Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 10 No. 2 Tahun 1995 > 
PEMULIHAN HARAPAN DUNIA: PERMENUNGAN TENTANG PENGHARAPAN KRISTEN 
Penulis: Markus Dominggus L.D.819
 PENDAHULUAN

Membaca tulisan Th. Sumartana dalam Harian Kompas 17 September 1995, saya merasa ada satu tugas yang harus dituntaskan dalam perayaan. Natal tahun ini.

Tulisan Sumartana merupakan suatu catatan terhadap apa yang didiskusikan di dalam Seminar Agama-agama Internasional di Arthus, Denmark, 10-15 Juli 1995. Dalam forum ini sekitar 60 teolog Kristen berkumpul untuk membahas suatu fenomena religius zaman ini yang populer dengan sebutan Gerakan Keagamaan Baru (New Age Religious Movement).

Sejauh yang dapat saya pahami, motivasi kemunculan gerakan religius ini adalah kekecewaan sebagian orang atas peran agama-agama yang tidak mampu memperbaharui dunia. Selain itu, ada ketakutan dan kebimbangan terhadap ketidakpastian hidup dalam dunia modern yang serba teratur. Ketakutan dan kebimbangan ini juga berurusan dengan pluralisme yang memiliki jati diri baru dengan tekanan dan gaya hidup yang berbeda. Dari data ini saya hendak mengajak kita melihat kedalaman dimensinya. Di balik idiom-idiom kekecewaan, ketakutan, kebimbangan dan ketidakpastian, saya melihat kegelisahan manusia akan harapan dirinya dan dunianya.

Ini berarti manusia pernah punya harapan-harapan. Ketika harapan itu diperhadapkan dengan kenyataan zaman, harapan itu ternyata makin jauh dari apa yang diimpikan. Lembaga keagamaan dan lembaga sosio psikologis tradisional yang selama ini menjadi tumpuan harapan acapkali malah mengecewakan. Dalam keadaan yang kalut ini. Gerakan Keagamaan Baru menawarkan solusi pengharapan baru menurut versi mereka yang apokaliptik tetapi otoritarian. Sejauh mana keberhasilan mereka? Kasus Jim Jones di Guyana, David Koresh di Texas, Aum Shinri Kyo di Jepang membuat kita mempertanyakan keabsahan harapan yang mereka tawarkan.

Kemanakah harapan manusia yang tinggal secuil ini mau digantungkan lagi, sementara kenyataan hidup setiap hari semakin mengancam eksistensinya? Tidak aneh kalau di beberapa tempat di dunia ini orang sudah merasa dekat sekali dengan ketiadaan pengharapan. Seperti yang nyata dalam deskripsi Gordon McConville tentang keadaan dunia hari ini:

"Our time is one of far greater uncertainty than many had hoped just few years ago, an uncertainty that is close, in places, to despondency."818

 REALITAS PROBLEMATIKA DUNIA

Sebenarnya apa yang membuat harapan manusia makin memudar? Problem dunia macam apakah yang sudah menyurutkan harapan manusia? Mari kita lihat secara singkat 4 krisis global yang sedang digumuli dunia hari ini.

1. Krisis Hak-Hak Azasi Manusia

Secara sosial, ekonomi dan politik, dunia sedang babak belur dengan problem hak-hak azasi manusia yang serius. Ada sebagian yang diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri secara bebas. Tetapi di sisi lain, tidak sedikit orang yang harus membayar harga aktualisasi diri karena tekanan, pemerasan dan penindasan. Tidak jarang mereka ditumpas habis tanpa sempat memberi pembelaan diri.

Keadaan ini jika terus berlangsung akan mengancam keseimbangan sosial masyarakat. Bahkan bisa menimbulkan kesenjangan yang lebar. Jika sudah demikian maka kondisi psikologis manusia tidak berkembang secara utuh dan wajar. Kalau hal ini terus berlanjut, akibatnya adalah letupan-letupan emosi sosial yang destruktif. Pada akhirnya ini akan menimbulkan keresahan bagi manusia sendiri. Keresahan yang akan menghantui mimpi-mimpi pengharapannya. Dalam keadaan begini sikap pesimis dan apatis akan bertumbuh subur dan akhirnya memusnahkan harapan manusia sama sekali. Dunia kita secara perlahan sedang bergerak ke sini.

2. Krisis Ekologi

Abad pencerahan dengan Rasionalisme Humanisme yang optimis saat ini sudah goyang sendi-sendinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang pernah dipuja-puja sebagai dewa penyelamat dan sumber pengharapan manusia kini mulai digugat perannya. Bagaimana tidak, justru di tengah kemewahan dan kecanggihan iptek hari ini, manusia malah merasa makin takut dan gelisah.

Sudah nyata bahwa aplikasi iptek yang tidak terencana dengan baik malah menimbulkan masalah baru bagi manusia. Dampaknya buruk terhadap iklim air, udara, tanah. Sumber-sumber alam semakin menipis. Keadaan ini makin diperparah lagi dengan perilaku manusia yang sembrono terhadap lingkungannya. Demi alasan-alasan utilitas praktis, manusia tetap saja menebang hutan yang sebenarnya adalah benteng pelindung terakhir bagi lapisan ozon yang sudah menganga lebar. Bukan itu saja, bahkan eksploitasi kekayaan mineral bumi tetap tidak terkontrol. Gejala-gejala ini seolah menjadi bom waktu yang setiap saat dapat meledak. Hal ini sungguh merupakan suatu bencana ekologi global yang mengerikan.

3. Krisis Kependudukan

Pertambahan jumlah penduduk yang cepat serta makin menyempitnya lahan pertanian telah menimbulkan krisis pangan yang gawat bagi dunia. Tiap hari ribuan manusia mati karena malnutrisi. Sementara itu, di belakang mereka akan menyusul jutaan orang lagi yang sedang kelaparan. Fakta ini masih ditambah lagi dengan korban-korban penyakit yang terus berjatuhan. Semua ini makin memperburuk citra harapan manusia.

4. Krisis Antar Bangsa dan Peperangan

Tiga tahun setelah perang dunia kedua berakhir yaitu tabun 1948. Jenderal Omar N. Bradley dalam suatu kesempatan berkata demikian: "...The world has achieved brilliance without wisdom, power without conscience. We know more about war than we know about peace, more about killing than we know about living. This is our 20th century claim to distinction and progress.820 Ucapan Bradley dilatarbelakangi oleh kekejaman perang dunia kedua yang telah merenggut jutaan jiwa. Walaupun demikian. ucapan ini masih tetap relevan untuk hari ini. Konflik dan krisis antar bangsa atau antar etnik lebih suka diselesaikan di moncong senapan. Kasus Karadzic dan Jendral Mladic di Bosnia menunjukkan kebenaran tesis Bradley. Sementara Karadzic lebih menerima proposal damai AS setelah digempur NATO, Jendral Mladic malah memilih terus berperang.

Bukankah ini jelas membuktikan bahwa kebijaksanaan dan hati nurani sudah tergantikan oleh nafsu perang dan nafsu membunuh? Penyelesaian damai yang tidak menuntut korban jiwa diabaikan. Suatu petaka yang terus mengaburkan pengharapan manusia.

Keempat krisis ini sudah cukup menunjukkan realitas pengharapan dunia kita. Inilah yang hari demi hari menghantui mimpi-mimpi manusia. Harapan yang sudah tipis makin hari makin menipis. Seorang anthropolog yang bernama Ernest Becker bahkan melihat tidak ada harapan lagi. Ia berkata, "Kesimpulan yang dapat ditarik tentang semua yang telah terjadi di planet bumi ini, selama tiga juta tahun, adalah bahwa bumi kita telah ditimbuni dengan banyak bangkai yang menjadi pupuk." Suatu ungkapan pesimistik yang tidak memberi ruang bagi harapan hidup sekarang dan akan datang.

 PENGHARAPAN KRISTIANI

Apakah harapan bagi manusia yang ketakutan, gelisah, bimbang dan merasa tidak pasti ini memang sungguh tidak ada lagi? Jenderal Bradley dalam kesempatan yang sama berkata, "We have many men of science, too few men of God." Alexander Solzhenitsyn dalam nada yang berbeda bertutur, "Men have forgotten God". Dua orang dari dekade yang berbeda namun sama rusuhnya, berbicara tentang Allah. Apa artinya ini bagi kita? Itu berarti pengharapan masih ada. Bahkan masih tetap teguh dan pasti, yaitu di dalam Allah Pencipta langit dan bumi, seperti yang terungkap di dalam diri Yesus Kristus dan Alkitab, firman-Nya.

Di dalam Alkitab, pengharapan orang percaya diikatkan pada 2 jangkar teologis di dalam diri Allah yang bertindak dan akan terus bertindak di dalam sejarah. Keduanya menyatu di dalam keyakinan pada Allah yang hidup. Karena Dia hidup maka Ia melihat, memperhatikan, dan mengetahui sejarah manusia. Ia juga tidak tinggal diam, tetapi Ia sendiri bertindak atau berintervensi dalam sejarah untuk memimpin sejarah manusia kepada diriNya sendiri.

1. Allah Yang (telah) Bertindak

Tindakan atau intervensi Allah di dalam sejarah paling jelas kita dengar dalam pengakuan Israel yang mendahului Dasa Titah, yaitu "Akulah TUHAN, Allahmu. Yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan." Di dalam sejarah Israel selanjutnya, formula pengakuan ini senantiasa diulang-ulang untuk mengingatkan Israel bahwa hanya karena intervensi Allahlah maka mereka kini bisa eksis sebagai suatu bangsa.

Tentu saja pengakuan ini tidak muncul tiba-tiba. Pengakuan ini didahului inisiatif Allah yang memilih Abraham sebagai nenek moyang suatu bangsa (Kej 12:1-3) sebagai saluran berkat-Nya bagi seluruh bumi. Fakta ini hendak mengajarkan bahwa di dalam tindakan intervensiNya Allah yang mengambil prakarsa terlebih dahulu, bukan manusia. Karena manusia itu rapuh bahkan dengan kekuatannya yang paling dahsyat sekalipun ia tetap tidak berdaya untuk meluruskan sejarahnya.

Keyakinan kepada Allah yang bertindak ini sempat mengambang dalam hidup Israel selama 430 tahun tertindas di Mesir. Namun dalam dialog dengan Musa, pada saat Allah memperkenalkan diri sebagai AKU ADALAH AKU. Israel memperoleh kepastian bahwa Allah pasti bertindak. Sebab di dalam nama itu tercerminlah sifat Allah yang tidak berubah terhadap perjanjian-Nya dengan Abraham. Karena Ia sudah memilih Israel maka Ia pasti bertindak untuk mewujudkan perjanjian itu. Itu semua digenapi dalam peristiwa keluaran.

Peristiwa keluaran Israel merupakan suatu momentum iman yang meyakinkan bangsa itu bahwa Allah adalah Allah yang bertindak. Ia tidak akan pernah membiarkan sejarah berjalan sendiri. Ia berintervensi untuk mengarahkan sejarah kepada tujuan-Nya demi kemuliaan namaNya.

2. Allah Akan Bertindak

Keyakinan pada Allah yang (telah) bertindak memampukan Israel dengan penuh iman melihat masa depannya dengan penuh keyakinan. Sama seperti Ia telah bertindak maka Ia juga akan bertindak kembali dalam tindakan final yang menentukan.

Robert Davidson melukiskan pemahaman iman Perjanjian Lama tentang masa depan ini sebagai berikut:

"Pemahaman Perjanjian Lama mengenai masa depan bersumber dari ketegangan di antara apa yang diyakini sebagai kebenaran oleh iman yang berakar pada mala lalu, dan apa yang kenyataannya benar pada masa kini. Tuhan telah bertindak, namun dunia menolak untuk hidup di bawah tindakan-tindakan-Nya ... Apakah ini berarti bahwa maksud-maksud Allah akan terhalang selama-lamanya? Tidak. Allah akan bertindak...821

Ayat-ayat Alkitab seperti Yes 9:6-7; 11:1-5; 2:1-5; Yer 30-31 dan Yeh 34; 36; 37 merupakan beberapa contoh dari apa yang akan dilakukan Allah pada waktu nanti Ia bertindak. Israel meyakini ini sepenuhnya.

Di dalam Perjanjian Baru, harapan-harapan PL tentang hari depan kita lihat dalam nuansa yang berbeda. Umat percaya PB yakin bahwa di dalam diri Yesus Kristus harapan PL akan Allah yang akan bertindak telah terpenuhi. Harapan PL akan datangnya penguasa yang adil dan benar, zaman baru yang penuh dengan shalom Allah dan ketaatan baru pada perjanjian Allah tang didasari oleh hukum-hukum yang melekat di hati telah terjadi. Namun harapan-harapan ini masih menantikan pemenuhannya yang lengkap dan sempurna. yaitu ketika Tuhan Yesus Kristus datang untuk yang kedua kalinya. Namun ini tidak berarti sekarang Allah tidak berintervensi. Di dalam Roh Kudus yang hidup di hati orang percaya. Allah sedang bertindak.

Kedua jangkar teologis inilah yang sudah menopang harapan orang-orang percaya PL dan PB sehingga tidak goyah. Ini menjadikan mereka dalam kondisi dunia yang paling ekstrim sekalipun masih bisa berkata, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru tiap pagi; besar setiaMu" (Rat 3:22-23). Bahkan di tengah-tengah derita pembuangan mereka tetap masih bisa mengaku dan yakin bahwa dirinya "...adalah domba-dombaKu, dan Aku adalah Allahmu..." Keyakinan yang sama juga nyata dalam pengakuan Paulus di Roma 8:25". Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu Keyakinan ini berlanjut di dalam Wahyu yang mengatakan bahwa harapan itu akan bersinar gemilang ketika Kristus. Sang Penguasa Adil dan Benar itu datang kembali.

 NATAL: PEMULIHAN HARAPAN DUNIA

Di tengah-tengah realitas pengharapan umat manusia yang hampir menuju ketiadaan pengharapan ini, apakah arti Natal bagi kita? Apakah yang dibawa Natal untuk memulihkan harapan dunia ini? Apakah yang sedang ditawarkan Natal untuk manusia yang terancam, ketakutan, kecewa, bimbang dan putus asa?

Ada dua pemulihan yang ditawarkan Natal, yaitu:

1. Natal Adalah Pernyataan Paling Konkret Akan Aktivitas Allah Dalam Sejarah Umat Manusia.

Di dalam diri Yesus Kristus. Allah secara nyata memperlihatkan kepada dunia bahwa Dia tidak meninggalkan dunia. Ia masuk ke dalam dimensi hidup manusia melalui seorang bayi dan berkarya di dalam sejarah. Suatu karya yang kembali memulihkan harapan dunia yang sudah terkikis oleh ancaman zaman.

Natal membuka mata kita kepada lemahnya diri manusia untuk menopang harapannya. Natal membuktikan kepada manusia bahwa tanpa campur tangan Allah manusia tidak akan pernah memiliki pengharapan di dalam hidupnya.

Pekerjaan intervensi pemulihan ini tidak pernah berhenti. Natal hanya merupakan awal yang nyata. Aktivitas pemulihan terus berlangsung sampai hari ini. Walaupun realitas seolah tidak menyediakan ruang bagi harapan itu, namun intervensi yang mendatangkan harapan dan memulihkan harapan tetap terjadi. Karena itu, ketika kita merayakan Natal, kita sebenarnya sedang memberitakan kepada dunia bahwa harapan itu masih ada, yaitu di dalam Tuhan Yesus Kristus, yang lahir dalam rupa bayi yang kecil. Natal datang untuk memulihkan harapan dunia.

2. Natal Mengajak Gereja Menegaskan Eksistensinya Sebagai Tanda Pengharapan Dunia.

Gereja adalah umat pengharapan. Ia memiliki keyakinan yang pasti bahwa hidupnya di masa kini dan akan datang terpelihara oleh Allah sendiri. Namun sayang sekali, pengharapan yang indah ini, seringkali membuat gereja apatis dengan realitas zamannya. Gereja lebih sering memandang pengharapannya secara eskatologis dan lupa pada dimensi ke-kini-annya.

Jaminan eskatologis yang pasti seharusnya mendorong gereja untuk aktif menghadirkan tanda-tanda pengharapan itu di dalam dunia. Artinya, aktivitas intervensi Allah itu bukan hanya terjadi di akhir sejarah saja tetapi juga sedang terjadi saat ini. Dan gereja merupakan saluran intervensi Allah di dalam dunia oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam dirinya. Oleh sebab itu, dalam dunia yang sedang bermusuhan gereja seharusnya menaburkan benih perdamaian. Di tengah dunia yang terpecah belah gereja seharusnya membawa persatuan. Di tengah dunia yang bimbang, gereja seharusnya memberi kepastian. Di tengah dunia yang ketakutan, gereja seharusnya membagikan keberanian dan di tengah dunia yang sedang sedih gereja hendaknya membawa sukacita.

Inilah dua pesan pemulihan yang ditawarkan Natal pada dunia. Gereja diajak untuk berpartisipasi aktif di dalamnya. Gereja tidak boleh berpangku tangan memandang dunia yang sedang menuju kepada keputusasaan. Karena, Allah yang telah memberi harapan kepadanya juga masih sedang bekerja. Gereja tidak boleh takut karena yang menjamin harapannya adalah Penguasa langit dan bumi. Kiranya melalui Natal ini kita semua dengan penuh harapan dan iman mengaku bahwa Allah tidak meninggalkan kita. Amin.



TIP #15: Gunakan tautan Nomor Strong untuk mempelajari teks asli Ibrani dan Yunani. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA