderita untuk dosa orang-orang lain; tetapi adalah sangat berlainan dengan hal Tuhan kemuliaan. Dan, jika pengertian pendamaian pengganti begitu gila seperti oposisi modern mengingini kita mempercayai, apakah yang hendak dikatakan tentang pengalaman Kristen yang didasarkan padanya? Gereja liberal modern sangat senang mengemukakan pengalaman. Tetapi dimanakah pengalaman Kristen yang sejati didapat kalau tidak dalam pendamaian yang datang dari Golgota? Pendamaian itu hanya datang apabila orang mengakui, bahwa segala usahanya untuk dibenarkan di mata Allah, segala usahanya yang riuh untuk taat pada hukum Taurat sebelum dia dapat diselamatkan, adalah percuma: dan bahwa Tuhan Yesus telah "menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan menaklukkanNya pada kayu salib.(Kol 2:14), Siapakah yang dapat mengukur kedalaman damai dan sukacita yang datang dari pengetahuan ini? Apakah ini teori penebusan, lamunan dari khayalan manusia? Atau apakah ini kebenaran dari Allah?"

Ketika Rasul Paulus berbicara tentang Yesus Kristus sebagaimana Dia menderita diatas salib dalam istilah seperti yang kita telah ulangi, dia berbicara mengenai kenyataan-kenyataan yang begitu luhur sehingga dia menamakannya perkara yang sangat mendalam dari Allah. Soal-soal ini begitu mendalam, sehingga tak dapat dijangkau oleh falsafah manusia. Begitu tinggi, sehingga pandangan intelek yang paling tajam tak dapat melihatnya. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul didalam hati manusia." Tetapi "Allah telah menyatakannya oleh Roh," dan sekalipun kita tidak memahaminya, kita dapat bersujud dengan rasa syukur dan kerendahan hati{n8}

"Memandang palang Rajaku yang mati untuk dunia,

Kurasa hancur congkakku Dan harta hilang harganya."

Tidak ada pemisahan antara kedua kodrat Yesus Kristus diatas kayu salib. KemanusiaanNya dan keilahianNya yang sejati tidak campur baur, tidak juga kusut campur aduk, melainkan jelas dan dalam keseluruhannya kedua-duanya hadir. "Allah memperdamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus." Pengorbanan itu bukanlah Kristus insani yang berkenan kepada Allah, tetapi adalah Allah yang mendamaikan manusia oleh Kristus dan dalam arti lain mendamaikan diriNya. Pengorbanan itu bukanlah kematian seorang manusia pahlawan dalam ketaatannya pada kehendak Allah, melainkan kematian Anak Allah karena dosa-dosa dunia. Disinilah, dalam cerita Injil itu, Kristus memperlihatkan kemuliaanNya -- suatu "kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.(2Kor 5:19; Joh 1:14) Penebusan itu adalah perbuatan dari seluruh Tritunggal, "Karena Allah, Bapa begitu mengasihi dunia sehingga Ia telah mengaruniakan: Allah, Anak, memberikan nyawaNya untuk manusia; Allah, Roh Kudus, hadir dalam diri Yesus Kristus dengan kekuatanNya untuk dapat menahan kematian demikian dan mengalahkannya dengan kebangkitanNya yang gemilang (Rom 1:4).

Bukan hanya di Bethlehem, melainkan juga di Golgota, kita boleh menyanyi dengan malaikat: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera diantara manusia yang berkenan kepadaNya.(Luk 2:14)

Oleh karena itu kita tekankan arti yang sepenuhnya dari kata-kata itu, "Allah memperdamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus oleh Kristus Allah mendamaikan - Ini dilakukan oleh seluruh kepenuhan ke-Allah-an itu dan tidak oleh Anak sendirian. Ahli-ahli theologi lama memang adalah benar kalau mereka mempertahankan, bahwa usaha penyelamatan itu adalah usaha dari seluruh Tritunggal - Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Tetapi kita masih menyelaminya lebih dalam lagi, apabila kita hendak mengetahui sesuatu dari rahasia itu. Ini tidak boleh hanya merupakan doktrin saja, tetapi harus menjadi suatu pengalaman. Kita menyalibkan Tuhan kemuliaan. Kita dibeli dengan darahNya.

Dengarlah Anselm merenung pada penjagaan-penjagaan malam di depan salib: "Apa yang Engkau perbuat, ya Yesus yang paling baik, ya Kawan yang paling akrab, sehingga diperlakukan demikian? ... Akulah pukulan yang menyakiti Engkau; akulah yang merencanakan kematianMu. Aku berdaya upaya untuk menyiksa Engkau." Kemudian dia beralih kepada kita dengan kata-kata yang masih nyaring mendengung dalam hati kita: "Taruhlah segala kepercayaanmu dalam kematianNya untuk selama-lamanya; jangan percaya pada apa saya yang lain; percayalah seluruhnya pada kematian itu; tutupilah dirimu seluruhnya dan selimutilah dirimu dalam kematian itu."

Dengarlah cendekiawan Bernard: "Falsafahku yang tertinggi ialah untuk mengenal Yesus, dan Yesus yang disalibkan." Sebab Golgota adalah tempat pertemuan untuk orang-orang yang mengasihi Allah."

Dengarlah doa yang diucapkan oleh Franciskus: "Ya, Tuhanku Yesus Kristus, aku mohon dua anugerah dari Engkau sebelum aku mati; yang pertama ialah, supaya selama aku hidup aku dapat merasakan jasmaniah dan rohaniah, sepanjang hal ini mungkin kepedihan yang Engkau derita, ya Tuhanku, pada saat kesengsaraanMu yang paling pedih. Yang kedua ialah, supaya, sepanjang hal ini mungkin, aku bisa merasa dalam hatiku kasih berlimpah-limpah dengan mana Engkau, Anak Allah, dikobarkan untuk dengan rela menderita kesengsaraan yang demikian untuk kami orang-orang yang berdosa."

Sebagaimana kita tahu dalam banyak hal kematian Kristus berbeda dengan kematian dari nabi-nabi, patriot-patriot dan orang-orang syahid. Telah diramalkan dalam nubuat; untuk penebusan kita; dibarengi dengan mujizat-mujizat; disusul oleh kemenangan gaib atas maut, dan kebangkitan. Tetapi perbedaan yang sebenarnya terletak pada Orang yang mati itu. "Sungguh Ia ini adalah Anak Allah." "Dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan." "Firman itu telah menjadi manusia" dan disalibkan untuk kita(Mat 27:54; Kol 2:9; Joh 1:14)

Diatas salib Golgota diperlihatkan hal yang paling besar di dunia, yaitu KASIH, rahasia yang paling gelap dari alam semesta, yaitu DOSA; dan ungkapan yang paling luhur dari kodrat dan watak Allah, yaitu KEKUDUSAN. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." Penjelmaan inilah penebusan dari dosa(2Kor 5:21)

Dalam sebuah buku mengenai riwayat hidup Dr. Kali Charan Chatterjee, yang selama 48 tahun merupakan salah seorang pendeta yang terkemuka dari Punyab dan seorang pemimpin Gereja di India, kita membaca pengakuan ini: "Sering orang bertanya apa sebabnya saya meninggalkan Hinduisme dan menjadi murid Kristus. Jawaban saya ialah, bahwa saja, secara tidak radar, tertarik pada Kristus oleh hidupNya yang suci dan tak bernoda itu. PengabdianNya kepada kehendak Allah dan usaha-usaha kerahimanNya serta kebajikanNya terhadap umat manusia yang menderita. Keunggulan ajaranNya seperti yang diberikanNya dalam Khotbah di Bukit dan kasih sayangNya terhadap orang-orang yang berdosa membuat saya kagum dan memikat hati saya. Saya mengagumi dan mencintaiNya. Penjelmaan yang diajarkan kepada saya untuk dipuja, Rama, Krisna, Mahadeo dan Kali semuanya adalah penjelmaan kekuasaan mereka adalah pahlawan-pahlawan, orang-orang yang berdosa seperti kita sendiri. Hanya Kristus yang nampak bagi saya membuat raja memutuskan untuk memeluk agama Kristus dan membuat saya menjadi Kristen secara nyata adalah doktrin dari sifat pengganti dari kematian dan penderitaan Kristus. Saya merasa diri saya sebagai orang yang penuh dosa dan menemukan dalam Kristus seorang yang mati karena dosa saya - membayar hukuman sebagai imbalan dosa-dosa saja. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.(Ef 2:8-9) Inilah beban hati saya. Kristus telah mati, dan dengan berbuat demikian membayar hutang, yang tak akan dapat dibayar manusia. Keyakinan ini, yang makin lama makin kuat bersama-sama dengan pertumbuhan saya dalam hidup dan pengalaman kekristenan sekarang telah menjadi bagian dari hidup saya. Inilah garis pembeda antara agama Kristen dan agama-agama lain, Saya merasakannya demikian ketika saya menjadi Kristen, dan saya merasakannya paling kuat sekarang."

Bukanlah hanya kematian pengganti dari Juruselamat karena dosa kita yang merupakan tanda pembeda dari agama Kristen, dibanding dengan, agama-agama lain, melainkan kematian dari seorang Juruselamat yang demikian. Semuanya tergantung pada kodrat dan watak dari Dia yang memberikan penebusan yang penuh itu. Dalam risalah yang paling mendalam, jelas dan logis dari abad kesebelas, Cur Deus Homo, Anselm mengemukakan, bahwa "hidup dari Allah - Manusia itu adalah begitu luhur dan bernilai sehingga kebesarannya tak dapat dibandingkan dengan dosa-dosa itu, yang dilebihi dengan kekuatan yang tak ternilai oleh kematianNya; Saya lebih suka memikul kesalahan dan kesengsaraan yang bertumpuk-tumpuk dari segala dosa, dari yang lampau dan masa datang dari dunia ini, dan juga dosa-dosa yang masih bisa dipikirkan, daripada ditimpa oleh kesalahan dari dosa yang satu itu, yaitu membunuh Tuhan kemuliaan." Hanya Tuhan, begitu dia ajarkan, yang dapat memenuhi tuntutan Tuhan; tetapi manusia telah berdosa dan harus membayar hutang dosanya; oleh karena itu hutang yang wajib dibayar hanya dapat dilunasi oleh Manusia - Allah. Ini kedengaran seperti uraian skolastis abad pertengahan, tetapi kita menemukan kebenaran yang mendalam yang sama tercakup dalam kepercayaan-kepercayaan yang diamalkan dalam pemujaan umum, dan dalam nyanyian-nyanyian rohani Gereja.

Rata-rata orang memberontak terhadap sesuatu pernyataan doktriner, tetapi tidak ada yang dapat begitu memperdalam jiwa pengabdian kita dan menyelamatkan kita dari kedangkalan dalam doa seperti renungan mengenai kebenaran-kebenaran besar ini Ilmu agama dari pengakuan iman dan katekisma-katekisma yang dengan tepat difahami, berkesan pada hati, maupun pada otak, pada khayalan, maupun pada pengertian. Renungan mengenai "hal-hal yang mendalam dari Allah" dalam Alkitab tidak boleh tidak memang adalah sulit dan pada mulanya juga mungkin terasa kering. Tetapi halnya adalah sama dengan tangga nada musik; lama-kelamaan akhirnya not-not dari dogma itu menjadi suatu keselarasan spiritual dan barangsiapa yang tekun pasti akan lebih banyak mengetahui tentang dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah.(Rom 11:33)

Maka kembalikah kita pada kata-kata Rasul Paulus -- pada firman Allah yang diilhami: Mereka menyalibkan Tuhan yang mulia; "jemaat Allah yang diperolehNya dengan darahNya sendiri.(Kis 20:28)

Dalam pribadi Yesus terdapat dua kodrat. Ketuhanan yang sejati dan kemanusiaan yang sejati disatukan tetapi tidak terdapat campur aduk dari kodrat-kodrat. Allah menderita diatas salib, bukan dengan kodrat ketuhananNya, melainkan dengan kodrat kemanusiaanNya. Kalau rasul mengatakan tentang orang Yahudi bahwa mereka menyalibkan Tuhan kemuliaan, kita harus memahami seluruh kepribadian Kristus, yang, sebagai Tuhan yang Mahamulia, memang benar disalibkan tetapi bukan dalam kodratNya sebagai Tuhan kemuliaan, Demikian juga apabila Anak Manusia, yang berada di bumi, membenarkan, bahwa "Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia" "ada di pangkuan Bapa" juga (Joh 3:13; 1:18), yang dimaksud dengan Anak Manusia pasti adalah seluruh kepribadian Kristus, yang sebagai manusia di bumi, memenuhi surga dengan kehadiranNya yang mulia itu, tetapi bukan dalam kodratNya sebagai manusia."

Tak lama sebelum Dia dihukum mati, Yesus Kristus sendiri menyatakan pengakuanNya yang paling jelas di depan Imam Besar mengenai kemanusiaanNya dan ketuhananNya yang hakiki. Keterangan ini diberikan dalam tiga kitab Injil: (Mat 26:64; Mr 14:62; Luk 22:70) "Tetapi Yesus tetap diam, Maka Imam Besar bangkit berdiri di sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya: Tidakkah Engkau memberi jawab!!...? Demi Allah yang hidup katakanlah kepada kami, apakah Engkau Kristus, Anak Allah atau tidak. Kata Yesus kepadanya: Engkau telah mengatakannya (dalam Injil Markus: Akulah Dia). Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk disebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang diatas awan-awan di langit. Lalu Iman Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: Ia menghujat Allah ... Ia harus dihukum mati! Lalu mereka ... meludahi mukaNya ... Untuk apa kita perlu saksi lagi? kamu sudah mendengar hujatNya."

Tidak ada dari mereka, demikian Rasul Paulus tulis, mengerti sebab sekiranya mereka mengenalNya, mereka tidak akan menyalibkan Tuhan kemuliaan. "Dua kodrat bertemu dalam Penebus kita," kata ahli theologi, Leo Agung.

Maka dalam kematian Yesus Kristus diatas salib itu kesengsaraan dan penghinaan manusia dirubah menjadi penderitaan ilahi yang sejati berdasarkan ketuhanan yang disatukan dengan roh dan badan manusia dalam paduan suatu kesadaran. Kesengsaraan itu tidak terbatas karena Orangnya tidak terbatas, "Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku.(Gal 2:20) Allah memperoleh Gereja dengan darahNya sendiri.

i

 BAB IX. "IA MENUNJUKKAN TANGANNYA KEPADA MEREKA"

(Joh 20:19-29)

Dalam suratnya kepada jemaat di Philipi, Rasul Paulus menunjuk kepada tiga taraf dalam pertumbuhan persahabatannya dengan Tuhan Yesus. Tarap pertama ialah mengenal Kristus, yang didapatnya melalui banyak sumber-sumber -- dari kawan dan lawan. Kemudian dia melihat Kristus di jalan ke Damsyik dan dia mengalami "kuasa kebangkitanNya." Bagi dia hidup adalah Kristus. Akhirnya dia bicara tentang 'persekutuan dalam penderitaanNya," sebagai tujuan terakhir dari persahabatannya -- untuk menjadi serupa dengan Dia dalam hidup pengorbanan dan minum dari cawan kesengsaraan dan kematianNya untuk orang-orang lain(Php 3:10)

Maka pencinta dari Kristus memandang bayangan dari salib itu sebagai bayangan yang terpanjang di dunia. Dia terhampar meliputi abad-abad dan segala negeri, bahkan sampai pada hari kebangkitan.

"Damai sejahtera bagi kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tanganNya dan lambungNya kepada mereka. Yesus Kristus tidak pernah menyembunyikan bekas-bekas lukaNya untuk mendapat murid. Dia membawa dalam tubuhNya yang dimuliakan itu tanda-tanda dari kesengsaraanNya. Tanda-tanda inilah yang membuktikan kepribadianNya, menyatakan kemenanganNya dan yang merupakan lencana kekuasaanNya sebagai Juruselamat dan Raja. "Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. Maka kata Yesus sekali lagi: Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.(Joh 20:9-12)

Thorwaldsen, pemahat besar Denmark, melukiskan adegan ini dalam pualam, Di Vor Fruhe-Kirke di Kopenhagen patung ini berdiri dan menggambarkan Kristus yang bangkit dengan tangan terulur yang memperlihatkan bekas paku-paku dan mengirim murid-muridNya menyebarkan amanat perdamaian. Pada tiap sisi dari gereja itu terdapat enam patung yang menggambarkan keduabelas murid, dimana Paulus mengambil tempat Yudas. Sebagaimana kelompok patung-patung ini diperlihatkan disini sungguh berkesan secara mendalam pada jiwa dan hati. Kristus sebagaimana dikenal dalam ajaran Protestan, tidak diatas salib, tetapi siap sedia menaiki singgasana tetapi luka-luka. Amanat dua rangkap yang keluar dari bibirNya menurut Injil Yahya tertangkap oleh kemahiran seniman itu. "Damai sejahtera bagi kamu!" "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."

Salib itu tidak hanya menebus, melainkan juga merupakan sesuatu yang patut dijadikan teladan. Dia membisikkan perdamaian dalam hati, tetapi menghendaki perjuangan diluar Dia mempunyai alasan, maupun amanat bagi yang berdosa. Mereka yang pernah melihat salib dalam penglihatan dari bekas luka-luka Yesus Kristus akan berubah dan tidak akan bisa lagi betul-betul sara seperti sebelumnya. Kristus "telah mati untuk semua,orang supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hanya untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." Kita mendapat perdamaian oleh darahNya dan kerasulan melalui teladanNya(2Kor 5:15; Kol 1:20)

Adalah menarik perhatian, bahwa yang diperlihatkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya sesudah Dia bangkit kembali adalah hanya bekas-bekas lukaNya. Karena bekas-bekas luka itu mereka mengenal Dia ketika Dia memecah-mecahkan roti di Emmaus, sekalipun mereka tidak dapat mengenal badan, muka dan apa yang diucapkanNya. Dengan bekas-bekas lukaNya dia meyakinkan murid-muridNya yang sepuluh itu bahwa Dia benar-benar Yesus yang selama tiga tahun bersama-sama mereka, dan bahwa Ia benar-benar sudah hidup kembali. Dengan bekas-bekas lukaNya Thomas disadarkan akan ketidakpercayaannya seminggu kemudian dan dia berteriak: "Ya Tuhanku dan Allahku!(Joh 20:28) Tangan dan lambungNya yang luka itu adalah tanda dan materai dari perdamaian kita dengan Allah dan merupakan panggilan yang tak dapat ditolak untuk mengabdi dan berkorban.

Penyair Jerman Heine menggambarkan dewa-dewa dari dunia purbakala duduk dalam ruangan perjamuan mereka, duduk di singgasana sebagai pemenang atas dunia yang takluk. Datanglah pada mereka terhuyung-huyung dibawah sebuah salib seorang orang sederhana dan miskin. Dia melemparkan salib itu dengan gemuruh diatas meja dan semua dewa-dewa hawa nafsu dan keburukan itu kehilangan akal dan pada mati. Dewa-dewa dari dunia purbakala adalah nilai-nilai palsu dari yang baru. Dan ketika Kristus melemparkan salibNya dalam hidup seseorang, maka segala nilai-nilai palsu yang lama hancur, dan timbullah hidup yang baru yang cemerlang, yang berdasarkan nilai-nilai abadi.

Dalam keempat Kitab Injil dan empat unsur pesan, Kristus mengutus murid-muridNya ke seluruh dunia: Matius memberi alasan apa sebabnya kita harus mengajar seluruh bangsa-bangsa. "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah!" Markus mengatakan dimana: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." Lukas meletakkan tekanan pada urutan caranya: "Dalam namaNya harus diberitakan pertobatan untuk pengampunan dosa kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem!" Tetapi Yahya menyentuh nada yang lebih dalam dan memperlihatkan semangat yang akan menguasai dan mengawasi kita: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." "Seorang murid tidak lebih dari pada guru nya." Kita harus turut mengambil bagian dalam tugas itu, dibawah kuasa yang sama, dengan amanat yang sama dan mengalami penderitaan yang sama. "Kristus telah menyerahkan nyawaNya untuk kita," kata Yahya begitu sederhana dan mengagetkan, "jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita karena saudara-saudara kita.(Mat 28:18-19; Mr 16:15; Luk 24:47; Joh 20:21; Mat 10:24; 1Yoh 3:16)

Salib itu adalah dinamik yang agung untuk pengabdian, Yesus Kristus hanya perlu memperlihatkan bekas luka-lukaNya untuk merebut orang-orang syahid untuk tujuanNya. Allah menumpahkan pada tiap orang semangat pengorbanan ketika mereka "memandang kepada Dia yang telah mereka tikam." "Dan apabila ada orang bertanya kepadaNya: Bekas luka apakah yang ada pada badanmu ini?, lalu ia akan menjawab: Itulah luka yang kudapat dirumah sahabat-sahabatku !(Za 12:10; 13:6)

Ketika Yesus Kristus nampak pada Saulus di jalan ke Damsyik, dia mendengar suara dari surga yang berkata: "Mengapakah engkau menganiaya Aku?" - "Yesus yang kau aniaya itu" ... "Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena namaKu.(Kis 9:3-4,16)

Tidaklah mengherankan bahwa Rasul Paulus mempergunakan sebuah kata aneh ketika dia bicara tentang pelayanan kerasulannya dan tentang penderitaan Kristus. Kata itu hanya sekali dipergunakan kemudian dalam Perjanjian Baru. Dalam Injil Lukas diceritakan kepada kita tentang janda yang memasukkan dalam peti derma dari kekurangannya seluruh nafkahnya, Rasul Paulus mempergunakan kata Yunani yang sama. "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuhNya, yaitu jemaat.(Luk 21:4; Kol 1:24) - Kekurangan dari Golgota!

Bagi seorang orang Yahudi penderitaan adalah suatu masalah yang harus dipecahkan. Bagi seorang orang Kristen dia merupakan suatu hal istimewa yang harus dipikul bersama-sama, Saulus, orang Yahudi itu, menghadapi masalah penderitaan dengan semangat Ayub dan ketiga kawannya, dan dia merupakan suatu masalah yang tak dapat dipecahkan. Paulus, orang Kristen itu, melihat bekas-bekas luka Kristus dan menyadari bahwa Hamba Allah mendapat luka dari sebab pendurhakaan kita, dan diremukkan dari sebab kesalahan kita. Oleh karena itu Rasul Paulus menulis: "Aku senang dan rela didalam kelemahan, didalam siksaan, didalam kesukaran, didalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.(Yes 53:5; 2Kor 12:10)

Bagi kita kemuliaan dari Kristus yang telah bangkit itu adalah untuk mengenal bekas-bekas luka ini; "mencucukkan jari" kita seperti Thomas ke bekas paku-paku itu dan mengatakan: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hambaMu ini pergi dalam damai sejahtera, ... sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari padaMu." -- "Ya Tuhanku dan Allahku!" Tidaklah ini merupakan kesenangan yang paling luhur dan pengalaman yang paling mendalam dari orang-orang suci dalam kemuliaan, yaitu untuk bersujud dan melihat bekas-bekas luka itu? Bahkan bagi Maria ketika dia mengurapi kakiNya, tidak ada bekas-bekas luka untuk dicium. Malaikat-malaikat ingin mengetahui semuanya ini, tetapi mereka menutupi muka ketika mereka melihat rahasia dari kasih penebus ini(Joh 20:25,28; Luk 2:29-30; 1Pet 1:12)

"Ia menunjukkan tanganNya kepada mereka." Apakah Dia pernah memperlihatkannya padamu? Franciskus dari Assisi berjam-jam merenung tentang bekas-bekas luka pada tangan Tuhan Yesus, sampai akhirnya dia mendapat tanda-tanda dari Juruselamat pada badannya. Tetapi jauh lebih penting lagi daripada tanda-tanda suci yang ada pada tangannya itu adalah bukti-bukti pemikulan salib Kristus dalam hidupnya sehari-hari.

Ketika Bernard dari Assisi ingin mengikuti Franciskus, diputuskanlah bahwa mereka harus pergi kerumah uskup dan mengadakan missa. "Sesudah itu," kata Franciskus, "kita harus mendoa terus sampai tertia, memohon kepada Allah supaya dengan tiga kali membuka buku doa, Dia memperlihatkan kita jalan yang disukaiNya dan yang kita harus pilih."

Pada pembukaan pertama tampaklah kata-kata ini, yaitu kata-kata yang diucapkan Tuhan Yesus kepada pemuda yang menanyakan jalan untuk kesempurnaan: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah milikmu dan berikanlah kepada orang miskin, ... kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku." Pada pembukaan kedua nampaklah kata-kata yang Tuhan Yesus ucapkan kepada rasul-rasul ketika Dia menyuruh mereka pergi untuk menyebarkan berita baik "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang." Pada pembukaan ketiga nampaklah kata-kata dari Mr 8: "Barangsiapa mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya lalu mengikut Aku.(Mat 19:21; Luk 9:3; Mr 8:24) Lalu Franciskus bilang kepada Bernard "Perhatikanlah nasehat yang diberikan Kristus dan pergilah dan lakukan apa yang engkau baca dan terpujilah Tuhan kita, Yesus Kristus, yang telah berkenan menunjukkan jalan kepada kita untuk hidup sesuai dengan InjilNya."

Dia dan bruder-bruder dari Ordo Mendekan mengabdikan dirinya pada ascetisme yang keras, tinggal dalam sebuah bekas pondok penderita kusta, dan mengunjungi tempat-tempat orang sakit dan miskin sambil mengabarkan Injil kepada kalangan yang makin luas, yang akhirnya mencakup juga orang-orang dari segala golongan, Di depan Sultan Kamil di Mesir Franciskus memberikan bukti yang sangat berani dari kerelaannya menderita untuk kepercayaannya. Kebebasannya dari soal-soal duniawi, kegembiraannya melayani, kerendahan hatinya dan imannya yang menyerupai kepercayaan anak-anak, kesukaannya pada alam dan kegairahannya akan sesama manusia yang mendalam ini juga merupakan tanda-tanda suci, tanda-tanda dari Tuhan Yesus.

Mereka menikam tangan dan kakiNya. Bekas-bekasnya tinggal dalam badanNya yang dimuliakan itu. Bekas luka ini merupakan panggilan untuk menjadi murid dan ujian dari kerasulan bagi tiap orang yang menamakan dirinya Kristen Adalah berat untuk menjadi pengikut Kristus. TuntutanNya sangat keras. Kecuali kalau orang bersedia meninggalkan segala yang ada padanya, dia tidak bisa menjadi murid Kristus. Tidak ada salib, tidak ada mahkota.

Yesus Kristus tidak mengatakan, bahwa dia adalah pohon jati atau pokok aras yang tulen, melainkan "pohon anggur yang benar.(Joh 15:1) Satu-satunya pohon yang diikat pada sebuah pancang dan berdarah untuk memberi karunia. Tiap dahan memerlukan pisau pemangkas dan hanya di tempat dimana potongannya dalam mungkin terdapat rumpun buah-buah.

Kita dipanggil masuk persekutuan dengan Kristus, tetapi persekutuan ini adalah persekutuan dalam penderitaan. Bumi adalah medan pertempuran yang dipilih untuk perjuangan terakhir antara kekuasaan-kekuasaan terang dan kegelapan. Turutnya kita dalam benih dari Gereja ditiap negeri dan pada tiap abad. "Selanjutnya," kata Rasul, Paulus: "janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.(Gal 6:17)

Apabila rencana-rencana kita gagal, harapan-harapan kita tidak terpenuhi, keputusan-keputusan kita meminta darah, kegembiraan-kegembiraan kita menjadi kepedihan dan kita berada dalam sakarat ulmaut Getsemane atau Golgota, bukankah ini hanya pemikulan salib kita seperti Tuhan Yesus? Kesabaran akan doa yang tidak dikabulkan, pengorbanan diri yang tersembunyi, kesunyian dari kepemimpinan, semuanya ini adalah bagian dari siksaan yang harus dialami tiap orang yang bukan anak gampang, tetapi anak sejati. "Kami senantiasa membawa kematian Yesus didalam tubuh kami." "Dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah ... dalam segala penderitaan ... dipenjarakan dan dalam kerusuhan dalam berjerih payah, berjaga-jaga dan berpuasa.(2Kor 4:10; 6:4-5)

Surga mempunyai duabelas pintu gerbang dan keduabelas orang yang namanya nampak pada dasar-dasar dari Kota Suci itu membawa bekas-bekas luka dari Kristus. Tiap gerbang adalah mutiara-mutiara pengorbanan.

Yang menulis doa ini mengenai tubuh manusia yang seluruhnya diserahkan kepada Kristus adalah seorang Kristen di Kashmir. Dapatkah kita membuat doa ini menjadi doa kita?

"Ya, Tuhan, untuk jasaMu kami berikan padamu daging, tulang, saraf, kerangka, jasmani yang Engkau telah berikan. Ajarlah kami mempergunakannya dengan baik untuk kemuliaanMu. Ajarlah kami mempergunakannya untukMu sebagai sebuah mesin yang dipercayakan kepada kami memeliharanya untuk tujuanMu. Ajarlah kami untuk mempergunakannya tanpa belas kasihan terhadap diri sendiri, namun tidak menyalahgunakannya, Dan kalau dia lambat atau cepat menjadi usang, berikanlah kami kegembiraan dari marifat, bahwa dia menjadi usang untukMu. Amin."

 BAB X. "KUASA KEBANGKITANNYA"

(Php 3:10)

Ada sebuah lukisan yang bagus sekali dibuat oleh Eugene Burnand, berjudul Le Samedi Saint (Hari Sabtu Yang Suci). Lukisan itu memperlihatkan kesebelas murid yang berkumpul dengan pintu-pintu tertutup karena takut kepada orang-orang Yahudi, tetapi pada muka mereka tak nampak sinar kegembiraan, maupun senyum harapan. Malam itu adalah hari yang paling gelap dalam hidup mereka. Yesus berada dalam liang kubur. Harapan-harapan mereka terkubur bersama Dia, "Kami dahulu mengharapkan," kata mereka, "bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.(Luk 24:21) "Kami mengharapkan -- tetapi sekarang harapan kami telah lenyap. Dekat Danau Galilea kami melihat kekuasaanNya dan kemuliaanNya, Di Golgota kami mendengar jeritanNya yang pedih dan melihat kesengsaraanNya mendekati ajalNya. Lalu Yusuf dari Arimathea mengambil mayatNya dan kami meletakkannya dalam kuburan. Yesus telah mati."

Petrus duduk bertopang dagu, dan Yahya, dengan muka yang mencerminkan pertentangan perasaan-perasaan, mencoba menghiburnya. tetapi tak dapat berkata apa-apa. Kecewa, putus asa, bingung, susah, terperanjat, kalau mereka mengingat hari depan, tiap muka dalam kelompok itu merupakan ekspresi perorangan dari pengalaman mereka bersama. Yesus telah mati. "Kami mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel !!...."

Syukur kepada Allah bahwa berita Injil itu tidak berakhir dengan kematian Kristus. Cerita itu tidak tamat dengan jeritan kemenanganNya. "Sudah selesai." demikian juga amanat kerasulan. Kematian Kristus disusul oleh kebangkitanNya. Yesus "yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa." Dia mati karena dosa kita dan telah dikuburkan dan "bahwa Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai dengan Kitab Suci." Demikian pernyataan ringkas dari Rasul Paulus. Dia mendasarkan kepercayaannya mengenai kebangkitan Kristus, pertama atas ramalan-ramalan dan janji-janji bahwa Dia akan bangkit, dan kemudian atas munculnya Penebus yang hidup, karena Dia memang bangkit. Dia mencatat kemunculan-kemunculan ini dengan teratur dan dia mengemukakan penglihatannya sendiri mengenai Kristus yang telah bangkit itu dalam perjalanannya ke Damsyik, lalu menarik kesimpulannya "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaanmu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saya menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.(Joh 19:30; Rom 1:3;, 1Kor 15:4,17-19)

Adalah dengan pandangan yang tajam mengenai sifat semua bukti, khususnya dari bukti ini, bahwa Sydney Debell menulis "Keinginan Paulus untuk mendasarkan seluruh nilai dari pengabaran Injil pada kebangkitan itu merupakan bukti yang besar. Dia adalah jaminan bagi suatu dunia dari kenyataan-kenyataan yang tidak diketahui. Demikian jugalah dapat dikatakan mengenai rasul-rasul yang lain itu. Dan ketidakpercayaan dari rasul-rasul itu dibanding dengan kepercayaan mereka sesudahnya dan pilihan dari kebangkitan itu sebagai kenyataan pokok, merupakan bukti yang tak ternilai juga bagi kenyataan-kenyataan yang tidak terang."

Salah satu hal yang paling menarik mengenai cerita kebangkitan itu sebagai yang dikemukakan dalam keempat Kitab Injil, adalah bahwa segala keterangan dari saksi-saksi yang melihatnya dengan mata kepala sendiri menekankan keragu-raguan dari pengikut-pengikut Tuhan. Mereka bersikap sangsi dan tidak bersedia untuk menerima sesuatu berdasarkan pendengaran saja. Perempuan-perempuan itu "tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena takut." Ketika Maria Magdalena menceritakan kepada mereka mengenai Kristus yang hidup yang dilihatnya, "mereka tidak percaya." Ketika mereka melihat Dia diatas gunung di Galilea beberapa diantara mereka menyembahNya, "tetapi beberapa orang ragu-ragu." Rasul Thomas terus ragu-ragu saya selama seminggu dan baru kemudian dia yakin.(Mr 16:8,11; Mat 28:17; Joh 20:24-28)

Maka kepercayaan para rasul mengenai kebangkitan Yesus Kristus, bukanlah suatu kepercayaan buta, tetapi berdasarkan penglihatan dan bukti-bukti yang bertimbun-timbun yang tak dapat disangkal. "Ia menunjukkan diriNya setelah penderitaanNya selesai, dan dengan banyak tanda Ia buktikan, bahwa Ia hidup ... selama empatpuluh hari" dan jumlah mereka yang melihat Dia hidup dan mengenalNya ada "lebih daripada lima ratus" orang(Kis 1:3; 1Kor 15:6)

Sesudah kenaikan dan Hari Pentakosta besar itu sedikitpun tanda kesangsian tak ada yang tinggal pada kelompok rasul-rasul itu. Mereka telah berubah karena Kristus hidup untuk selamanya. KebangkitanNya adalah harapan hidup mereka dan merupakan dinamik, bukan hanya dari amanat, melainkan juga dari pengalaman sehari-hari mereka. "Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga," kata Petrus, "dan menampakkan diri, bukan kepada seluruh bangsa, tetapi kepada saksi-saksi, yang sebelumnya telah ditunjuk oleh Allah, yaitu kepada kami yang telah makan dan minum bersama-sama dengan Dia, setelah Ia bangkit dari antara orang mati." "Sekalipun Ia disalibkan oleh karena kelemahan," tulis Rasul Paulus, "namun Ia hidup karena kuasa Allah." "Yesus Kristus," kata Yahya "Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati." Dia hidup untuk selama-lamanya. "Maut tidak berkuasa lagi atas Dia" karena oleh Injil Dia "telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tak dapat binasa." Inilah kekuasaan dari hidup baru dalam Kristus. Didalam tiap orang yang percaya Dialah "pengharapan akan kemuliaan" dan rahasia kemenangan atas dosa, "Disalibkan dengan Kristus," mati dan dikuburkan dengan Dia, tetapi sekarang hidup dalamNya untuk Dia(Kis 10:40-41; 2Kor 13:4; Wahy 1:5; Rom 6:9; 2Tim 1:10; Kol 1:27; Gal 2:20)

Kebangkitan memancarkan cahaya baru -- cahaya keabadian -- atas segala keduniawian. Segala sesuatu dan tiap orang menjadi lain karena harapan ini, penjelmaan dari kekuasaan Allah ini dan kemenangan Allah yang terwujud di kuburan yang kosong itu. "Siapa yang ada didalam Kristus, ia adalah ciptaan baru yang lama sudah berlalu," segala sesuatu telah menjadi baru dalam cahaya baru dari hari pagi kebangkitan(2Kor 5:17)

Jika manusia menyadari adanya Kristus yang hidup, maka segala nilai-nilai hidup akan ditentukan oleh ukuran yang baru. ,Mulai sekarang saya tidak akan menghiraukan lagi apa yang ada pada saya atau apa yang raja miliki kecuali yang ada hubungannya dengan Kerajaan Allah," kata David Livingstone. Kita membaca dalam Injil Yahya bahwa ,dekat tempat dimana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu kubur.(Joh 19:41) Taman itu masih tetap menanti kita. Dia berkembang merah dengan pengorbanan. Segala buah dari Roh menjadi matang disana. Kekuasaan kebangkitanNya memberikan kekuatan kepada orang untuk menghadapi duka cita dunia yang paling sedih serta kebutuhannya, dengan kepercayaan pada Kristus yang mengetahui dan menghiraukannya dan dapat memenuhi kebutuhan itu.

Hati manusia merindukan dua hal, yaitu penebusan dari dosa dan hidup abadi. Kenyataan yang paling menarik dalam sejarah perbandingan dari agama-agama ialah kepercayaan umum dari umat manusia pada adanya hidup kelak sesudah mati dan usaha yang umum untuk menyabarkan dewa-dewa atau Allah dengan segala macam pengorbanan dan persembahan. Kristus adalah pemenuhan kedua kebutuhan itu. Sekalipun pengertian mengenai hidup yang akan datang agak kasar dikalangan bangsa-bangsa primitif, tetapi pengertian itu adalah nyata dan menduduki tempat yang terpenting dalam pemikiran mereka. Istilah animisme sendiri mengandung pengertian keunggulan roh atas dunia materi. Bukan hanya semua agama-agama primitif, melainkan juga semua agama-agama etnis besar mengajarkan kekekalan dan mempunyai naluri akan nilai-nilai abadi.

Orang percaya akan kekekalan karena ketidaklengkapan dasar dari hidup sekarang, karena mereka melihat, bahwa budi pekerti sering bertumbuh sekalipun kesanggupan telah mulai mundur, dan karena dorongan memaksa dari perasaan-perasaan kita, cinta adalah lebih kuat daripada maut. Ada sesuatu dalam diri kita yang mengulangi suara dari alam semesta dan jiwa-jiwa tertarik maju tak tertahan di jalan ini ke arah tempatnya yang abadi. Segala sesuatu beralih ke arah hati Allah, sumbernya dan juga tujuannya. "Barang siapa yang menyatakan adanya Yang Tak Terbatas," kata Louis Pasteur, "dan tidak ada orang yang dapat mengelakkannya menghimpun dalam pembenaran itu lebih banyak yang gaib daripada segala keajaiban-keajaiban dari segala agama, sebab pengertian dari Yang Tak Terbatas memperlihatkan sifat rangkap yang memaksakan dirinya pada kita, sekalipun kita tak dapat memahaminya. Apabila makna ini merebut pengertian kita, kita hanya dapat bersujud. Dimana-mama saya melihat ungkapan yang tak dapat dielakkan dari Yang Tak Terbatas itu di dunia; melaluinya kegaiban berada pada dasar tiap hati." Ilmu pengetahuan bicara tentang ruang yang tak terbatas, waktu yang tak terbatas, jumlah yang tak terbatas, hidup dan gerak yang tak terbatas. "Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.(Ec 3:11)

Kematian tidak lebih universal daripada kerinduan jiwa manusia akan hidup, lebih banyak hidup, hidup yang berlimpah-limpah seperti yang diperlihatkan Yesus Kristus melalui kebangkitan dan kenaikanNya yang mulia itu.

Kebenaran ini dinyatakan dalam kepercayaan-kepercayaan dari orang-orang Etrusca kuno; dalam Buku Orang-orang Mati (yang sebenarnya adalah buku dari hidup) oleh orang-orang Mesir kuno; dalam buku hukum terakhir dari Manu mengenai perpindahan roh dan kebahagiaan terakhir; dalam eskhatologi (pengajaran tentang hal kiamat dan akhirat) yang panjang lebar dan populer dari Islam; bahkan dalam tafsiran Nirwana oleh sarjana-sarjana Budhis yang terbaik.

Keinginan dari segala bangsa akan hidup abadi dipenuhi dalam Kristus dan hanya dalam Kristus. Karena Yesus Kristus telah membawa hidup dan kekekalan melalui kematian dan kebangkitanNya. Dia telah memberikan kepada kita suatu amanat yang tak ada taranya, suatu amanat yang sesuai dengan dosa dan duka cita manusia.

Pencari-pencari kebenaran yang sungguh-sungguh dari segala bangsa melihat suatu dunia yang tidak nampak, mendengar suara-suara yang tak kedengaran dan mencoba memegang kenyataan-kenyataan yang tak dapat diraba. Oleh karena itu mereka tidak akan pernah tertarik pada amanat misi yang bukan dari dunia lain. Yesus Kristus mengajarkan Injil kebangkitan pada kuburan Lazarus. "Aku adalah kebangkitan dan hidup; barangsiapa yang percaya kepadaKu, akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya.(Joh 11:25)

Inilah pokok dari amanat Rasul Paulus. Dia memberitakan Kristus dan kebangkitan. Dia tidak mengenal Injil lain. "Aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang.aku beritakan kepadamu dan yang telah kamu terima, dan yang didalamnya kamu teguh berdiri. Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu, kecuali kalau kamu telah sia-sia saya menjadi percaya. Sebab yang sangat penting yang telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci ... Tetapi kalau andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih daripada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan bahwa Ia telah membangkitkan Kristus pada hal Ia tidak membangkitkanNya juga, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan.(1Kor 15:1-4,14-15)

Yesus Kristus menang atas maut. Dia menyingkirkan kengerian dari kuburan. Dia membawa hidup dan kekekalan dalam Injil. "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saya menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia." Tetapi kita adalah duta-duta dari Penakluk Dosa dan Maut. Raja abadi dari Kemuliaan. Injil kita bukanlah hanya untuk hidup ini, tetapi meliputi keabadian dan oleh karena itu tidak ternilai Segala lembaga-lembaga Kristen kita, organisasi-organisasi, perlengkapan-perlengkapan, sumber-sumber dan cara-cara hanyalah merupakan jalan ke tujuan. Bagaimanapun juga semuanya ini hanyalah bangunan sementara bagi "tempat kediaman yang kekal yang tidak dibuat oleh tangan manusia," tempat kediaman abadi di surga(1Kor 15:19; 2Kor 5:1)

Injil sosial mempunyai tempat dan kuasanya, sebab Kristus datang untuk menyembuhkan hati yang patah dan memberikan kebebasan bagi yang ditahan. Kita tidak berani melalaikan isi etis dari amanat Injil serta tuntutannya yang berat. Tetapi tidak ada yang begitu menarik bagi individu daripada Injil kebangkitan.Injil itu bukanlah seperti yang dinyatakan oleh kaum Komunis, madat bagi orang miskin dan melarat, yang dijejalkan dalam kerongkongannya oleh orang-orang kaya dan sombong. Injil itu adalah pernyataan, bahwa hal-hal yang kelihatan hanyalah untuk sementara dan bahwa hal-hal yang tidak nampak adalah abadi. Nah, dalam dunia yang penuh ketidakadilan ini bisa juga kita turut mengalami penderitaan Kristus, tetapi dengan percaya padaNya kita akan turut dalam kebangkitan orang-orang yang mati. Dia "akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia. menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diriNya.(Php 3:21 )

Nilai-nilai abadi, yang hidup tersembunyi bagi mereka yang percaya akan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, adalah kegembiraan dan ilham dari rasul-rasul, orang-orang percaya dan orang-orang syahid dari Gereja Mula-mula. Mereka memenangkan dunia bagi Kristus karena mereka meletakkan dunia. Mereka mendirikan suatu kerajaan rohaniah ditiap negeri karena kewargaan mereka adalah di surga. Mereka meletakkan dasar-dasar Gereja ditiap kota, karena mereka adalah "orang-orang asing dan pendatang di bumi ini" dan mencari "kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.(Ibr 11:13,10 )

Tidak ada aspek kebenaran Kristen yang memerlukan lebih banyak tekanan sekarang daripada ini. Kita memang adalah orang-orang progresif dalam theologi apabila kita membawa amanat Kristus yang bangkit ini serta hidup abadi ke dunia yang bukan Kristen. "Belakangan ini," kata Dr. Deissman, "perhatian akan sifat eskhatologi (yang berhubungan dengan soal kiamat dan akhirat) dari Injil Kristus, maki lama makin menonjol ke depan dalam theologia Kristen Internasional. Saya memandang ini sebagai sa lah suatu langkah maju yang paling penting yang pernah dicapai oleh penyelidikan theologis. Pada masa ini kita harus meletakkan tekanan yang sekuat-kuatnya pada sifat eskhatologis dari Injil yang merupakan usaha praktis dari Gereja yang memberitakannya. Yakni, bahwa tiap hari kita harus memusatkan pikiran kita pada kenyataan, bahwa Kerajaan Allah telah dekat, bahwa Allah dengan kedaulatanNya yang mutlak datang melalui penghukuman dan penebusan dan bahwa kita harus mempersiapkan diri kita secara rohaniah untuk kedatangan Tuhan kita.

Memang inilah amanat kita, Injil abadi dari Dia yang datang, yang mati diatas kayu salib, yang bangkit dari antara orang mati, yang naik ke surga dan akan datang kembali. Dari Betlehem dan Golgota, dari makam kosong dan dari awan-awan yang membuat Dia tak dapat dilihat, dari sanalah mengalir cahaya keabadian. Ellips (lingkaran panjang) besar yang mencakup isi dari iman dan amanat kita kepada dunia dapat juga ditarik selebar mungkin, tetapi dia tetap dan akan selalu mempunyai dua pusat -- Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus, serta hubungannya dengan dosa manusia dan keadaan abadinya. Inilah Injil Kebangkitan.

 KETERANGAN BUKU

BUKU ASLINYA

THE GLORY OF THE CROSS oleh S. ZWEMER

Marshall. Morgan, Scott Ltd., London

Reproduced by kind permission of the publishers

SAMUEL ZWEMER

KEMULIAAN SALIB

Terjemahan

GAJUS SIAGIAN

1970

Diterbitkan oleh BADAN PENERBIT KRISTEN

Kwitang 22, Jakarta untuk ONIF No. D. 513/9



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.08 detik
dipersembahkan oleh YLSA