Topik : Penyerahan Diri

20 November 2002

Lagu Ciptaan Allah

Nats : Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik (Efesus 2:10)
Bacaan : Efesus 2:1-10

Seorang organis gereja sedang berlatih memainkan lagu ciptaan Felix Mendelssohn, tetapi ia masih saja belum dapat memainkannya dengan baik. Karena kesal, ia lalu membereskan perlengkapan musiknya dan hendak pergi. Ia tidak memperhatikan kalau ada seseorang yang masuk dan duduk di bangku depan gereja.

Saat organis tersebut beranjak pergi, orang itu maju ke depan dan bertanya apakah ia boleh memainkan lagu itu. "Saya tak pernah mengizinkan siapa pun menyentuh organ ini!" tukas sang organis. Setelah dua kali memohon dengan sopan, akhirnya sang organis yang galak itu dengan berat hati mengizinkannya.

Orang itu akhirnya duduk dan memainkan musik yang indah sehingga alunan musiknya memenuhi gereja. Setelah selesai, sang organis bertanya, "Siapakah Anda?" Lelaki itu menjawab, "Saya Felix Mendelssohn." Tadinya sang organis hampir saja melarang si pencipta lagu memainkan musik ciptaannya sendiri!

Sering kali kita terlalu ingin memainkan nada-nada kehidupan kita sendiri dan melarang Sang Pencipta memainkan musik yang indah. Seperti halnya organis yang keras kepala itu, dengan berat hati kita melepaskan tangan kita dari tuts-tuts organ. Sebagai umat-Nya, kita ini "diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya" (Efesus 2:10). Namun, hidup kita tidak mampu menghasilkan musik yang indah kecuali jika kita mengizinkan Allah bekerja di dalam diri kita.

Allah menuliskan simfoni bagi kehidupan kita. Izinkanlah Dia mengerjakan rancangan-Nya di dalam hidup kita –Dave Egner

12 Desember 2002

Mempersiapkan Natal

Nats : Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat! (Matius 3:2)
Bacaan : Yesaya 40: 1-11

Saya melihat-melihat beberapa majalah dan membaca artikel demi artikel yang membahas ketegangan menghadapi liburan Natal dan memberikan tips-tips untuk mempersiapkan Natal. Mereka memberikan nasihat yang sudah umum: Buatlah kue lebih awal; bungkuslah sekalian hadiah-hadiah saat Anda membelinya; jangan terlalu disibukkan oleh aktivitas. Semua nasihat itu baik, dan saya yakin Anda juga sudah punya pemikiran sendiri tentang beberapa hal yang perlu disiapkan. Secara pribadi, saya ingin berbelanja lewat katalog, kalau sempat.

Orang-orang yang mendengar khotbah Yohanes Pembaptis juga mengadakan persiapan. Bukan untuk merayakan Natal, tetapi untuk mengawali pelayanan Yesus bagi orang banyak (Yesaya 40:3-5; Maleakhi 3:1). Misi Yohanes adalah mempersiapkan jalan bagi Mesias melalui khotbah yang berisi seruan untuk bertobat (Lukas 3:3). Dalam rangka mempersiapkan kedatangan Sang Mesias, orang-orang harus membersihkan hati mereka dengan memohon pengampunan Allah atas dosa-dosa mereka.

Saat kita bersiap-siap merayakan kedatangan Yesus di bumi, seharusnya kita juga memperhatikan seruan Yohanes untuk bertobat (Matius 3:2). Yang terpenting adalah kita menyambut Natal tahun ini dengan hati yang bersih. Untuk mewujudkannya, kita harus mengakui dosa-dosa kita, meninggalkannya, dan memperbarui persekutuan kita dengan Tuhan. Setelah itu barulah kita dapat merayakan Natal dengan penuh sukacita dan kedamaian.

Itulah yang semestinya kita lakukan sebagai persiapan menyambut Natal -Dave Egner

16 Desember 2002

Risiko Penonton

Nats : Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajar (Ibrani 5:12)
Bacaan : Ibrani 5:5-15

Semua orang dapat berpartisipasi dalam olahraga, termasuk orang yang paling lemah sekalipun. Namun, hanya orang paling kuatlah yang dapat bertahan sebagai penonton. Menurut seorang ahli spesialis jantung, ketika Anda menjadi penonton dan bukan peserta olahraga, ada hal-hal yang meningkat dan menurun, yang semuanya buruk. Berat badan, tekanan darah, denyut jantung, kolesterol, dan kadar trigliserida meningkat. Sebaliknya, vitalitas, konsumsi oksigen, fleksibilitas, stamina, dan kekuatan tubuh menurun.

Menjadi penonton dalam arena kehidupan kristiani juga berisiko. Ada hal-hal yang meningkat dan menurun, tapi semuanya itu jugaburuk. Kritik, keputusaasaan, kekecewaan, dan kejenuhan, akan cenderung meningkat. Sebaliknya, kepekaan terhadap dosa dan kebutuhan sesama, serta kemampuan untuk menerima firman Allah, menurun. Tentu saja, ada saat-saat di mana kita bersukacita dan terharu ketika mendengarkan kesaksian seseorang mengenai pekerjaan Allah yang luar biasa dalam hidupnya. Namun itu tidak sebanding dengan bila kita mengalami sukacita itu sendiri. Tidak ada yang dapat menggantikan saat Anda mengalami bermacam pengalaman iman dan saat Anda menggunakan talenta yang diberikan Allah demi kepentingan orang lain.

Jika kita ingin menjadi dewasa dan bertumbuh semakin kuat sebagai pengikut Yesus Kristus, kita harus berani mempertaruhkan iman kita, dan hal itu berisiko. Namun ingatlah, risiko yang jauh lebih besar akan kita tanggung jika kita hanya menjadi penonton –Mart De Haan II

15 Februari 2003

Dalam Susah Ataupun Senang?

Nats : Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan .... Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat (Efesus 5:22,25)
Bacaan : Efesus 5:22,33

Di dekat rumah kami ada sebuah lapangan golf. Saat berdiri di halaman belakang, saya melihat kolam yang seolah-olah tak sabar menunggu pukulan meleset saya berikutnya. Sering kali saya membayangkan sandtraps [lubang berisi pasir dalam permainan golf] dan pepohonan mengejek permainan saya yang jelek.

Saya menceritakan permainan golf ini dengan perasaan campur aduk. Sesekali saya suka bermain golf. Namun tinggal berdekatan dengan lapangan golf selalu mengingatkan saya akan kesalahan-kesalahan yang saya buat saat bermain golf. Itulah tidak enaknya.

Masalah yang sama dapat timbul dalam pernikahan. Terkadang suami-istri melupakan harapan dan mimpi yang pernah saling mereka bagikan. Maka kehadiran pasangan hanya menjadi sumber gangguan, pengingat berbagai kesalahan dan kekecewaan di masa lalu.

Ketika Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat Efesus, ia meminta agar para suami dan istri mengarahkan pikiran mereka pada hubungan mereka dengan Anak Allah (5:22,33). Di dalam Dia kita menemukan kasih yang tak berkesudahan dan pengampunan bagi kegagalan kita. Di dalam Dia kita menemukan Pribadi yang suka melupakan hal-hal yang paling buruk dalam diri kita dan memberikan yang terbaik. Dia mengingatkan kita, bukan pada kekalahan kita, tetapi pada apa yang belum kita capai.

Bapa, ampuni kami yang hanya memusatkan perhatian pada kekurangan dan kesalahan kami, dan bukan pada kasih Putra-Mu Yesus Kristus. Bantulah kami untuk kembali mengasihipasangan kami dalam terang kasih Tuhan yang besar --Mart De Haan II

11 Maret 2003

Diubah untuk Mengubah

Nats : Sebab engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar (Kisah Para Rasul 22:15)
Bacaan : Kisah Para Rasul 22:1-16

Suatu malam, seorang wanita bermimpi bercakap-cakap dengan Allah. Ia begitu marah atas semua penderitaan dan kejahatan yang ia lihat di sekelilingnya. Lalu ia mengeluhkan hal itu kepada Allah, “Mengapa Engkau tidak berbuat sesuatu terhadap semua ini?” Dengan lembut Allah menjawab, “Sudah. Aku telah menciptakan engkau.”

Allah bisa saja mengirimkan banjir, seperti yang dilakukan-Nya pada zaman Nuh, untuk membasmi semua kejahatan dari muka bumi. Dia mampu, tetapi Dia tidak mau melakukannya. Dia telah berjanji untuk tidak akan melakukan hal seperti itu lagi (Kejadian 9:11). Sebaliknya, Dia memilih untuk bekerja melalui manusia seperti kita, mengubah mereka, kemudian memampukan mereka untuk menjadi agen-agen perubahan-Nya.

Dia mengubah Paulus dari seorang penganiaya jemaat menjadi “saksi-Nya terhadap semua orang” (Kisah Para Rasul 22:15). Hidup dan surat-surat Paulus memberi pengajaran, inspirasi, dan penghiburan kepada gereja pada masa-masa awal sampai saat ini. Kekuatan Allah telah mengubah Paulus. Dan ia kemudian dipakai Allah untuk mengubah dunia di sekitarnya.

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda diubahkan oleh kekuatan Kristus Yesus? Apakah sekarang Anda melayani-Nya dengan taat untuk mengubah kehidupan orang-orang di sekeliling Anda?

Marilah memohon agar Allah bekerja di dalam hati dan hidup kita sehingga melalui kita, Dia akan membuat perubahan di dalam keluarga dan masyarakat, juga di dalam dunia ini --Vernon Grounds

16 Maret 2003

Pelayan Bagi Semua

Nats : Barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu (Matius 20:27)
Bacaan : Matius 20:20-28

Robert K. Greenleaf, pendiri Greenleaf Center for Servant-Leadership [Pusat Greenleaf untuk Kepemimpinan yang Berdasarkan Pelayanan] di Indianapolis berkata, “Pemimpin yang besar mulanya terlihat sebagai pelayan, dan kenyataan sederhana itu adalah kunci dari kebesarannya.”

Dua ribu tahun yang lalu, Yesus mengajarkan kebenaran itu kepada para murid-Nya dan Dia pun memberi teladan akan hal itu. Sebagai Anak Allah, Dia telah diberi “segala kuasa di surga dan di bumi” (Matius 28:18). Namun, Dia tidak memaksa orang lain untuk mengikuti dan menaati-Nya. Pola kepemimpinan-Nya sangat berbeda dengan apa yang kita lihat di dunia sekarang ini. Dia memimpin dengan melayani secara rendah hati dan tidak mementingkan diri sendiri.

Kepemimpinan menurut teladan Kristus berarti lebih mempedulikan kebutuhan sesama daripada kebutuhannya sendiri, menyenangkan mereka, menyemangati pertumbuhan rohani dan kedekatan mereka dengan Allah. Itu artinya, memperlakukan sesama sama seperti Allah memperlakukan kita. Pemimpin yang melayani akan membujuk dengan lembut dan penuh pertimbangan, bukannya menyuruh orang lain dengan kasar atau memberikan ultimatum. Ia tidak mendikte atau menuntut, tetapi sadar bahwa di hadapan Allah ia hanyalah pelayan yang melaksanakan tugas (Lukas 17:10).

Entah apa pun posisi kepemimpinan kita, kita tidak akan kehilangan harga diri kita apabila kita memberi diri kepada orang lain. Pelayanan yang lebih mementingkan orang lain adalah dasar dari kebesaran sejati --David Roper

5 Mei 2003

Menyerahkan Kendali

Nats : Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera (Roma 8:6)
Bacaan : Roma 8:1-11

Saat mengunjungi kawan yang menderita Lou Gehrig [penyakit yang menyerang saraf otak dan jaringan saraf tulang belakang, mengakibatkan kelumpuhan], saya bertanya pelajaran apa yang Allah ajarkan kepadanya selama masa sulit tersebut. Secara spontan wanita itu menjawab, "Kehilangan kendali."

Dulu ia adalah orang yang sangat teratur dan mandiri. Pekerjaan menuntutnya untuk sering pergi jauh dan menempuh perjalanan panjang. Namun, kini ia harus bergantung kepada orang lain dalam segala hal, mulai dari berpakaian sampai menggosok gigi. Ia tak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Yang dapat ia kendalikan hanyalah apa yang ia pikirkan dan ucapkan. Ia sadar sebentar lagi ia pun tidak akan bisa bicara. "Saya dulu selalu mengutamakan pekerjaan," katanya, "dan tidak pernah benar-benar memasrahkannya kepada Tuhan. Namun, kini saat saya tak dapat mengendalikan semuanya, saya bisa terus terpaku pada keterbatasan fisik saya atau justru menyerahkannya kepada Kristus."

Kita juga punya pertanyaan yang sama, "Apakah hari ini saya akan mengendalikan sendiri hidup saya atau menyerahkannya kepada Tuhan?" Hidup yang hanya memenuhi keinginan diri sendiri sama artinya dengan membiarkan diri dikendalikan keinginan dosa. Paulus berkata, hidup yang demikian akan membawa kita pada kematian, "tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Roma 8:6).

Kelak, kita pun akan kehilangan kendali atas hidup kita, yakni saat kita bertambah tua. Menyerahkan kendali kepada Allah adalah pilihan yang bisa kita buat setiap hari, mulai hari ini --David McCasland

11 Juni 2003

Masalah Harga Diri

Nats : Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu (1Yohanes 2:15)
Bacaan : 1Yohanes 2:15-17

Saya sedang menghadiri sebuah konferensi untuk membawakan seminar.

Di sana ada pula para pembicara yang lain, termasuk seorang pemimpin kristiani terkenal, yang waktu seminarnya bersamaan dengan saya. Saat pemimpin konferensi mengumumkan pertemuan tersebut, ia mengajak sebanyak mungkin orang untuk menghadiri seminar yang dibawakan pembicara terkenal tersebut, dan berkata, "Kehadirannya di sini merupakan kehormatan bagi kita."

Saya berpikir, Saya mungkin meng-habiskan waktu yang sama dengannya untuk mempersiapkan presentasi ini. Saya harus meninggalkan keluarga saya supaya bisa berada di sini. Dan sekarang direktur konferensi mengajak semua orang untuk menghadiri seminar yang lain? Apa-apaan ini?

Saya merasa terhina, sakit hati, dan marah. Sementara saya berjalan menuju ruangan untuk memulai seminar saya, Roh Kudus menyadarkan saya bahwa saya telah memberikan reaksi dengan kesombongan dan iri hati. Dia pun mengingatkan saya bahwa Dia akan mengarahkan semua orang yang Dia inginkan untuk hadir di sana. Saat itulah saya meminta Tuhan mengampuni sikap iri hati dan mementingkan diri sendiri yang ada dalam hati saya (Yakobus 3:14).

Kadang kala kita mengalami kemunduran rohani karena memiliki pemikiran yang tidak benar. Kita terjebak dalam keangkuhan dunia dan pemusatan diri (1Yohanes 2:16). Saat hal ini terjadi, kita memiliki tugas rohani penting yang harus dilakukan. Kita harus bertobat, mengakui kesombongan kita kepada Allah, dan memohon ampunan-Nya --Dave Egner

10 Agustus 2003

Terus Mendayung

Nats : Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba- hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah (1Korintus 4:1)
Bacaan : 1Korintus 3:18-4:1

Suatu kali saya melihat sebuah kartun menarik. Kartun itu menggambarkan para tahanan perang yang terbelenggu sedang berdiri di dermaga, menunggu perahu Romawi yang sedang didayung masuk ke pelabuhan. "Perahu itu besar sekali," kata seorang dari mereka. "Saya ingin tahu, apa yang membuatnya bisa berlayar?"

Kartun ini mengingatkan saya akan kata-kata Rasul Paulus: "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus" (1 Korintus 4:1). Rasul Paulus menggunakan istilah dalam bahasa Yunani yang jarang dipakai untuk kata hamba. Secara harfiah kata itu berarti "pendayung", yang pada masa itu mengacu pada budak- budak pendayung dalam kapal-kapal perang Romawi.

Sungguh pilihan kata yang mengejutkan! Seorang rasul besar yang punya otoritas, menganggap dirinya hanyalah budak kapal seperti umat Allah yang lain, mengayuh dayung sama seperti yang lain.

Ini berbeda dengan konsep kepemimpinan kita pada umumnya. Kita cenderung menganggap diri sebagai seorang kapten yang berdiri di geladak kapal layar yang besar; "membuat keputusan" dan mengendalikan kapal.

Tuhan Yesus adalah Kapten kita yang sejati. Arah yang harus dituju, kecepatan, pertumbuhan serta besar kecilnya gereja atau setiap bentuk pelayanan lainnya, merupakan hak prerogatif Allah. Apa pun posisi atau jenis pekerjaan kita, tugas kita adalah mengarahkan pandangan kita kepada Yesus dan terus mendayung --David Roper

23 September 2003

Komitmen untuk Melayani

Nats : Ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, ... bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku (Rut 1:16)
Bacaan : Rut 1:1-18

Perkataan Rut yang terkenal itu kerap kita dengar pada upacara- upacara pernikahan di Barat. Padahal sebenarnya perkataan ini diucapkan oleh seorang janda muda yang berduka kepada ibu mertuanya, Naomi.

Rut berkata, "Ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (Rut 1:16). Rut tidak memiliki ikatan budaya maupun ikatan hukum dengan Naomi, yang juga seorang janda yang hidup sendirian. Tidak akan ada seorang pun yang akan menyalahkan Rut bila ia memilih untuk tetap tinggal bersama kaumnya di Moab, di mana kemungkinan untuk menikah lagi lebih besar.

Bahkan Naomi juga mendesak Rut untuk tetap tinggal di Moab. Namun, Rut telah berketetapan untuk pergi bersama mertuanya ke Yudea dan menjadi pengikut Allah Naomi. Pengabdian Rut yang tidak mementingkan diri sendiri ini layak mendapat pujian. Boas, calon suami Rut, berkata kepadanya, "Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati .... Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu" (2:11,12).

Janji-janji yang diucapkan saat menikah begitu penuh harapan dan makna. Namun, perkataan Rut bertahan sampai berabad-abad karena komitmennya yang teguh kepada Allah dan orang yang membutuhkan. Rut menunjukkan kepada kita nilai pengorbanan kasih bagi Tuhan, dan bahwa berkat-Nya yang melimpah akan tercurah bagi setiap orang yang mau memberi diri dengan sukarela bagi orang lain --David McCasland

26 Januari 2004

Saatnya Bertindak

Nats : Berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Mengapakah engkau berseru- seru kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat" (Keluaran 14:15)
Bacaan : Keluaran 14:5-18

Wanita itu tertawa kecil ketika bercerita kepada saya tentang peristiwa saat ia membangunkan suaminya untuk memberi tahu bahwa ia hampir melahirkan dan perlu ke rumah sakit. Suaminya melompat dari tempat tidur, kemudian berlutut dan berkata, "Sayang, mari kita berdoa." Ia berkata kepada suaminya bahwa itu bukan saatnya berlutut dan berdoa. Itu adalah saatnya untuk bersiap-siap dan berangkat ke rumah sakit. Itu adalah saatnya bertindak!

Saya pikir, demikian juga pesan Allah kepada Musa saat Dia berbicara tentang orang Israel, "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku?" (Keluaran 14:15). Beberapa saat sebelumnya, Firaun telah mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Mesir, tetapi kemudian ia berubah pikiran (ayat 5,6). Karena menginginkan bangsa Israel kembali, Firaun dan pasukannya kemudian mengejar mereka (ayat 7-9). Orang-orang Israel ketakutan saat melihat tentara Mesir mendekat. Mereka terjebak di tepi Laut Merah, dan tidak menemukan jalan keluar! Namun Musa meyakinkan bangsa itu bahwa Allah akan melepaskan mereka. Sekarang saatnya bertindak -- bukan terus berseru-seru kepada Allah. Ini saatnya untuk "berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering" (ayat 16).

Untuk segala sesuatu ada waktunya (Pengkhotbah 3:1), termasuk waktu untuk berdoa dan bertindak. Saat kita melihat seseorang yang kekurangan makanan dan pakaian, maka sebaiknya kita memberi apa yang mereka butuhkan (Yakobus 2:15,16). Kadang kala kita perlu percaya kepada Allah, dan segera mengambil tindakan --Herb Vander Lugt

31 Januari 2004

Waktu yang Berpacu

Nats : Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana (Mazmur 90:12)
Bacaan : Mazmur 90:10-17

Banyak ungkapan dalam karya sastra yang digunakan untuk menggambarkan singkatnya hidup. Hidup adalah sebuah mimpi, pelari cepat, sesuatu yang sukar dimengerti, segumpal asap, sebuah bayangan, lambaian di udara, goresan kalimat di atas pasir, seekor burung yang terbang di jendela sebuah rumah, dan masih banyak lagi. Satu ungkapan lain diusulkan oleh teman saya bahwa tanda sambung berupa garis pendek antara tanggal kelahiran dan kematian di batu nisan menunjukkan singkatnya hidup seseorang.

Ketika kita masih kecil, tampaknya waktu hanya berputar-putar. Namun ketika kita hampir mendekati ajal, waktu berpacu semakin cepat, seperti pusaran air yang turun ke pembuangan. Pada masa kanak-kanak, kita mengukur usia dalam skala kenaikan yang kecil. Kita berkata, "Saya berumur 6 1/2 tahun." Sepertinya butuh waktu yang lama untuk bertambah umur. Kini kita tidak mengukur waktu seperti kanak-kanak lagi. Siapakah yang mengatakan usianya 60 1/2 tahun?

Baik kiranya bila kita sesekali merenungkan singkatnya kehidupan. Hidup ini sangat singkat untuk dijalani dengan ceroboh. Dalam Mazmur 90, setelah menjelaskan singkatnya kehidupan, Musa berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (ayat 12).

Untuk memanfaatkan sebaik-baiknya keberadaan kita di dunia ini, kita harus menyerahkan diri pada kehendak Allah (1Petrus 4:2). Ini dapat kita lakukan bahkan ketika waktu hampir habis. Tidak ada kata terlambat untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah --David Roper

5 Maret 2004

Menekan Allah

Nats : “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Matius 26:42)
Bacaan : Matius 26:36-46

Di bawah pimpinan Jenderal George Patton pada Perang Dunia II, Laskar Ketiga berhasil memukul mundur tentara Nazi sampai kabut dan hujan memaksa pasukan tersebut untuk berhenti. Lalu Patton menelepon seorang pendeta tentara dan bertanya, “Apakah Anda punya doa yang bagus mengenai cuaca?” Pendeta itu segera memenuhi permintaan jenderal tersebut. Ia menulis sebuah doa, dan kemudian Patton memerintahkan agar doa itu dicetak dan dibagikan kepada 250.000 orang prajurit di bawah pimpinannya. Ia menyuruh mereka berdoa agar cuaca menjadi cerah.

Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah ingin agar kita membawa semua permohonan kita kepada-Nya, dan yakin bahwa Dia peduli dan akan menjawab kita (Filipi 4:6; 1 Yohanes 5:14,15). Namun Dia tidak pernah memiliki kewajiban untuk menjawab dengan cara seperti yang kita inginkan atau hanya karena banyak orang berdoa.

Ketika Anak Allah menderita di Taman Getsemani, Dia mengajukan permohonan-Nya dengan penyerahan yang rendah hati kepada Bapa-Nya dengan berkata, “Jadilah kehendak-Mu” (Matius 26:42). Prinsip Getsemani itulah yang harus mendominasi doa-doa kita.

Kehendak Bapa selalu mengandung kasih dan hikmat yang tak terbatas. Oleh karena itu, daripada mencoba untuk menekan Allah karena mengira Dia wajib menjawab doa kita, seharusnya kita sebagai anak-anak yang percaya, dengan senang hati menyerahkan semua keinginan kita kepada-Nya. Apa pun yang Dia anugerahkan akan terbukti menjadi berkat terbaik pada akhirnya nanti —Vernon Grounds

8 Maret 2004

Terlalu Berambisi

Nats : Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45)
Bacaan : Markus 10:35-45

Jika Anda mengenal karya-karya William Shakespeare, Anda pasti mengenal Macbeth sebagai salah satu tokoh dalam karyanya. Macbeth begitu ingin menjadi raja sehingga ia melakukan pembunuhan, dan ia harus membayar perbuatannya itu dengan nyawanya.

Kita akan menjadi seperti tokoh yang tragis itu jika kita membiarkan ambisi memenuhi pikiran, sehingga akhirnya melupakan siapa yang sebenarnya mengendalikan kehidupan kita. Kita mungkin tidak mempergunakan cara-cara yang jahat untuk mencapai tujuan, tetapi kita membiarkan ambisi menutupi pikiran kita mengenai kedaulatan Allah. Bukannya menyerahkan segala persoalan ke dalam tangan-Nya, kita malah menyelesaikannya sendiri.

Contoh lain dari ambisi yang berlebihan ditemukan dalam percakapan antara Yakobus dan Yohanes dengan Yesus di dalam Markus 10. Mereka bertujuan untuk menduduki posisi yang memiliki kehormatan dan kekuasaan tertinggi di Kerajaan Surga. Dan karena tidak sabar untuk menunggu dan melihat apakah Yesus akan menganugerahkan kehormatan itu kepada mereka, maka mereka dengan berani memintanya. Mereka begitu tidak sabar untuk menyerahkan segala persoalan ke dalam tangan-Nya.

Ambisi memang tidak selalu salah. Namun ketika ambisi begitu memenuhi pikiran sehingga kita tidak sabar menunggu Allah, maka kita menunjukkan kurangnya iman seperti yang dilakukan para murid itu.

Apabila kita menyerahkan semua tujuan dan keinginan kita kepada Tuhan, kita dapat yakin bahwa Dia akan memberikan yang terbaik bagi kita —Dave Branon

15 April 2004

Mulut yang Kotor

Nats : Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan (Amsal 13:3)
Bacaan : Yakobus 3:5-12

Kata-kata saya tidak hanya akan berdampak pada orang lain, tetapi juga berdampak pada diri saya sendiri. Ketika saya mengucapkan kata-kata jahat, saya tidak hanya mengungkapkan dosa dalam hati saya (Lukas 6:45), tetapi juga memupuk dosa itu dan membuatnya bertumbuh. Yesus mengatakan bahwa bukan yang masuk ke dalam mulut, melainkan apa yang keluar dari mulutlah yang najis. Yakobus menyatakannya dengan kalimat lain, “Lidah ... dapat menodai seluruh tubuh” (Yakobus 3:6). Lidah yang tidak dikendalikan akan merusak diri saya sendiri.

Di lain pihak, apabila saya menolak untuk menanggapi pemikiran yang kotor, tidak baik, dan sia-sia, itu artinya saya mulai mencekik kejahatan dalam jiwa saya.

Itulah sebabnya orang bijak dalam Amsal 13:3 mengatakan bahwa kita harus menjaga mulut kita. Ketika kita melakukannya, kita menghentikan kejahatan yang diam-diam menggerogoti akar jiwa kita. Apakah kita ingin mengakhiri kejahatan yang dengan mudahnya timbul dalam diri kita? Dengan bantuan Allah, kita harus belajar untuk mengendalikan lidah kita.

Anda mungkin berkata, “Saya sudah berusaha, tetapi saya tidak mampu mengendalikannya.” Yakobus sependapat bahwa, “Tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah” (Yakobus 3:8). Tetapi Yesus mampu. Mintalah kepada-Nya untuk mengawasi mulut Anda (Mazmur 141:3), dan serahkan kendali lidah Anda kepada-Nya.

Marilah kita menggemakan himne Frances Havergal: “Ambillah bibirku dan biarlah bibirku dipenuhi dengan kabar yang memuliakan-Mu”—David Roper

16 April 2004

Menjauhkan Diri

Nats : Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! (Yakobus 4:7)
Bacaan : Yakobus 4:1-10

Saya belum pernah menonton film The Exorcist, tetapi saya ingat dampak yang ditimbulkannya pada masyarakat. Film itu meninggalkan kesan yang terpatri dalam benak banyak orang mengenai kuasa Setan. Bahkan banyak orang kristiani mulai hidup dalam ketakutan, terguncang oleh gambaran yang begitu nyata mengenai kuasa jahat. Seakan-akan kuasa Iblis hampir setara dengan kuasa Allah.

Apakah cara pandang seperti ini tampak alkitabiah? Tentu saja tidak. Allah adalah Sang Pencipta. Semua makhluk lainnya, termasuk roh jahat, hanyalah makhluk ciptaan. Hanya Allahlah yang mahakuasa.

Memang mudah menyalahkan Iblis saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Meskipun Iblis menyebarkan kejahatan dan dosa, kita harus berhati-hati agar tidak menyimpulkan bahwa kita tak berdaya menghadapinya. Alkitab memberi tahu kita bahwa Roh Kudus di dalam kita “lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:4).

Alkitab juga mengatakan bahwa kita pun harus memainkan peran untuk mengalahkan kejahatan dan melakukan apa yang baik. Kita harus menjauhkan diri dari percabulan (1 Korintus 6:18-20), menjauhi penyembahan berhala (10:14), menjauhi cinta akan uang (1 Timotius 6:10,11), dan menjauhi nafsu orang muda (2 Timotius 2:22).

Yakobus mengatakan bahwa sikap kita terhadap Iblis seharusnya adalah melawannya (Yakobus 4:7). Bagaimana kita dapat melakukannya? Dengan menundukkan diri kepada Allah, dan mengizinkan Dia mengarahkan hidup kita. Dengan demikian, Iblislah yang akan menjauhkan diri dari kita —Albert Lee

22 Juni 2004

“ikutlah Aku”

Nats : Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku ....” Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia (Markus 1:17,18)
Bacaan : Markus 3:13-19

Tujuh orang terpilih untuk menjadi astronot pertama ketika Amerika Serikat meluncurkan program luar angkasa pada tahun 1958. Bayangkanlah kegembiraan yang dialami Scott Carpenter, Gordon Cooper, John Glenn, Gus Grissom, Walter Schirra, Alan Shepard, and Deke Slayton karena terpilih untuk pergi ke tempat yang belum pernah didatangi seorang manusia pun.

Namun, sebagai astronot mereka tahu bahwa mereka akan menghadapi berbagai bahaya, tantangan, dan cobaan yang tak terduga. Setiap astronot tersebut menyadari bahwa kebanggaan yang mereka rasakan sebagai orang yang terpilih sedang dihadapkan dengan rasa takut untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Bayangkanlah kelompok lain yang dipilih untuk suatu tugas penting: 12 rasul Yesus yang suatu hari dipilih Yesus di sisi bukit dekat Danau Galilea. Orang-orang ini meninggalkan pekerjaan dan keluarga mereka untuk membaktikan diri kepada guru baru mereka yang radikal. Mereka tidak mengetahui tantangan politik, agama, dan keuangan yang akan mereka hadapi. Walaupun demikian, mereka tetap mengikuti Yesus.

Yesus meminta hal yang sama dari umat-Nya saat ini. Dia meminta setiap kita untuk mengikuti-Nya, mengasihi-Nya, menaati-Nya, dan memberitakan tentang Dia kepada semua orang. Seperti para rasul, kita juga tidak mengetahui akibat dari komitmen kita kepada Yesus.

Tuhan, tolonglah kami untuk mengikuti-Mu dengan setia dan memercayakan seluruh masa depan kami kepada-Mu —Dave Branon

21 September 2004

Diturunkan

Nats : Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya (1Petrus 5:6)
Bacaan : Filipi 2:5-11

Seorang penulis bidang olahraga menggambarkan mantan pemain bisbol liga utama sekaligus manajer, Don Baylor, sebagai seorang yang selalu mengingat bagaimana rasanya "diturunkan" ke liga minor. Apabila salah satu pemainnya harus mengalami penurunan posisi, ia selalu akan menemuinya untuk menjelaskan tentang keputusan tersebut. Seorang pemilik tim berkomentar mengenai Baylor, "Ia telah mengalami banyak pelajaran hidup yang dapat ia bagikan kepada para pemain." Ada perbedaan besar apabila seorang manajer mengetahui bagaimana perasaan seorang pemainnya.

Penurunan pangkat, hak istimewa, atau tanggung jawab selalu menimbulkan perasaan rendah diri. Tetapi hal-hal ini bisa jadi merupakan bagian dari pelatihan dari Allah dalam hidup kita. Rasul Petrus berkata, "'Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.' Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya" (1 Petrus 5:5,6).

Rasul Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah teladan kerendahan hati bagi kita untuk menaati Allah. Dia telah diutus turun dari surga untuk menjadi manusia. Dia adalah seorang "hamba yang setia" yang taat sampai mati di kayu salib bagi dosa-dosa kita (Filipi 2:6-8).

Kerendahan hati dan ketaatan kepada Allah bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti dari sifat dan kuasa seperti yang diteladankan oleh Kristus. Kita dapat menerima keberanian dan kekuatan dari Yesus sendiri, yang mengetahui bagaimana rasanya "diturunkan" --David McCasland

8 November 2004

Penginjil Cilik

Nats : Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu (Markus 12:30)
Bacaan : Markus 12:28-34

Saya dan Michael, tetangga saya yang berumur 6 tahun, sedang mengobrol di halaman depan rumah saya ketika dua orang anak, tetangga kami yang baru, mampir. Setelah saya menanyakan nama mereka, Michael bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mengasihi Allah?” Sugar, anak laki-laki berumur 5 tahun, menjawab dengan cepat, “Tidak!” Michael memandanginya dengan pandangan mencela dan keprihatinan. Tetapi Nana, anak perempuan berumur 4 tahun, yang melihat bahwa Michael tidak menyukai jawaban itu, segera berkata, “Ya!”

“Strategi kesaksian” Michael mungkin bukanlah yang paling efektif, tetapi ia telah mengajukan sebuah pertanyaan pen-ting kepada orang- orang yang dijumpainya (dan saya telah mendengarnya mengajukan pertanyaan tersebut kepada beberapa orang yang lain).

Yesus pernah ditanyai, “Hukum manakah yang paling utama?” (Markus 12:28). Dia menjawab, “Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (ayat 29,30).

Yesus mengacu pada zaman Perjanjian Lama, ketika Allah me- merintahkan orang Israel untuk menjadikan-Nya hanya satu-satunya Allah dalam kehidupan pribadi dan bangsa mereka. Bangsa-bangsa kafir di sekitar mereka memiliki banyak dewa yang mereka kasihi dan sembah. Namun, umat Allah berbeda.

Mengasihi Allah memang harus menjadi prioritas utama kita dalam hidup. Dan Michael ingin tahu, “Apakah Anda mengasihi Allah?” —Anne Cetas

31 Desember 2004

Dulu, Kini, dan Nanti

Nats : Aku berlari-lari kepada tujuan ... Saudara-saudara, ikutilah teladanku (Filipi 3:14,17)
Bacaan : Filipi 3:15-21

Pada lukisan “An Allegory of Prudence”, seniman Venesia abad ke-16, Titian, memotret Kebijaksanaan sebagai seorang lelaki berkepala tiga. Kepala pertama adalah kepala orang muda yang menghadap masa depan, yang kedua kepala orang dewasa yang menatap masa kini, dan yang ketiga kepala orang tua bijaksana yang menatap masa lampau. Di atas kepala mereka, Titian menulis ungkapan Latin yang artinya, “Dari contoh masa lalu, manusia masa kini bertindak bijaksana supaya tidak menghancurkan masa depan.”

Kita butuh hikmat seperti itu untuk mengatasi kecemasan akibat kegagalan masa lampau, dan ketakutan akan terulangnya kegagalan yang sama di masa datang, yaitu kecemasan yang terus menghalangi kita hidup sepenuhnya di masa kini.

Paulus bisa “melupakan” masa lalunya dan menantikan masa depannya (Filipi 3:13,14). Itu tidak berarti bahwa ingatannya dihapus. Ini berarti Paulus bebas dari rasa bersalah dan kesombongan yang ia rasakan akibat perbuatannya di masa lampau, karena Allah telah mengampuninya. Sikap ini memungkinkannya hidup di masa kini dan “berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Yesus Kristus” (ayat 14). Ia punya hasrat yang mendorongnya, yaitu mengenal Kristus lebih baik.

Sambil menutup tahun 2004, mari kita arahkan kembali diri kita kepada Kristus. Yesus akan memampukan kita untuk hidup sepenuh-nya di masa kini, karena kita memperoleh kebijaksanaan dari masa lampau dan menghadapi masa depan dengan penuh keberanian —Dennis De Haan

27 Januari 2005

“kekristenan Konsumen”

Nats : “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Lukas 9:23)
Bacaan : Lukas 9:18-26

Dalam buku The Empty Church, sejarawan Thomas C. Reeves berkata, “Kekristenan di Amerika modern . . . cenderung mudah, menggembirakan, nyaman, dan kompatibel. Tidak diperlukan pengorbanan diri, disiplin, kerendahan hati, pandangan mengenai dunia yang dituju setelah kematian, hasrat bagi jiwa-jiwa, takut dan juga kasih akan Allah. Hanya ada sedikit rasa bersalah dan tak ada penghukuman, serta upah di surga pada hakikatnya pasti. Apa yang kita miliki sekarang mungkin sangat cocok diberi label ‘Kekristenan Konsumen’. Harganya murah dan kepuasan konsumen tampaknya terjamin.”

Jika kita hanyalah konsumen dari Allah yang Perkasa, kita dapat menjadi selektif dalam iman dan menolak segala sesuatu yang tidak kita sukai. Tetapi itu bukanlah gagasan yang kita peroleh dari Yesus. Dia mengarahkan kita ke salib, tidak ke meja pengecekan barang rohani. Dia berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Lukas 9:23,24). Kristus mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita, bukan untuk kepuasan kita. Dan Dia memanggil kita untuk memercayai-Nya, kemudian mengikuti-Nya dengan hidup dalam penyangkalan diri.

Di dalam dunia ini, di mana konsumen selalu menjadi pihak yang benar, diperlukan ketaatan yang radikal kepada Allah supaya kita dijauhkan dari keikutsertaan dalam “Kekristenan Konsumen” —David McCasland

7 April 2005

Anda Sedang Bergumul?

Nats : Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu ..., supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa (Ibrani 12:3)
Bacaan : Ibrani 12:1-7

Saat itu saya sudah dua tahun menjanda dan sedang bergumul. Dari pagi ke pagi kehidupan doa saya berisi satu keluhan yang sama: "Tuhan, saya tidak seharusnya bergumul seperti ini!" "Mengapa tidak?" suara-Nya yang sayup-sayup bertanya dari dalam diri saya pada suatu pagi.

Lalu datanglah jawabannya—kesombongan terselubung! Entah bagaimana, saya berpikir bahwa seseorang dengan kedewasaan rohani seperti saya tidak seharusnya mengalami pergumulan semacam itu. Itu benar-benar pemikiran yang menggelikan! Saya belum pernah menjanda sebelumnya sehingga membutuhkan kerelaan untuk belajar—sekalipun harus bergumul.

Pada saat yang sama, saya diingatkan tentang kisah seorang pria yang membawa pulang sebuah kepompong agar dapat memerhatikan proses lahirnya emperor moth [sejenis ulat sutra]. Saat calon kupu-kupu itu berjuang menembus celah kepompong yang kecil, sang pria memperlebar celah itu dengan ujung guntingnya. Binatang itu memang muncul dengan mudah—namun sayap-sayapnya tidak mengembang. Pergumulan melalui celah yang sempit merupakan cara Allah untuk mendorong cairan dari tubuh ke sayapnya. Pada kenyataannya, bantuan gunting yang "murah hati" itu adalah tindakan yang kejam.

Ibrani 12 menggambarkan kehidupan kristiani sebagai sebuah perlombaan yang melibatkan ketekunan, disiplin, dan teguran. Kita selalu membutuhkan perjuangan yang kudus untuk melawan diri sendiri dan dosa. Kadang kala pergumulan justru kita perlukan untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan maksud Allah —JEY

8 Mei 2005

Main Sulap

Nats : Maria . . . duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani (Lukas 10:39,40)
Bacaan : Lukas 10:38-42

Di North Carolina ada seorang ibu yang—sungguh-sungguh—menjadi pesulap. Dan memang sebenarnya, seluruh keluarganya dapat melakukan pertunjukan melemparkan peralatan rumah tangga secara bersamaan ke udara dan kemudian menangkapnya. Bayangkan betapa hebohnya pesta makan malam mereka!

Pada masa kini banyak wanita yang juga menjadi "pesulap", entah menjalankan bisnis atau menjadi ibu rumah tangga biasa. Tugas menyele-saikan pekerjaan rumah tangga harian biasanya jatuh ke tangan wanita, khususnya para ibu. Wanita pada abad 21 memiliki banyak hal untuk dikerjakan pada waktu yang bersamaan—mulai dari mengurus panci penggorengan dan kereta anak sampai memenuhi janji dan pembayaran hipotek. Semua ini dapat benar-benar menghabiskan waktu.

Masyarakat menghargai orang yang dapat memenuhi jadwal yang padat dan menyelesaikan semuanya. Jadi, wanita yang hanya duduk di "kaki Yesus" (Lukas 10:39,40) kadang-kadang dianggap tidak produktif. Tetapi Yesus memuji Maria karena ia telah meluangkan waktu bersama-Nya (ayat 42). Tentu saja masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Akan tetapi Maria telah memilih yang terbaik.

Kaum lelaki dapat membantu wanita untuk meluangkan waktu bersama Yesus dengan ikut menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Sedangkan kaum perempuan, berhentilah melakukan "sulapan" harian supaya memiliki waktu untuk bersekutu dengan Tuhan —DB

4 Juli 2005

Hak-hak Allah

Nats : [Allah menantikan] supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam (Yesaya 5:2)
Bacaan : Yesaya 5:1-7

Kidung Yesaya yang menggambarkan bangsa Israel sebagai kebun anggur milik Allah telah mengajarkan kepada kita bahwa Allah berhak untuk mengharapkan kasih, penyembahan, dan ketaatan dari orang-orang yang diberkati-Nya. Sayangnya, seperti orang-orang pada zaman Yesaya, banyak di antara kita yang menunjukkan sedikit rasa terima kasih. Dan kita dengan sengaja merusak hukum-hukum moral-Nya. Ketika kita bersikap seperti ini, Allah tentunya berhak untuk memberikan hukuman.

Sejarah mengungkapkan bahwa apabila sebuah bangsa mengabaikan Allah dan menolak firman-Nya, bangsa itu akan menuai buah yang pahit.

Pada hari ini kita diingatkan kembali mengenai kemerdekaan yang telah kita nikmati. Kita harus benar-benar mensyukuri kemerdekaan ini. Namun, kadang-kadang kita menyepelekannya, kurang peduli terhadap orang-orang yang mendapatkan berkat tidak terlalu banyak. Kita menjadi bangsa individual yang secara egois memaksakan hak, melakukan hal-hal yang tidak adil terhadap orang lain, dan tidak memikirkan kesejahteraan mereka.

Yang terburuk, sewaktu menuntut untuk mendapatkan kemerdekaan pribadi, kita tidak terlalu mendengarkan hak-hak Allah. Karena itu, kita perlu menyadari bahwa Dia adalah Tuan atas kebun anggur. Dia berharap agar kita menghasilkan buah-buah kasih dan ketaatan, dan bukannya anggur asam dari rasa tak bersyukur dan kejahatan (Yesaya 5:2).

Saat kita bersyukur kepada Allah atas hak-hak kita, janganlah kita melupakan hak-hak Allah HVL

21 Juli 2005

Jalan-Nya

Nats : Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39)
Bacaan : Matius 26:36-46

Sebuah pertanyaan mengenai judul sebuah pujian membuat saya teringat lagu kuno yang indah, yang saya nyanyikan saat bertumbuh di gereja. Nyanyian itu berjudul Biarlah Kehendak-Nya yang Terjadi dalam Hidupmu. Refrein lagu itu berbunyi: Kuasa-Nya dapat membuatmu menjadi engkau yang seharusnya; Darah-Nya dapat menyucikan hati dan memerdekakanmu; Kasih-Nya dapat memenuhi jiwamu, dan akan kaulihat hal yang terbaik adalah ketika kehendak-Nya yang terjadi dalam hidupmu.

Bahkan ketika kita tahu bahwa jalan Allah adalah yang terbaik bagi kita, kita mungkin masih bergumul untuk mematuhi-Nya. Ketika Kristus Juruselamat kita menghadapi kenyataan mengerikan menanggung dosa-dosa kita di kayu salib, Dia sangat menderita dalam doa-Nya, Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39). Yesus, yang hidup untuk melakukan kehendak Bapa-Nya, bergumul dan berdoa, kemudian mematuhi dengan rela. Dan Dia dapat menolong kita saat bergumul dengan pilihan sukar dalam hidup kita.

C.S. Lewis menulis: Pada akhirnya hanya ada dua macam orang: orang-orang yang berkata pada Allah, Jadilah kehendak-Mu, dan orang-orang yang kepadanya Allah berkata, pada akhirnya, Jadilah kehendakmu. Jika kita senantiasa memilih jalan kita sendiri, akhirnya Dia akan membiarkan kita menderita sebagai akibatnya.

Yang terbaik adalah berserah kepada Allah sekarang. Jika kita melakukannya, kita akan mendapat jaminan bahwa jalan-Nya adalah yang terbaik bagi kita DCM

23 Juli 2005

Menyenangkan Orang Banyak

Nats : Mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah (Yohanes 12:43)
Bacaan : Yohanes 12:35-43

Saya pernah membaca kisah di surat kabar tentang bintang karnaval tua yang biasa dipanggil Cannonball. Sewaktu masih muda, ia pernah ditembakkan dari meriam sebanyak 1.200 kali, menarik beban seberat 40,8 kilogram menyeberangi meja dengan kelopak matanya, dan mempertontonkan berbagai akrobat aneh lainnya. Ketika ditanya mengapa ia melakukan hal-hal itu, ia menjawab, Tahukah Anda bagaimana rasanya mendapatkan tepuk tangan dari 60.000 orang? Karena itulah saya melakukannya berulang kali.

Dalam Yohanes 12, kita mengenal beberapa pemimpin yang juga didorong oleh keinginan untuk menyenangkan orang lain. Namun, dalam hal itu, mereka tidak mau mengikut Yesus secara terbuka karena mereka ingin diterima oleh orang-orang Farisi. Meskipun mereka telah melihat keajaiban yang dilakukan Sang Juruselamat dan memercayai-Nya, mereka tidak mau mengakuinya secara terbuka. Mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah (ayat 43). Dan saya percaya kita dapat menyimpulkan bahwa banyak orang gagal meminta pertolongan Yesus karena mereka juga ingin menyenangkan orang lain. Mereka takut terhadap celaan mayoritas, mereka hanya ingin menyenangkan orang banyak.

Kita semua adalah sasaran tekanan sosial. Jika kita mau jujur terhadap diri sendiri dan kepada Allah, kita akan dapat bertahan dari dorongan kuat orang banyak. Akan tetapi apabila kita hanya ingin menyenangkan orang banyak, keadaan kita akan menjadi lebih buruk daripada pria yang terus-menerus kembali ke meriam pelontar itu! MRD

24 Juli 2005

Pengumpul Sampah

Nats : Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain (1Petrus 5:5)
Bacaan : 1Petrus 5:1-6

Saya pernah berkhotbah di sebuah gereja yang menunjukkan kasih dan keramahan. Hal itu merupakan suatu hak istimewa bagi saya. Di gereja tersebut, saya terkesan oleh kemauan jemaat untuk ikut menyingsingkan lengan baju dan bekerja. Pada hari Minggu ketika saya berkhotbah, ada tiga kebaktian yang sudah dijadwalkan. Para wanita dari gereja tersebut menghidangkan banyak makanan pada sela-sela setiap pertemuan bagi para tamu yang telah menempuh perjalanan jauh.

Usai makan malam, setelah kebanyakan orang sudah pulang ke rumah masing-masing, saya memerhatikan pasangan yang berpenampilan terhormat membersihkan meja dan menimbun piring kertas ke dalam tas plastik besar. Ketika saya melontarkan pujian atas perbuatan yang mereka lakukan, mereka dengan jujur berkata, Oh, kami adalah pengumpul sampah. Kami secara sukarela membersihkan gereja setiap kali setelah kebaktian. Kami menganggap ini sebagai pelayanan.

Sungguh menyenangkan mengetahui bahwa pasangan ini tidak saja bersedia melayani Tuhan, namun mereka juga dengan rendah hati melakukan sesuatu yang mungkin dianggap sebagai pekerjaan yang merendahkan martabat.

Sebagian anggota tubuh Kristus dipanggil untuk melayani di tempat yang terkemuka; yang lainnya dipanggil untuk bekerja diam-diam di balik layar. Entah apa yang diminta Allah untuk kita lakukan, mari kita berkeinginan untuk melakukannya dengan melayani satu sama lain melalui kasih, menyadari bahwa pada akhirnya kita melayani Tuhan RWD

22 Agustus 2005

Menatap Sasaran

Nats : Jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah (1Timotius 4:7)
Bacaan : 1Timotius 4:1-11

Ahli Alkitab William Barclay menceritakan perjalanannya melalui padang rumput bersama anjing bull terrier-nya, Rusty. Setiap kali anjingnya sampai ke anak sungai yang dangkal, ia kemudian meloncat masuk dan mulai memindahkan bebatuan, satu per satu, dan meletakkannya begitu saja di tepi sungai. Aktivitas yang sia-sia ini berlangsung selama berjam-jam.

Barclay mengatakan bahwa perilaku aneh Rusty itu mengingatkan dia terhadap beberapa ahli Alkitab yang ingin menonjolkan diri sendiri. Mereka mengeluarkan tenaga yang sangat besar dan menghabiskan waktu yang tak terhitung untuk menafsirkan ayat-ayat yang tidak jelas. Namun segala usaha mereka tidak membangun diri mereka sendiri ataupun orang lain.

Selama bertahun-tahun saya telah menerima berbagai surat panjang dari orang-orang seperti itu. Sebagian dari mereka menunjukkan kepada saya bagaimana mengetahui dengan persis siapa Antikristus nantinya. Sebagian lainnya mengklaim bahwa mereka telah menemukan kunci dari beberapa misteri Alkitab tertentu dengan mempelajari arti nama-nama di dalam daftar-daftar silsilah.

Tampaknya ada beberapa guru di Efesus yang berusaha membuat orang-orang percaya menjadi terkesan dengan menenun mitos dan dongeng ke dalam penafsiran mereka akan Alkitab. Namun, pengajaran mereka tidaklah mendorong orang untuk beribadah. Maka hal itu sama sia-sianya seperti proyek Rusty memindahkan batu.

Paulus berkata kepada Timotius, Latihlah dirimu beribadah. Itulah sasaran terpenting yang perlu kita pandang ketika kita mempelajari Alkitab HVL

12 September 2005

Mengenal Yesus

Nats : Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus (2Petrus 3:18)
Bacaan : 2Petrus 1:1-11

Dalam bukunya yang berjudul The Call, Os Guinness bercerita tentang Arthur Burns, ketua Federal Reserve Board Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Burns, yang adalah seorang Yahudi, bergabung dengan kelompok Pemahaman Alkitab yang pada saat itu diadakan di Gedung Putih. Pada suatu hari, para anggota kelompok Pemahaman Alkitab itu terkejut tatkala mendengarkan doa Burns, Ya Allah, semoga tiba saatnya ketika semua orang Yahudi mengenal Yesus. Tetapi mereka lebih terkejut lagi ketika ia berdoa agar tiba saatnya ketika semua orang kristiani mengenal Yesus.

Burns menegaskan kebenaran mendasar yang harus kita gumulkan. Meskipun kita telah mengklaim nama Yesus Kristus, belum tentu orang lain dapat melihat bahwa kita sungguhsungguh mengenal Dia. Apakah kita telah memiliki hubungan pribadi dengan-Nya? Jika iya, apakah kita telah berjuang keras, berdoa, dan berusaha semakin mengenal Yesus setiap hari?

Petrus, orang yang mengenal Yesus dengan sangat baik, mengatakan bahwa pengenalan akan Allah dan akan Yesus Tuhan kita akan melimpahi kita kasih karunia dan damai sejahtera (2Petrus 1:2). Pengenalan akan Yesus memberi kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh (ayat 3). Dan pengenalan terhadap pribadi Yesus akan menolong kita mengembangkan karakter yang menunjukkan kepada dunia bahwa kita memiliki hubungan pribadi dengan-Nya (ayat 5-8).

Apakah pada saat ini kita dapat dengan jujur berkata, Pada hari ini saya mengenal Yesus secara lebih baik daripada hari kemarin? JDB

28 September 2005

Berjalan ke Lemari Sapu

Nats : Sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat (Titus 1:7)
Bacaan : Titus 1:5-16

Penulis dan pendeta Stuart Briscoe menulis tentang acara pemakaman seorang veteran perang, di mana rekan-rekan militernya bertugas dalam acara itu. Mereka meminta sang pendeta agar memimpin mereka ke peti mati untuk mengheningkan cipta. Kemudian mereka akan mengikuti sang pendeta keluar melalui pintu samping.

Rencana itu dilaksanakan sesuai dengan ketepatan militer. Tetapi ternyata sang pendeta justru memimpin mereka berjalan menuju lemari penyimpanan sapu. Akibatnya, para prajurit itu mundur dengan ganjil.

Pendeta tersebut tidak sengaja melakukan kesalahan, tetapi hal itu mengilustrasikan bahwa para pemimpin harus tahu ke mana mereka pergi. Ke mana pun pemimpin pergi, ke situlah pengikutnya berjalan mengikuti.

Paulus meninggalkan Titus di Pulau Kreta untuk bersaksi mengenai Yesus Kristus. Titus harus menunjuk beberapa pemimpin bagi sekumpulan jemaat yang baru bertumbuh. Selain mengkhotbahkan Injil, tak ada hal yang dilakukan Titus bagi jemaat di Kreta yang lebih penting selain menemukan pemimpin yang tepat bagi mereka.

Para pemimpin gereja harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam Titus 1:6-9 dan membimbing orang lain menuju kedewasaan yang lebih tinggi dalam hubungan mereka dengan Kristus. Dan para pengikutnya harus dengan penuh kasih memercayai pemimpin rohani mereka untuk mencapai tujuan itu.

Entah Anda seorang pemimpin atau pengikut, ketahuilah ke mana Anda pergi. Jika tidak, maka Anda akan berakhir di tempat yang salah HWR

19 Oktober 2005

Lebih dari Nasihat Baik

Nats : Ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar (Yohanes 10:3)
Bacaan : Yohanes 10:1-15

Beberapa tahun yang lalu, saya diundang untuk berbicara mengenai masalah tuntunan. Untuk mempersiapkan diri, saya kemudian membuka konkordansi untuk melihat kata “tuntunan”. Saya berharap akan menemukan daftar ayat-ayat yang panjang yang menyatakan janji Allah tentang tuntunan. Tetapi saya terkejut karena tidak ada kata tuntunan di sana. Saya justru menemukan kata penuntun dan sejumlah ayat yang menjanjikan bahwa Allah sendiri akan menjadi penuntun umat-Nya.

Penemuan ini menambah wawasan segar bagi perjalanan panjang iman kristiani saya. Saya diingatkan bahwa orang-orang buta membutuhkan anjing penuntun, bukan anjing yang memberikan tuntunan! Bahkan apabila anjing mampu berbicara, alangkah tidak memuaskannya jika mereka hanya menjadi pengawas yang meneriakkan peringatan-peringatan kepada orang buta tersebut dari kejauhan: “Sekarang kamu harus hati-hati! Kamu mendekati lubang. Awas pinggir jalan!” Tidak, makhluk bisu tetapi setia ini akan menuntun orang buta di setiap langkah di jalan, menjadi mata dan memimpin langkah si buta dengan aman di sepanjang jalan yang berbahaya.

Sebagian orang menginginkan Allah menjadi agen penasihat yang mulia. Tetapi ketika pandangan kita kabur dan jalan menjadi gelap, seperti yang sering terjadi, kita memerlukan lebih dari sekadar nasihat baik-kita memerlukan Gembala yang Baik untuk memimpin kita (Yohanes 10:3,11).

Apabila kita mengikuti Kristus setiap hari, kita akan menerima tuntunan yang kita perlukan -JEY

9 November 2005

Siapa yang Cantik?

Nats : Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan dipuji-puji (Amsal 31:30)
Bacaan : Kejadian 24:12-21

Dalam bukunya Who Calls Me Beautiful? (Siapa yang Menyebutku Cantik?), Regina Franklin meneliti bahwa pada tahun 1951 tinggi badan Putri Swedia adalah 167,5 sentimeter dan berbobot 67,95 kilogram. Namun, Putri Swedia tahun 1983, 5 sentimeter lebih tinggi dan 20,25 kilogram lebih ringan. Syarat kecantikan untuk satu generasi tampaknya tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk generasi berikutnya.

Dalam Kejadian 24:16, dikatakan bahwa Ribka “sangat cantik parasnya”. Tetapi kecantikan fisik bukanlah tanda yang penting bagi Eliezer, hamba Abraham yang diutus untuk mendapatkan seorang istri bagi Ishak.

Doa Eliezer memberikan kepada kita petunjuk penting tentang kecantikan yang ia cari bagi anak tuannya: “Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum-dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak” (ayat 14).

Sopan santun yang wajar mungkin telah mendorong Ribka untuk menyediakan air minum bagi orang asing, tetapi memberi minum unta adalah hal yang benar-benar berbeda. Sepuluh unta yang kehausan bisa minum sampai 798 liter. Jelas sekali, Ribka memiliki hati seorang hamba.

Alkitab mengatakan bahwa Ribka adalah gadis yang cantik. Akan tetapi Alkitab juga mengatakan lebih banyak lagi mengenai kecantikan karakternya. “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan dipuji-puji” (Amsal 31:30) -AL

10 November 2005

Dewa dari Emas

Nats : Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku (Keluaran 20:3)
Bacaan : Keluaran 12:29-42

Allah telah menarik perhatian Firaun dan orang-orang Mesir dengan serangkaian bencana. Kini mereka berusaha keras untuk mengenyahkan budak-budak Ibrani mereka. Tetapi Allah tidak ingin orang-orang Israel meninggalkan Mesir dengan tangan hampa. Lagi pula, ada upah selama 400 tahun yang harus dibayarkan kepada mereka. Maka mereka meminta barang-barang dari perak, emas dan pakaian dari mantan tuan mereka dan mereka mendapatkan semua itu. Keluaran 12:36 mengatakan bahwa orang-orang Israel “merampasi orang Mesir itu”.

Namun, tidak lama kemudian umat Allah jatuh dalam penyembahan berhala. Mereka menggunakan emas milik mereka untuk membuat anak lembu emas. Mereka menyembahnya sewaktu Musa sedang berada di Gunung Sinai menerima hukum Allah (32:1-4).

Pengalaman tragis orang-orang Israel ini menyoroti hal yang harus diperhatikan oleh orang-orang kristiani mengenai harta milik mereka. Ada banyak hal di dalam masyarakat yang dapat kita nikmati, tetapi benda-benda materi juga membawa bahaya yang mematikan apabila kita gunakan tanpa berpikir panjang. Os Guinness berkata bahwa kita “bebas menggunakannya”, tetapi kita “jangan menjadikannya berhala”. Kita adalah “orang asing dan pendatang” (Ibrani 11: 13), dan kita jangan sampai begitu mencintai “kekayaan Mesir” sehingga kita merasa puas dan melupakan panggilan sejati kita.

Apakah kita telah menggunakan berkat-berkat materi kita untuk melayani Tuhan? Atau apakah kita telah menjadi budak mereka? -HWR

20 November 2005

Jangan Membuat Berita!

Nats : Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi (1 Tesalonika 4:1)
Bacaan : 1Tesalonika 4:1-12

Sebuah berita di koran lokal melaporkan proyek jalan raya dan transit umum senilai 1,73 milyar dolar di Denver, Colorado, hampir selesai tepat pada waktunya dan sesuai anggaran. Akan tetapi, berita itu tidak dimuat di halaman depan. Bahkan, berita itu hanya terselip di antara kolom rangkuman singkat dengan huruf berukuran kecil pada halaman 3 di bagian berita lokal. Seandainya proyek itu terganggu oleh pemalsuan, penundaan, dan melebihi anggaran, maka pasti peristiwa itu menjadi berita utama.

Saya memutuskan “Jangan Membuat Berita” menjadi moto yang baik dalam kehidupan. Jika kita menipu, berbuat curang, dan mencuri, itu baru berita. Tetapi apabila kita jujur dan menuruti aturan moral, kita dapat memiliki pengaruh rohani yang tidak dikenali namun efektif terhadap orang-orang di sekeliling kita.

Ketika Paulus memerintahkan orang-orang kristiani di Tesalonika supaya saling mengasihi, ia berkata kepada mereka, “Dan anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan … sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka” (1 Tesalonika 4:11,12).

Karenatujuan kita adalah untuk menyenangkan Allah dalam segala sesuatu yang kita lakukan (ayat 1), maka entah orang memuji perbuatan kita atau tidak, itu tidak ada bedanya. Kita dipanggil untuk setia, bukan supaya terkenal. Perbuatan jahat akan membuat surat kabar laku terjual. Sedangkan kejujuran dan integritas memuliakan Tuhan. Jangan membuat berita! -DCM

21 November 2005

Lepaskan

Nats : “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman” (Ibrani 3:15)
Bacaan : Ibrani 3:7-19

Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dari North Carolina tidak mau berhenti bermain game boy Nintendo selama jam pelajaran. Kepala sekolah pun sudah memanggilnya, tetapi ia tetap menolak berhenti bermain. Ketika petugas pengawas sekolah mencoba menggeledahnya, remaja itu menendang dan memukulnya. Pihak sekolah lalu mendatangkan polisi, namun anak itu tetap bersikeras menolak. Setelah polisi memberikan dua sengatan listrik dari sebuah senjata Taser, mereka akhirnya dapat merebut mainan itu darinya. Ia tidak terluka, tetapi salah satu polisi digigit oleh si anak.

Bagaimana bisa seseorang begitu keras kepala! Coba renungkan penolakan Firaun yang keras untuk melepaskan umat Allah meskipun banyak tulah telah menimpa (Keluaran 5-9). Akhirnya setelah tulah yang ketujuh, hati Firaun pun mulai melunak (9:27,28).

Firaun telah melakukan sesuatu hal yang bodoh dengan mengeraskan hatinya untuk menentang Allah. Namun, lihatlah siapa yang mengeraskan hati di padang gurun. Ibrani 3:15,16 mengatakan, “‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman,’ siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa?”

Hari ini, marilah kita merenungkan apakah Allah sedang berbicara kepada kita. Mungkinkah saat itu kita sedang asyik dengan suatu “mainan” dan menolak untuk mengizinkan-Nya menjadi Tuhan atas kehidupan kita? -AL

6 Desember 2005

Hati-hati Memilih Sekutu

Nats : Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya (2 Korintus 6:14)
Bacaan : 2Tawarikh 18:28-19:3

Star Alliance [terjemahan literal: persekutuan bintang] adalah afiliasi perusahaan penerbangan yang berusaha memberi keuntungan maksimal bagi para penumpangnya. Jika Anda bepergian dengan salah satu perusahaan penerbangan anggotanya, Anda dapat mengumpulkan poin frequent-flyer dan menikmati check-in yang lebih cepat. Di situs Alliance, hal itu disebut “cara yang lebih berbudaya untuk terbang ke seluruh dunia”.

Namun tak semua persekutuan menguntungkan kedua pihak. Di 2 Tawarikh kita membaca Ahab, raja Israel yang jahat, bersekutu dengan Yosafat, raja Yehuda, saat menggabungkan angkatan perang melawan Aram. Mengapa Yosafat menjalin ikatan bodoh dengan Ahab?

Alkitab tidak menyebut alasannya, namun kita tahu mengapa Ahab mendorong Yosafat untuk mengenakan jubah kerajaannya sementara ia menyamar dalam peperangan. Ia tahu target utama bangsa Aram adalah membunuh raja. Tentara musuh pun mengepung Yosafat. Ia berseru kepada Allah, meminta pertolongan dan Allah mengalihkan perhatian tentara musuh. Walaupun Ahab telah merancang rencana curang untuk menyelamatkan diri, ia terbunuh oleh sebuah panah nyasar.

Sekalipun Yosafat lolos, Yehu sang nabi menegur dia, “Sewajarnyakah engkau menolong orang fasik dan bersahabat dengan mereka yang membenci Tuhan?” (2 Tawarikh 19:2).

Menolong orang yang membutuhkan adalah tindakan saleh. Namun menjalin persekutuan yang tidak bijaksana dengan mereka yang membenci Allah dapat membawa bencana.

Pastikan Anda memilih sekutu dengan hati-hati -AL

9 Desember 2005

Pintu Kerendahan Hati

Nats : Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada (Filipi 2:9,10)
Bacaan : Filipi 2:5-11

Selama berabad-abad, pintu masuk Gereja Kelahiran di Betlehem telah dua kali diperkecil. Tujuannya adalah agar para perampok berkuda tidak dapat menerobos masuk. Pintu itu sekarang disebut “Pintu Kerendahan Hati”, karena para pengunjung harus membungkuk untuk dapat masuk.

Saat kita beranjak tua, menekuk lutut menjadi semakin sulit dan sakit. Di dunia kesehatan, beberapa orang dengan berani menjalani operasi penggantian lutut. Untuk menghindari kerusakan sambungan yang semakin sakit selama bertahun-tahun, mereka rela menderita selama beberapa minggu.

Seperti lutut fisik kita, lutut rohani pun dapat menjadi kaku seiring dengan berjalannya waktu. Tahun-tahun yang penuh kesombongan dan keegoisan yang keras kepala membuat kita tidak fleksibel, sehingga semakin sulit dan menyakitkan bagi kita untuk merendahkan diri. Karena terbujuk oleh perasaan penting yang palsu saat orang lain tunduk kepada kita, kita tidak pernah belajar bahwa arti penting yang sejati muncul bila kita tunduk kepada Allah dan orang lain (Efesus 5:21; 1 Petrus 5:5).

Pada saat kita merayakan kelahiran Yesus, alangkah baiknya jika kita mengingat Pintu Kerendahan Hati, karena hal itu mengingatkan kita bahwa kita semua membutuhkan lutut-lutut baru, yaitu lutut yang bersedia menekuk. Kerendahan hati merupakan satu-satunya jalan untuk memasuki hadirat Allah.

Menghormati Dia yang telah membungkuk begitu rendah untuk menyertai kita, benar-benar merupakan sebuah jalan yang lebih baik -JAL

23 Januari 2006

Tuntunlah kepada Yesus

Nats : Jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi? (1Korintus 3:4)
Bacaan : 1Korintus 3:4-8

Setelah bekerja selama bertahun-tahun di majalah Sports Spectrum, saya telah mendengar banyak cerita tentang para atlet dan bantuan yang mereka terima dari mentor-mentor rohani mereka. Hubungan itu biasanya membantu, namun kadang kala sang atlet tampaknya tidak dituntun ke arah sumber kuasa ilahi yang sejati.

Saya mewawancarai banyak atlet yang memberi gambaran tentang hal ini. Saat saya berkata, "Ceritakanlah tentang iman Anda," mereka menjawab, "Pendeta kami benar-benar menolong kami. Kami tahu bahwa kami bisa datang kepadanya dengan masalah apa saja. Ia selalu ada untuk kami. Kami benar-benar percaya kepada sang pendeta."

Saya gembira karena sang pendeta ada untuk mereka, namun saya sedih karena nama Yesus tidak sering disebut. Sepertinya mereka memusatkan perhatian kepada penolong manusia dan mengabaikan Yesus, sumber kuasa mereka yang sejati.

Kita harus ingat untuk tidak membiarkan pengabdian kita kepada seorang pemimpin menggantikan pengabdian kita kepada Kristus. Paulus mengingatkan kita bahwa "yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang menumbuhkan" (1Korintus 3:7). Kerap kali, kita berfokus kepada sang pemimpin, dan bukannya meletakkan fokus kepada Dia yang diikuti oleh sang pemimpin.

Apakah Anda seorang pemimpin? Ajarkan orang lain untuk mengikuti Sang Juruselamat, bukan Anda, sang hamba. Apakah Anda seorang pengikut? Ikutlah hanya mereka yang menunjuk kepada Yesus bukan diri mereka sendiri --JDB

3 Februari 2006

"saya Tantang Anda!"

Nats : Sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu. Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya (Mazmur 119:43,44)
Bacaan : Mazmur 119:41-48

Saya mendengar suatu cerita tentang sebuah gereja kecil yang mengadakan reuni. Seorang mantan jemaat yang menghadiri perayaan itu telah menjadi seorang jutawan. Ketika ia bersaksi bagaimana Allah memberkatinya selama bertahun-tahun, ia mengaitkan hal itu dengan suatu peristiwa dari masa kecilnya.

Ia mengatakan bahwa ketika masih kecil, saat ia mendapatkan penghasilan pertama, ia memutuskan untuk menyimpannya sampai akhir hidupnya. Namun kemudian seorang misionaris tamu berkhotbah tentang kebutuhan mendesak di ladang misi. Ia bergumul untuk memberikan uangnya itu. "Namun, Tuhan menang," kata lelaki itu. Kemudian, dengan bangga ia menambahkan, "Saya memasukkan uang yang menjadi harta saya itu ke dalam kantung persembahan. Dan saya yakin, alasan Allah sangat memberkati saya adalah karena ketika masih kecil, saya memberikan semua yang saya miliki kepada-Nya." Jemaat terharu mendengar kesaksian itu. Namun, kemudian seorang wanita tua bertubuh kecil yang duduk di depan bersuara, "Saya tantang Anda untuk melakukannya lagi!"

Ada kebenaran penting di balik cerita itu: Prestasi masa lalu bukanlah ukuran kedewasaan rohani saat ini. Mazmur 119:44 mengatakan, "Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa." Pemazmur sadar ia perlu menjaga komitmennya selalu segar setiap hari.

Sebagai orang kristiani, kita tidak dapat mengandalkan kemenangan-kemenangan masa lalu. Saat ini kita harus memberikan kesetiaan kita seutuhnya kepada Tuhan. Maka tak ada orang yang akan menantang kita, "Saya tantang Anda untuk melakukannya lagi!" --DCE

4 Maret 2006

Bersama Whitaker

Nats : Ia membimbing aku (Mazmur 23:2)
Bacaan : Mazmur 23

Saya dan anjing saya, Whitaker, senang berjalan-jalan pagi menyusuri hutan. Ia berlari di depan, sementara saya berjalan santai sambil merenung atau berdoa. Saya tahu arah yang kami tuju, tetapi ia tidak. Jika saya berhenti di jalan setapak, ia terus berlari -- mengendus, menyelidik, dan kadang-kadang menyeruduk ke dalam hutan untuk mengejar tupai, yang kerap kali hanya tupai khayalan.

Sekalipun Whitaker berada di depan, tetapi sayalah yang memimpin. Kerap kali ia menoleh ke belakang untuk mengecek di mana saya berada. Jika saya berbalik untuk berjalan pulang, atau berbelok ke jalan setapak lain, saya mendengar kakinya yang berderap dan napasnya yang terengah-engah ketika berlari menyusul saya. Jika saya bersembunyi di balik semak, ia akan berlari ke tempat terakhir ia melihat saya lalu mulai melacak jejak saya. Dan kami pun kembali berjalan bersama menyusuri jalan setapak itu.

Seperti itulah bimbingan Allah. Dia mengenal jalan yang dilalui karena Dialah yang mempersiapkan jalan itu. Namun, terkadang kita tak dapat melihat-Nya -- sehingga kita berusaha sebaik-baiknya untuk menuju tempat yang diinginkan-Nya dengan mengikuti tuntunan firman-Nya. Ada saat-saat di mana Dia seolah-olah bersembunyi dari kita. Kadang langkah-Nya tak secepat yang kita harapkan. Namun pada saat lain, kita ingin Dia memperlambat langkah-Nya.

Namun, seperti Whitaker yang selalu menoleh ke arah saya, kita pun perlu memandang Allah dan firman-Nya setiap kali menghadapi saat genting. Kita harus memercayai arahan Roh Kudus-Nya.

Itu yang saya renungkan ketika berjalan bersama Whitaker --DCE

4 Mei 2006

Hilang di Laut

Nats : Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? (Ayub 2:10)
Bacaan : Ayub 2:7-10

Pada musim gugur 1982, Deborah Kiley berangkat dengan tiga orang muda lainnya untuk mengirim kapal pesiar Trashman sepanjang 58 kaki dari Maine ke Florida. Selepas pantai Carolina Utara, tiba-tiba mereka diserang angin ribut dan gelombang raksasa yang menyebabkan kapal mereka karam. Selama empat hari yang sangat menyengsarakan, tanpa makanan dan air bersih, awak kapal itu mempertahankan hidup dalam kapal karet di tengah-tengah laut yang penuh dengan ikan hiu.

Dalam bukunya Albatross, Deborah teringat betapa salah seorang awak kapal itu berteriak mengutuk Allah karena tertimpa masalah ini. Meskipun lelah, Deborah diam-diam mengulang-ulang Doa Bapa Kami dan meminta Allah mengajarnya melewati krisis mereka ini. Beberapa waktu kemudian, pemuda yang mengutuk Allah tadi minum air laut, meracau, melompat keluar dari kapal, dan dimakan ikan hiu. Akhirnya mereka yang masih hidup diselamatkan oleh kapal pengangkut barang milik Rusia.

Kita masing-masing menanggapi krisis secara berbeda-beda. Berabad-abad lalu, Ayub dipukul oleh gelombang berita buruk yang bertubi-tubi. Suatu kali istrinya mengatakan agar ia mengutuk Allah dan mati. Namun, Ayub memberikan jawaban yang sangat dalam: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10).

Lain kali apabila krisis datang menghantam kita, kenalilah kedaulatan Allah dan berbuatlah seperti Deborah Killey -- mintalah agar Allah mengajarkan sesuatu kepada Anda melalui peristiwa tersebut --HDF

13 Mei 2006

Pemimpin atau Pengikut

Nats : Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku!" (Lukas 5:27)
Bacaan : Lukas 5:27-32

Seorang teman dekat bertanya kepada Gandhi, "Jika kau begitu mengagumi Kristus, mengapa kau tak mau menjadi orang kristiani?" Konon Gandhi menjawab, "Bila aku bertemu dengan seorang kristiani yang benar-benar mengikut Kristus, aku akan mempertimbangkannya."

Namun, bukankah itu yang diharapkan dari seorang kristiani -- mengikut Kristus? Joe Stowell, mantan pimpinan Moody Bible Institute menulis dalam buku Following Christ: "Banyak di antara kita yang menghidupi iman kita seolah-olah Kristus hadir untuk mengikuti kita. Bahkan kita percaya bahwa Kristus hadir untuk memenuhi kebutuhan kita .... Bentuk tersamar dari agama yang melayani diri sendiri ini menempatkan Kristus hanya sebagai salah satu kebutuhan hidup, yang dapat menambah dan memberi daya pada impian-impian kita."

Ketika Yesus memanggil murid-murid untuk mengikuti-Nya, Dia menghendaki agar Dialah yang memimpin serta mengarahkan mereka; dan mereka mengikuti-Nya (Lukas 5:27). Seperti para murid itu, kita harus meninggalkan keinginan kita, taat kepadanya, dan memilih untuk "kehilangan" nyawa bagi-Nya (17:33).

Bila tak direnungkan dengan sungguh-sungguh, hal ini mungkin terdengar mudah dilakukan. Namun kenyataannya, kita tidak mungkin melakukannya sendiri. Hanya dengan memilih untuk melepaskan rencana-rencana kita sendiri setiap hari dan memercayai pimpinan Roh Kudus, kita dapat bekerja sama dengan Dia yang berkarya dalam hidup kita.

Demikianlah cara Allah mengajar kita agar menjadi pengikut-Nya yang taat, dan bukannya menjadi pemimpin --AMC

22 Mei 2006

Siapa Pemilik Anda?

Nats : Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya (Mazmur 24:1)
Bacaan : Mazmur 24

"Engkau bukan pemimpinku!" Pernahkah Anda mendengar seorang anak mengucapkan perkataan ini kepada seseorang yang berkuasa? Beginilah upaya si anak untuk menuntut kebebasannya.

Namun, ini tidak hanya terjadi pada anak-anak. Berapa pun usia kita, kita tidak suka apabila seseorang mendikte apa yang harus kita lakukan. Masalahnya, orang itu dapat meminta kita melakukan sesuatu yang tidak ingin kita lakukan, atau menempatkan kita dalam situasi yang tidak kita inginkan.

Di situlah muncul ketakutan untuk memercayai Allah. Karena takut memercayakan hidup kita kepada-Nya, kita lebih suka berkilah dan berkata, "Engkau bukan pemimpinku."

Jalan pikiran seperti ini mengandung masalah serius: ini sama sekali tidak benar. Kenyataannya, kita tidak dapat berkata kepada Allah bahwa Dia tidak memegang kendali. Dalam Mazmur 24, Daud berkata, "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya" (ayat 1). Allah adalah pemimpin dari "mereka yang berdiam" di dunia. Dan itu berarti kita semua, umat manusia.

Karena itu, tanggapan kita untuk memercayai Dia dan memercayakan hidup kita kepada-Nya muncul apabila kita mengakui kuasa-Nya. Kita berkata kepada-Nya, "Tuhan, Engkaulah pemimpinku! Aku mengakui kepemilikan-Mu, dan aku mau bekerja sama dengan-Mu untuk menyempurnakan kehendak-Mu."

Kita adalah milik Allah. Dialah yang bertanggung jawab atas diri kita. Tugas kita adalah memercayai Dia dan hidup bagi-Nya --JDB

30 Juni 2006

Delapan Sapi di Altar

Nats : Allah mencoba Abraham (Kejadian 22:1)
Bacaan : Kejadian 22:1-12

Pendeta Ed Dobson sedang berkhotbah kepada jemaat mengenai "meletakkan semuanya di altar" dengan cara berserah sepenuhnya kepada Kristus. Selesai kebaktian, seorang petani Jerman tua maju ke depan. Ia berkata kepada Dobson bahwa ia memiliki delapan sapi yang sedang sekarat. Itu artinya suatu kerugian finansial yang besar dan ia bergumul untuk menerima hal itu sebagai kehendak Allah. Lalu ia berkata, "Karena khotbah Anda, saya dapat menemukan kedamaian. Malam ini saya akan meletakkan semua sapi itu di altar."

Ketuhanan Kristus menyentuh setiap bidang kehidupan, hubungan, dan kekhawatiran hidup kita. Jika kita bersedia tunduk kepada-Nya, semua kehilangan dalam hidup akan tampak sebagai kesempatan untuk mengembalikan kepada Allah apa yang menjadi hak-Nya, dan memercayai Dia untuk menyediakan apa yang kita perlukan.

Saat Allah menyuruh Abraham untuk mengorbankan Ishak, tampaknya Dia menyabot tujuan dan maksud-Nya sendiri. Ishak adalah anak perjanjian yang melaluinya Allah akan memberkati dunia. Akan tetapi, iman Abraham telah bertumbuh menjadi kuat. Dan sekalipun ia merasa bingung, ia berkata, "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya" (Kejadian 22:8).

Hal yang sama pun berlaku bagi kita. Dapatkah kita memercayakan semuanya kepada Allah -- harta milik, pekerjaan, kesehatan, keluarga kita? Jika kita mengabdikan diri kepada-Nya setiap hari dan bersyukur atas setiap berkat yang kita terima, iman kita kepada-Nya akan melewati segala ujian --DJD

15 Agustus 2006

Di Belakang Layar

Nats : Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil (Yohanes 3:30)
Bacaan : Yohanes 3:22-36

Orang-orang di seluruh dunia akan dapat segera mengenali tokoh Big Bird dan Oscar the Grouch di pertunjukan televisi untuk anak-anak, Sesame Street. Akan tetapi, Caroll Spinney bukanlah seorang selebriti yang terkenal, meskipun ia telah menghidupkan kedua tokoh tersebut dalam acara yang populer ini sejak tahun 1969. Sebagai seorang dalang yang terampil dalam permainan boneka, Spinney sudah merasa puas bekerja di belakang layar.

Saya percaya bahwa setiap pengikut Yesus harus melakukan pendekatan yang serupa dalam memperkenalkan Dia kepada dunia. Yohanes Pembaptis berkata kepada para pendengarnya: "Aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya .... Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil" (Yohanes 3:28,30). Yohanes mengakui bahwa ia bukanlah mempelai laki-laki itu, melainkan hanya sahabat-Nya (ayat 29).

Oswald Chambers mengingatkan kita: "Kebaikan dan kesucian tidak boleh digunakan untuk menarik perhatian bagi diri sendiri, tetapi harus menjadi magnet untuk menarik orang kepada Yesus Kristus. Seorang saleh yang baik dapat menjadi penghalang apabila ia tidak mengenalkan Yesus Kristus, tetapi hanya menunjukkan apa saja yang telah Kristus lakukan baginya; ia akan meninggalkan kesan-'Alangkah baiknya orang itu!'-bahwa ia bukanlah sahabat sejati Mempelai laki-laki. Aku semakin bertambah, sedangkan Dia tidak."

Yesus Sang Juru Selamat berada di atas panggung, sedangkan kita harus berada di belakang layar -DCM

25 November 2006

Hampa Tanpa Allah

Nats : Kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang ... kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlubang (Hagai 1:6)
Bacaan : Hagai 1:1-11

Sepenggal bait dalam sebuah puisi murahan berbunyi demikian: "Seekor beruang tua yang gembira di kebun binatang, selalu tahu apa yang harus dilakukan. Jika bosan, ia akan berjalan maju mundur, berbalik, dan maju mundur lagi!" Penulis puisi ini tampak jelas berharap manusia dapat menangkap pelajaran dari sang beruang, karena makhluk hidup ini selalu gembira selama ada cukup makanan dan ada beberapa teman di sekeliling mereka.

Akan tetapi, tidak demikian halnya yang terjadi dengan manusia. Bangsa Israel yang telah kembali dari Babel mendapati bahwa manusia tidak bisa bahagia apabila ia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Saat itu mereka tidak peduli pada Bait Allah yang belum dibangun. Sebaliknya, mereka justru membangun rumah yang bagus serta berfoya-foya dan sibuk dengan hal-hal yang bersifat materialistis. Akan tetapi, hasil panen mereka sedikit, baju mereka tidak layak, dan uang mereka tidak dapat mengimbangi harga-harga yang melambung tinggi (Hagai 1:6). Sang nabi mengatakan bahwa ketidakbahagiaan mereka sesungguhnya bersumber dari ketamakan yang ada dalam diri mereka sendiri.

Allah menciptakan kita sesuai dengan citra-Nya dan demi kemuliaan-Nya. Kita tak akan pernah menemukan sukacita sejati sebelum mematuhi perintah Kristus, yaitu "carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya" (Matius 6:33). Jika kita melakukan prinsip firman Allah tersebut, maka kita akan menabur dan menuai dengan berlimpah, dan seluruh kebutuhan hidup kita pun akan dapat terpenuhi --HVL

30 November 2006

Mensyukuri Segala Musim

Nats : Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3:1)
Bacaan : Pengkhotbah 3:1-8

Saya tumbuh besar di Pantai Barat, Amerika Serikat. Di sana, sangat kecil kemungkinan salju akan turun pada hari Natal, sehingga ibu saya selalu menunjuk kabut pada dini hari untuk membuktikan bahwa sebentar lagi Natal akan tiba.

Sekarang saya dan istri tinggal di wilayah Midwest. Di sana salju turun dengan lebat saat perayaan Natal akan tiba. Saya sangat senang dapat merasakan perbedaan yang jelas di antara empat musim. Akan tetapi, saya tak melihat respons yang sama pada orang-orang yang tumbuh dewasa di wilayah Midwest. Saya pikir lucu jika mereka tak dapat merasakan syukur yang saya rasakan terhadap siklus perubahan musim yang luar biasa, yang diciptakan Allah untuk kebaikan kita semua.

Dalam Pengkhotbah 3:1-8, Salomo menyadari akan adanya siklus kehidupan. Ia berkata bahwa ada waktu untuk menanam dan untuk menuai, ada waktu untuk menangis dan untuk tertawa, ada waktu untuk meratap dan untuk menari, ada waktu untuk memeluk dan untuk menahan diri dari memeluk, ada waktu untuk berdiam diri dan untuk bicara, ada waktu mengasihi untuk dan untuk membenci.

Sama seperti Allah yang menentukan cuaca, Dia juga mengatur siklus kehidupan: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya" (Pengkhotbah 3:1). Apakah kita akan menolak semua musim dan mengeluhkan kondisi "bersalju" di cakrawala? Atau kita percaya kepada Allah apa pun yang Dia rencanakan bagi kita?

Apa pun situasi kita saat ini, kita dapat bersyukur atas semua musim-Nya --HDF

25 Desember 2006

Hadiah yang Pas

Nats : Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1)
Bacaan : Matius 2:11-15

Seorang anak laki-laki bingung melihat orang-orang saling bertukar hadiah pada saat pagi di hari Natal, dan bukannya memberikan hadiah kepada Yesus. Sementara itu, di Sekolah Minggu ia diajarkan bahwa Natal adalah hari ulang tahun Sang Juru Selamat. Akhirnya, sesudah lama terdiam, ia lalu bertanya, "Mama, kapan kita akan memberikan hadiah untuk Yesus? Bukankah ini adalah hari ulang tahun-Nya?"

Aneh, bukan? Kebanyakan dari kita memberikan hadiah kepada setiap orang kecuali kepada Dia yang ulang tahun-Nya kita rayakan. Pertanyaan yang bagus untuk kita renungkan adalah: Apa yang akan saya berikan kepada Tuhan Yesus pada hari Natal kali ini? Jika Anda belum pernah memercayai Dia sebagai Juru Selamat, maka hal yang paling Dia rindukan dari Anda adalah hati yang percaya. Mengapa Anda tidak menaruh iman pada kematian Yesus yang berkurban di salib supaya Anda bisa diselamatkan dari dosa?

Apabila karena iman Anda sudah mengenal Kristus sebagai Sang Juru Selamat, maka hal paling indah yang dapat Anda lakukan pada hari Natal kali ini adalah memberikan hadiah yang paling dirindukan Allah dari diri Anda, yaitu berupa tubuh Anda sendiri (Roma 12:1).

Tubuh kita harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh Allah. Karena kita telah menerima karunia keselamatan dari-Nya, maka sangat masuk akal apabila kita mempersembahkan diri kita kepada Bapa surgawi. Apabila kita menyerahkan diri kita, berarti kita memberikan hadiah Natal yang benar-benar pas kepada-Nya! --RWD

23 Januari 2007

Lari dari Allah

Nats : Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan (Yunus 1:3)
Bacaan : Yunus 1:1-10

Mengapa orang melarikan diri dari Allah? Apakah karena kemarahan, kekecewaan, keputusasaan, ketidaktaatan, atau jaring-jaring pemberontakan yang ditenun dari hasrat diri sendiri?

Kitab Yunus menceritakan suatu kisah tentang seorang nabi yang menolak panggilan dari Allah untuk menyampaikan firman-Nya kepada orang-orang di Niniwe. Di pasal yang pertama (ayat 3,10), kita membaca bahwa Yunus dengan sengaja pergi ke Tarsis untuk melarikan diri dari Tuhan. Ia tahu dengan pasti tujuan kepergiannya, serta alasannya. Setelah diberi kesempatan yang kedua (3:1,2), Yunus pun menyampaikan pesan Allah, tetapi ia menanggapi dengan marah saat Tuhan mengasihani kota yang bertobat tersebut (3:10-4:2).

Kitab itu diakhiri dengan pembicaraan antara Tuhan dan Yunus tentang belas kasihan-Nya: "Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe" (4:11). Akan tetapi, di situ tidak ada pertanda bahwa sang nabi yang bersungut-sungut itu mengubah kelakuannya. Orang Niniwe bertobat, tetapi Yunus tidak.

Kisah Yunus selayaknya membuat kita jujur tentang perasaan kita terhadap Tuhan. Apakah kita menyimpan kekesalan atas kemurahan hati-Nya terhadap orang-orang yang menurut kita pantas mendapat hukuman? Apakah kita sudah lupa bahwa Allah telah mengampuni kita? Apakah kita siap menaati panggilan-Nya dan memercayakan hasilnya kepada Dia?

Kisah Yunus menyoroti reaksi kita kepada Allah dan mengukur kesediaan kita untuk memercayai-Nya saat kita tidak dapat memahami jalan-Nya --DCM

10 April 2007

Bersaing atau Bergabung

Nats : [Rut] melahirkan seorang anak laki-laki.... Mereka menyebutkan namanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud (Rut 4:13,17)
Bacaan : Rut 4:13-22

Saat berjalan-jalan di kampus suatu hari, seorang profesor seminari berpapasan dengan seorang penjaga kampus yang sedang membaca Alkitab pada jam makan siang. Sang profesor bertanya apa yang sedang dibacanya. "Kitab Wahyu," kata sang penjaga. "Saya yakin Anda tidak memahaminya," kata sang profesor dengan sombong. "Saya paham, kok," jawabnya. "Arti kitab Wahyu adalah Yesus menang."

Saat menghadapi tantangan hidup, sangatlah penting untuk mengingat bahwa pada akhirnya Allah selalu menang! Dan, karena segala rencana-Nya selalu berada di jalur kemenangan, maka jauh lebih bijaksana jika kita bergabung dengan kehendak-Nya daripada bersaing dengannya.

Dalam kisah Rut, lewat tuntunan Allah, Boas menyelamatkan Rut dan Naomi dari kemiskinan dan rasa malu karena tidak memiliki keturunan. Rut bisa saja menjadi pedih hati karena berstatus sebagai janda muda, dan Boas bisa saja berpikir bahwa sebagai orang asing, Rut tidak layak diperhatikan. Namun, mereka menyadari campur tangan Allah di dalam situasi mereka dan bergabung dengan rencana-Nya untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan Rut. Bagian yang terbaik adalah kisah mereka tidak berakhir seperti itu saja. Keselamatan bagi dunia akan datang melalui keturunan-keturunan mereka -- pertama-tama Daud dan kemudian Yesus (Matius 1:5-16).

Kita dapat bersaing dengan rencana Allah dan mengejar rencana kita sendiri. Atau, kita dapat bergabung dengan rencana Allah dan berada di pihak yang menang. Pilihan ada di tangan kita --JMS


Jangan pilih jalan yang tak diberkati Allah
Sebab kegagalan akan datang dengan pasti;
Pilihlah jalan-Nya yang berkemenangan
Dan rencana-Nya yang tak tertandingi. --D. De Haan

13 Juli 2007

Tanaman Pembunuh

Nats : Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapaknya, ibunya, istrinya, anak-anaknya ... ia tidak dapat menjadi murid-Ku (Lukas 14:26)
Bacaan : Lukas 14:16-26

Beberapa pekerja di hutan berjuang memadamkan kebakaran. Pekerja yang lain berjuang melawan tanaman yang cepat sekali tumbuh. Artikel di Mercury News melaporkan tim sukarelawan berjuang keras melenyapkan berbagai tanaman yang menyerbu hutan-hutan redwood di pegunungan Santa Cruz. Para pekerja mengatakan bahwa banyak dari jenis tanaman pendatang yang mereka berantas itu dijual di toko tanaman. Tanaman merambat dari Jerman, misalnya, menjadi masalah serius di Kalifornia. Tanaman rumah yang eksotis dan cepat tumbuh ini bersaing dengan berbagai jenis tanaman asli daerah itu. Tanaman merambat yang beracun itu menutup segala yang dilewatinya dan mematikan. Tanaman itu dapat "membungkus" dan menghancurkan sebatang pohon.

Dengan memikirkan tanaman rumah yang merusak itu, kita diajak untuk memahami suatu hal yang lebih penting daripada menyelamatkan pohon-pohon. Yesus memperingatkan kita bahwa segala sesuatu yang bersaing dengan-Nya untuk merebut hati kita dapat mematikan kehidupan rohani kita. Dia berkata bahwa kasih yang alami dalam keluarga sekalipun dapat berbahaya dan menghalangi kita untuk mengikut Dia (Lukas 14:16-26). Tuhan ingin agar kasih dan kesetiaan kita kepada-Nya tidak terbagi dengan yang lain.

Jika kita menghargai Kristus melebihi segalanya, kita akan belajar mengasihi keluarga kita dengan kasih yang lebih dalam dan sehat. Namun, sebelum kita memberikan kesetiaan mutlak kepada-Nya, kasih kita kepada keluarga akan tumbuh di hati kita seperti api atau tanaman merambat dari Jerman yang merusak hutan.

Jangan biarkan apa pun juga bersaing dengan Kristus --MRD II

14 Agustus 2007

Lompatan

Nats : Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya (Ibrani 11:8)
Bacaan : Kejadian 12:1-4

Selama pertandingan bisbol musim panas 2006, pemain tengah Boston Red Sox, Coco Crisp bermain dengan luar biasa. David Wright dari klub New York Mets memukul bola ke tengah lapangan bagian kiri. Bola itu melayang jauh dari Crisp saat ia mengejarnya. Saat bola itu mulai jatuh ke tanah, Crisp menubruk bola itu untuk menangkapnya. Dengan tubuh melayang di udara, ia merentangkan sarung tangannya sejauh mungkin -- dan menangkap bola itu. Beberapa orang menyebutnya sebagai tangkapan bola terbaik yang pernah mereka lihat.

Apa yang dipikirkannya saat bola melayang di udara? Crisp berkata, "Saya tidak berpikir bisa menjangkaunya. Saya memutuskan untuk mengejarnya. Saya melakukan lompatan iman."

Dalam Ibrani 11, kita membaca tentang apa yang diketahui Abraham "dengan iman". Allah memanggilnya untuk meninggalkan negeri dan keluarganya, kemudian pergi ke "negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu" (Kejadian 12:1). Dengan iman, Abraham menaati panggilan itu.

Apakah Allah memanggil Anda untuk melakukan sesuatu yang sulit? Mungkin mengikuti perjalanan misi untuk membantu orang-orang yang kekurangan. Atau, bersaksi kepada seseorang yang menyia-nyiakan hidupnya dengan keputusan yang buruk. Atau, menunjukkan kebaikan dan kasih dalam hubungan yang membutuhkan dorongan. Jika Anda tidak yakin dapat melakukannya, mintalah Allah untuk membantu Anda. Kemudian, percayalah kepada Bapa surgawi yang penuh kasih, dan melompatlah ke tujuan itu. Kiranya itu bisa menjadi permainan terbaik dalam hidup Anda --JDB

23 Agustus 2007

Titik Tumpu

Nats : Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1)
Bacaan : Roma 12:1-8

Dalam bukunya, The Tipping Point (Titik Tumpu), Malcolm Gladwell mengamati bahwa bisnis yang terus bergumul bisa sering berubah haluan karena satu keputusan penting. Kini banyak perusahaan, yang baru didirikan, mengalami kemajuan dan berhasil karena sebuah pilihan yang menjadi titik tumpu.

Meskipun hal itu ditujukan bagi mereka yang bergerak di bidang manajemen bisnis, prinsip ini juga bisa diterapkan oleh mereka yang berkomitmen memajukan tujuan Kristus. Terkadang kita merasa sedang melawan tembok, bergumul dengan keputusan atau situasi yang mengancam akan melumpuhkan kapasitas kita untuk melayani Sang Raja dengan efektif. Di titik kritis inilah kita bisa membuat keputusan "titik tumpu" untuk mengubah haluan.

Dan, apa keputusan Anda? Serahkan kehendak dan hati Anda kepada Allah. Yakobus 4:7 mengatakan, "Tunduklah kepada Allah," dan Roma 12:1 mengatakan kepada kita, "Supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah." Persembahkanlah berbagai tujuan kita demi tujuan-Nya yang lebih besar.

Bagaimana jika Nuh berkata kepada Allah, "Aku tidak mau membuat bahtera!" Bagaimana jika Yusuf tidak memaafkan saudara-saudaranya dan gagal melindungi mereka dari kelaparan yang mengancam hidup mereka? Atau, bagaimana jika Yesus menolak mati di kayu salib?

Berserah merupakan titik tumpu. Ketika kita membuat keputusan itu, Allah dapat menggunakan kita untuk melakukan hal-hal besar bagi-Nya --JMS

15 November 2007

Menolong Diri Sendiri

Nats : Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku tertolong (Mazmur 28:7)
Bacaan : Yeremia 17:1-8

Di awal karier saya sebagai editor di sebuah penerbit rohani, saya bertanggung jawab atas lini buku kategori "self-help" (menolong diri sendiri). Istilah itu mengganggu saya karena tampaknya bertentangan dengan pengertian kristiani secara keseluruhan.

Gagasan menolong diri sendiri menjadi populer karena itu mendukung pendapat bahwa kita sendirilah yang memegang kendali, seperti dalam kata-kata puisi berjudul Invictus: "Aku adalah tuan atas nasibku; aku adalah kapten bagi jiwaku."

Namun, sebenarnya tidaklah demikian! Akhirnya, sesuatu terjadi dan mengingatkan bahwa hidup ini sungguh di luar kendali kita, dan tidak ada buku berkategori "menolong diri sendiri" yang bisa membantu kita memperbaikinya.

Syukurlah, orang-orang kristiani tak berurusan dengan menolong diri sendiri. Yang terjadi justru sebaliknya! Menjadi kristiani berarti menerima ketidakberdayaan kita dan mengakui ketergantungan total kita kepada Allah. "Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa," demikian kata Yesus (Yohanes 15:5).

Bangsa Israel kuno selalu kesulitan untuk memercayai Allah dan lebih mengandalkan kekuatan manusia (Yeremia 17:5). Namun, sesudah mereka gagal, Tuhan bahkan berkata, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (ayat 7).

Ketika keadaan yang amat sulit atau godaan yang sangat kuat menimpa hidup kita dan mengingatkan kita akan ketidakberdayaan yang kita sandang, kita masih memiliki Allah yang berkuasa dan membela mereka yang percaya kepada-Nya --JAL

22 Desember 2007

Di Mana Talinya?

Nats : Apakah yang dituntut Tuhan daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? (Mikha 6:8)
Bacaan : Mikha 6:1-8

Baru-baru ini, ketika keluar untuk menikmati masakan Tionghoa dengan teman-teman, saya memerhatikan seorang pria berjalan-jalan bersama anjingnya melewati restoran. Biasanya saya hanya melihat sekilas. Namun, pemilik anjing itu mengambil tali anjing, membentuknya seperti angka delapan, dan meletakkannya kuat-kuat di moncong anjing itu.

Teman-teman saya menjelaskan bahwa di kota mereka, membawa anjing berjalan-jalan tanpa tali merupakan pelanggaran terhadap hukum. Pemilik anjing yang pintar itu menemukan celah di dalam peraturan itu -- undang-undang tersebut tidak menyebutkan bahwa orang harus memegang talinya! Yang mengherankan bukanlah celah dalam peraturan itu, tetapi anjing yang berjalan dengan patuh di samping tuannya. Padahal ia dapat melarikan diri untuk mengejar seekor tupai di dekatnya.

Perjalanan kita bersama Allah seharusnya seperti itu. Walaupun Allah, dalam belas kasih-Nya, memberi kita kendali yang panjang dan jarang memberi kita pecutan rohani dengan menarik kendali itu keras-keras, Dia tidak senang jika harus berjuang agar kita tetap berada di jalan yang benar. Sebaliknya, Dia senang apabila kita berjalan bersama-Nya dengan hati berserah.

Ketika bangsa Israel merajuk kepada Nabi Mikha tentang bagaimana sulitnya, menurut mereka, untuk menyenangkan Allah, Allah menjawab dengan memberikan cara yang langsung dan sederhana untuk menyenangkan hati-Nya. Berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan-Nya, itu akan menyenangkan hati Allah (Mikha 6:8). Anda tahu bahwa Dia merasa senang bila Dia tidak perlu memegang kendali Anda lagi --JMS

28 Desember 2007

Mati untuk Hidup

Nats : Karena siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya (Matius16:25)
Bacaan : Matius 16:21-28

Michigan Barat diserang musim-musim dingin yang bersalju, sehingga permukaan jalan harus ditaburi garam agar lebih aman untuk dilalui. Masalahnya, garam membuat keropos badan logam mobil. Jadi, pergi ke tempat pencucian mobil adalah ritual yang sering dilakukan pada musim dingin.

Belum lama ini saya duduk di sebuah fasilitas cuci mobil. Mesin-mesin mulai menyemburkan cairan khusus ke seluruh mobil sebagai proses akhir pencucian. Ada tulisan yang mengatakan bahwa cairan tersebut merupakan "unsur pengering", tetapi saya merasa bahwa hal itu aneh. Membasahi sesuatu untuk mengeringkannya tampaknya bertentangan dengan apa yang Anda harapkan. Namun, zat-zat kimia tersebut dirancang untuk melakukan hal itu. Ini merupakan pemikiran yang bertentangan dengan intuisi -- sebuah paradoks.

Yesus juga menawarkan pemikiran yang bertentangan dengan intuisi ketika Dia memperkenalkan pesan kerajaan-Nya kepada para pengikut-Nya. Dalam Matius 16:25, Dia berkata, "Karena siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." Hal ini terdengar aneh. Untuk menyelamatkan hidup Anda, Anda harus kehilangan nyawa? Ini seperti mengatakan, "Untuk mengeringkan sesuatu, Anda harus membasahinya!" Namun demikian, hal ini mutlak benar. Saat kita mati bagi diri sendiri, dan memercayakan kepemilikan hidup kita kepada Kristus, kita baru bisa belajar apa artinya hidup dengan sebenarnya.

"Mati untuk hidup" tampaknya bertentangan dengan intuisi, tetapi ini adalah inti pengalaman kristiani --WEC

7 April 2008

Sebuah Ilustrasi

Nats : Karena telah ternyata bahwa kamulah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh (2Korintus 3:3)
Bacaan : 2Korintus 3:1-18

Dalam sebuah khotbah, ilustrasi merupakan hal yang sangat penting agar pesan firman Tuhan yang disampaikan dapat diterima dengan jelas. Tanpa ilustrasi, khotbah yang bagus sekalipun kerap kali sukar dipahami. Rektor sebuah sekolah tinggi teologi mengatakan bahwa ilustrasi bagaikan jendela yang menerangi isi seluruh rumah. Bahkan ia menyebutkan bahwa ilustrasi yang baik akan membantu keberhasilan sebuah pewartaan firman hingga sebesar 40%.

Jemaat Korintus terkenal dengan reputasinya yang buruk. Walaupun mereka sudah percaya kepada Yesus, namun kehidupan mereka belum mencerminkan ajaran Kristus yang sesungguhnya. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa mereka adalah surat Kristus (ayat 3). Ini berarti bahwa ketika surat itu dibaca, maka ia harus mencerminkan Kristus yang sesungguhnya. Kristus harus tampak secara jelas dan bukan samar-samar melalui kehidupan nyata setiap hari. Gypsy Smith, seorang penginjil besar di zamannya, mengajarkan bahwa sebenarnya ada lima Injil. Ketika mengucapkan kalimat terakhir, para pendengarnya memprotes dalam hati. Namun belum sempat memprotes, ia menjelaskan sambil menyebutkan masing-masing Injil yang dimaksud. Menurutnya, Injil itu terdiri dari Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan yang kelima adalah orang kristiani itu sendiri.

Kekristenan dan ajarannya sesungguhnya sangat menarik. Namun, yang terkadang membuatnya kurang menarik adalah orang-orang kristiani yang mengilustrasikannya. Sungguh sayang bila ini terus terjadi. Dunia menanti ilustrasi nyata. Mari minta Roh Kudus menolong kita untuk menunjukkannya dengan baik (ayat 18) -MZ

15 Mei 2008

Pencipta Sejarah

Nats : Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan (Yohanes 6:9)
Bacaan : Yohanes 6:1-14

Suatu Minggu pagi, salju menyelimuti Colchester di Inggris. Semula John Egglen berniat tinggal di rumah, sebab berjalan kaki hampir 10 kilometer ke gereja dalam cuaca bersalju tidaklah mudah. Namun, tanggung jawab sebagai diaken membuatnya berubah pikiran. Di gereja, hanya 12 jemaat yang hadir dan satu jiwa baru -- seorang remaja 13 tahun. Pendeta tidak bisa datang karena rumahnya tertimbun salju. Sebagian jemaat menyarankan kebaktian ditiadakan. Namun, Egglen tetap mengadakan kebaktian. Karena pendeta tidak hadir, Egglen pun berkhotbah. Khotbahnya begitu buruk, sebab ia memang tak bertalenta di situ dan baru pertama kali berbicara di depan banyak orang. Namun, setelah mendengar khotbah itu, remaja tersebut menyerahkan diri kepada Tuhan.

Tahukah Anda, siapa remaja itu? Charles Haddon Spurgeon! Seorang pengkhotbah legendaris di Inggris. Andai Egglen memutuskan tinggal di rumah dan meniadakan kebaktian, mungkin Inggris atau bahkan kekristenan takkan pernah memiliki Spurgeon. Pada Minggu pagi yang dingin itu, Egglen mencatat sejarah.

Sesungguhnya, setiap hari kita punya kesempatan mencipta sejarah. Mungkin Anda seorang guru Sekolah Minggu yang menghadapi murid-murid bandel. Namun, tetaplah setia, sebab siapa tahu kelak seorang dari mereka akan dipakai Tuhan dengan luar biasa. Ingat pula kisah Agustinus. Setiap hari -- selama 14 tahun -- ibunya berdoa bagi Agustinus hingga ia bertobat dan mengguncang dunia dengan pelayanannya. Anak kecil dalam Yohanes 6 juga adalah anak biasa, yang bahkan namanya tidak dikenal. Namun lewat kemurahan hatinya, mukjizat Yesus tercatat dalam Alkitab -PK

18 Mei 2008

Nandur Pari Jero

Nats : Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus (2Korintus 11:3)
Bacaan : 2Korintus 11:1-6

Idep-idep nandur pari jero (Lebih baik menanam pari jero). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, ungkapan ini kerap diucapkan untuk menyiratkan sebuah kesadaran bahwa mereka tidak berani memastikan sesuatu yang belum terjadi. Pari jero adalah sebuah varitas padi lokal yang enak rasanya dan berbau harum, tetapi masa tanamnya agak panjang, sehingga dalam setahun hanya bisa dipanen dua kali. Ungkapan nandur pari jero hendak menandakan sikap atau tindakan yang disadari akan lama membuahkan hasil, sehingga untuk itu kita harus sabar dan setia menanti.

Menanti sesuatu tentu membutuhkan kesabaran dan kesetiaan. Itulah pesan Paulus kepada jemaat Korintus, dan juga kepada kita, agar sabar dan setia menanti kedatangan Tuhan, sekalipun masa penantian itu bisa panjang. Paulus takut kalau-kalau pikiran kita akan disesatkan dan berpaling dari Yesus (ayat 3). Apalagi di dunia ini akan banyak tawaran tentang "Yesus yang lain", "Injil yang lain", "roh yang lain" dari yang Paulus beritakan (ayat 4). Pikiran kita memang bisa disesatkan oleh beberapa hal, khususnya bila kita tak tahu kapan penantian itu akan berakhir. Kadang mungkin kita merasa seperti orang yang sedang nandur pari jero; kita tak tahu kapan Tuhan datang. Terlebih dalam hidup yang serbainstan ini, kita bisa mudah menjadi tak sabar, segera ingin menerima janji-janji-Nya.

Sesungguhnya, masa penantian akan kedatangan Tuhan ini menguji kesetiaan kita. Musuh ketidakpastian adalah ketidaksabaran, dan sahabat ketidakpastian adalah kepercayaan dan iman kita kepada Kristus -AGS

4 Juni 2008

Berjuang Sampai Akhir

Nats : Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Timotius 4:7)
Bacaan : 2 Timotius 4:1-8

Zoe Koplowitz, wanita berusia 59 tahun, setiap tahun mengikuti lomba lari maraton di New York. Ia selalu menjadi peserta terakhir yang tiba di finis. Tahun lalu, juara pertama mencatat waktu 2 jam 9 menit. Zoe?

28 jam 45 menit! Harap maklum; Zoe lumpuh sejak 30 tahun lalu. Ia hanya bisa berjalan tertatih dengan dua tongkat penyangganya. Zoe ikut lomba bukan untuk menjadi juara. Ia ingin membuktikan bahwa kelumpuhan tak membuatnya berhenti berjuang. Buktinya? Walau susah payah, ia selalu mencapai finis!

Hidup kristiani ibarat lomba lari. Kita harus memelihara iman sampai akhir. Di akhir hidupnya, Paulus berkata mantap bahwa ia telah berhasil mencapai garis akhir. Apa rahasianya? Kepada Timotius, penerusnya, Paulus menekankan perlunya 3 hal: penguasaan diri, kesabaran menderita, dan ketekunan menjalankan panggilan Tuhan dalam situasi dan kondisi apa pun (ayat 5). Ibarat lomba lari, semua atlet bersemangat ketika berangkat dari titik start. Titik kritis terjadi saat masalah menghadang. Kelelahan, kepanasan, dan kehausan menggoda untuk berhenti. Hanya mereka yang terus berjuang sambil sabar menanggung ketidaknyamanan, akan tiba di garis akhir.

Dalam lomba lari iman bisa jadi banyak masalah menghadang,sehingga mengikut Yesus tak lagi gampang. Godaan dunia begitu memikat. Tawaran untuk menikmati kesuksesan semu atau memuaskan nafsu bisa membuat Anda keluar jalur. Penyakit atau persoalan hidup juga dapat membuat Anda putus asa dan ingin berhenti. Ingatlah pesan Paulus. Tetap berjuang, bertahanlah sampai akhir. Jangan sampai kehilangan mahkota kebenaran kekal, hanya karena lalai berjuang dalam hidup yang singkat ini —JTI

5 Juli 2008

Berpuasa dengan Tulus

Nats : Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik (Matius 6:16)
Bacaan : Matius 6:16-18

Puasa adalah salah satu bentuk disiplin rohani, biasanya dengan berpantang makan dan minum untuk jangka waktu tertentu dan dilakukan pada suatu momen atau situasi tertentu. Pada masa sekarang ada beberapa macam puasa: ada yang tidak makan dan tidak minum dari pagi sampai petang, ada yang hanya tidak makan tetapi tetap minum, ada yang hanya tidak makan makanan tertentu, misalnya daging dan garam. Ada juga yang berpantang melakukan "hobi" tertentu, misalnya menonton televisi atau mengakses internet, kemudian waktunya dipakai untuk membaca Alkitab atau bersaat teduh pribadi.

Apakah itu boleh? Boleh saja. Yang penting adalah semangat dan tujuan berpuasa, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, mengasah kepekaan akan kehadiran Tuhan, serta untuk melatih dan mengendalikan diri terhadap "nafsu kedagingan". Jadi, jangan berpuasa misalnya, karena ikut-ikutan atau sekadar mengikuti kewajiban keagamaan, atau malah lebih-lebih lagi untuk mencari pujian!

Bacaan kita, Matius 6:16-18, memiliki pesan yang sejajar dengan dua perikop terdahulu, yaitu mengenai memberi sedekah (Matius 6:1-4) dan berdoa (Matius 6:5-15). Intinya, bahwa dalam menjalankan kegiatan keagamaan (memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa) hendaknya jangan "munafik" dan jangan sekadar untuk mencari pujian dan hormat dari manusia. Jika demikian, kegiatan keagamaan hanya akan penuh dengan kepura-puraan (ayat 16). Kegiatan keagamaan apa pun bentuknya, baiklah itu menjadi "urusan" pribadi dengan Tuhan; sertai dengan ketulusan hati untuk beribadah kepada Tuhan (ayat 18) -AYA

7 Juli 2008

Bersama Yesus

Nats : Siapa saja yang tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)
Bacaan : Yohanes 15:1-8

Saat memasuki hari atau minggu yang baru, banyak orang merasa gembira dan bersemangat. Bagi mereka, hari baru adalah kesempatan baru, peluang baru, dan karena itu mereka menyambutnya dengan hati gembira, dengan semangat baru, dan tekad baru. Tetapi bagi sebagian orang yang lain bisa jadi tidak demikian. Hari baru bagai perpanjangan derita hidup yang membawa beban baru, persoalan baru, dan kepahitan baru, sehingga mereka pun merespons hari baru dengan muka masam dan hati galau.

Berada di kelompok manakah Anda saat ini? Apabila Anda termasuk kelompok pertama, puji Tuhan, itu berarti Anda sudah berada "di jalur" yang benar. Berjalanlah terus di sana dan biarlah orang-orang yang ada di sekitar Anda turut merasakan semangat dan kegembiraan hati Anda.

Namun, bisa jadi Anda berada di kelompok kedua. Anda merasa seolah-olah tak sanggup lagi meneruskan hidup ini. Anda sudah kehilangan semangat hidup. Anda enggan. Anda bingung. Anda merasa berat untuk memulai hari dan melanjutkan hidup. Jangan berkecil hati. Yesus mengasihi Anda apa adanya. Di dalam Yesus, Anda masih dapat melakukan banyak hal. Yang Anda butuhkan adalah menyerahkan kembali hidup Anda kepada Tuhan. Naikkan doa sederhana ini, "Yesus, aku menyerahkan hidupku kepada-Mu. Aku ingin tinggal di dalam-Mu. Sejak hari ini, saya adalah milik-Mu." Dia akan memberikan keteduhan dan kelegaan (Matius 11:28). Sungguh. Dia akan memberikan kekuatan baru, memampukan Anda untuk melangkah tegar, sehingga kita tetap dapat "berbuah" banyak -MNT

14 Juli 2008

Sok Tahu

Nats : Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri (Amsal 3:5)
Bacaan : Amsal 3:1-8

Siang itu, saya dan seorang teman berencana naik TransJakarta dari halte Senen. Di sana kami melihat dua koridor; yang satu ramai, yang lainnya sepi. Tanpa bertanya, kami memutuskan untuk antre di koridor kedua, karena kami pikir tak ada bedanya. Belasan menit sudah berlalu dan beberapa TransJakarta sudah lewat di koridor yang satu, namun tak ada satu pun yang berhenti di koridor tempat kami menunggu! Setelah bertanya kepada petugas, kami baru sadar telah menunggu di koridor yang salah. Menabur sikap sok tahu, akhirnya menuai salah jalan.

Penulis Amsal menasihati kita untuk tidak memercayai pengertian sendiri, alias sok tahu. Sebaliknya, memercayai Tuhan dengan segenap hati (ayat 5). Namun, kadang kesombongan menghalangi kita melakukan hal ini. Kita merasa tahu banyak hal. Kita mengandalkan diri sendiri. Padahal kita ini begitu terbatas, masa depan di lima detik mendatang saja tidak kita ketahui. Kita takkan pernah lebih tahu apa yang akan terjadi di hidup kita dibanding Dia yang Mahatahu.

Tuhan ingin kita memercayai dan mengandalkan Dia sepenuh hati, agar Dia dapat menjaga dan melindungi kita. Kita dapat melakukannya melalui dua cara sederhana. Pertama, memulai hari bersama Dia dan memohon pimpinan-Nya melalui waktu teduh. Kedua, senantiasa memelihara komunikasi dengan-Nya melalui doa-doa singkat, "Tuhan, tolong saya," "Tuhan, pimpin saya," "Tuhan, saya mengasihi-Mu," dan sebagainya. Doa-doa singkat seperti ini akan menolong kita untuk menyadari kehadiran dan pimpinan-Nya setiap saat. Maukah kita sungguh-sungguh berserah dan mengandalkan Tuhan hari ini? -GS

22 Agustus 2008

Mengumpulkan Harta

Nats : Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu (Lukas 12:15)
Bacaan : Lukas 12:13-21

Banyak pengusaha sukses dunia saat ini telah menunjukkan kedermawanan. Mereka menyisihkan sejumlah besar kekayaan yang mereka punya untuk membangun karya kasih bagi kemanusiaan. Sebut saja misalnya Henry Ford-pengusaha otomotif, Bill Gates-pendiri Microsoft, Larry Page dan Sergey Brinn-pemilik Google. Mereka tidak mengumpulkan kekayaan hanya untuk diri sendiri, tetapi mau berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Mereka telah memberi sumbangsih sangat besar bagi dunia pendidikan, pengentasan kemiskinan, penanggulangan kesehatan, dan bencana alam.

Tuhan Yesus menceritakan perumpamaan tentang seorang kaya yang bodoh. Orang itu mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, bersikap tamak, dan berpikir bahwa dengan menjadi kaya maka semua urusannya pasti beres. Kepada orang yang demikian, Tuhan Yesus berkata, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil darimu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" (ayat 20).

Memang berbahaya kalau kita hanya sibuk mengumpulkan kekayaan untuk diri sendiri. Sebab betapapun harta kekayaan-seperti juga jabatan dan popularitas-tidaklah abadi. Cepat atau lambat akan kita tinggalkan. Maka, bila kita diberkati dengan kekayaan lebih, baiklah kita menjadikan itu juga sebagai berkat bagi sesama yang membutuhkan. Itu akan jauh lebih berarti. Sebab nilai seseorang tidak ditentukan oleh seberapa banyak kekayaan yang ia kumpulkan, tetapi oleh seberapa besar hidupnya menjadi berkat dan mendatangkan kesukaan bagi sesamanya. Oleh karena itu, jangan biarkan hati kita dijerat oleh ketamakan akan harta benda -AYA

4 September 2008

Gereja Tempat Bertumbuh

Nats : Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya (1Korintus 12:27)
Bacaan : Mazmur 92:13-16

Ada ungkapan bernada gurau: "Gereja Kristen Jalan-jalan". Istilah itu mengacu pada orang kristiani yang enggan menetap dan bertumbuh di satu gereja tertentu, tetapi berpindah dari satu gereja ke gereja lain. Bila diibaratkan suatu hubungan, mereka hanya ingin menikmati asyiknya berpacaran, tetapi enggan berkomitmen dan membina kehidupan berkeluarga.

Berjalan kaki pada pagi hari secara teratur tentu sangat dianjurkan demi menjaga kebugaran, namun berjalan-jalan dari gereja ke gereja setiap minggu malah akan mengganggu kesehatan rohani kita. Pemazmur antara lain menggambarkan kehidupan orang benar sebagai pohon yang "ditanam di bait TUHAN" (Mazmur 92:14). Supaya bertumbuh dengan baik, sebuah pohon perlu mengembangkan akarnya guna menyerap air dan sari-sari makanan yang tersedia di tanah.

Anda tentu bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau sebuah pohon yang baru ditanam kemudian dicabut, lalu ditanam di tempat lain, lalu dicabut lagi, lalu ditanam di tempat lain lagi. Tidak ayal pohon itu akan layu sebelum berkembang.

Kita tidak hanya dipanggil untuk menjadi percaya, tetapi juga untuk menjadi anggota tubuh Kristus (1Korintus 12:27). Itulah salah satu makna yang terkait dalam gambaran Paulus tentang gereja sebagai "satu tubuh banyak anggota". Maka sudah semestinya kita berkomitmen di dalam gereja lokal. Dengan berkomitmen secara rohani, kita berakar dan menerima asupan makanan rohani secara teratur. Kita juga mendapatkan "tanah tempat bertumbuh", yaitu komunitas orang percaya, untuk saling mengasihi dan melayani menuju kedewasaan rohani -ARS

6 September 2008

Melihatnya Dalam Gelap

Nats : Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3)
Bacaan : Roma 5:1-6

Suatu malam, sebuah gereja yang ada di desa mengadakan kebaktian penyegaran iman dan mereka mengundang seorang pendeta untuk berkhotbah. Desa tersebut baru saja mendapat sambungan aliran listrik sehingga ruang kebaktian gereja mendapat penerangan dari lampu pijar. Ketika sang pendeta tengah berkhotbah, tiba-tiba listrik mati. Ruangan ibadah pun menjadi gelap gulita. Sang pendeta bingung; harus terus berkhotbah atau menunggu listrik menyala. Tiba-tiba seorang anggota majelis berbisik, "Teruslah berkhotbah, Pak Pendeta. Kami masih bisa melihat Yesus di dalam gelap."

Hidup bisa tiba-tiba menjadi gelap saat kita menghadapi kesengsaraan; kehilangan orang terkasih, sakit-penyakit, kegagalan bisnis. Semua itu membuat hari-hari tampak suram. Ibarat mati lampu, keadaan di sekeliling menjadi tampak gelap. Namun, orang yang beriman pada Kristus dapat tetap berdiri, bahkan bermegah. Mengapa? Sebab ada pengharapan. Kita yakin, di tengah gelapnya hidup, Yesus beserta. Kita bisa melihat Dia dalam gelap. Oleh sebab itu, kesengsaraan tidak perlu menjatuhkan iman, tetapi menguji iman kita untuk naik setingkat lebih tinggi. Pengalaman membuktikan, hari-hari gelap justru merupakan saat di mana Tuhan mendekat; saat di mana kita merasakan pertolongan dan kuasa-Nya secara istimewa.

Apakah jalan di depan Anda tampak gelap? Jangan takut, apalagi sampai kehilangan kegembiraan hidup. Percayalah, semakin sulit jalan hidup Anda, semakin nyata Tuhan menyertai Anda. Seperti orangtua yang memberi perhatian khusus saat anaknya sakit, Tuhan pun begitu. Di topan gelap, Anda didekap -JTI



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA