Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 1 No. 1 Tahun 1986 > 
PELAYANAN KASIH: APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA? 
Penulis: Herodion Pitrakarya Gunawan

Apakah pelayanan kasih itu? Pelayanan kasih adalah kasih yang diwujudkan secara nyata dalam tindakan pelayanan, atau pelayanan yang didasari dan didorong oleh kasih.

Dalam bahasa Gerika ada tiga kata untuk KASIH. Yang pertama adalah EROS (cinta berahi). Yang kedua adalah PHILIA (kasih persaudaraan). Yang ketiga adalah AGAPE (kasih ilahi). Dalam istilah PELAYANAN KASIH, kasih yang dimaksud adalah AGAPE, yakni kasih yang tanpa pamrih.

Dalam I Yohanes 4:8 dikatakan bahwa "Allah adalah kasih". Dengan kata lain, Allah adalah sumber kasih. Manusia dapat menerima kasih Allah dan mengenal kasihNya yang rela membela Diri - "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16) - lalu setelah ia mengenal kasih Allah ia mengasihi sesamanya. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (I Yohanes 3:16).

 MENJADI MANUSIA DAN MEMANUSIAKAN MANUSIA

Dengan pelayanan kasih, kita sendiri menjadi manusia dan kita memanusiakan manusia, sesuai dengan teladan yang telah diberikan oleh Yesus Kristus. Apakah artinya menjadi manusia? Siapakah manusia itu?

1. Manusia itu merupakan suatu totalitas, bukan gabungan dari beberapa komponen. Terminologi yang dipakai oleh Alkitab, seperti TUBUH, JIWA dan ROH tidak menunjuk kepada komponen-komponen, tetapi kepada aspek-aspek dari suatu keutuhan.:

Paus Paulus VI menulis dalam ENSIKLIK POPULORUM PRI GRESSIO: "Perkembangan sejati harus menyeluruh, artinya harus menguntungkan manusia seutuhnya dan seluruh umat manusia." Pandangan ini menentang konsep kapitalis yang menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan pembangunan dan konsep Marxis yang mendesak revolusi untuk membebaskan rakyat dari penindasan. Pembangunan sejati adalah pembangunan manusia seutuhnya.

Dalam Lukas 12:16-21 Tuhan Yesus menceritakan suatu perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh. Walaupun orang kaya itu berhasil dalam dunia usaha, tetapi ia telah gagal menjadi manusia. Ia menyamakan dirinya dengan seekor binatang. Coba dengar apa yang ia katakan: "Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku" Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya: beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Ia hanya berkata kepada dan tentang JIWAKU (MY SOUL), dan sama sekali tidak menyinggung soal ROHKU (MY SPIRIT). Dengan kata lain, ia menganggap hidup manusia hanya terdiri dari badan dan jiwa, yang perlu dipuaskan selama hidup di dunia. Ia lupa bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang utuh, yang meliputi badan, jiwa dan roh. Keserakahan sering menjerumuskan manusia sehingga berperilaku seperti binatang. Orang kaya dalam perumpamaan tersebut disebut bodoh, bukan dalam pengertian intelektual, melainkan dalam arti: bebal, yakni orang yang menolak dan melanggar kehendak Allah, yang tidak mau tahu soal keadilan, (Bandingkan dengan Yeremia 17:11 dan Amsal 28:5)

2. Manusia itu makhluk yang relasional, dengan relasi tiga ganda, yaitu: relasi dengan Allah, relasi dengan sesamanya dan relasi dengan alam semesta.

Tentang relasi dengan Allah, POPULORUM PROGRESSION berkata: "Kemanusiaan yang terkungkung, artinya yang tidak terbuka bagi nilai-nilai rohani dan bagi Allah yang menjadi sumbernya, hanya mencapai hasil semu ... Tiada kemanusiaan sejati selain yang terbuka bagi Tuhan dan yang sadar akan panggilan yang memberikan arti yang tulen kepada hidup manusiawi." Tugas memanusiakan masyarakat hanya dapat dimengerti dalam hubungan dengan panggilan Allah kepada kita. Allah memanggil kita untuk berperan-serta dalam pekerjaanNya membangun masyarakat yang lebih manusuawi. Ia memanggil kita untuk hidup sesuai dengan pola kehidupan manusiawi yang dinyatakan oleh Yesus Kristus. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus." (Filipi 2:5).

Tentang relasi dengan sesama, Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak awal Allah bermaksud agar manusia menikmati persekutuan dengan sesamanya: "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Masyarakat sejati adalah masyarakat yang diwarnai oleh persekutuan. Tata ekonomi seharusnya tidak menimbulkan persaingan yang merusak relasi antar manusia dan tidak memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. "Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri, dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:2-4).

Tentang relasi dengan alam semesta, Alkitab mengatakan bahwa manusia mendapat perintah dari Allah untuk memenuhi dan menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk di bumi (lihat Kejadian 1:28). Relasi ini mempunyai tiga dimensi: a. Manusia dapat menggunakan dan menikmati dunia ciptaan Allah. b. Manusia perlu memelihara dunia dan menghargai keseimbangan ekologis lingkungan hidup. c. Manusia meneruskan penciptaan Allah dengan mengolah bahan-bahan yang sudah diciptakan Allah.

3. Manusia diciptakan dengan kebebasan dan tanggung-jawab. Allah menciptakan manusia sebagai orang yang bebas. Ia tidak memaksa manusia untuk mematuhiNya. Ia ingin agar manusia mematuhiNya dengan rela. Allah juga memerdekakan bangsa Israel yang diperbudak dan ditindas di Mesir. Yesus datang untuk membebaskan orang dari dosa dan maut.

Dalam Lukas 4:16-21 dikisahkan tentang Yesus yang datang ke Nazaret. Ketika Ia masuk ke rumah ibadat, Ia diberi kitab nabi Yesaya lalu membaca: "Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Setelah selesai membaca, Yesus mengatakan bahwa pada hari itu genaplah nas tersebut.

Karena itu setiap orang perlu memperoleh kebebasan untuk mengambil keputusan-keputusan fundamental yang mempengaruhi kehidupannya. Tetapi kebebasan manusia harus dipakai dengan penuh tanggung-jawab, agar tidak merugikan atau mengurangi kebebasan sesamanya.

4. Yesus Kristus adalah manusia yang sejati, yang memberlakukan relasi tiga ganda itu dalam kasih. Kasih bukanlah suatu perasaan belaka, melainkan tindakan yang melibatkan seluruh manusia sebagai totalitas. Dalam pengorbanan Yesus di kayu salib kita memperoleh contoh konkrit tentang kasih. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebebasan" (I Yohanes 3:16-18).

 HAKEKAT GEREJA

Mengapa Gereja atau orang Kristen perlu melaksanakan pelayanan kasih? Karena Allah adalah kasih dan karena kita sudah mengenal kasih Allah tersebut. Juga karena hakekat manusia. Selain daripada itu, karena hakekat Gereja. Apakah hakekat Gereja itu?

1. Gereja adalah suatu persekutuan messianis. Gereja harus menampakkan pola rencana Allah bagi segenap umat manusia, yakni kesejahteraan dan perdamaian. Oleh sebab itu Gereja perlu berjuang untuk melenyapkan tirani, pertentangan antar kelas, ras, bangsa dan pemeluk agama.

2. Gereja adalah suatu persekutuan yang bersaksi. Sebelum Gereja melancarkan kritik terhadap ketidakadilan dan ketidakbenaran yang merajalela dalam masyarakat, Gereja itu sendiri harus lebih dahulu mewujudkan keadilan dan kebenaran dalam segenap tingkah langkahnya. Yesus bersabda: "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga," (Matius 5:14-16). Yesus juga pernah bersabda: "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu," (Matius 7:5).

3. Strategi yang diambil oleh Gereja sebagai persekutuan messianis haruslah strategi yang diambil oleh Yesus, sang Kepala Gereja. Gereja bertindak di dalam dunia untuk mengubah masyarakat. Untuk itu Gereja janganlah menjadi "serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna," (Roma 12:2). Gereja perlu melihat dirinya sendiri sebagai agen Allah untuk mengakhiri ketidakadilan dan membawa keadilan sosial ke dalam dunia. Tetapi Gereja tidak boleh memakai kekerasan, fitnah, dusta, penipuan, ketidaksopanan atau yang sejenis itu di dalam menegakkan keadilan. Ketika salah seorang muridNya menghunus pedang, ketika Yesus ditangkap di taman Getsemani, Yesus berkata: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya..." (Matius 26:52). Pernah pula Yesus mengajar: "...siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu," (Matius 5:39).

4. Bentuk keprihatinan sosial dalam persekutuan messianis adalah pengabdian dalam arti yang asli dan yang sebenarnya, yakni "menjadi hamba" seperti halnya Yesus Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba," (Filipi 2:6-7).

 DUA ASPEK PELAYANAN KASIH

Pelayanan kasih terdiri dari atau mengandung dua aspek, yakni solidaritas dan penatalayanan.

Solider berarti menjadi sesama bagi orang lain. Menjadi sesama bagi orang yang tersisih, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang mempunyai kedudukan. Menjadi sesama bagi orang yang miskin, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang kaya. Menjadi sesama bagi orang yang lemah, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang berkuasa.

Solidaritas harus disertai dengan visi dan orientasi, sebab kalau tidak, kita akan mudah diombang-ambingkan oleh optimisme yang berlebih-lebihan atau pesimisme yang melumpuhkan, oleh semangat yang memabukkan atau apatisme yang mematikan. Visi dan orientasi itu kita dapatkan dalam terang rencana Tuhan dan kasih Tuhan akan dunia ini. (Lihat kembali Yohanes 3.16. Dengan visi dan orientasi tersebut, pelayanan kita akan terarah kepada suatu realisme yang berpengharapan.

Pelayanan yang dijalankan dalam terang rencana Tuhan itu pada satu pihak akan bebas dari belenggu ilusi yang berlebih-lebihan dan tidak realistis, sebab kita maklum, bahwa selama sejarah manusia berlangsung, keadaan yang benar-benar sempurna tidak dapat diraih. Sebaliknya dalam terang rencana Tuhan itu kita tidak akan pernah berputus asa, sebab kita maklum, bahwa dalam keadaan yang bagaimanapun sulitnya, rencana Tuhan membuka perspektif-perspektif yang baru, yang mengajak manusia untuk melayani.

Perlu pula dicatat, bahwa dalam terang rencana Tuhan dan kasih Tuhan akan isi dunia ini, solidaritas kita haruslah ditujukan kepada kepentingan umat manusia umumnya dan tidak hanya kepada kepentingan sesuatu golongan saja.

Dengan visi dan orientasi tersebut solidaritas kita bukanlah solidaritas yang buta, melainkan solidaritas yang kritis. Fungsi kritis dari Gereja dan orang Kristen tidak pernah boleh ditinggalkan.

Penatalayanan adalah prinsip yang mengakui, bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, sedangkan kita hanyalah pengurus rumahNya. "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya?" (Lukas 12:42).

Allah telah menciptakan bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, lalu Allah mempercayakan kepada manusia untuk dikerjakan dan dipelihara, supaya semua orang memperoleh bagian dari kebaikan bumi ini dan Allah dimuliakan dalam dan melalui ciptaanNya.

Allah juga memberikan bermacam-macam karunia kepada manusia: kesehatan, akal budi, perasaan estetis, keterampilan, kekayaan dan kekuatan untuk melengkapi manusia, agar manusia dapat menjalankan tugas sebagai pengurus rumah Allah yang setia dan bijaksana. Segala karunia tersebut harus dipergunakan untuk kesejahteraan sosial.

Sayang, manusia cenderung untuk mengingkari hal tersebut di atas. Bumi yang dipercayakan Allah kepadanya, ia rebut bagi dirinya sendiri. Bermacam-macam karunia yang diberikan Allah kepadanya, ia salah gunakan untuk membesarkan dirinya sendiri. Semuanya dianggap. sebagai prestasi pribadi untuk menikmati kemewahan dan kejayaan. Akibatnya segala berkat Allah tersebut berubah menjadi laknat bagi kita.

 TUJUAN PELAYANAN KASIH

Pelayanan kasih bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran. "Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir" (Amos 5:24). Dengan kata lain, pelayanan kasih sesungguhnya adalah perjuangan tanpa kekerasan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran. Perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran dengan cara melayani dan dengan dasar kasih.

Namun harus diakui bahwa usaha untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran bukanlah hal yang ringan. Di samping hambatan-hambatan dari luar, Gereja sendiri sering terjebak dalam dualisme antara pengajaran dan sikap hidup sehari-hari.

Gereja diserang oleh "roket-roket atom" polusi duniawi: materialisme, konsumerisme, korupsi, konflik mencari kedudukan/simbol status, kebimbangan dan ketakutan. Gereja dan orang Kristen "menjadi serupa dengan dunia ini", sehingga ia tidak dapat lagi "membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna" (Roma 12:2).

Kita sering terjebak pada penilaian diri bahwa kita ini kelompok minoritas, sehingga kita memilih lebih baik bersikap diam membisu melihat ketidakadilan dan ketidakbenaran merajalela di sekeliling kita. Tuhan Yesus datang untuk menyembuhkan. Ia telah menyembuhkan orang bisu. Pantaskah kita apabila sekarang sengaja membisu?

Gereja dan orang Kristen harus lebih menghayati dan menyadari Sabda Tuhan, yang berbunyi sebagai berikut: "Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman daripadaKu, peringatkanlah mereka demi namaKu. Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! - dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya daripadamu. Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu" (Yehezkiel 33:7-9).

 KESIMPULAN

Kita dapat menyimpulkan dengan mengatakan bahwa pelayanan kasih adalah di samping 'concern' dan aktif berperan serta secara kritis, juga mempengaruhi masyarakat melalui pemberitaan dan tindakan nyata sebagai Gereja dan sebagai individu Kristen.

Tuhan Yesus berfirman: "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang" (Matius 5:13).

Dengan kata lain, di sini kita berjumpa dengan soal bagaimana Gereja atau orang Kristen menggarami masyarakat, sehingga terwujud perubahan yang baik. Jadi soalnya adalah: "how to permeate society" dengan keyakinan dan tindakan Kristiani. Di sinilah terletak tanggung jawab sosial Gereja dan orang Kristen yang sungguh-sungguh Injili (tidak sekedar mengaku diri Injili seraya menuduh yang lain liberal).

 DAFTAR PUSTAKA

1. H. Berkhof, "De Mens Onderweg".

2. Malcolm Brownlee, "Kemanusiaan, Apakah Artinya?", bahan studi peringatan Dasawarsa Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial, 1984.

3. Samuel Escobar dan John Driver, "Christian Mission And Social Justice"

4. Herodion Pitrakarya Gunawan, 'Mopi, Babu dan Farisi'

5. Herodion Pitrakarya Gunawan, "YBKS Sebagai Atlit Iman", khotbah dalam kebaktian pembukaan Muker IV YBKS, 1986.

6. Yap Thiam Hien, "Peranan Gereja Dalam Mewujudkan Keadilan dan Perdamaian", ceramah dalam Muker IV YBKS, 1986.

7. William Keeney, "Lordship As Servanthood".

8. Koentjaraningrat, "Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan"

9. Hans Kung, "On Being A Christian".

10. P.D. Latuihamallo, "Tugas Kristen dalam Pembangunan Nasionl", ceramah dalam Konperensi Studi Untuk Pembangunan, 1970.

11. G. van Leeuwen, "Om Mens te Zijn":

12. Paul M. Lederach, 'A Third Way'.

13. C.A. van Peursen, 'Tubuh, Jiwa, Roh'.

14. T. B. Simatupang, "Masalah-Masalah Umum Pembangunan" dalam Konperensi Studi Untuk Pembangunan, 1970.

15. Yosef P. Widyatmadja, "Harta Milik Adalah Karunia Allah Untuk Kesejahteraan Sosial", bahan studi peringatan Dasawarsa YBKS, 1984.



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA