Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 9 No. 2 Tahun 1994 > 
TREND-TREND BARU DALAM HERMENEUTIK 
Penulis: Hendra G. Mulia517

Suatu komunikasi, oral atau verbal akan terdiri dari tiga ekspresi arti:

1. Apa yang dimaksud pembicara atau penulis melalui perkataannya.

2. Apa yang dimengerti oleh penerima berita.

3. Arti yang terkandung dalam ucapan atau teks.

Dalam beberapa dekade terakhir ini, beberapa keberatan muncul dengan pendekatan ini. Dan perhatian mulai difokuskan pada unsur-unsur yang lain dalam komunikasi, yakni teks dan pembaca. Bahasan berikut ini ingin mengemukakan perkembangan metode-metode hermeneutik baru yang muncul dalam beberapa waktu terakhir ini. Dengan demikian kita dapat melihat gambaran arena perkembangan hermeneutik masa kini.515 Tentunya setiap metode tidak dapat dibahas secara mendetail.516

 FOKUS PADA PENGARANG

Penafsiran kaum injili dan penafsiran kritik historis memusatkan perhatian pada pengarang. Untuk menafsirkan suatu tulisan mereka akan mempelajari kehidupan, situasi dan keadaan pada waktu penulisan. Pengetahuan ini diharapkan akan dapat menolong penafsir untuk dapat mengerti tulisan yang sedang dipelajari. Kaum injili yang mengasumsikan hal ini menggunakan metode gramatika historika dalam menafsir.

Penafsiran kritik historis terdiri dari beberapa metode lagi. Metode pertama muncul pada abad ke-19, dipelopori oleh Julius WeIIhausen, yang mengemukakan pendekatan kritik sumber (source criticism). Ketimbang menyelidiki keadaan si pengarang untuk dapat mengerti apa mau dikatakannya, kritik sumber maju lebih jauh dengan mengasumsikan bahwa tentunya setiap pengarang mempunyai sumber tersendiri bagi tulisannya. Kritik sumber berusaha untuk menyelidiki sumber-sumber yang dipergunakan oleh si pengarang dan menguraikan proses kompleks yang dilalui oleh suatu bagian Alkitab sebelum sampai pada bentuk akhir, seperti yang kita punyai sekarang.

Kritik bentuk (form criticism) menyadari bahwa Alkitab merupakan literatur yang keluar dari satu kebudayaan yang menyeluruh. Karena itu, kritik bentuk tidak menyelidiki teks-teks yang dipakai sebagai sumber oleh penulis Alkitab, tapi berusaha untuk mengenali bentuk-bentuk komunikasi oral yang dipakai oleh masyarakat tertentu. Kritik bentuk juga berusaha menyelidiki konteks sosial di mana bentuk ini dipakai pada mulanya.

Penggunaan kritik sumber dan keritik bentuk membuat Alkitab terpecah-pecah dalam fragmen-fragmen. Bagian Alkitab yang mau diselidiki hanya dicari sumbernya atau bentuk mulanya, tanpa memperhatikan kaitan bagian ini dengan bagian lain dari Alkitab. Kebuntuan penafsiran karena hanya memakai metode-metode seperti ini menimbulkan metode yang baru, yakni kritik redaksi (redaction criticism). Kritik redaksi meninggalkan penyelidikan-penyelidikan sebelum Alkitab tertulis dan memusatkan perhatian pada bentuk akhir, yakni Alkitab sebagaimana adanya sekarang ini. Dengan demikian perhatian beralih pada maksud dari penulisan redaksi.

 FOKUS PADA TEKS

Pendekatan yang memberi fokus utama pada pengarang mempunyai kesulitan sendiri. Bagaimana kita dapat mengerti keadaan atau pikiran si pengarang (redaksi) pada waktu ia menulis? Lagi pula jarak antara pengarang dan tulisannya dengan kita terbentang sangat jauh, sehingga mungkin saja kita membaca teks bersangkutan dengan pengertian kita pada zaman ini. Munculnya New Criticism518 pada tahun 1940-an dan 1950-an mengalihkan fokus dari pengarang kepada teks.

New Criticism melihat bahwa maksud pengarang serta latar belakangnya tidak memegang peranan penting dalam usaha kita untuk mengerti suatu teks. Justru kesalahan generasi terdahulu, menuntut New Criticism, adalah "kesalahan intensional" (intentional fallacy), yakni kesalahan dalam menggantungkan arti suatu teks pada apa yang dimaksud oleh pengarang. Teks itu sendiri pada dirinya sudah cukup dalam penafsiran, karena begitu suatu tulisan selesai dan disampaikan pada pembaca, karya itu terlepas dari si pengarang dan berdiri sendiri. New Criticism tidak memberi pengaruh terlalu besar bagi penafsiran Alkitab. Namun gerakan berikut, yakni strukturalisme mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi khazanah metode penafsiran Alkitab.

 STRUKTURALISME

Strukturalisme, selain sebagai metode, dapat juga dikatakan sebagai ideologi. Karena strukturalisme tidak hanya dipakai dalam hermeneutik, tapi juga dalam bidang-bidang lainnya, seperti antropologi, kesusasteraan, seni, sejarah, dan ilmu bahasa. Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistik, dapat dikatakan sebagai bapak strukturalisme.

Strukturalisme mencari arti teks terlepas dari faktor-faktor historis maupun kebudayaan. Arti terkandung bukan dalam maksud pengarang, tapi dalam struktur mendalam yang tersembunyi dalam suatu teks. Bagi strukturalisme, manusia bukan individu bebas seperti halnya dengan pendapat eksistensialisme. Bagi strukturalisme, manusia hanyalah sekedar produk sebuah "struktur". Dan struktur itu mendesak penulis sehingga teks yang dihasilkan merupakan refleksi dari dorongan tersebut secara tidak sadar.

Tugas dari eksegesis struktural adalah untuk menyingkapkan struktur yang ada dalam teks. "Struktur" yang dimaksudkan bukanlah merupakan garis besar (outline) atau pola, atau organisasi internal suatu teks. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah suatu konfigurasi yang terdapat lebih dalam dari arti yang kelihatan dari arti permukaan suatu teks. Struktur mendalam ini tidak akan terlihat oleh pembaca biasa. Bahkan mungkin si pengarang sendiri tidak menyadarinya. Maksud dari penemuan struktur tersebut adalah untuk membangkitkan imajinasi, menyingkapkan visi kehidupan dan melepaskan kuasa yang terdapat dalam teks kepada pembaca sekarang.

 FOKUS PADA PEMBACA

Adalah suatu kenyataan, dari teks yang sama mungkin terjadi pengertian yang berbeda pada pembaca yang berbeda. Bila memang arti suatu teks tidak terdapat pada maksud dari si pengarang waktu ia menulis, lalu di mana letak arti dari suatu teks? Bagaimana kita menjelaskan kenyataan adanya pengertian yang berbeda dari satu teks yang sama? Jawaban bagi pertanyaan ini adalah bahwa memang arti suatu teks terletak pada pembaca. Seorang pembaca menciptakan arti teks yang dibacanya.

Sekali lagi, yang dimaksudkan dengan pembaca, bukanlah pembaca sembarangan. Berbagai istilah dipakai untuk pembaca ini, seperti pembaca super, pembaca ideal, atau dalam istilah seorang strukturalis pembaca kompeten.

Longman memberi contoh pembaca ideologi, yang muncul pada masa kini dalam bentuk theologia pembebasan dan theologia feminis. Sekalipun kita tidak menerima kedua theologia ini, namun perhatian yang diberikan oleh mereka memungkinkan kita untuk mendapatkan perspektif yang baru, misalnya perhatian pada kaum miskin dan peranan wanita dalam masyarakat.519

 EVALUASI

Adalah bahaya bila kita beralih sama sekali dari fokus pada pengarang. Bila kita meninggalkan arti dan maksud semula dari si pengarang, kita akan tenggelam dalam lautan relativitas, yang mungkin akan menciptakan ribuan arti. Hirsch520 merupakan tokoh yang membela pentingnya pengarang dalam mencari arti teks. Bila kita berpegang pada maksud semula dari si pengarang, kita akan mempunyai dasar yang teguh dalam aktivitas interpretasi kita.

Metode pendekatan dari Hirsch merupakan pendekatan yang menarik. Ia berusaha mencari arti dari si pengarang melalui penyelidikan teks itu sendiri. Dengan demikian, Hirsch memberikan metode pendekatan yang seimbang, antara teks dan pengarang. Selain itu, Hirsch juga tidak mengabaikan faktor pembaca dalam kegiatan interpretasi. Hirsch tidak dapat menerima teori yang menyatakan bahwa pembacalah yang menciptakan arti. Namun, Hirsch mengakui kemungkinan perbedaan interpretasi antara pembaca yang berlainan yang menghasilkan implikasi yang berlainan pula. Untuk ini, Hirsch membuat perbedaan antara "arti" (meaning) dan "signifikansi" (significance). Arti suatu teks berkenaan dengan maksud dari si pengarang. Sedangkan "signifikansi" adalah aplikasi yang ditarik dari teks sesuai dengan latar belakang dan minat si pembaca.

Namun demikian, pendekatan dengan fokus pada teks dan pembaca tidak dapat kita abaikan begitu saja. Sumbangan yang diberikan melalui pendekatan yang berfokus pada teks dalam memperhatikan bentuk literatur (genre) suatu karya, terbukti pada dekade belakangan ini sangat bermanfaat. Kesadaran bahwa seorang pembaca mempunyai horizonnya521 sendiri nun merupakan sumbangan positif dari pendekatan yang berfokus pada pembaca.

Nampaknya, bijaksana kalau kita tidak secara eksklusif memperhatikan satu fokus saja dalam penafsiran. Tapi kita perlu menggabungkan perhatian kita untuk memperhatikan semua fokus dengan masing-masing sumbangan positif mereka. Pendekatan integratif, yang menggabungkan ketiga unsur ini, memperkaya kesanggupan kita dalam menentukan arti suatu teks. Pendekatan integratif ini menggabungkan dua dunia, yakni dunia pengarang dengan teks yang ditulisnya dan dunia pembaca dengan teks yang dibacanya. Penggabungan ini memungkinkan dialog timbal balik antara pembaca dengan teks yang dibaca melalui arahan yang diberikan oleh si pengarang dengan dunianya.



TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA