Topik : Pengaturan Waktu

17 Juni 2004

Apa Motivasi Kita?

Nats : Karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita (1 Tesalonika 2:4)
Bacaan : 1 Tesalonika 2:3-9

Saya dan istri saya mendapat pemberitahuan bahwa kami telah memenangkan hadiah 1.000 dolar dalam bentuk uang tunai atau 250 dolar dalam bentuk kupon belanja. Ketika tiba di tempat pengambilan hadiah, kami diminta untuk terlebih dulu mengikuti suatu seminar selama 90 menit.

Dalam seminar itu, kami mendapat informasi bahwa kami dapat menerima paket liburan untuk 25 tahun mendatang dengan harga saat ini, yang berarti kami dapat menghemat sebesar 15.000 dolar. Tetapi untuk menikmatinya, kami diwajibkan membayar biaya keanggotaan sebesar 5.200 dolar. Kami menolak tawaran itu, tetapi kami tetap diberi beberapa kupon potongan harga, yang mungkin tak akan pernah kami gunakan.

Dari pengalaman tersebut, kami bertanya-tanya mengapa kami dapat bertahan dalam seminar yang ternyata berlangsung tiga jam itu. Apa yang telah memotivasi kami? Kami memang ingin bersikap sopan, tetapi harus diakui bahwa kami pun termotivasi oleh keserakahan.

Motivasi yang salah dapat juga menyelinap dalam pelayanan kita kepada Tuhan. Paulus menulis kepada jemaat di Tesalonika: “Sebab kamu masih ingat, Saudara-saudara; akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu” (1 Tesalonika 2:9). Paulus berhak menerima bantuan keuangan dari jemaat, tetapi ia tidak ingin dituduh memiliki motivasi yang tidak murni.

Apa yang memotivasi kita? Mari kita belajar dari teladan Paulus, sambil mengingat bahwa Allah menguji hati kita —Albert Lee

25 Juni 2004

Jangan Pernah Menyerah

Nats : Berdirilah teguh ... dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1 Korintus 15:58)
Bacaan : Galatia 6:6-10

Seorang pengkhotbah yang mulai jenuh dalam pelayanan, mendapat sebuah mimpi. Ia melihat dirinya sedang memukul sebuah bongkahan besar batu granit dengan linggis. Tugasnya adalah memecahkan batu tersebut menjadi potongan-potongan kecil. Namun, sekeras apa pun usahanya, ia tidak sanggup memecah batu itu sepotong kecil pun. Karena lelah dan putus asa, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti.

Tak lama kemudian datanglah seseorang dan berkata, “Bukankah Anda diperintahkan untuk melakukan pekerjaan ini? Kewajiban Anda adalah melakukan sebaik mungkin, apa pun yang terjadi.” Sang pengkhotbah, dengan kebulatan hati yang baru, mengayunkan linggisnya tinggi-tinggi dan memukul batu granit tersebut hingga pecah. Batu itu pecah berkeping-keping. Ia hampir menyerah, dan melewatkan satu pukulan yang menghancurkan.

Tuhan ingin agar kita tetap melakukan pekerjaan yang ditugaskan-Nya, entah seberapa besar kesulitannya. Sekalipun keberhasilan tampak jauh dan mustahil, kita harus tetap berdiri dengan teguh dan meyakini bahwa tetap ada upah berlimpah bagi orang yang tekun.

Apakah Anda merasa lelah dalam pelayanan bagi Allah? Apakah Anda pernah berkecil hati dan tergoda untuk “menyerah kalah”? Ingatlah akan mimpi sang pengkhotbah itu. Lebih baik Anda tenang dan mengingat janji Allah yang diucapkan Paulus, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Galatia 6:9) —Richard De Haan

8 Agustus 2004

"menambang Batu Bara"

Nats : Aku meminta perhatianmu terhadap Febe .... Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri (Roma 16:1,2)
Bacaan : Roma 16:1-16

Winston Churchill tahu bahwa orang-orang yang bekerja di balik layar tidak selalu mendapatkan penghargaan yang layak mereka terima. Selama Perang Dunia II, banyak penambang batu bara Inggris ingin bergabung dengan tentara sukarela dan berjuang di barisan depan. Churchill mengakui patriotisme mereka, tetapi ia mengingatkan mereka akan pentingnya pekerjaan mereka untuk mendukung perang. "Sebagian orang harus tetap tinggal di pertambangan," ujarnya, "dan yang lainnya harus berada di tengah pasukan. Keduanya sama-sama dibutuhkan, dan ada penghargaan yang sama bagi keduanya."

Saat memberi gambaran mengenai apa yang akan ditanyakan anak-anak mereka di kemudian hari tentang kontribusi orangtua mereka dalam perang, Churchill berkata, "Ada yang akan berkata, 'Dulu Ayah adalah pilot pesawat tempur'; yang lain berkata, 'Ayah bekerja di divisi kapal selam'; ... dan saat tiba giliran Anda, Anda dapat berkata dengan kebanggaan dan hak yang sama, 'Kami menambang batu bara.'"

Paulus juga melihat pentingnya peran orang-orang yang bekerja di balik layar. Banyak ayat dalam Roma 16 dipersembahkan untuk menghormati teman-teman sepelayanan yang seiman, seperti Febe, Andronikus, dan Urbanus yang tidak begitu kita kenali. Pelayanan mereka sangat berguna bagi Paulus dan untuk menjangkau orang-orang bagi Kristus.

Kerja keras Anda bagi Tuhan mungkin tidak terlihat dan tidak mendapatkan sambutan meriah, namun hal itu sangat penting. Teruslah "menambang batu bara". Anda berharga bagi Tuhan --Dave Egner

12 Desember 2004

Melayani dan Bersekutu

Nats : Marta sibuk sekali melayani (Lukas 10:40)
Bacaan : Lukas 10:38-42

Pada saat Marta melayani Yesus seorang diri, saudaranya Maria justru duduk di dekat kaki Tuhan sambil mende-ngarkan-Nya dan belajar. Charles H. Spurgeon (1834–1892) yakin bahwa kesalahan Marta bukan karena pelayanannya, melainkan karena ia mengizinkan pelayanannya mengacaukan perhatiannya dari Yesus. Spurgeon percaya bahwa kita seharusnya menjadi seperti Marta, tetapi juga sekaligus menjadi seperti Maria. Ia menulis, “Kita harus rajin melayani, sekaligus rajin bersekutu dengan-Nya. Untuk itu kita membutuhkan kasih karunia yang besar. Kita lebih mudah melayani daripada ber-sekutu dengan Tuhan.”

Saya pernah bertemu dengan se-orang ibu muda yang memiliki anugerah untuk melakukan keduanya. Ia haus akan Allah dan firman-Nya, tetapi mau tidak mau kesibukan kehidupan keluarganya setiap hari akan menenggelamkan dirinya. Kemudian ia punya ide. Di setiap ruangan, ia menaruh kertas dan pensil pada tempat yang tinggi, yang jauh dari jangkauan anak-anak. Sementara ia melayani Tuhan di tengah tanggung jawab rumah tangganya, ia tetap membuka diri kepada Allah. Setiap kali terlintas sebuah ayat Alkitab dalam benak-nya, atau sesuatu yang patut diakui, dikoreksi, atau didoakan, ia cepat-cepat mencatatnya di kertas terdekat. Pada malam harinya, setelah anak- anak tidur, ia mengumpulkan kertas-kertas itu dan mendoa-kannya di atas Alkitabnya yang terbuka.

Wanita ini menemukan sebuah cara untuk menjadi seperti Marta, dan juga sekaligus menjadi seperti Maria. Semoga kita pun menemukan cara untuk melayani Allah sekaligus bersekutu dengan-Nya —Joanie Yoder

22 Desember 2004

Kebakaran Besar

Nats : Lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, dapat membakar hutan yang besar (Yakobus 3:5)
Bacaan : Yakobus 3

Pada bulan Juni tahun 2002, kebakaran Hayman memusnahkan lebih dari 54.800 hektar hutan pegunungan yang menawan di Colorado. Asap akibat kebakaran itu menggelapkan langit, menyesakkan penduduk kota yang tinggal 64 kilometer jauhnya dari tempat tersebut. Ribuan orang mengosongkan rumahnya, dan juga jutaan dolar dihabiskan untuk melawan lautan api yang disulut oleh sebatang korek api.

Percikan kecil, menimbulkan kebakaran besar. Demikianlah Yakobus menggambarkan kerusakan yang disebabkan oleh kata-kata yang kita ucapkan dengan sembrono dan kurang hati-hati. “Lihatlah, betapa pun kecilnya api, dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan ... menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka” (3:5,6).

Alkitab mendesak kita untuk tidak meremehkan kekuatan menghancurkan dari kata-kata kita. Hasutan dapat mengobarkan ledakan emosi yang membahayakan. Cara terbaik untuk menghindarkan nyala kemarahan adalah menahan diri untuk tidak menyalakan api. Kita harus mengizinkan hikmat Allah memeriksa pemikiran kita sebelum keluar lewat lidah kita. “Hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik” (ayat 17).

Ketika kita memetik hikmat Allah melalui firman-Nya, kita dapat menghindarkan percikan perselisihan dan mengucapkan kata-kata damai —David McCasland

23 Juli 2006

Siapa yang Akan Kuutus?

Nats : Aku mendengar suara Tuhan berkata, "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku, "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8)
Bacaan : Yesaya 6:1-8

Sebagai seorang pendeta muda, saya melayani sekelompok jemaat baru, termasuk orangtua saya. Ayah saya sangat aktif dalam "pelayanan terhadap sesama" di gereja. Ia melakukan penginjilan, kunjungan ke rumah sakit dan panti jompo, melayani sesama di dalam bus, mem-beri pertolongan kepada orang miskin, dan lain sebagainya. Meski tidak pernah dilatih secara formal tentang pelayanan, Ayah ternyata memiliki kemampuan alami untuk menjalin relasi dengan orang-orang yang berada di tengah masa-masa sukar. Itu adalah fokus kecintaannya, yaitu orang-orang tertindas yang kerap diabaikan. Bahkan, pada hari ia mengembuskan napas terakhir, hal terakhir yang ia katakan kepada saya adalah janjinya untuk mampir ke rumah seseorang. Ia ingin memastikan bahwa janjinya itu tetap ia pegang.

Saya yakin pelayanan ayah saya adalah pelayanan yang mengikuti teladan hati Kristus. Yesus memandang banyak orang yang dilupakan di dunia dan berbelas kasih kepada mereka (Matius 9:36-38). Dia memerintahkan para pengikut-Nya untuk berdoa agar Bapa surgawi mengutus para pekerja (seperti ayah saya) untuk menjangkau mereka yang berbeban berat dengan memerhatikan kehidupan mereka.

Ayah saya telah menjadi jawaban atas doa-doa yang dinaikkan dalam kehidupan orang-orang yang terluka. Dan kita pun dapat menjadi jawaban atas doa-doa tersebut. Tatkala ada orang yang memanjatkan doa agar muncul seseorang yang mewakili kasih Kristus, kiranya hati kita memberi tanggapan demikian, "Ya Tuhan, ini aku, utuslah aku!" --WEC

20 Agustus 2006

Sebuah Hati Bagi Tunawisma

Nats : Kami harus tetap mengingat orang-orang miskin (Galatia 2:10)
Bacaan : Yakobus 2:14-20

Jemaat Gereja Presbiterian Pertama di Snohomish, Washington, memiliki banyak sisa makanan dari perayaan ulang tahun mereka yang ke-125. Mereka memutuskan untuk memberikan makanan tersebut kepada para wanita dan anak-anak di penampungan tunawisma terdekat. Ketika hujan yang sangat dingin turun dengan derasnya, para sukarelawan mengeluarkan bungkusan-bungkusan itu, yang salah satunya berisi kue yang besar. Seseorang berkata, "Saya harap hari ini ada yang berulang tahun." Seorang wanita tunawisma menjawab, "Di dalam sini setiap hari merupakan hari besar."

Yesus mengetahui apa yang dialami oleh para tunawisma. Dia berkata, "Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya" (Matius 8:20). Meskipun demikian, tak seorang pun mempunyai belas kasih yang lebih besar terhadap orang-orang miskin dibandingkan Yesus.

Yakobus menekankan perlunya orang-orang beriman untuk saling menolong dalam hal materi. Ia menulis, "Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata, 'Selamat jalan, kenakanlah pakaian hangat dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?" (Yakobus 2:15,16).

Kita harus menolong orang yang miskin rohani untuk menemukan rumah surgawi dengan berbagi Injil bersama mereka, tetapi kita jangan melalaikan orang-orang yang miskin harta benda. Sebuah hati bagi Allah juga akan menjadi hati bagi para tunawisma -VCG

16 Desember 2006

Pekerjaan Kotor

Nats : Yesus mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu (Matius 8:3)
Bacaan : Matius 8:1-4

Seorang tokoh televisi terkenal mencari pekerjaan yang paling kotor dan menjijikkan yang bisa ia temukan. Ia kemudian melakukan pekerjaan tersebut dan disiarkan secara langsung, sehingga kita semua merasa jijik.

Hal mengejutkan yang biasa muncul dari petualangan ke tempat kotor ini adalah orang-orang yang mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan yang benar-benar kotor ini tampaknya bahagia ketika melakukannya.

Saya bertanya-tanya apakah hal yang sama juga terjadi di antara jemaat Allah. Di gereja dan dalam komunitas umat Allah, terdapat pekerjaan yang benar-benar "kotor" yang dikehendaki oleh Allah untuk kita lakukan.

Misalnya, apa menariknya bekerja di tempat penampungan tunawisma, membagikan harapan kabar gembira dan bantuan fisik kepada orang-orang jalanan? Di manakah sukacitanya saat berjalan ke bangsal rumah sakit untuk mengunjungi pasien yang baru saja menerima berita buruk dari dokter? Dan, apa enaknya duduk di ruang konseling dan mendengarkan seorang istri yang dilecehkan suaminya, lalu berusaha membantunya mendapatkan kembali harga diri dan semangat hidup?

Bayangkan bagaimana anggapan kerumunan orang ketika Yesus mengulurkan tangan dan menjamah orang lepra. Dia tidak takut dengan pekerjaan-pekerjaan "kotor". Yesus datang "untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10). Dia "tergerak ... oleh belas kasihan" kepada orang yang timpang, sakit, dan tertindas (Matius 9:36). Mari kita ikuti teladan-Nya dan kita kerjakan tugas-tugas berat di sekitar kita dengan kasih --JDB

20 Februari 2007

Pilihan

Nats : Ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan ... bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku (Rut 1:16)
Bacaan : Rut 1:11-18

Seorang teman pernah berkata kepada saya, "Joe, aku baru sadar bahwa hidupku tidak tercipta dari impian yang kuimpikan, tetapi dari pilihan yang kubuat."

Percayalah: Anda memiliki banyak pilihan dalam hidup. Dan, biasanya semua itu akan menyusut menjadi pilihan antara "Apa yang kuinginkan?" dan "Apakah yang terbaik bagi orang lain?"

Setelah suami mereka meninggal, Rut and Orpa menghadapi pilihan yang sulit (ay. 11). Ibu mertua mereka, Naomi, menyuruh mereka pulang. Ia tidak ingin mereka merasa memiliki kewajiban padanya, walaupun kenyataannya ia jauh lebih berduka akibat kehilangan yang dialaminya. Ia telah kehilangan suaminya sendiri dan juga kedua putranya.

Orpa and Rut dapat memilih untuk pulang ke tempat asalnya dan memulai hidup baru, atau menemani Naomi untuk membantunya saat ia sangat memerlukan bantuan. Mereka berdua tahu betul bahwa pilihan yang kedua membuat mereka harus tinggal di negeri asing sebagai janda seumur hidup, karena hanya sedikit laki-laki Yahudi yang mau menikah dengan wanita asing.

Namun, Rut lebih memilih melayani kebutuhan Naomi daripada melayani dirinya sendiri. Adapun Orpa memilih meninggalkan Naomi untuk menjalani hidup yang menurutnya lebih baik. Dalam hidupnya kemudian, Rut memiliki peran yang signifikan dalam sejarah bangsa Yahudi dan menjadi leluhur Yesus (Mat. 1:5).

Ambillah pilihan yang terbaik. Pilihlah untuk melayani sesama --JS

Saat kita bertekun melayani
Dan memenuhi kebutuhan sesama,
Kristuslah yang kita teladani
Dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan. --Fitzhugh

5 Mei 2007

Pencarian Bakat

Nats : Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" (Yesaya 6:8)
Bacaan : Yesaya 6:1-8

Acara televisi seperti American Idol telah menjadi fenomena global. Jutaan pemirsa menanti dengan cemas untuk mengetahui siapa penyanyi yang akan tereliminasi dari ajang pencarian bakat sebagai penyanyi tersebut.

Sebagian orang menyebutnya "konsep baru dalam dunia hiburan", tetapi sebenarnya ini bukan ide baru. Ketika masih kecil, saya pernah menonton acara Original Amateur Hour yang dibawakan Ted Mack. Acara itu kemudian diikuti ajang pencarian bakat yang aneh The Gong Show di tahun 1970-an, lalu disusul Star Search di tahun 1980-an. Itu semua adalah program televisi yang berkelanjutan untuk mencari orang biasa dan membuatnya terkenal.

Namun, bermimpi untuk menjadi terkenal dan kaya bukanlah suatu pencarian terhadap hal-hal yang bernilai kekal. Pencarian yang demikian dilakukan oleh Allah sendiri. Dia mencari hati yang siap mengerjakan pekerjaan-Nya di dunia ini.

Dalam Kitab Yesaya, Tuhan bertanya: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Dan kemudian kita membaca respons kesediaan Yesaya: "Ini aku, utuslah aku!" (6:8).

Allah tidak mencari orang yang paling berkualitas atau berbakat; Dia justru mencari hati yang bersedia taat kepada-Nya. Dia mencari mereka yang menyediakan diri, dapat diandalkan, dan bersedia untuk dipakai. Dalam hidup mereka, Allah akan menunjukkan kekuatan-Nya; dan Dia akan dimuliakan.

Siapkah Anda untuk Dia pakai? --WEC


Jadilah kehendak-Mu, ya Tuhan! Jadilah kehendak-Mu!
Engkaulah Tukang Periuk, aku tanah liatnya;
Ambillah aku dan bentuklah menurut kehendak-Mu,
Aku akan menunggu, berserah, dan tak gelisah. --Pollard

31 Januari 2008

"getar" Tuhan

Nats : Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun sujud di depan Yesus dan berkata, "Tuhan, pergilah dari hadapanku, karena aku ini seorang berdosa" (Lukas 5:8)
Bacaan : Lukas 5:1-11

Pernah tersetrum listrik? Bagaimana rasanya? Maukah Anda mengulangi? Tidak bukan? Itu wajar. Namun, bagaimana bila yang Anda alami adalah "tersetrum" Tuhan?

Seusai mengajar dari atas perahu, Yesus menyuruh Simon bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menangkap ikan. Seketika nelayan kawakan ini memprotes, tetapi akhirnya ia patuh. Hasilnya? Mukjizat. Perahunya penuh ikan hingga hampir tenggelam. Lalu ada satu hal menarik yang terjadi dalam diri Simon. Ia menyadari ketidaklayakannya untuk mengalami rahmat itu.

Mengalami mukjizat justru membuat Simon mengakui keadaannya sebagai orang berdosa. Biasanya jika seseorang mengalami mukjizat, ia merasa senang bahkan sangat bangga. Namun, Simon justru gentar. Pengalaman dengan Yesus sungguh membuatnya terpesona sekaligus takut. Katanya, "Tuhan, pergilah dari hadapanku, karena aku ini seorang berdosa" (ayat 8). Pergikah Yesus? Tidak. Yesus justru mengundang Simon untuk lebih dekat kepada-Nya. Bahkan sangat dekat. Yesus ingin mengubahkan Simon -- yang menyadari bahwa dirinya tidak layak -- menjadi Petrus yang akan "menjala" manusia-manusia lain dengan "jala" rahmat Tuhan.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda pernah tergetar karena karya Tuhan? Mungkin pernah, bahkan sering. Permasalahannya, apa yang menjadi buah dari getaran itu? Rasa bangga dan pongah rohani sembari membanding-bandingkannya dengan pengalaman orang lain? Atau, justru sebaliknya: kerendahan hati yang menebarkan rahmat Tuhan bagi semua orang? Mari temukan mana yang sepantasnya kita rayakan --DKL

15 Maret 2008

Ragu

Nats : Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14:6)
Bacaan : Yohanes 14:1-11

Suatu kali saya bertanya kepada sekelompok orang kristiani, "Seandainya detik ini Tuhan memanggil kita untuk meninggalkan dunia, apakah kita yakin akan masuk surga?" Ternyata, respons mereka sangat mengejutkan! Sebagian kecil menjawab dengan pasti, "Ya!" Namun sebagian besar berkata, "Tidak tahu." Bahkan ada yang menjawab, "Tampaknya tidak." Sungguh ironis! Bertahun-tahun menjadi kristiani dan percaya kepada Yesus, tetapi mereka masih meragukan jaminan keselamatan.

Walaupun telah membuat komitmen untuk percaya kepada Tuhan, terkadang kita ragu dan bertanya-tanya. Apakah kasih Tuhan cukup besar untuk mengampuni dosa kita? Apakah kesabaran Allah cukup panjang saat melihat kita jatuh bangun dalam dosa? Apakah Tuhan masih mau menerima kita yang sudah lama mundur dan meninggalkan-Nya?

Ya, kasih Allah selalu lebih dari cukup! Pengampunan dan kesabaran Allah tak pernah kurang bagi kita. Jika kita sudah berkomitmen untuk percaya kepada Yesus, mengaku dosa, dan meninggalkan kehidupan lama, maka jaminan keselamatan menjadi milik kita. Jangan pernah terjebak dalam keraguan. Perasaan itu akan membuat kita meragukan jaminan keselamatan saat iman kita lemah.

Apakah kita masih meragukan jaminan keselamatan? Saat keraguan itu muncul, mari kita mengingat kasih, pengampunan, dan keselamatan yang sudah Allah karuniakan bagi kita. Lalu, mari kita perbarui komitmen dan berjalan dalam kebenaran. Kita tak perlu terombang-ambing oleh ketidakpastian. Dalam Yesus, keselamatan bukan lagi harapan, melainkan kepastian yang nyata -PK

23 Mei 2008

Waktunya Runtuh Juga

Nats : Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3:1)
Bacaan : Pengkhotbah 3:1-15

Bagi penduduk Amerika, jembatan Mississippi memiliki peran yang vital dalam menghubungkan perekonomian negara bagian Minnesota yang berbasis pertanian. Jembatan sepanjang 27,6 kilometer itu menghubungkan kota Minneapolis dan Saint Paul. Jembatan itu dibangun oleh Departemen Transportasi Minnesota pada 1967 dengan tinggi 64 kaki atau sekitar 20 meter. Namun, jembatan delapan lajur tersebut ambruk pada Rabu, 1 Agustus 2007, pukul 18.00 waktu setempat. Diduga jembatan runtuh bukan karena aksi teror, melainkan karena konstruksi jembatan telah rapuh ditelan usia. Jembatan yang berusia empat puluh tahun tersebut, akhirnya ambruk juga.

Firman Tuhan dengan tepat mengatakan "segala sesuatu ada masanya" (ayat 1). Sekolah kehidupan telah mengajar Salomo, raja Israel di Yerusalem, bahwa segala sesuatu ada waktunya. Waktu berlalu begitu cepat. Tak seorang pun mampu menahannya. Sepanjang berproses dengan waktu, seseorang dapat menikmati dinamika kehidupan. Ada waktu yang menyenangkan, ada juga waktu yang menyedihkan. Namun, Allah selalu membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Selagi napas dikandung badan, menggunakan waktu dengan bertanggung jawab adalah suatu keharusan. Bukankah segala sesuatu akan terus berubah? Filsuf Heraclitus memberikan ungkapan bijak, "Tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan." Hari ini kita masih bernapas, besok belum tentu. Hari ini kita masih bekerja dengan gagah, besok tidak tahu. Oleh karena itu, mari kita menaklukkan diri kepada-Nya sebelum ambruk bak jembatan Mississippi -MZ

5 Juli 2008

Berpuasa dengan Tulus

Nats : Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik (Matius 6:16)
Bacaan : Matius 6:16-18

Puasa adalah salah satu bentuk disiplin rohani, biasanya dengan berpantang makan dan minum untuk jangka waktu tertentu dan dilakukan pada suatu momen atau situasi tertentu. Pada masa sekarang ada beberapa macam puasa: ada yang tidak makan dan tidak minum dari pagi sampai petang, ada yang hanya tidak makan tetapi tetap minum, ada yang hanya tidak makan makanan tertentu, misalnya daging dan garam. Ada juga yang berpantang melakukan "hobi" tertentu, misalnya menonton televisi atau mengakses internet, kemudian waktunya dipakai untuk membaca Alkitab atau bersaat teduh pribadi.

Apakah itu boleh? Boleh saja. Yang penting adalah semangat dan tujuan berpuasa, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, mengasah kepekaan akan kehadiran Tuhan, serta untuk melatih dan mengendalikan diri terhadap "nafsu kedagingan". Jadi, jangan berpuasa misalnya, karena ikut-ikutan atau sekadar mengikuti kewajiban keagamaan, atau malah lebih-lebih lagi untuk mencari pujian!

Bacaan kita, Matius 6:16-18, memiliki pesan yang sejajar dengan dua perikop terdahulu, yaitu mengenai memberi sedekah (Matius 6:1-4) dan berdoa (Matius 6:5-15). Intinya, bahwa dalam menjalankan kegiatan keagamaan (memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa) hendaknya jangan "munafik" dan jangan sekadar untuk mencari pujian dan hormat dari manusia. Jika demikian, kegiatan keagamaan hanya akan penuh dengan kepura-puraan (ayat 16). Kegiatan keagamaan apa pun bentuknya, baiklah itu menjadi "urusan" pribadi dengan Tuhan; sertai dengan ketulusan hati untuk beribadah kepada Tuhan (ayat 18) -AYA

13 Juli 2008

Tuhan Selalu Hadir

Nats : Dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka (Matius 18:20)
Bacaan : Matius 18:19,20

Suatu hari, telepon di gereja tempat Presiden Roosevelt beribadah berdering. Si penelepon bertanya kepada sang pendeta, "Pak Pendeta, apakah Presiden Roosevelt akan ikut kebaktian di gereja minggu ini?" "Saya tidak bisa memastikan hal itu," ujar sang pendeta. "Namun, yang pasti Allah hadir di sana. Dan, itu sudah sangat cukup untuk menarik jemaat datang."

Dewasa ini, banyak artis kristiani sering diundang untuk melayani dalam ibadah suatu gereja. Saat mereka melayani, tampaknya suasana ibadah menjadi hidup dan semarak. Dan tampaknya jemaat mendapat banyak "berkat". Namun jika tiba-tiba artis yang diundang batal hadir, suasana ibadah seolah-olah menjadi mati, kering, membosankan, dan jemaat pulang tanpa membawa "berkat". Kenyataan ini sungguh menyedihkan, karena artis-artis rohani itu malah menjadi faktor penentu dalam ibadah. Ini menandakan bahwa ada masalah; bukan pada si artis, tetapi pada jemaat itu sendiri. Motivasi jemaat yang seperti ini sudah bukan lagi hendak mencari Tuhan, tetapi seolah-olah datang hendak "menyaksikan pertunjukan".

Jika motivasi kita murni untuk beribadah, kita tak perlu kecewa apabila artis yang dijadwalkan hadir ternyata tidak jadi datang. Toh, mereka ada atau tidak, Tuhan tetap hadir di sana (ayat 20). Sekalipun tak ada artis rohani yang hadir, Tuhan tetap dapat melakukan sesuatu dalam ibadah, melalui siapa saja. Mari kita luruskan lagi motivasi kita dalam beribadah; yakni untuk mencari Tuhan, bukan siapa pun yang lain. Pasti kita akan mendapat berkat dalam ibadah, siapa pun yang melayani -PK

15 Agustus 2008

Buta Rohani

Nats : ... tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia (Yohanes 9:3)
Bacaan : Yohanes 9:1-7

Keterlaluan! Di dekat seorang buta yang tidak berdaya, murid-murid bukannya memberi sedekah tetapi malah membicarakan mengapa orang itu buta. "Pasti karena telah berbuat dosa. Tetapi siapa yang berbuat dosa; orang buta ini sendiri atau orangtuanya, ya?" Begitulah obrolan para murid Yesus.

Orang buta itu telah sangat menderita dengan kebutaannya. Kalau orang-orang malah mencurigai dirinya atau orangtuanya telah melakukan dosa, dan lantas hanya mendiskusikan tentu ini hanya menambah penderitaannya. Murid-murid mungkin lupa bahwa mereka sendiri juga orang berdosa (Roma 3:23). Bahkan, jika orang buta itu buta secara jasmani, mereka mungkin saja malah lebih parah, yakni buta rohani.

Yesus tidak terjebak dalam obrolan yang tidak membangun itu. Dia memilih melakukan sesuatu; menyembuhkan mata orang buta itu. Dan yang mengejutkan, Yesus juga berkata: "... bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia" (ayat 3). Bisa dibayangkan, betapa senangnya si buta mendengar hal itu! Pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dirinya? Wow! Sebelum berjumpa Yesus, baginya semua gelap. Hidupnya serasa hampa tidak berguna. Tak ada yang peduli, apalagi melibatkannya dalam aktivitas. Namun, segalanya berbeda setelah berjumpa Yesus. Sang Terang dunia bukan saja menyembuhkan, tetapi bahkan mau melibatkannya dalam pekerjaan Allah!

Kita, daripada membicarakan dosa orang lain, marilah perbincangkan pekerjaan di ladang Tuhan, yang harus kita kerjakan selagi hari masih siang -MNT

29 Agustus 2008

Seribu Banding Satu

Nats : Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya (Kejadian 40:23)
Bacaan : Kejadian 40

Salah satu dialog dalam film "Dumb and Dumber" yang masih saya ingat adalah ketika Lloyd Christmas menyatakan cinta kepada Mary Swanson. Mary menolak. Lloyd tidak menyerah. Ia bertanya, berapa banyak kesempatan yang ia miliki untuk mendapat cinta Mary. Lalu wanita itu menjawab: seribu banding satu. Anehnya, Llyod justru bersorak gembira mendengarnya. "Itu berarti saya masih memiliki kesempatan, kan?" katanya.

Begitulah seorang yang optimis. Ia akan berfokus pada kesempatan yang ada, sekecil apa pun kesempatan itu. Karenanya ia akan selalu mempunyai pengharapan; tidak akan patah arang dalam kesusahan.

Yusuf juga seorang yang optimis. Ia tidak putus berharap, pun ketika ia berada dalam penjara. Ia menolong juru minuman dengan menafsirkan mimpinya. Lalu ia berpesan, "Ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini" (ayat 14). Kesempatan yang Yusuf miliki itu memang tidak besar, buktinya si juru minuman kemudian melupakannya (ayat 23). Namun, justru dari kesempatan kecil tersebut, Yusuf mengawali kisah suksesnya di Mesir.

Mungkin saat ini kita tengah berada dalam "penjara kesulitan". Dan kesempatan yang kita miliki untuk keluar dari situ begitu kecil. Jangan berkecil hati. Jangan menyerah. Teruslah berusaha. Lakukan apa yang bisa dilakukan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Ingat lah bahwa dari kesempatan kecil itu tidak jarang tersedia jalan yang lebar bagi kesuksesan. Seperti yang Yusuf alami -RY

10 September 2008

Sindrom Mesias

Nats : Sedangkan siapa saja yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga (Matius 18:4)
Bacaan : Matius 18:1-5

Milton Rokeach, seorang psikolog, merasa kewalahan menyembuhkan tiga

pasiennya yang menderita "sindrom Mesias". Mereka menganggap dirinya sebagai penyelamat dunia. Sulit sekali menyadarkan ketiganya tentang siapa mereka sebenarnya. Suatu kali, mereka bertiga diajak berdiskusi dalam suatu terapi kelompok. Orang pertama berkata, "Akulah Mesias, anak Allah yang diutus menyelamatkan dunia." "Bohong! Dari mana kamu tahu?" bantah orang kedua. "Tuhan berbicara kepadaku," jawab orang pertama. Tiba-tiba orang ketiga berseru: "Siapa bilang? Aku tak pernah berkata begitu kepadamu!"

Para murid Yesus pun pernah mengalami sindrom Mesias saat mereka mempersoalkan siapa di antara mereka yang terbesar. Tiap-tiap orang merasa paling unggul, paling layak, paling berjasa, atau paling rohani. Yang diincar bukan lagi pelayanan, tetapi keuntungan. Itu sebabnya Yesus meminta mereka agar bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Seorang anak tidak memedulikan status atau gengsi. Ia mengakui dirinya tak berdaya dan bergantung sepenuhnya pada orang lain. Inilah kerendahan hati sejati. Jika ingin masuk ke dalam kerajaan surga, seseorang tak boleh merasa dirinya berjasa.

Sindrom Mesias bisa juga terjadi di gereja. Banyak konflik terjadi karena orang saling bersaing, berebut kuasa, atau merasa dirinya hadir sebagai "penyelamat". Yang senior berkata, "Karena sayalah, gereja ini berdiri!" Yang yunior berkata, "Kamilah pembaru gereja. Tanpa kami, gereja ini sudah mati ditelan tradisi!" Berhati-hatilah! Ketika kita membangun kerajaan kita sendiri, bisa-bisa kita semakin jauh dari kerajaan-Nya -JTI

11 September 2008

Doa Syafaat

Nats : Maka Allah ingat kepada Abraham, lalu dikeluarkan-Nyalah Lot dari tengah-tengah tempat yang ditunggangbalikkan itu (Kejadian 19:29)
Bacaan : Kejadian 18:23-33

Dalam sebuah pengadilan, peran seorang advokat atau pengacara sangat penting. Pembelaannya di depan hakim akan menentukan nasib sang terdakwa. Bayangkanlah cerita Alkitab hari ini dengan situasi sebuah pengadilan. Kota Sodom dan Gomora duduk di kursi terdakwa; Allah sebagai Hakim; jaksa penuntut diperankan oleh banyak orang yang berkeluh-kesah tentang kedua kota itu; dan Abraham tampil membela pihak tertuduh dengan argumentasinya yang gigih.

Dengan "keberanian" yang mengagumkan, Abraham melakukan "tawar-menawar" dengan Tuhan tentang jadi atau tidaknya Dia menjatuhkan hukuman atas Sodom dan Gomora. "Kesepakatan" antara Tuhan dengan Abraham akhirnya diperoleh. Hukuman terhadap Sodom dan Gomora tetap dilaksanakan. Namun, perhatikanlah bahwa Allah menyatakan kemurahan-Nya kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dan, Allah pun menjalankan misi penyelamatan atas Lot dan keluarganya. Mengapa? Karena Dia "ingat kepada Abraham"! Peristiwa ini sungguh menggetarkan hati. Allah mengingat Lot karena doa yang dinaikkan Abraham.

Sebuah lagu pop rohani berkata: "Bila kau rasa sepi dan hatimu pun sedih, ingatlah seorang mendoakanmu." Doa syafaat adalah seruan permohonan kepada Tuhan atas nama pihak lain. Tuhan memedulikan doa semacam ini. Abraham berseru kepada Tuhan atas nama Lot, dan Lot pun diselamatkan. Tuhan ingat seruan Abraham. Kita pasti pernah, atau bahkan sedang diberkati karena seseorang mendoakan kita. Namun, sebaliknya, biarlah ada seseorang yang juga diberkati karena Allah ingat akan doa-doa kita untuknya -PAD

18 September 2008

Jangan Menghakimi

Nats : Mengapakah engkau melihat serpihan kayu di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (Matius 7:3)
Bacaan : Matius 7:1-5

Istri saya sudah tuli," keluh seorang suami kepada dokter pribadinya. "Saya harus bicara berkali-kali padanya, barulah ia mengerti." Sang dokter lantas memberi usul: "Bicaralah dengannya dari jarak sepuluh meter. Jika tak ada respons, coba dari jarak lima meter, lalu dari jarak satu meter. Dari situ kita akan tahu tingkat ketuliannya."

Si suami mencobanya. Dari jarak sepuluh meter, ia bertanya pada istrinya, "Kamu masak apa malam ini?" Tak terdengar jawaban. Ia mencoba dari jarak lima meter, bahkan satu meter, tetap saja tak ada respons. Akhirnya ia bicara di dekat telinga istrinya, "Masak apa kamu malam ini?" Si istri menjawab: "Sudah empat kali aku bilang: sayur asam!" Rupanya, sang suamilah yang tuli.

Saat mengkritik orang lain, kita kerap kali tidak sadar bahwa kita pun memiliki kelemahan yang sama, bahkan mungkin lebih parah. Ada kalanya apa yang tidak kita sukai dari orang lain adalah sifat yang tidak kita sukai dari diri sendiri. Kita belum bisa mengatasi satu kebiasaan buruk, kemudian jengkel saat melihat sifat buruk itu muncul dalam diri orang lain, sehingga kita memintanya untuk berubah.

Tuhan Yesus tidak melarang kita menilai orang lain secara kritis. Namun, janganlah membesar-besarkan kesalahan orang lain dengan mengabaikan kesalahan diri sendiri. Jika kita memakai standar atau ukuran tinggi dalam menilai orang lain, pastikan kita sendiri sudah memenuhi standar yang kita buat. Yang terbaik adalah introspeksi diri terlebih dulu sebelum memberi kritik kepada orang lain -JTI



TIP #09: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab dan catatan hanya seukuran layar atau memanjang. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA