Topik : Janji

27 Maret 2003

Peti Harta Karun

Nats : Menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah (Ibrani 6:12)
Bacaan : Ibrani 11:32-40

Saat saya masih kecil, Ibu sering membiarkan saya mengaduk-aduk kotak kancingnya ketika saya menjalani proses pemulihan setelah sakit. Saya selalu gembira saat menemukan beberapa kancing tua yang saya kenal, dan mengingat pakaian yang dulunya dihiasi kancing-kancing itu. Saya terutama senang saat Ibu mengambil salah satu kancing tua yang terabaikan itu dan memanfaatkannya lagi.

Sama seperti pengalaman di atas, saat sedih, saya sering membuka-buka Alkitab dan mengingat kembali janji-janji yang saya kenal dan telah menguatkan saya. Dan saya selalu memperoleh dorongan semangat melalui janji-janji yang sebelumnya tidak saya perhatikan.

Saya teringat pagi yang suram di saat terakhir penderitaan suami saya. Saya mencari-cari firman Allah untuk mendukung saya menghadapi situasi yang menyakitkan bagi kami. Dalam Ibrani 11, saya mengamati bahwa Allah telah menyelamatkan umat-Nya yang menderita melalui berbagai cara yang sangat dramatis. Namun, saya tidak selalu dapat mengaitkannya dengan situasi tertentu. Lalu saya membaca tentang orang-orang yang “beroleh kekuatan dalam kelemahan” (ayat 34). Allah memakai ungkapan itu untuk meyakinkan saya bahwa dalam kelemahan, saya akan dikuatkan. Di saat paling berkesan itu, saya mulai merasakan kekuatan-Nya, dan iman saya pun diperbarui.

Apakah Anda sedang diuji hari ini? Ingatlah, ada banyak janji dalam Alkitab, peti harta karun Allah. Umat Allah secara turun-temurun telah membuktikan kebenarannya. Anda pun dapat membuktikannya --Joanie Yoder

21 Desember 2003

Selalu Benar

Nats : Oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah (2Petrus 1:21)
Bacaan : 2 Petrus 1:16-21

Seorang peramal cuaca menyombongkan diri, "90 persen dari 10 persen ramalan yang saya buat adalah benar." Itu adalah pernyataan yang menggelikan. Namun sebagian orang sering mempergunakan kalimat membingungkan yang tampak benar seperti itu untuk menutupi citra buruknya.

Namun, catatan nubuatan Alkitab sungguh-sungguh akurat. Mari kita lihat beberapa contohnya.

Tuhan Yesus dilahirkan di kota Betlehem (Mikha 5:1) dari seorang perawan (Yesaya 7:14) pada waktu yang telah ditentukan (Daniel 9:25). Bayi-bayi di Betlehem dibunuh seperti yang dinubuatkan (Yeremia 31:15). Yesus mengungsi ke Mesir dan kembali lagi (Hosea 11:1). Yesaya menubuatkan pelayanan Kristus di Galilea (Yesaya 9:1,2). Zakharia menubuatkan bahwa Dia akan dielu-elukan ketika memasuki Yerusalem dengan menunggang keledai muda (Zakharia 9:9), dan Dia dikhianati demi 30 keping perak (ayat 11:12,13). Daud tidak pernah menyaksikan penyaliban ala Romawi, namun dalam Mazmur 22, melalui pewahyuan ilahi, ia juga menuliskan gambaran yang jelas tentang kematian Yesus. Yesaya 53 memberikan gambaran secara gamblang mengenai penolakan, penganiayaan, kematian, dan penguburan Tuhan kita. Beberapa nubuatan ini (dan masih banyak lagi) seharusnya memberi kesan yang meyakinkan bagi kita akan keandalan Alkitab.

Karena semua nubuatan ini telah digenapi, marilah kita juga menerima dengan penuh keyakinan apa yang dikatakan Alkitab mengenai masa depan. Ingatlah, kita mempunyai kitab nubuatan yang benar -- sepanjang masa! --Richard De Haan

30 Desember 2004

Tidurkah Malaikat?

Nats : Firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan (Ulangan 30:14)
Bacaan : Ulangan 30:11-14

Seorang teman saya memiliki seorang putri berusia lima tahun yang mulai menunjukkan minatnya pada bidang teologi. Pada suatu hari ia bertanya kepada ayahnya, “Apakah para malaikat tidur seperti kita?” Sesudah merenungkan dimensi teologis dari pertanyaan anaknya itu, ia menjawab, “Ya, mungkin mereka tidur.” Putrinya itu kemudian melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, “Kalau begitu, bagaimana cara mereka mengenakan piya-ma supaya piyama itu dapat melewati sayap mereka?”

Tanpa kita sadari, kita mungkin sama seperti gadis kecil itu. Kita tampaknya tidak pernah berhenti menanyakan pertanyaan-pertanyaan menarik yang tidak per-lu dijawab. Keingintahuan adalah sesuatu yang sehat, tetapi terobsesi oleh hal-hal yang tidak penting tidaklah sehat. Pertanyaan-pertanyaan demikian dapat membelokkan kita dari iman.

Yang perlu kita ketahui mengenai Allah dan kehendak-Nya bagi kita sudah dinyatakan dengan jelas di dalam Kitab Suci. Selain itu firman yang disampaikan-Nya melalui Musa kepada umat-Nya juga benar bagi kita pada saat ini. “Sebab perintah ini, yang Kusampaikan kepadamu pada hari ini tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak terlalu jauh ... Firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan” (Ulangan 30:11, 14).

Alkitab bukanlah teka-teki, melainkan suatu pewahyuan. Alkitab memberitahukan segala hal yang kita perlukan untuk mengetahui kehendak Allah di dalam setiap situasi kehidupan kita —Haddon Robinson

7 Februari 2005

“waktu Lunak”

Nats : Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat (Galatia 4:4)
Bacaan : Galatia 3:26-4:7

Setelah meneliti perilaku ribuan pengguna telepon genggam, James Katz, seorang profesor di bidang komunikasi di Rutgers University, menyimpulkan bahwa telepon genggam telah mengubah pembawaan cara berpikir kita tentang waktu. Para periset mengatakan bahwa Amerika Serikat kini hidup di dalam “waktu lunak”. Istilah tersebut diciptakan untuk menggambarkan pemikiran para pengguna telepon genggam yang menelepon pada pukul 8.20 untuk mengatakan ia akan terlambat hadir dalam rapat yang diadakan pukul 8.30, datang pukul 8.45, dan menganggap dirinya tepat waktu karena ia telah menelepon sebelumnya.

Tidak seperti kita, Allah senantiasa tepat waktu. Kita berusaha memahami mengapa Dia tidak bertindak di dalam peristiwa-peristiwa dunia atau di dalam kehidupan pribadi kita secepat yang seharusnya Dia perbuat menurut pemikiran kita. Akan tetapi, Alkitab menyatakan ketepatan waktu Allah yang Perkasa menurut rencana-Nya. Galatia 4:4,5 berbunyi, “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak- Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.” Dan Roma 5:6 berbunyi, “Waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan [pada saat yang tepat] oleh Allah.”

Kita dapat memercayai Allah yang bijak dan penuh kasih ini, yang tidak pernah terlambat dalam rencana kekal-Nya, yang tepat waktu dalam segala aspek kehidupan kita yang sekecil-kecilnya —David McCasland

13 Februari 2005

Mengharapkan Yesus

Nats : Aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku (Kisah Para Rasul 27:25)
Bacaan : Kisah Para Rasul 27:9-25

Seorang guru Sekolah Minggu memberi setiap anak laki-laki dalam kelasnya sebuah Alkitab Perjanjian Baru dan mendorong mereka masing- masing untuk menuliskan namanya di sebelah dalam sampul depan.

Beberapa minggu kemudian, setelah berulang kali mengajak mereka menerima Kristus sebagai Juruselamat, ia meminta mereka yang telah menerima Kristus untuk menuliskan kalimat berikut di bawah namanya: “Saya menerima Yesus”. Seorang anak menulis kalimat berbeda, “Saya mengharapkan Yesus.” Ketika bercakap-cakap dengannya, sang guru menyadari bahwa si anak paham betul yang ditulisnya. Ia tidak hanya percaya kepada Tuhan untuk menerima keselamatan, tetapi juga mengharapkan Dia untuk menyertainya sepanjang waktu dan untuk menggenapi semua janji-Nya.

Pernyataan anak lelaki itu menghadirkan sebuah tafsiran sederhana, namun luar biasa tentang arti iman yang sejati.

Dalam Kisah Para Rasul 27, kita melihat iman pengharapan Rasul Paulus. Ia sedang menjadi tahanan yang dibawa dengan kapal menuju Roma ketika sebuah badai dahsyat menerpa dan mengancam menghancurkan kapal besar itu. Sepanjang malam, malaikat Tuhan memberi tahu Paulus bahwa mereka semua akan selamat (ayat 23,24). Ia tahu sabda Tuhan dapat dipercaya. Maka di tengah badai, ia berkata, “Aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku” (ayat 25). Dan begitulah yang terjadi.

Seharusnya tidak mengherankan bila Allah menepati janji-Nya. Perkataan-Nya memang patut diharapkan! —Richard De Haan

6 Agustus 2005

Kotak Kekhawatiran

Nats : Janganlah khawatir akan hidupmu (Matius 6:25)
Bacaan : Filipi 4:1-9

Saya mendengar tentang seorang wanita yang menyimpan sebuah kotak di dapurnya yang ia sebut Kotak Kekhawatiran. Setiap kali ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, ia akan menuliskannya di secarik kertas kemudian menaruhnya di dalam kotak tersebut. Ia memutuskan untuk tidak memikirkan masalah-masalah itu selama mereka masih ada di dalam kotak. Hal ini memampukan ia untuk betul-betul mengesampingkan persoalan-persoalan tersebut dari pikirannya. Ia tahu bahwa berbagai persoalan itu dapat dihadapi di lain waktu.

Kadang kala ia menarik secarik kertas dari dalam kotak itu dan meninjau ulang masalah yang tertulis di situ. Karena tenaganya belum terkuras oleh kekhawatiran, ia pun santai dan mampu mencari pemecahan masalahnya dengan lebih baik. Ada pula persoalan yang ternyata sudah tidak menjadi masalah lagi.

Menuliskan kekhawatiran Anda di atas kertas kemudian menaruhnya di dalam sebuah kotak mungkin bermanfaat, namun betapa jauh lebih baik jika kita meletakkan semua kekhawatiran di tangan Allah. Kekhawatiran merampas sukacita, menguras tenaga, menghambat pertumbuhan rohani kita, dan tidak memuliakan Allah. Yesus berkata, Janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari (Matius 6:34).

Marilah meyakini janji-janji Allah dan percaya bahwa Dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Meletakkan berbagai masalah kita di tangan-Nya jauh lebih baik daripada menaruhnya di dalam sebuah kotak kekhawatiran RWD

10 Oktober 2005

Iman dan Kekayaan

Nats : . . . agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus (Efesus 1:18)
Bacaan : Efesus 1

Apakah Anda ingin menjadi orang yang kaya? Apakah Anda pikir iman Anda akan membuat Anda menjadi orang kaya? Kekayaan macam apa yang sebenarnya tengah Anda cari?

Ada berita baik sekaligus berita buruk yang patut Anda ketahui jika Anda menginginkan kekayaan. Berita baiknya adalah bahwa firman Allah memang menjanjikan kekayaan kepada orang yang beriman. Sedangkan berita “buruk”nya adalah bahwa kekayaan itu tidak ada kaitannya dengan uang.

Berikut ini adalah contoh beberapa kekayaan yang dapat kita miliki sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus.

• Pemahaman akan Allah Bapa dan Putra, “sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (Kolose 2:2,3).

• Kristus, “pengharapan akan kemuliaan,” yang tinggal di dalam kita (Kolose 1:27).

• Kekuatan batin yang luar biasa, “oleh Roh-Nya” (Efesus 3:16).

• Terpenuhinya segala keperluan kita oleh Allah (Filipi 4:19).

• “Hikmat dan pengetahuan Allah” (Roma 11:33).

• “Oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa.” Penebusan itu datang dari kasih karunia Allah (Efesus 1:7).

Ya, firman Allah memang menjanjikan kekayaan besar bagi kita. Kekayaan itu adalah harta yang tidak bisa kita beli dengan uang sebanyak apa pun. Itulah kekayaan yang seharusnya kita cari, nikmati, dan gunakan untuk memuliakan sumbernya, yaitu Bapa surgawi kita -JDB

25 Januari 2006

Dan Jadilah Demikian

Nats : Berfirmanlah Allah:... Dan jadilah demikian (Kejadian 1:9)
Bacaan : Kejadian 1:1-13

Kata-kata berikut diulang beberapa kali dalam Kejadian 1, kisah penciptaan: "Dan jadilah demikian."

Apa pun yang difirmankan Allah terjadi. "Jadilah terang.... Jadilah cakrawala.... Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda...." Lalu, setiap kali, diikuti perkataan: "Dan jadilah demikian." Allah berfirman, dan hal itu menjadi kenyataan.

Ketika saya membaca tentang permulaan dunia kita dan kuasa Allah, saya mulai berpikir tentang hal-hal lain yang telah dikatakan oleh Allah dan Putra-Nya, Yesus hal-hal yang dapat kita andalkan.

Saat Yesus berbicara tentang para pengikut-Nya, Dia berkata, "Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku" (Yohanes 10:28). Jika kita memercayai-Nya, kita bisa yakin bahwa kita saat ini memiliki hidup yang kekal dan jaminan untuk hidup bersama Dia selama-lamanya.

Penulis Kitab Ibrani berkata, "Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau'"(Ibrani 13:5). Kita dapat yakin bahwa berbagai kebutuhan kita akan terpenuhi dan tak akan ditinggalkan sendirian.

Salah satu janji Yesus yang paling menghibur adalah "Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku" (Yohanes 14:3). Dia telah mengatakannya; kita dapat memercayainya dan dengan yakin menantikan hari itu.

Andalkan firman Allah. Hal itu akan terjadi --AMC

29 Juni 2006

Peringatan di Dunia

Nats : Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut (Amsal 13:14)
Bacaan : Amsal 13:1-14

Angsa-angsa sering datang ke Kolam Mill di Inggris, tempat Direktur Regional RBC, Howard Liverance, tinggal. Melihat hal itu ia menulis, "Itu adalah tempat yang indah ... yaitu tempat bebek, angsa, dan burung-burung air lainnya bermain dengan jenaka." Namun, ada bahaya di tempat yang tenang itu. Di seberang salah satu sudut kolam tersebut terdapat jaringan listrik. Sejumlah angsa telah mati karena menginjaknya saat berjalan ke kolam.

Howard berbicara kepada sejumlah orang mengenai masalah ini dan akhirnya perusahaan listrik memasang bendera-bendera merah di atas jaringan tersebut. Sekarang angsa-angsa dapat melihat adanya bahaya tersebut dan menghindarinya. Sejak dipasangnya bendera-bendera merah, tak ada satu pun angsa yang mati.

Allah pun telah menyediakan "bendera-bendera merah" untuk melindungi diri kita. Kitab Amsal adalah kitab yang berisi berbagai peringatan tentang hal-hal yang jahat dan mendorong kita untuk mencari hikmat. Di dalam Amsal 13:1-14, kita akan dapat menemukan beberapa "bendera merah". "Bendera merah" itu termasuk di antaranya:

o jangan mengabaikan didikan dan hardikan (ayat 1);

o jagalah mulutmu (ayat 3);

o berhati-hatilah dalam mengejar harta (ayat 7);

o jauhilah ketidakjujuran (ayat 11); dan

o jangan meremehkan firman Allah (ayat 13).

Firman Allah "adalah sumber kehidupan, sehingga [kita] terhindar dari jerat-jerat maut" (ayat 14) --AMC

21 November 2006

Alat Bantu Dengar

Nats : Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah, "Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar" (1 Samuel 3:9)
Bacaan : 1 Samuel 3:1-14

Joshua, seorang anak berusia dua tahun yang cerdas, melihat ibunya sedang memasak kue dan bertanya penuh harap, "Bu, bolehkah aku minta satu?" "Tidak boleh, tunggu sampai makan malam," jawab ibunya. Joshua lalu berlari ke kamarnya sambil menangis, tetapi sebentar kemudian ia muncul sambil berkata, "Tuhan Yesus mengatakan kepadaku bahwa aku boleh mendapatkan satu kue sekarang." "Tuhan Yesus tidak berkata seperti itu pada Ibu," jawab sang ibu yang langsung disanggah Joshua, "Ibu pasti tidak mendengarkan dengan benar!"

Motivasi Joshua memang keliru, tetapi ia menyatakan dua hal yang benar: Tuhan ingin berbicara kepada kita, dan kita perlu mendengarkan.

Dalam 1 Samuel 3, ada seorang pemuda yang mempelajari prinsip abadi ini. Saat Samuel mematuhi perintah Eli dan berdoa, "Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar", ia terbuka untuk menerima pesan Allah yang penuh kuasa (ayat 9). Sama seperti Samuel, kita rindu agar Allah berbicara kepada kita, tetapi kita sering gagal menangkap suara-Nya.

Allah berbicara dengan suara yang dapat terdengar kepada Samuel. Saat ini Dia berbicara kepada kita dengan Roh Kudus melalui Kitab Suci, orang lain, dan lingkungan kita. Akan tetapi, karena kita mengabaikannya dan terus-menerus melakukan aktivitas, kita menjadi "sulit mendengarkan". Kita membutuhkan "Alat Bantu Dengar Rohani" seperti pada doa Samuel: "Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar" (ayat 10). Sikap yang rendah hati seperti inilah yang dapat membantu mengatasi hati yang sulit mendengarkan --JEY

5 Januari 2007

Penantian

Nats : Percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Kejadian 15:6)
Bacaan : Kejadian 15:1-6

Setiap ibu dapat mengatakan bahwa menunggu kelahiran adalah pengalaman yang membangun kesabaran dalam dirinya. Sungguh malang induk gajah, karena ia membutuhkan waktu sekitar 22 bulan untuk mengandung janin gajah sampai janinnya itu siap dilahirkan! Sejenis ikan hiu yang dikenal dengan nama ikan dogfish bersirip memiliki durasi kehamilan selama 22-24 bulan. Dan, pada ketinggian di atas 1.380 meter, salamander Alpen dapat menjalani masa kehamilan sampai 38 bulan!

Perasaan Abraham mungkin tidak jauh berbeda dengan contoh-contoh yang ada di alam ini. Di usianya yang sudah lanjut, Tuhan memberi janji kepadanya, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar" (Kejadian 12:2). Namun, setelah tahun-tahun berlalu, Abraham mempertanyakan bagaimana mungkin janji itu terpenuhi tanpa adanya seorang anak laki-laki (15:2). Maka kemudian Allah meyakinkan Abraham demikian, "Anak kandungmu ... akan menjadi ahli warismu" (ayat 4).

Sekalipun usianya semakin bertambah tua, Abraham tetap percaya kepada Allah, sehingga ia disebut orang benar (ayat 6). Namun demikian, ia menanti selama 25 tahun sejak janji pertama tentang lahirnya Ishak (17:1,17).

Menanti pemenuhan janji-janji Allah merupakan bagian dari sikap percaya kepada-Nya. Entah seberapa lama penundaan itu, kita harus tetap menantikan Dia. Hal itu juga diperingatkan oleh penulis kitab Ibrani kepada kita, "Marilah kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia" (Ibrani 10:23) --MW

28 Mei 2008

Dahaga

Nats : "Tuan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air" (Yohanes 4:15)
Bacaan : Yohanes 4:13-19

Ketika Glynn Wolfe meninggal di usia ke-88, tak seorang pun mencarinya. Setelah ditunggu sekian minggu, akhirnya pemerintah mengubur jenazahnya di kuburan tanpa nama. Ironisnya, Glynn pernah tercatat di Guinness Book of Records sebagai pemegang rekor pria yang paling banyak menikah. Ia telah 29 kali menikah dan 29 kali bercerai juga, karena tidak puas dengan pernikahannya. Ia meninggalkan banyak istri yang masih hidup, banyak anak, cucu, bahkan buyut. Namun, tak seorang pun sudi menemaninya sampai ia meninggal.

Seperti Glynn, banyak orang haus akan cinta kasih lalu berusaha mencarinya di tempat yang salah. Mereka mengira bahwa dengan menemukan "orang yang tepat", hidup akan terpuaskan. Padahal, tidak ada orang yang tepat. Itu juga yang dialami oleh perempuan Samaria yang sudah punyai lima suami (ayat 18). Ia masih mencari pria lain, karena haus cinta. Tak seorang pun dapat mengisi kesepian hidupnya. Tak ada pria sempurna yang dapat menyenangkan dirinya dalam segala hal. Ia ibarat orang yang kehausan lalu berusaha meminum air laut. Dahaganya bukan hilang, ia malah makin haus! Yesus menyatakan bahwa yang dibutuhkan perempuan itu adalah "air hidup" (ayat 14,15). Hanya kehadiran Allah yang dapat mengusir kesepiannya. Hanya kasih Allah yang bisa mengisi ruang kosong dalam hatinya.

Jika kasih Allah telah memenuhi hati, kita akan mengalami kepuasan hidup. Akibatnya, kita tidak lagi sibuk mencari orang yang tepat. Sebaliknya, kita akan berusaha menjadi orang yang tepat bagi orang lain. Tak lagi menjadi seorang pengemis kasih, tetapi menjadi penyalur kasih -JTI

28 Agustus 2008

Mengampuni Diri Sendiri

Nats : Sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku (2Samuel 12:23)
Bacaan : 2Samuel 12:13-24

Setelah David dan istrinya selesai makan pagi, mereka bersiap pergi. Adriana, putri mereka yang baru berusia 2,5 tahun mengikuti ibunya ke kamar. David memanaskan mobil di garasi. Setelah semua siap, ia memundurkan mobil. Tiba-tiba roda mobil melindas sesuatu. David turun dan kaget bukan main. Ia telah melindas Adriana! Anak itu rupanya berjalan keluar garasi tanpa diawasi, lalu terlindas dan tewas seketika. David dan istrinya diliputi rasa bersalah luar biasa. Sulit mengampuni diri sendiri. Pikirnya, "Adriana mati karena kecerobohan kami!"

Raja Daud pernah dihinggapi rasa bersalah serupa. Akibat dosa berzinah dengan Batsyeba, Tuhan menulahi bayi mereka hingga sakit. Daud berusaha keras memohon belas kasihan Tuhan, agar anak itu bisa tetap hidup. Tujuh hari ia berpuasa dan berbaring di tanah. Namun akhirnya anak itu tetap mati! (ayat 18). Semua ini gara-gara ulahnya. Hati Daud pasti dihantui rasa bersalah. Uniknya, setelah kematian anaknya, ia kembali mau makan dan melanjutkan hidup seperti biasa (ayat 20). Daud tak membiarkan diri dikuasai rasa bersalah. Ia sadar, jika suatu hal tak bisa lagi diubah, kita harus menerima kenyataan, seberapapun pahitnya. Berdamai dengan diri sendiri, berbenah diri, dan melanjutkan hidup ke depan. Itu lebih sehat ketimbang terjebak di masa lalu.

Adakah rasa bersalah yang masih menghantui hidup Anda? Seringkah Anda berkata, "Seandainya aku melakukan ini, itu pasti tak akan terjadi"? Berhentilah hidup dalam penyesalan. Tuhan telah mengampuni kesalahan Anda. Jadi Anda pun harus mengampuni diri sendiri -JTI

21 September 2008

Hanya Rp172.800,00

Nats : Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel (Matius 27:9)
Bacaan : Matius 26:6-16; Yohanes 10:17,18

Selama ini saya menduga Yudas menjual Gurunya seharga tiga puluh keping uang perak karena sifatnya yang tamak. Cerita yang tertulis di dalam Alkitab mengenai Yudas meyakinkan saya akan hal ini (Matius 26:8,9; Yohanes 12:6).

Saya mencoba menghitung nilai uang perak itu dalam rupiah. Menurut Dake's Bible, tiga puluh keping uang perak sama nilainya dengan 19,20 dolar Amerika. Katakanlah satu dolar Amerika setara dengan Rp9.000,00. Berarti "harga" Yesus kurang lebih adalah Rp172.800,00. Murah sekali! Jadi, pasti uang bukan menjadi faktor utama Yudas menjual Yesus. Apalagi kemudian Yudas mengembalikan uang itu kepada para imam.

Rupanya Yudas memiliki harapan seperti orang Yahudi pada umumnya, yaitu menjadikan Yesus sebagai pahlawan secara politik dengan cara melawan kekaisaran Romawi. Namun, ketika orang banyak berniat mengangkat-Nya menjadi raja, Yesus malah mengasingkan diri. Bukan hanya itu, Yesus juga malah mengajar mereka untuk memberikan kepada kaisar apa yang menjadi haknya. Jadi, cara yang paling pamungkas untuk memaksa Yesus melawan adalah dengan menyerahkan Dia kepada para imam. Namun, Yesus memilih jalan salib. Yudas pun frustrasi dan gantung diri (Matius 27:5).

Bila direnungkan, kerap kali kita juga "mengkhianati dan menjual" Yesus demi mencapai tujuan kita sendiri, yaitu ketika kita memaksakan cara dan kehendak kita sendiri. Namun, Yudas telah menjadi contoh agar kita tak mengulang kesalahannya. Tuhan tahu yang lebih baik. Biarlah dalam seluruh aspek kehidupan kita belajar tunduk dan mengikuti jalan-Nya -ACH



TIP #01: Selamat Datang di Antarmuka dan Sistem Belajar Alkitab SABDA™!! [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA