Topik : Bapa

9 Desember 2002

Iman Seorang Anak Kecil

Nats : Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga (Matius 18:3)
Bacaan : Matius 18:1-5

Pada suatu hari Minggu, saya mendengar Mike bercerita tentang hubungannya dengan kedua ayahnya, yaitu ayah yang membesarkannya sejak kecil, dan Bapanya di surga.

Pertama, ia menggambarkan bahwa pada masa kanak-kanak ia percaya kepada ayah duniawinya secara "sederhana dan tidak berbelit-belit". Ia mengharapkan ayahnya membetulkan barang-barang yang rusak dan memberinya nasihat. Ia takut mengecewakan ayahnya. Padahal kasih sayang dan pengampunan sang ayah selalu tersedia baginya.

Mike melanjutkan, "Beberapa tahun yang lalu saya berbuat kesalahan yang menyakiti banyak orang. Karena merasa bersalah, saya memutuskan hubungan yang menyenangkan dengan Bapa surgawi. Saya lupa kalau saya dapat memintanya untuk memperbaiki apa yang telah saya rusakkan dan meminta nasihat-Nya."

Tahun-tahun berlalu. Mike sangat merindukan Allah, tetapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pendetanya hanya berkata, "Mohon ampunlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh!"

Namun, Mike malah mengajukan pertanyaan yang berbelit-belit, seperti "Apakah ini akan berhasil?" dan "Bagaimana jika ...?"

Akhirnya pendetanya berdoa, "Allah, berilah Mike iman seorang anak kecil!" Tak lama kemudian Mike bersaksi dengan penuh sukacita, "Aku telah menerimanya!"

Hari itu juga Mike kembali menemukan kedekatannya dengan Bapa surgawi. Kuncinya adalah dengan mempraktikkan iman seorang anak kecil yang sederhana dan tidak berbelit-belit -Joanie Yoder

15 Juni 2003

Ayah yang Berdoa

Nats : Ya Tuhan, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada permohonanku! Jawablah aku dalam kese-tiaan-Mu (Mazmur 143:1)
Bacaan : Matius 7:7-11

Seorang pendeta mengakhiri khotbahnya di suatu hari Minggu dengan berkata, "Jika ada seseorang di sini yang menginginkan bantuan untuk mengenal Allah dan ingin agar saya mendoakan, silakan angkat tangan." Seorang pria muda berdiri dan berkata, "Tolong doakan saya, Pak. Beban dosa saya terlalu berat untuk dipikul."

Setelah kebaktian, sang pendeta berbicara dengan pria tersebut dan membawanya untuk percaya kepada Yesus. Pria muda tersebut telah berkelana dari satu kota ke kota lain selama delapan tahun tanpa memberi kabar kepada orangtuanya. Jadi pada saat itu ia memutuskan untuk menulis surat dan memberi tahu mereka tentang perubahan dalam hidupnya.

Beberapa hari kemudian, datanglah jawaban dari ibunya, "Anakku terkasih, engkau pasti menerima Yesus Kristus pada jam yang sama saat ayahmu pulang ke surga. Ia telah sakit cukup lama, dan pada hari itu ia sangat gelisah. Ia berguling-guling di tempat tidurnya sambil berseru, 'Tuhan, tolong selamatkan anak laki-laki saya yang tersesat dan patut dikasihani.' Ibu yakin bahwa salah satu alasan engkau menjadi orang kristiani adalah permohonan Ayah yang tak putus-putusnya."

Seorang ayah yang berdoa akan "meminta", "mencari", dan "mengetuk" untuk anak-anaknya, tanpa henti-hentinya mempercayai Bapa surgawi untuk melakukan apa yang terbaik (Matius 7:7-11).

Marilah kita mengucap syukur kepada Allah untuk para ayah yang setia, yang tidak pernah berhenti berdoa bagi anak-anak mereka --Henry Bosch

16 Juni 2003

Kehilangan Ayah

Nats : Lalu Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium dia (Kejadian 50:1)
Bacaan : Kejadian 49:28 -- 50:3

Neil Chethik menulis sebuah buku me-ngenai bagaimana anak laki-laki menghadapi kematian ayah mereka. Ia melakukan penelitian terhadap 300 orang dan menemukan bahwa 65 persen dari mereka mengatakan bahwa kematian ayah sangat mempengaruhi kehidupan mereka, melebihi kehilangan hal-hal lain. Chethik berkata, "Masing-masing responden mengalami penataan kembali hidup batiniah secara signifikan."

Seorang pendeta yang berusia 48 tahun berkata, "Ketika ayah saya meninggal, seolah-olah saya mendiami ... sebuah rumah dengan sebuah jendela kaca besar yang memperlihatkan deretan pegunungan. Suatu hari saya melihat ke luar jendela, dan mendapati bahwa salah satu dari gunung tersebut tiba-tiba hilang."

Ketika Yakub meninggal, Yusuf merasakan suatu kehilangan yang besar. Di Alkitab kita membaca "lalu Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium dia" (Kejadian 50:1). Seluruh masa upacara, perkabungan, dan penguburan berlangsung lebih dari dua bulan.

Bagi sebagian besar dari kita, ayah akan meninggal mendahului kita. Sudah sewajarnya apabila kita berdukacita atas kehilangan itu, entah kenangan yang kita miliki membahagiakan ataupun menyakitkan.

Allah berjanji bahwa suatu saat kelak "tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita" (Wahyu 21:4). Sebelum saat itu tiba, air mata adalah karunia yang diberikan Allah untuk melipur lara, apabila kita harus kehilangan seorang ayah --David McCasland

20 Juni 2004

Berkat Ayah

Nats : Hendaklah kamu semua ... penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, ... tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati (1 Petrus 3:8,9)
Bacaan : 1 Petrus 3:8-12

Seorang pria yang sedang berduka karena kematian ayahnya berkata, “Saya tidak hanya menangisi ayah saya, tetapi juga diri saya sendiri. Kematiannya berarti saya tidak akan pernah mendengar perkataan yang selalu ingin saya dengar darinya, yaitu bahwa ia bangga terhadap saya, bangga akan keluarga yang saya bina, dan bangga akan hidup yang saya jalani.”

Bukannya mengulangi kesalahan sang ayah, sebaliknya pria itu justru menyampaikan ucapan yang menyemangati anaknya sendiri, yang tidak pernah ia dapatkan, yaitu bahwa ia bangga terhadap anaknya dan kesuksesan hidup yang telah diraihnya.

Kerap kali, ketegangan antara ayah dan anak-anak tidak terselesaikan. Luka lama itu tetap tak tersembuhkan. Kita tak bersedia mengampuni ucapan kemarahan dan luka masa lalu. Namun, bagi diri sendiri dan keluarga kita, kita perlu melakukan segala upaya untuk meruntuhkan tembok yang memisahkan kita.

Bagaimana cara kita memulainya? Perintah Alkitab mengenai semua hubungan yang kita miliki adalah “Mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, ... menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ... mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya” (1 Petrus 3:8,9,11).

Oleh kasih karunia Allah, marilah kita putuskan lingkaran kemarahan dan memberi anak-anak kita apa yang mereka ingin dengar dari kita, yaitu ucapan berkat dan kasih —David McCasland

19 Juni 2005

Topi Ayah

Nats : Hormatilah ayahmu (Efesus 6:2)
Bacaan : Efesus 6:1-4

Terjadi tragedi di tengah suatu perayaan. Hari itu adalah upacara pembukaan Olimpiade musim panas tahun 1992 di Barcelona. Satu per satu tim memasuki stadion dan berparade keliling lintasan di tengah sorak-sorai 65.000 penonton. Akan tetapi, di salah satu bagian stadion Olimpiade, terjadilah peristiwa yang mengejutkan dan menyedihkan pada saat Peter Karnaugh, ayah perenang AS, Ron Karnaugh, mendapat serangan jantung yang fatal.

Lima hari kemudian, Ron tampil untuk berlomba dengan memakai topi ayahnya, yang ia sisihkan dengan hati-hati sebelum perlombaan dimulai. Tetapi mengapa ia memakai topi itu? Ia melakukannya sebagai penghormatan kepada ayahnya yang ia gambarkan sebagai "sahabat terbaikku". Topi itu adalah topi yang dipakai ayahnya saat mereka memancing dan melakukan banyak hal bersama. Memakai topi itu adalah cara Ron untuk menghormati ayahnya karena telah mendampingi, menyemangati, dan mengarahkannya. Ketika Ron berenang, ia tidak didampingi ayahnya, namun ia terinspirasi oleh kenangan tentang ayahnya.

Ada berbagai cara untuk menghormati ayah kita, terutama seperti yang diperintahkan Kitab Suci kepada kita (Efesus 6:2). Salah satu caranya adalah dengan menghormati nilai-nilai yang diajarkan ayah kita, bahkan ketika ia sudah tidak lagi bersama-sama dengan kita.

Apakah yang dapat Anda lakukan bagi ayah Anda hari ini, untuk menunjukkan rasa hormat seperti yang dikatakan di dalam Alkitab? —JDB

18 Juni 2006

Suarakanlah Kasih Anda

Nats : Di dalam kasih tidak ada ketakutan (1Yohanes 4:18)
Bacaan : 1Yohanes 4:12-19

Pada tahun 1990, sebuah acara televisi mengenai Perang Saudara AS menarik banyak penonton. Salah satu programnya menampilkan surat seorang prajurit yang tewas pada peperangan di Bull Run. Prajurit yang bernama Sullivan Ballou itu menyadari bahaya yang mengancamnya, sehingga ia menulis sebuah surat yang pedih kepada istrinya, katanya, "Jika aku tidak kembali, Sarah tersayang, jangan pernah lupa betapa aku mencintaimu. Saat aku mengembuskan napas terakhirku di medan peperangan, napas itu akan membisikkan namamu."

Pria, dibandingkan wanita, kerap kali sulit mengungkapkan perasaan yang dalam. Mereka akan menekan dorongan untuk mengungkapkan perasaan mereka yang paling lembut dalam bentuk kata-kata.

Pada Hari Ayah, banyak pria akan menerima pernyataan kasih, namun mereka mungkin kesulitan untuk menyuarakan kasih mereka sebagai balasannya. Namun, tak ada yang lebih maskulin selain menyatakan kasih kepada orang-orang yang kita kasihi. Hal itu tidak hanya berlaku bagi para ayah, namun juga bagi kita semua. Tak ada hadiah yang lebih berharga yang dapat kita berikan bagi mereka yang terikat bersama kita di dalam ikatan hidup.

"Di dalam kasih tidak ada ketakutan," tulis Rasul Yohanes, "kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan" (1Yohanes 4:18). Sebab itu marilah kita menyatakan kasih kita dengan berani, tidak hanya untuk orang-orang terkasih kita, tetapi juga bagi Dia yang memberikan hidup-Nya bagi kita.

Pada hari ini, ikutilah teladan mendiang pahlawan Perang Saudara yang berani itu dan suarakanlah kasih Anda --VCG

17 Juni 2007

Surat dari Ayah

Nats : Kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu melalui penumpangan tanganku atasmu (2Timotius 1:6)
Bacaan : 2Timotius 1:1-14

Beberapa bulan sebelum meninggal karena kanker, ayah saya menulis surat kepada saya yang berbunyi, "Aku selalu memikirkanmu sambil memanjatkan doa pendek untukmu dan kesuksesanmu. Aku mengenalmu. Aku tahu apa yang kaupikirkan. Dan, aku sangat yakin bahwa aku memahami tujuanmu, jenis tulisan yang ingin kaubuat, dan pesan yang ingin kausampaikan. Tetaplah di situ dan berkaryalah, kiranya Tuhan memberkatimu. Aku merasa sangat bangga dan bersyukur bahwa Tuhan mengizinkanku menjadi ayahmu."

Surat itu adalah salah satu hadiah terindah yang pernah saya terima dari Ayah.

Perjanjian Baru memuat dua surat dari Paulus kepada Timotius, seorang pemuda yang dibimbing dan dianggapnya sebagai "anakku yang sah di dalam iman" (1Timotius 1:2) dan "anakku yang terkasih" (2Timotius 1:2). Surat kedua Paulus diawali dengan perkataannya yang bersifat sangat pribadi dan meyakinkan Timotius tentang kasih serta doa-doanya yang penuh kesungguhan (ayat 2,3). Paulus mempertegas warisan rohani Timotius (ayat 5), dan juga karunia serta panggilan yang diberikan Allah untuknya (ayat 6,7). Lalu ia mendorong Timotius untuk hidup dengan penuh keberanian demi Injil Kristus (ayat 8).

Para ayah, Anda dapat memberi anak-anak Anda dorongan yang besar dengan menulis surat kepada mereka tentang kasih dan dukungan Anda. Itu mungkin akan menjadi hadiah terindah yang dapat Anda berikan kepada mereka. Mengapa Anda tidak mulai duduk dan menulis surat dengan segenap hati hari ini? --DCM


Allah memberi kita anak-anak
Untuk kita asuh dan kita kasihi,
Untuk kita beri dorongan semangat,
Dengan menanamkan hikmat surgawi. --Sper

15 Juni 2008

Melayani Sesuai Karunia

Nats : Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan kasih karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengelola yang baik dari anugerah Allah (1 Petrus 4:10)
Bacaan : 1 Petrus 4:7-11

Sekelompok pemangkas rambut kristiani ingin melayani Tuhan sesuai talenta mereka. Lalu muncullah ide unik. Sebulan sekali mereka mendatangi kawasan kumuh, panti wreda, dan tempat perawatan orang cacat. Dan dibukalah layanan perawatan kecantikan gratis. Setiap orang dilayani layaknya pelanggan eksklusif. Dihormati. Dicintai. Hasilnya? Banyak yang tersentuh. "Orang-orang ini memberi saya harga diri," ujar seorang ibu miskin. "Saya dan kedua putri saya tak mampu pergi ke salon. Kini, tiap bulan saya bisa menatap diri di cermin dengan bangga. Mereka membuat saya merasa berharga, cantik, dan layak untuk hidup."

Petrus menyerukan agar di akhir zaman ini kita bersungguh-sungguh mengasihi sesama. Kasih yang sungguh itu nyata, bukan hanya kata. Kasih yang sungguh itu polos, bukan hanya polesan. Petrus memberi contoh. Jika memberi tumpangan pada orang asing, lakukan dengan sepenuh hati. Pelayanan setengah hati menghasilkan sungut-sungut. Orang tak merasa dikasihi jika kita melakukan tindakan kasih tanpa kasih. Kasih yang sungguh juga harus kreatif. Ia mendorong kita menemukan dan memakai segala karunia yang Tuhan berikan untuk melayani sesama. Dengan cara itulah Allah dimuliakan.

Karunia Tuhan bagi setiap orang berbeda, tetapi pasti ada. Banyak orang menganggap diri tak bisa apa-apa, hanya karena tidak bisa bernyanyi atau bermain musik di gereja. Padahal apa pun kemampuan kita, bisa dipakai untuk melayani. Para pemangkas rambut bisa melayani dengan sisir, gunting, dan senyuman. Seorang sopir bisa mengantar lansia ke gereja. Anda pun pasti bisa berbuat sesuatu —JTI



TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA